SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
PROPOSAL
  “IMPLEMENTASI   PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS
             PADA BANK BRI SYARI’AH”

            Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

             Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian

              Dosen Pengampu : Andi Eswoyo, S.Ag




                             Oleh:

                          Afif Muzaki

                          2013110023

                      Semester/Kelas : V/A



                  PRODI EKONOMI SYARIAH

                     JURUSAN SYARIAH

           SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

                    (STAIN) PEKALONGAN

                             2012




                               0
BAB I

                                           PENDAHULUAN

          A. Latar Belakang Masalah


                   Republik Indonesia sebagai salah satu negara di dunia, memiliki sumber daya
          manusia yang sebagian besar beragama Islam, dalam melakukan kegiatan
          kesehariannya sudah seyogyanyalah menggunakan syariat Islam sebagai landasan
          dalam rangka memenuhi kesejahteraan bersama baik bagi diri sendiri dan orang lain
          sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan
          penjelasannya dimana seluruh kegiatan tersebut nantinya harus dipertanggung
          jawabkan kepada Allah SWT di akhirat kelak.
                   Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini,
          tentunya harus di imbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang sesuai
          dengan syariat islam, salah satunya dalam melakukan kegiatan yang berhubungan
          dengan perbankan, kita sebaiknya terlebih dahulu mengenal Bank-bank Islam yang
          ada di Indonesia. Bank Islam atau Bank syariah yang biasa disebut dengan Bank
          tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan
          produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW.
          Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
          memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
          peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.1
          Secara garis besar, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan
          menyebutkan tentang kegiatan usaha perbankan secara syariah dalam pasal 1 angka
          13 antara lain:
                   a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( mudharabah ) ;
                   b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musyarakah ) ;
                   c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah ) ;
                   d. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (
                       ijarah ) ;
                   e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
                       oleh pihak lain ( ijarah wa iqtina ).
1
    Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hal. 1

                                                     1
Dimana selain kegiatan tersebut, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 membuka
kesempatan pada bank untuk melakukan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah.
       Di dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BRI Syariah, kegiatan
usaha dibidang syariah antara lain adalah Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah,
Deposito Mudharabah, Wakalah ( Transfer, kliring ) dan pembiayaan.
       Produk pembiayaan yang dilaksanakan pada Bank BRI Syariah meliputi :
Murabahah ( jual beli barang jadi bayar tangguh ), Istishna ( jual beli barang pesanan
bayar tangguh ), Ijarah ( sewa atau leasing ), Mudharabah ( bagi hasil tanpa sharing
dana nasabah ), Musyarakah ( bagi hasil dengan sharing dana nasabah ) dan Qardh (
pinjam kebajikan atau tanpa ada lebihan atas pinjaman ).

       Meski praktek kegiatan Bank BRI Syariah sesuai dengan prinsip syariat islam,
namun masih saja tidak terlepas dengan konflik-konflik yang ada. Bank Indonesia
telah memanggil dua bank syariah terkait persoalan gadai emas. Salah satunya adalah
BRI Syariah. Dari kasus yang ada, fakta menunjukan bahwa perlindungan konsumen
di perbankan nasional masih rendah. Karena ada hal-hal yang tidak dituliskan dalam
kontrak namun berpengaruh signifikan. Jadi bank itu terkadang dengan pola iklan dan
lain-lain menghanyutkan juga kepada nasabah. Yang sebetulnya gak dimasukkan
dalam kontraknya secara tertulis. (Misalnya) Gadai sebenarnya gak ada (kontrak)
bertahun-tahun. Secara spesifik, untuk kasus antara Butet Kartaradjasa dengan BRI
Syariah, bank sentral telah melihat kontrak yang ada memang berlaku empat bulan.
Namun, ketika jatuh tempo, Butet tidak melunasi dan tidak membayar biaya
penitipan. Direksi akhirnya memutuskan melakukan penghapusan piutang karena ini
sudah mengganggu dan bisa masuk NPI. Untuk kasus tersebut, awalnya adalah
pembelian emas dengan akad Qardh oleh Butet yang akhirnya diagunkan. Hal ini
terjadi akibat kekosongan aturan qardh. Sepertinya bisa diterapkan (waktu itu) karena
adanya kekosongan aturan qardh, Kendati tidak menemukan penyimpangan dalan
kontraknya, otoritas perbankan mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap unsur
kehati-hatian dari kedua bank tersebut.

       Dari uraian permasalahan diatas, terlihat jelas akan kurangnya perlindungan
terhadap konsumen di Indonesia. Termuat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
19992 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yakni Undang-undang Nomor 21


                                          2
Tahun 2008 tentang perbankan syariah, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
        perlindungan konsumen.2 Dan juga kurangnya etika di dalam bisnis, karena tidak
        memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap konsumennya, kita sebagai
        pengusaha atau pembisnis sudah sepatutnya memegang erat norma-norma atau nilai-
        nilai dalam melakukan kegiatan bisnis, sehingga orang yang kita ajak kerjasam di
        bisnis kitapun tidak merasa kecewa, karena kesuksesan bisnis kita hanya apabila kita
        bisa dipercaya oleh orang lain.3 Adapun pendapat lain yang menyimpulkan bahwa
        suatu tindakan dianggap beretika apabila orang lain tidak keberatan jika kita
        melakukan hal itu terhadap orang lain.4

                Berdasarkan hal-hal diatas maka penulis ingin membahas mengenai tanggung
        jawab bank syariah terhadap konsumen dengan judul :                       “IMPLEMENTASI
        PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM
        KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH”.




        B. Perumusan Masalah


                Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan membahas permasalahan
        sebagai berikut :
        1. Bagaimanakah konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuanagan Syari‟ah ?
        2. Bagaimanakah pelaksanaan dan tinjauan akad pembiayaan pada Bank                           BRI
            Syari‟ah ?
        3. Bagaimanakah implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari‟ah terkait
            kasus sengketa gadai emas dan perlindungan konsumen ?




2
  Nurkhayati, Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN Pekalongan,
2010, hal. 2.
3
 Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis, STAIN Pekalongan, 2010.
4
  Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011, hal. 13.

                                                    3
C. Tujuan Penelitian

        Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian
ini bertujuan :

1.   Untuk memahami konsep prinsip kehati-hatian dan peraturan perundangan
     lainnya yang menjadi landasan operasional dari Lembaga Keuangan Syari‟ah
2.   Untuk memahami pelaksanaan dan tinjauan akad yang ada pada Bank BRI
     Syari‟ah
3.   Untuk memahami implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari‟ah
     terkait kasus sengketa gadai emas dan perlindungan terhadap konsumen.


D. Manfaat Penelitian


     Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu :
1.   Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya
     wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus, menumbuhkan sikap
     kritis terhadap konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari‟ah yang
     ada di Indonesia, memperkaya khazanah ruang lingkup pengetahuan tentang jual
     beli gadai emas di Lembaga Keuangan Syari‟ah, menambah pengetahuan
     khususnya tentang “Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan
     Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari‟ah”, dan
     diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan tentang Implementasi Prinsip
     Kehati-hatian dalam kasus jual beli gadai emas yang ada di Indonesia khususnya
     pada Lembaga Keuangan Syari‟ah.
2.   Secara praktis, dengan mengetahui prinsip kehati-hatian, khususnya dalam kasus
     sengketa jual beli gadai emas , maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia
     yang mayoritas Muslim dapat menjalankan usaha jual beli gadai emas yang
     Islami, salah satunya dengan memahami konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga
     Keuangan Syari‟ah, dan studi ini diharapkan juga dapat berguna dalam rangka
     penyusunan kodifikasi hukum dan Undang-Undang mengenai prinsip kehati-
     hatian yang ada di Indonesia, khususnya dalam bidang jual beli gadai emas di
     Lembaga Keuangan Syari‟ah.




                                          4
E. Telaah pustaka

       Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada
dan penulusuran pendahuluan yang dilakukan pada kepustakaan khususnya Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN )                 Pekalongan , terhadap judul
“IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI
SYARI’AH” belum ada dilakukan penelitian sebelumnya, oleh karena itu proposal
penelitian yang diajukan ini adalah asli dan aktual, maka dengan demikian penelitian
ini dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.

       Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan mengenai masalah
prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari‟ah yang pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti, diantaranya yaitu :

       Indah Fajarwati (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Prinsip
Kehati-hatian (Prudential Banking) Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Di bank
syariah X” menjelaskan bahwa setiap fasilitas pembiayaan pada bank syari‟ah harus
selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian begitu juga dalam pembiayaan ijarah.
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas adalah penerapan prinsip kehati-
hatian terhadap pelaksanaan pembiayaan ijarah di Bank syari‟ah X dan akibat hukum
apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip prudential banking dalam pelaksanaan
pembiayaan ijarah di Bank Syari‟ah X, tesis ini menggunakan metode penelitian
dengan metode pendekatan yuridis normatif, kesimpulannya bahwa penerapan prinsip
kehati-hatian ini telah diterapkan secara baik dan benar, dimana penerapannya dapat
dilihat dalam proses pembiayaan ijarah, serta pelanggaran yang dilakukan oleh oknum
karyawan bagian pembiayaan di bank syari‟ah dapat di kategorikan sebagai tindak
pidana dalam dunia perbankan, sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh nasabah
dapat dilakukan tindakan hukum.

       Dwi Santi Wulandari (2009) dalam penelitian yang berjudul “Prinsip Kehati-
hatian Dalam Perjanjian Kredit Bank” menjelaskan penelitian ini merupakan studi
kasus dengan pendekatan yuridis empiris. Obyek penelitian adalah prinsip kehati-
hatian dalam perjanjian kredit BCA. Data dikumpulkan dengan wawancara dan
dokumentasi, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif.

                                         5
Hasil   penelitian   adalah   (1)   pelaksanaan   prinsip   kehati-hatian   yang
diaplikasikan dalam perjanjian kredit oleh Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi
Banten mencakup (a) kewajiban penyusunan dan pelaksanaan perkreditan yang
diaplikasikan dengan ditetapkannya kebijakan tertulis mengenai kredit dan perjanjian
kredit, (b) Batas maksimum pemberian kredit yang diaplikasikan dengan adanya pasal
amount clause dalam perjanjian kredit, (c) penilaian kualitas aktiva yang
diaplikasikan dengan penilaian 5 C, pembentukan Satuan Kerja Penyelamatan Kredit,
dan adanya pasal dispute settlement clause , (d) sistem informasi debitur yang
diaplikasikan dengan kelengkapan identitas debitur dan adanya pasal representation
and waranties cluse, dan (e) penerapan prinsip mengenal nasabah yang diaplikasikan
dengan UKPN dan adanya pasal Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi Banten dengan
pihak debitur dalam perjanjian kredit tertuang dalam pasal hak dan kewajiban bank.

       Muhammad Ikhlas (2010) dalam penilitian yang berjudul “ Pelaksanaan
Penerapan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Syari‟ah (Prudential Banking) Dalam
Pemberian Pembiayaan” menjkelaskan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian pada
Bank Syari‟ah Mandiri cabang Padang terdapat pada rangkaian prosedur pemberian
pembiayaan itu sendiri yang menggunakan analisis 5.C (character, capacity,
collateral, capital, condition) dan prinsip syari‟ah sesuai pasal 23 ayat (1) dan (2)
undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan tidak
terdapat kendala yang terlalu berarti dalam hal penerapan prinsip kehati-hatian pada
BSM cabang padang ini, kendala tersebut hanya berupa penerapan               sertifikasi
manajemen      resiko yang baru sebatas level manajemen dan kepala cabang serta
masalah keterlambatan pembayaran angsuran pelunasan pembiayaan oleh nasabah
yang bersangkutan setelah jatuh tempo. Berdasarkan hasil penelitian penulis tersebut
dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan pemberian pembiayaan pada Bank
Syari‟ah Mandiri cabang padang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa kendala yang terlalu berarti.

       Dari beberapa penelitian diatas, dapat penulis pastikan bahwa tidak ada
satupun dari tulisan tersebut yang memefokuskan kajiannya terhadap “Implementasi
Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai
Emas Pada Bank BRI Syari‟ah”, secara khusus, penulisan proposal ini didasarkan


                                       6
pada ide, maupun gagasan dan pemikiran penulis secara pribadi, dimulai dari awal
hingga akhir penyelesaiannya. Ide penulis tumbuh berdasarkan permasalahan yang
timbul di Lembaga Keuangan Syari‟ah. Kalau ada pendapat atau kutipan dalam
penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dan
pelengkap untuk penyempurnaan penulisan proposal ini.




F. Kerangka Teori
       Prinsip kehati-hatian (Prudential Priciple) adalah suatu asas atau prinsip yang
   menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
   bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan
   padanya. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai
   perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan
   Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
   menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa
   prinsip kehati-hatian adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau
   dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.


       Hermansyah dalam bukunya            Hukum Perbankan Nasional         Indonesia
   menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian mengaharuskan pihak bank untuk selalu
   berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu
   konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang
   perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. Berkaitan dengan prinsip
   kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat
   menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang
   mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu
   diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3, dan
   4, pasal tersebut mengemukakan bahwa :
   (2) bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
   kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,likuiditas, rentabilitas,
   solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
   melakukan      kegiatan    usaha       sesuai   dengan    prinsip    kehati-hatian.
   (3) dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari‟ah dan

                                      7
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank.
(4) untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.
   Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun
juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-
hatian. Ini mengandung arti bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang
dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan
kepada    peraturan    perundang-undangan      yang   berlaku    sehingga    dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam bagian akhir ayat 2 disebutkan
bahwa bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam
pengertian bahwa bank wajib untuk tetap senantiasa memelihara tingkat kesehatan
bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, sehingga dalam rangka
mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki
dan menerapkan sistem pengawasan intern. Hal lain yang menarik dalam
ketentuan prinsip kehati-hatian bank ini adalah adanya kewajiban bagi bank
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, sebagaimana
dijelaskan dalam ayat 4 pasal 29 di atas.

   Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian
nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan
usaha dan kondisi bank menjadi terbuka yang sekaligus menjamin adanya
transparasi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan
bank termasuk kecukupan modal dan kualitas aset. Apabila informasi tersebut
telah tersedia atau disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan
ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara
penenpatan dana dari nasabah atau pembelian atau penjualan surat berharga untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya. Walau ketentuan ini terkesan

                                    8
berlebihan, namun ketentuan ini menunjukkan bahwa bank benar-benar memiliki
tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka
menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab jika sekali
nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada pihak
bank. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan nasabahnya,
yang bukan hanya sekedar hubungan debitur-kreditur semata, melainkan lebih
dari itu sebagai hubungan kepercayaan. Dan juga penyediaan informasi tersebut
sebenarnya salah atu ketentuan yang wajib dijalankan oleh Bank Syari‟ah dan
UUS sebagai bagian dari kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati-
hatian), sebagaimana yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun
2008.

   Penerapan prinsip kehati-hatian bank syari‟ah juga dapat dilihat pada pasal 35
ayat (2), (3), (4), dan ayat (5). Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Bank Syari‟ah
dan Unit Usaha Syari‟ah (UUS) wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia
laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta
penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akutansi syari‟ah yang berlaku
umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan
peraturan Bank Indonesia. Dan pada ayat selanjutnya, yakni ayat (3) dinyatakan
bahwa neraca dan perhitungan laba rugi tahunan harus di audit terlebih dahulu
oleh kantor akuntan publik. Setelah itu, neraca dan laporan laba rugi wajib
diumumkan kepada publik dalam waktu dan bentuk yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia. Namun ada pengecualian terhadap Bank Pembiayaan Rakyat
dalam hal kewajiban penyampaian laporan tersebut, Sebagaimana isi ayat (4) dan
(5) :

(4) bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat.
(5) bank syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada
publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

   Lebih lanjut tentang prinsip kehati-hatian, baik bank syari‟ah maupun UUS
harus menempuh cara-cara yan tidak merugikan bank syari‟ah ataupun UUS, dan
tidak merugikan nasabah dalam hal penyaluran dana pembiayaan dan ketika akan
melakukan usaha lainnya. Dalam hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan
                                  9
ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip
          syari‟ah (baca : kehati-hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat
          berharga yang berbasis syari‟ah, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan
          oleh Bank Syari‟ah dan UUS kepada nasabah penerima fasilitas ysng terkait,
          termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank Syari‟ah
          dan UUS yang bersangkutan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat
          (1) UU No. 21 Tahun 2008.

             Dengan demikian, menurut penulis, tujuan diberlakukannya prinsip kehati-
          hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan kata lain,
          diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat
          terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-
          ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh
          bank, bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak
          merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan
          masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang
          menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata
          nasabah penyimpan). Namun menurut pendapat penulis, penerapan prinsip
          kehati-hatian belum optimal, karena akhir-akhir ini masyarakat dibuat resah
          dengan berita kasus sengketa jual beli gadai emas antara butet kataraharja dengan
          Bank BRI Syari‟ah. Penulis menilai hal tersebut bisa terjadi karena kurang
          maksimalnya penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank. Sehingga kepercayaan
          masyarakat terhadap bank berkurang.5

          Dasar Hukum Berlakunya Bank Syariah

          Dasar hukum berlakunya Bank syariah di Indonesia terdapat pada :

          1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
          2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua Atas
              Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-
              undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.6


5
  file:///D:/Prinsip%20Kehati-
hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPUDIN%20ONLINE.htm
6
  http://hukumonline.com/

                                           10
Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

             Dasar hukum berlakunya bank berdasarkan prinsip syariah diantaranya adalah :
             1) Peraturan bank Indonesia No.10/16/PBI/2008, Tentang Perubahan Atas
                 Peraturan bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip
                 Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana serta
                 Pelayanan Jasa Bank Syariah.
             2) Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008, Tentang Produk Bank Syariah
                 Dan Unit Usaha Syariah.
             3) Peraturan Bank Indonesia No.10/23/PBI/2008,Tentang Perubahan             Kedua
                 Atas    Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib
                 Minimum Dalam rupiah Dan Valuta Asing bagi Bank Umum Yang
                 Melaksankan Kegiatan usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
             4) Peratuaran Bank Indonesia No.10/27/PBI/2008, Tentang Perubahan Kedua
                 Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut
                 Pengawasan dan Penetapan Status Bank.
             5) Perturan Bank Indonesia No.10/32/PBI/2008, Tentang Komite Perbankan
                 Syariah.
             6) Surat Edaran bank Indonesia No.10/14/DPbs/2008, Tentang Pelakasanaan
                 Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan penyaluran Dana
                 Serta Pelayanan jasa bank Syariah.
             7) Peraturan Bank Indonesia No.11/3/PBI/2009, Tentang Bank Umum Syariah.
             8) Peraturan Bank Indonesia No.10/31/PBI/2008. Tentang Uji Kemampuan Dan
                 kepatutan (Fit And Proper Test) bank Syariah dan unit usaha Syariah.7


             Kegiatan Usaha Bank BRI Syariah


                Kegiatan usaha Bank Syariah, Bank Syariah terdiri atas bank Umum Syariah
             dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sebagaimna tertera dalam pasal 19 ayat


7
 Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian
(Prudential Banking), Indah Fajarwati, FH UI, 2011.

                                                      11
(1) Undang-undang Nomor 21 tahun Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
  dimana kegiatan usaha bank umum syariah meliputi:
a. Menghimpun dana      dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
  bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi‟ah atau
  Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud
  dengan akad Wadi‟ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
  mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
  untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang;
b. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
  bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
  atau   Akad    lain   yang   tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang
  dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam menghimpun dana adalah akad
  kerja sama antara pihak pertama (malik,shahibul mal, nasabah) sebagai
  pemilik dana    dan pihak kedua („amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang
  bertindak sebagai pengelola dana dan membagi keuntungan usaha sesuai dengan
  kesepakatan yang dituangkan dalam akad;
c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
  musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
  Yang dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam pembiayaan adalah akad
  kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank
  Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua („amil, mudharib,
  atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan
  usaha sesuai dengan kesepakatanyang dituangkan dalam akad, sedangkan
  kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua yang
  melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.Yang
  dimaksud dengan “Akad musyarakah” adalah Akad kerja sama di antara dua
  pihak atau lebih untuk suatu    usaha   tertentu yang   masing-masing   pihak
  memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi
  sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
  porsi dana masing-masing.
d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
  istishna‟, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang
  dimaksud dengan “Akad murabahah” adalah Akad Pembiayaan suatu barang
  dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya

                                   12
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Yang dimaksud
  dengan “Akad salam” adalah Akad         Pembiayaan suatu barang dengan cara
  pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan
  syarat tertentu yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad istishna” adalah
  Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
  dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
  pembeli (mustashni‟) dan penjual atau pembuat (shani‟).


e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
  bertentangan dengan Prinsip Syariah, menyalurkan Pembiayaan penyewaan
  barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah
  dan atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain
  yang      tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Pengalihan utang adalah
  pemindahan utang nasabah dari bank atau lembaga keuangan konvensional ke
  bank atau lembaga keuangan syariah, dimana dalam pengurusan untuk
  memperoleh kepemilikan secara penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad
  ijarah dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), sesuai dengan Fatwa DSN-
  MUI No.09/DSN-MUI/IV/2002. Dan apabila diperlukan, LKS dapat membantu
  menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip Al-Qardh, dimana
  yang dimaksud dengan Al- Qardh yaitu akad pinjaman dari LKS kepada nasabah
  dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang
  diterimanya kepada LKS pada waktu dan dengan cara pengembalian yang telah
  disepakati. Besarnya imbalan jasa Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah
  talangan yang diberikan LKS kepada nasabah. Dalam hal LKS memberikan
  Qardh kepada nasabah, yang dengan Qardh tersebut nasabah melunasi kredit
  (utang)-nya dan dengan demikian aset yang dibeli dengan aset yang dibeli dengan
  kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Kemudian nasabah menjual
  aset tersebut kepada LKS dan dengan hasil      penjualan itu nasabah melunasi
  Qardh nya kepada LKS. LKS kemudian menyewakan aset yang telah menjadi
  miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad Al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-
  Tamlik.
f. Menyalurkan    pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
  kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk
  ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

                                   13
Prinsip Syariah. Yang dimaksud        dengan   “Akad   ijarah”   adalah   Akad
  penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
  suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
  pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Yang dimaksud dengan           “Akad
  ijarah     muntahiya bittamlik” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka
  memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
  transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
  yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad
  hawalah” adalah Akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada
  pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.
h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
  Syariah.
i. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
  ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah,
  antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah,
  atau hawalah. Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” adalah transaksi yang
  dilandasi dengan aset yang berwujud. Yang dimaksud dengan “Akad kafalah”
  adalah Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain,
  di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali
  utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
  pemerintah dan atau Bank Indonesia;
k. Menerima pembayaran dari       tagihan atas surat berharga      dan melakukan
  perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip
  Syariah;
m. Menyediakan empat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
  Prinsip Syariah;
n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
  Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
o. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah. Yang
  dimaksud dengan “Akad wakalah” adalah Akad pemberian kuasa kepada
  penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa;


                                   14
p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
  Syariah; dan
q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
  bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai
  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang        dimaksud     dengan
  “kegiatan    lain” adalah antara lain, melakukan   fungsi sosial dalam bentuk
  menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana kebajikan.


Konsep dan Aplikasi Gadai menurut Ekonomi Islam
      Gadai termasuk salah satu mekanisme penting dalam utang piutang, dengan
kemudahan serta kelebihan tersendiri. Dalam Islam gadai secara eksplisit sudah
diatur sejak   masa Nabi dengan istilah    rahn, yang disebutkan baik dalam Al-
Qur‟an20 maupun hadis Selaras dengan misi Islam sebagai agama rahmatan lil-
„alamin, maka gadai pun memiliki aturan normatif yang dapat menjaga
keselarasannya dengan prinsip ajaran Islam dalam bermuamalah. Seiring dengan
perkembangan kondisi kehidupan, aplikasi gadai tidak terlepas dari interpretasi
teoritis maupun praktis dalam kehidupan umat Islam di berbaagai belahan dunia,
salah satunya adalah munculnya sebuah lembaga pegadaian. Secara umum
pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga
kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan
akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga
gadai. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1150, gadai adalah suatu
hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Di mana barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh
orang yang mempunyai hutang atau oleh orang lain atas nama orang yang
mempunyai hutang.
      Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai
dengna pasal 1160 KUH Perdata.          Gadai merupakan lembaga jaminan yang
digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak
antara lain berupa barang-barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang
emas), surat berharga dan surat yang mempunyai harga (misalnya saham dan
sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak terpasang secara tetap di tanah atau
bangunan (misalnya genset), dan sebagainya. Pengikatan jaminan melalui Gadai
memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya sebagai pemegang Gadai,

                                   15
artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya atas benda yang
         diikat dengan Gadai tersebut. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak
         didahulukan atau hak preferen kepada kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya
         kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran didahulukan atas piutangnya dari
         hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengan Gadai dibandingkan dengan
         kreditur-kreditur lainnya.8


         Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia
                Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana atau deposan
         merupakan perjanjian antara pemberi dana/penananam dana dengan bank sebagai
         pengelola dengan prisip PLS /bagi hasil dan konsekuensi masing-masing pihak.
         Dalam KUH Perdata pasal 1765 merupakan cermin perjanjian pinjam meminjam
         uang antara bank dengan nasabah, sedangkan nasabah penyimpan dana atau deposan
         hanya bersedia menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan apabila nasabah
         deposan percaya bahwa bank yang bersangkutan mampu untuk membayar kembali
         dana itu apabila ditagih. Selanjutnya dalam system bank syariah, Pengertian
         Mudlarabah dan Musyarakah sebagai berikut ;
         Mudlarabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab
         al-mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut mudlarib,
         untuk tujuan usaha dagang. Musyarakah ( kemitraan ) adalah dasar kedua dari
         konsep Profit and Loss Sharing dalam perbankan Islam. Musyarakah adalah suatu
         kontrak yang lazimnya diikuti oleh para mitra yang setara, artinya, kedua belah
         pihak sepakat dengan syarat-syarat kontrak, dan salah satu pihak tidak boleh
         mendiktekan syarat-syarat tersebut kepada pihak lain. Selain itu dalam Undang-
         Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ditetapkan dengan
         dimensi hukum memandang nasabah sebagai konsumen perbankan.
                Berdasarkan hal tersebut bahwa keunikan tersendiri bank dengan prinsip
         syariah memiliki kandungan filosofis yang sangat tinggi karena dengan adanya
         bargaining positition antar pihak menjadikan nuansa bisnis yang melalui perbankan




8
 Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan
Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, alumni, Semarang, 2009.

                                                 16
Perlidungan Nasabah Bank Syariah
                Diwujudkan dalam berapa hal, yaitu:
         a.Melakukan Pengaturan Perbankan.
         b.Melakukan Pengawasan berdasarkan program pengawasan yang dibuat oleh
         Arsitektur Perbankan Indonesia (API).15
         (1)Pengawasan oleh Bank Indonesia (BI) terhadap bank syariah dalam
         melaksanakan prinsip syariah, diprogramkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai
         Bank Sentral yang dirancang secara umum untuk semua bank maupun hal-hal yang
         khusus mengenai bank syariah.            Secara umum pengawasan terhadap perbankan
         syariah sama dengan pengawasan pada perbankan konvensional, yaitu berdasarkan
         pada Program pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap seluruh perbankan di
         Indonesia.9




        G.      Metode Penelitian
        1. Sifat dan Jenis Penelitian

                Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat
        penelitian ini adalah deskriptif maksudnya adalah suatu analisis data yang
        berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan
        tentang seperangkat data yang lain,10 bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian
        yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa
        peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan prinsip kehati-
        hatian, sehingga diharapkan dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan
        mengenai Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam
        Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari‟ah. Dilihat dari jenis penelitian
        ataupun metode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif. Pendekatan
        yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik
        bahan hukum primer maupun sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan
        cara melihat dari segi peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku.


9
  R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah
Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009.
Oleh Bank Indonesia
10
   Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta,1997, halaman.
38.

                                                   17
2. Teknis Pengumpulan Data

      Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan
   ilmiah maupun sesuatu fakta atu gagasan, maka pengumpulan data dilakukan
   dengan   cara   Studi   Kepustakaan    (Library   Research),   yang   merupakan
   pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan
   berupa buku-buku, Peraturan per-Undang-Undangan dan bahan bacaan lain yang
   terkait dengan penulisan proposal ini untuk digunakan sebagai dasar ilmiah
   pembahasan materi.

3. Bahan Penelitian

   a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang mengikat, Hal ini disebutkan dalam
       pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 tahun
       1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan
       usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
       kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian
       adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank
       dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan prinsip kehati-
       hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat
       menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang
       mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu
       diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3,
       dan 4, Dan juga penyediaan informasi tersebut sebenarnya salah atu ketentuan
       yang wajib dijalankan oleh Bank Syari‟ah dan UUS sebagai bagian dari
       kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati-hatian), sebagaimana
       yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008, Penerapan
       prinsip kehati-hatian bank syari‟ah juga dapat dilihat pada pasal 35 ayat (2),
       (3), (4), dan ayat (5), Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
       maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syari‟ah (baca : kehati-
       hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang
       berbasis syari‟ah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat (1) UU
       No. 21 Tahun 2008.




                                     18
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
       hukum primer, seperti : Buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum,
       pendapat para sarjana dan lain sebagainya.
    c. Bahan Hukum Tertier (Penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus umum
       Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, internet, dan lain sebagainya yang
       berkaitan dengan permasalahan.

4. Alat Pengumpulan Data

       Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka
   alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

       1. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen, peraturan
          mengenai prinsip kehati-hatian yang ada di Lembaga Keuangan Syari‟ah.
          Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting.
       2. Pengamatan (observasi), pengammatan ini dipergunakan dengan tujuan
          untuk menambah kejelasan yang jujur dan seksama atas situasi tertentu
          sehingga mendapatkan perimbangan sejumlah data yang objektif.
       3. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (Interview quide.)

5. Analisis Data

      Penelitian   ini   menggunakan      analisis   data   secara   kualitatif   yaitu
    mengumpulkan data atu semua data yang terkumpul diseleksi, ditabulasi,
    diklasifikasi lalu menganalisis data, dan kemudian dianalisis dengan menafsirkan
    secara logis dan sistematis dengan menggunakan logika berfikir secara deduktif
    dan induktif yaitu yang pembahasannya dimulai dari mengenai hal-hal yang
    khusus, sehingga pada gilirannya dapat ditarik suatu kesimpulan, dan
    dipresentasikan dalam bentuk deskriptif dalam rangka menjawab permasalahan
    hukum yang menjadi objek penelitian.




                                     19
H. Sistematika Penulisan
      Supaya pembahasan dalam penelitian ini sistematis sehingga mudah untuk
   dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, berisi tentang uraian latar belakang, perumusan
        masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistimatika penulisan.

BAB II : TELAAH PUSTAKA, berisi tentang konsep prinsip kehati-hatian, Dasar
        Hukum Berlakunya Bank Syariah, Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan
        Prinsip Syariah, Kegiatan Usaha bank BRI Syariah, Konsep dan Aplikasi
        Gadai menurut Ekonomi Islam, Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan
        Oleh Bank Indonesia, Perlidungan Nasabah Bank Syariah.

BAB III : METODE PENELITIAN, yang menjelaskan Sifat dan Jenis Penelitian,
        Teknis Pengumpulan Data, Bahan Penelitian, Alat Pengumpulan Data,
        Analisis Data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN, merupakan bab yang berisikan hasil
        Penelitian dan Pembahasan meliputi : , tujuan diberlakukannya prinsip
        kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan
        kata lain, diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar
        kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga
        masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
        Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank, bukan hanya karena
        dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak merugikan kepentingan
        nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan masyarakat,
        melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang menyangkut
        kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata nasabah
        penyimpan).

BAB V : PENUTUP, berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dan
        disertai pula saran-saran sebagai rekomendasi berdasarkan temuan-temuan
        yang diperoleh oleh dalam penelitian.




                                      20
DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah,
alumni, Semarang, 2009.
Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011.
Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada,
Jakarta,1997.
Indah Fajarwati, Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking),
FH UI, 2011.
Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis,
STAIN Pekalongan, 2010.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004.Nurkhayati,
Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN
Pekalongan, 2010.
R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah

Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009.
Oleh Bank Indonesia


Internet :
file:///D:/Prinsip%20Kehati-
hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPU
DIN%20ONLINE.htm
http://hukumonline.com/




                                             21
PERTANYAAN WAWANCARA

1.    Adakah Peraturan yang mengatur prinsip kehati-hatian di Lembaga
      Keuangan Syariah ?
2.    Apakah fatwa DSN juga mengatur prinsip kehati-hatian ?
3.    Bagaimana prosedur dari prinsip kehati-hatian ?
4.    Seperti apa Implementasi prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan
      Syariah ?
5.    Apa pentingnya prinsip kehati-hatian bagi Lembaga Keuangan Syariah
      ?
6.    Kendala apa saja yang dialami oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam
      penerapan prinsip kehati-hatian ?
7.    Bagaimana perkembangan nasabah atas diterapakannya prinsip kehati-
      hatian ?
8.    Atas pertimbangan apa anda memahami konsep prinsip kehati-hatian di
      Lembaga Keuangan Syariah ?
9.    Mengapa masih terjadi sengketa di Lembaga Keuangan Syariah ?
10.   Terus apa tanggapan dari Lembaga Keuangan Syariah mengenai
      adanya sengketa jual beli gadai emas di BRI Syariah khususnya ?
11.   Rencana utama apa yang akan dilakukan dalam menangani sengketa
      tersebut ?
12.   Adakah dampak negatif atau positif dengan adanya kasus sengketa
      bagi LKS sendiri maupun nasabah yang lain ?
13.   Kemudian bagaimana tindakan LKS untuk memperbaiki nama baik
      ketika terjadi sengketa terhadap masyarakat ?
14.   Bagaimana meyakinkan nasabah lain atas masih terjadinya sengketa
      padahal LKS memegang teguh prinsip kehati-hatian ?
15.   Hukuman apa bagi nasabah maupun LKS ketika melanggar ketentuan-
      ketentuan yang ada ?




                             22

More Related Content

What's hot

129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
Alvin Setiawan
 
Ruang lingkup lembaga keuangan
Ruang lingkup lembaga keuanganRuang lingkup lembaga keuangan
Ruang lingkup lembaga keuangan
Mastrynie Then
 
Perkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
Perkembangan & Kebijakan Perbankan SyariahPerkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
Perkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
Badrotuz Zahro
 
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
angelaregife
 
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesia
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesiaPeran perbankan dalam perekonomian di indonesia
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesia
amirawulandari
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
megiirianti083
 
bank BRI
bank BRIbank BRI
bank BRI
090698
 

What's hot (20)

Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
 
jenis-jenis kegiatan perbankan
jenis-jenis kegiatan perbankan jenis-jenis kegiatan perbankan
jenis-jenis kegiatan perbankan
 
Makalah bank syariah
Makalah bank syariahMakalah bank syariah
Makalah bank syariah
 
129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
129075427 fungsi-dan-peran-bank-indonesia-dalam-perekonomian-bangsa1
 
Ruang lingkup lembaga keuangan
Ruang lingkup lembaga keuanganRuang lingkup lembaga keuangan
Ruang lingkup lembaga keuangan
 
Perkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
Perkembangan & Kebijakan Perbankan SyariahPerkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
Perkembangan & Kebijakan Perbankan Syariah
 
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
12, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, hukum perbankan dan asur...
 
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesia
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesiaPeran perbankan dalam perekonomian di indonesia
Peran perbankan dalam perekonomian di indonesia
 
Tugas eko 12,M.Raihan.s,Ranti Pusriana,Bank dan lembaga bukan bank,SMAN 12 TA...
Tugas eko 12,M.Raihan.s,Ranti Pusriana,Bank dan lembaga bukan bank,SMAN 12 TA...Tugas eko 12,M.Raihan.s,Ranti Pusriana,Bank dan lembaga bukan bank,SMAN 12 TA...
Tugas eko 12,M.Raihan.s,Ranti Pusriana,Bank dan lembaga bukan bank,SMAN 12 TA...
 
Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
Tugas Eko 12,Amelia Puspita Sari,Ranti Pusriana,Bank,Lembaga Bukan Bank dan O...
 
Presentasi ekonomi 'bank'
Presentasi ekonomi 'bank'Presentasi ekonomi 'bank'
Presentasi ekonomi 'bank'
 
Bank, LKBB, Bank Sentral, dan OJK (Ekonomi)
Bank, LKBB, Bank Sentral, dan OJK (Ekonomi)Bank, LKBB, Bank Sentral, dan OJK (Ekonomi)
Bank, LKBB, Bank Sentral, dan OJK (Ekonomi)
 
HBL 12, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, HUKUM PERBANKAN DAN ASURANSI, UNIVE...
HBL 12, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, HUKUM PERBANKAN DAN ASURANSI, UNIVE...HBL 12, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, HUKUM PERBANKAN DAN ASURANSI, UNIVE...
HBL 12, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, HUKUM PERBANKAN DAN ASURANSI, UNIVE...
 
kajian bank di Medan
kajian bank di Medankajian bank di Medan
kajian bank di Medan
 
Regulasi managemen kredit perbankan
Regulasi managemen kredit perbankanRegulasi managemen kredit perbankan
Regulasi managemen kredit perbankan
 
Makalah bank umum
Makalah bank umumMakalah bank umum
Makalah bank umum
 
LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN DAN BUKAN PERBANKAN
LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN DAN BUKAN PERBANKANLEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN DAN BUKAN PERBANKAN
LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN DAN BUKAN PERBANKAN
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perbankan dan asuransi, universi...
 
bank BRI
bank BRIbank BRI
bank BRI
 
Ruang lingkup lembaga bank (pgri)
Ruang lingkup lembaga bank (pgri)Ruang lingkup lembaga bank (pgri)
Ruang lingkup lembaga bank (pgri)
 

Similar to Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Herna Ferari
 
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
AdiyathRandy
 
Perbankan syar iah m
Perbankan syar iah mPerbankan syar iah m
Perbankan syar iah m
ailif
 
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginanFaktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
yogieardhensa
 
Makalah Perbankan syariah
Makalah Perbankan syariahMakalah Perbankan syariah
Makalah Perbankan syariah
Hana Rosmawati
 
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan SyariahRuang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
Ari Munandar
 
91798796 makalah-bpr-syariah
91798796 makalah-bpr-syariah91798796 makalah-bpr-syariah
91798796 makalah-bpr-syariah
Randi Rahardja
 
Keunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariahKeunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariah
Sugia Suganda
 

Similar to Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal (20)

Makalah Bank Syariah.docx
Makalah Bank Syariah.docxMakalah Bank Syariah.docx
Makalah Bank Syariah.docx
 
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
 
Sejarah bank muamalat dan oprasionalnya
Sejarah bank muamalat dan oprasionalnya Sejarah bank muamalat dan oprasionalnya
Sejarah bank muamalat dan oprasionalnya
 
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
 
Perbankan syar iah m
Perbankan syar iah mPerbankan syar iah m
Perbankan syar iah m
 
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
 
Perkembangan Manajemen Bisnis Syariah
Perkembangan Manajemen Bisnis SyariahPerkembangan Manajemen Bisnis Syariah
Perkembangan Manajemen Bisnis Syariah
 
Nasabahbanksyariah
NasabahbanksyariahNasabahbanksyariah
Nasabahbanksyariah
 
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginanFaktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
 
Makalah Perbankan syariah
Makalah Perbankan syariahMakalah Perbankan syariah
Makalah Perbankan syariah
 
Akuntansi perbankan-syariah
Akuntansi perbankan-syariahAkuntansi perbankan-syariah
Akuntansi perbankan-syariah
 
Tugas Perbankan Syariah - Dosen Shinta Melzatia
Tugas Perbankan Syariah  - Dosen Shinta MelzatiaTugas Perbankan Syariah  - Dosen Shinta Melzatia
Tugas Perbankan Syariah - Dosen Shinta Melzatia
 
Kompetensi dasar 2 dasar pb
Kompetensi dasar 2 dasar pbKompetensi dasar 2 dasar pb
Kompetensi dasar 2 dasar pb
 
Bank syariah
Bank syariahBank syariah
Bank syariah
 
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankanTinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
 
DDD
DDDDDD
DDD
 
Kajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuanganKajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuangan
 
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan SyariahRuang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
 
91798796 makalah-bpr-syariah
91798796 makalah-bpr-syariah91798796 makalah-bpr-syariah
91798796 makalah-bpr-syariah
 
Keunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariahKeunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariah
 

Afif muzaki 2013110023 ekos a proposal

  • 1. PROPOSAL “IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH” Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Dosen Pengampu : Andi Eswoyo, S.Ag Oleh: Afif Muzaki 2013110023 Semester/Kelas : V/A PRODI EKONOMI SYARIAH JURUSAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2012 0
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia sebagai salah satu negara di dunia, memiliki sumber daya manusia yang sebagian besar beragama Islam, dalam melakukan kegiatan kesehariannya sudah seyogyanyalah menggunakan syariat Islam sebagai landasan dalam rangka memenuhi kesejahteraan bersama baik bagi diri sendiri dan orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya dimana seluruh kegiatan tersebut nantinya harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT di akhirat kelak. Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini, tentunya harus di imbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang sesuai dengan syariat islam, salah satunya dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan perbankan, kita sebaiknya terlebih dahulu mengenal Bank-bank Islam yang ada di Indonesia. Bank Islam atau Bank syariah yang biasa disebut dengan Bank tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.1 Secara garis besar, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan tentang kegiatan usaha perbankan secara syariah dalam pasal 1 angka 13 antara lain: a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( mudharabah ) ; b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musyarakah ) ; c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah ) ; d. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ( ijarah ) ; e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain ( ijarah wa iqtina ). 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hal. 1 1
  • 3. Dimana selain kegiatan tersebut, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 membuka kesempatan pada bank untuk melakukan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Di dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BRI Syariah, kegiatan usaha dibidang syariah antara lain adalah Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah, Wakalah ( Transfer, kliring ) dan pembiayaan. Produk pembiayaan yang dilaksanakan pada Bank BRI Syariah meliputi : Murabahah ( jual beli barang jadi bayar tangguh ), Istishna ( jual beli barang pesanan bayar tangguh ), Ijarah ( sewa atau leasing ), Mudharabah ( bagi hasil tanpa sharing dana nasabah ), Musyarakah ( bagi hasil dengan sharing dana nasabah ) dan Qardh ( pinjam kebajikan atau tanpa ada lebihan atas pinjaman ). Meski praktek kegiatan Bank BRI Syariah sesuai dengan prinsip syariat islam, namun masih saja tidak terlepas dengan konflik-konflik yang ada. Bank Indonesia telah memanggil dua bank syariah terkait persoalan gadai emas. Salah satunya adalah BRI Syariah. Dari kasus yang ada, fakta menunjukan bahwa perlindungan konsumen di perbankan nasional masih rendah. Karena ada hal-hal yang tidak dituliskan dalam kontrak namun berpengaruh signifikan. Jadi bank itu terkadang dengan pola iklan dan lain-lain menghanyutkan juga kepada nasabah. Yang sebetulnya gak dimasukkan dalam kontraknya secara tertulis. (Misalnya) Gadai sebenarnya gak ada (kontrak) bertahun-tahun. Secara spesifik, untuk kasus antara Butet Kartaradjasa dengan BRI Syariah, bank sentral telah melihat kontrak yang ada memang berlaku empat bulan. Namun, ketika jatuh tempo, Butet tidak melunasi dan tidak membayar biaya penitipan. Direksi akhirnya memutuskan melakukan penghapusan piutang karena ini sudah mengganggu dan bisa masuk NPI. Untuk kasus tersebut, awalnya adalah pembelian emas dengan akad Qardh oleh Butet yang akhirnya diagunkan. Hal ini terjadi akibat kekosongan aturan qardh. Sepertinya bisa diterapkan (waktu itu) karena adanya kekosongan aturan qardh, Kendati tidak menemukan penyimpangan dalan kontraknya, otoritas perbankan mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap unsur kehati-hatian dari kedua bank tersebut. Dari uraian permasalahan diatas, terlihat jelas akan kurangnya perlindungan terhadap konsumen di Indonesia. Termuat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 19992 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yakni Undang-undang Nomor 21 2
  • 4. Tahun 2008 tentang perbankan syariah, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.2 Dan juga kurangnya etika di dalam bisnis, karena tidak memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap konsumennya, kita sebagai pengusaha atau pembisnis sudah sepatutnya memegang erat norma-norma atau nilai- nilai dalam melakukan kegiatan bisnis, sehingga orang yang kita ajak kerjasam di bisnis kitapun tidak merasa kecewa, karena kesuksesan bisnis kita hanya apabila kita bisa dipercaya oleh orang lain.3 Adapun pendapat lain yang menyimpulkan bahwa suatu tindakan dianggap beretika apabila orang lain tidak keberatan jika kita melakukan hal itu terhadap orang lain.4 Berdasarkan hal-hal diatas maka penulis ingin membahas mengenai tanggung jawab bank syariah terhadap konsumen dengan judul : “IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan membahas permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuanagan Syari‟ah ? 2. Bagaimanakah pelaksanaan dan tinjauan akad pembiayaan pada Bank BRI Syari‟ah ? 3. Bagaimanakah implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari‟ah terkait kasus sengketa gadai emas dan perlindungan konsumen ? 2 Nurkhayati, Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN Pekalongan, 2010, hal. 2. 3 Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis, STAIN Pekalongan, 2010. 4 Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011, hal. 13. 3
  • 5. C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk memahami konsep prinsip kehati-hatian dan peraturan perundangan lainnya yang menjadi landasan operasional dari Lembaga Keuangan Syari‟ah 2. Untuk memahami pelaksanaan dan tinjauan akad yang ada pada Bank BRI Syari‟ah 3. Untuk memahami implementasi prinsip kehati-hatian di Bank BRI Syari‟ah terkait kasus sengketa gadai emas dan perlindungan terhadap konsumen. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus, menumbuhkan sikap kritis terhadap konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari‟ah yang ada di Indonesia, memperkaya khazanah ruang lingkup pengetahuan tentang jual beli gadai emas di Lembaga Keuangan Syari‟ah, menambah pengetahuan khususnya tentang “Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari‟ah”, dan diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan tentang Implementasi Prinsip Kehati-hatian dalam kasus jual beli gadai emas yang ada di Indonesia khususnya pada Lembaga Keuangan Syari‟ah. 2. Secara praktis, dengan mengetahui prinsip kehati-hatian, khususnya dalam kasus sengketa jual beli gadai emas , maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim dapat menjalankan usaha jual beli gadai emas yang Islami, salah satunya dengan memahami konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari‟ah, dan studi ini diharapkan juga dapat berguna dalam rangka penyusunan kodifikasi hukum dan Undang-Undang mengenai prinsip kehati- hatian yang ada di Indonesia, khususnya dalam bidang jual beli gadai emas di Lembaga Keuangan Syari‟ah. 4
  • 6. E. Telaah pustaka Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada dan penulusuran pendahuluan yang dilakukan pada kepustakaan khususnya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Pekalongan , terhadap judul “IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM KASUS SENGKETA GADAI EMAS PADA BANK BRI SYARI’AH” belum ada dilakukan penelitian sebelumnya, oleh karena itu proposal penelitian yang diajukan ini adalah asli dan aktual, maka dengan demikian penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan mengenai masalah prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syari‟ah yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya yaitu : Indah Fajarwati (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Prinsip Kehati-hatian (Prudential Banking) Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Di bank syariah X” menjelaskan bahwa setiap fasilitas pembiayaan pada bank syari‟ah harus selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian begitu juga dalam pembiayaan ijarah. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas adalah penerapan prinsip kehati- hatian terhadap pelaksanaan pembiayaan ijarah di Bank syari‟ah X dan akibat hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip prudential banking dalam pelaksanaan pembiayaan ijarah di Bank Syari‟ah X, tesis ini menggunakan metode penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif, kesimpulannya bahwa penerapan prinsip kehati-hatian ini telah diterapkan secara baik dan benar, dimana penerapannya dapat dilihat dalam proses pembiayaan ijarah, serta pelanggaran yang dilakukan oleh oknum karyawan bagian pembiayaan di bank syari‟ah dapat di kategorikan sebagai tindak pidana dalam dunia perbankan, sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh nasabah dapat dilakukan tindakan hukum. Dwi Santi Wulandari (2009) dalam penelitian yang berjudul “Prinsip Kehati- hatian Dalam Perjanjian Kredit Bank” menjelaskan penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan yuridis empiris. Obyek penelitian adalah prinsip kehati- hatian dalam perjanjian kredit BCA. Data dikumpulkan dengan wawancara dan dokumentasi, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif. 5
  • 7. Hasil penelitian adalah (1) pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang diaplikasikan dalam perjanjian kredit oleh Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi Banten mencakup (a) kewajiban penyusunan dan pelaksanaan perkreditan yang diaplikasikan dengan ditetapkannya kebijakan tertulis mengenai kredit dan perjanjian kredit, (b) Batas maksimum pemberian kredit yang diaplikasikan dengan adanya pasal amount clause dalam perjanjian kredit, (c) penilaian kualitas aktiva yang diaplikasikan dengan penilaian 5 C, pembentukan Satuan Kerja Penyelamatan Kredit, dan adanya pasal dispute settlement clause , (d) sistem informasi debitur yang diaplikasikan dengan kelengkapan identitas debitur dan adanya pasal representation and waranties cluse, dan (e) penerapan prinsip mengenal nasabah yang diaplikasikan dengan UKPN dan adanya pasal Bank BCA Cabang Cilegon Propinsi Banten dengan pihak debitur dalam perjanjian kredit tertuang dalam pasal hak dan kewajiban bank. Muhammad Ikhlas (2010) dalam penilitian yang berjudul “ Pelaksanaan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Syari‟ah (Prudential Banking) Dalam Pemberian Pembiayaan” menjkelaskan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian pada Bank Syari‟ah Mandiri cabang Padang terdapat pada rangkaian prosedur pemberian pembiayaan itu sendiri yang menggunakan analisis 5.C (character, capacity, collateral, capital, condition) dan prinsip syari‟ah sesuai pasal 23 ayat (1) dan (2) undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan tidak terdapat kendala yang terlalu berarti dalam hal penerapan prinsip kehati-hatian pada BSM cabang padang ini, kendala tersebut hanya berupa penerapan sertifikasi manajemen resiko yang baru sebatas level manajemen dan kepala cabang serta masalah keterlambatan pembayaran angsuran pelunasan pembiayaan oleh nasabah yang bersangkutan setelah jatuh tempo. Berdasarkan hasil penelitian penulis tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan pemberian pembiayaan pada Bank Syari‟ah Mandiri cabang padang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa kendala yang terlalu berarti. Dari beberapa penelitian diatas, dapat penulis pastikan bahwa tidak ada satupun dari tulisan tersebut yang memefokuskan kajiannya terhadap “Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari‟ah”, secara khusus, penulisan proposal ini didasarkan 6
  • 8. pada ide, maupun gagasan dan pemikiran penulis secara pribadi, dimulai dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Ide penulis tumbuh berdasarkan permasalahan yang timbul di Lembaga Keuangan Syari‟ah. Kalau ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dan pelengkap untuk penyempurnaan penulisan proposal ini. F. Kerangka Teori Prinsip kehati-hatian (Prudential Priciple) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Hermansyah dalam bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian mengaharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3, dan 4, pasal tersebut mengemukakan bahwa : (2) bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. (3) dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari‟ah dan 7
  • 9. melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. (4) untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati- hatian. Ini mengandung arti bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam bagian akhir ayat 2 disebutkan bahwa bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengertian bahwa bank wajib untuk tetap senantiasa memelihara tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, sehingga dalam rangka mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern. Hal lain yang menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian bank ini adalah adanya kewajiban bagi bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 4 pasal 29 di atas. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparasi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank termasuk kecukupan modal dan kualitas aset. Apabila informasi tersebut telah tersedia atau disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penenpatan dana dari nasabah atau pembelian atau penjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya. Walau ketentuan ini terkesan 8
  • 10. berlebihan, namun ketentuan ini menunjukkan bahwa bank benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada pihak bank. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan nasabahnya, yang bukan hanya sekedar hubungan debitur-kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan. Dan juga penyediaan informasi tersebut sebenarnya salah atu ketentuan yang wajib dijalankan oleh Bank Syari‟ah dan UUS sebagai bagian dari kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati- hatian), sebagaimana yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008. Penerapan prinsip kehati-hatian bank syari‟ah juga dapat dilihat pada pasal 35 ayat (2), (3), (4), dan ayat (5). Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Bank Syari‟ah dan Unit Usaha Syari‟ah (UUS) wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akutansi syari‟ah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan peraturan Bank Indonesia. Dan pada ayat selanjutnya, yakni ayat (3) dinyatakan bahwa neraca dan perhitungan laba rugi tahunan harus di audit terlebih dahulu oleh kantor akuntan publik. Setelah itu, neraca dan laporan laba rugi wajib diumumkan kepada publik dalam waktu dan bentuk yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Namun ada pengecualian terhadap Bank Pembiayaan Rakyat dalam hal kewajiban penyampaian laporan tersebut, Sebagaimana isi ayat (4) dan (5) : (4) bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat. (5) bank syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Lebih lanjut tentang prinsip kehati-hatian, baik bank syari‟ah maupun UUS harus menempuh cara-cara yan tidak merugikan bank syari‟ah ataupun UUS, dan tidak merugikan nasabah dalam hal penyaluran dana pembiayaan dan ketika akan melakukan usaha lainnya. Dalam hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan 9
  • 11. ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syari‟ah (baca : kehati-hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syari‟ah, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank Syari‟ah dan UUS kepada nasabah penerima fasilitas ysng terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank Syari‟ah dan UUS yang bersangkutan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008. Dengan demikian, menurut penulis, tujuan diberlakukannya prinsip kehati- hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan kata lain, diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu- ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank, bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata nasabah penyimpan). Namun menurut pendapat penulis, penerapan prinsip kehati-hatian belum optimal, karena akhir-akhir ini masyarakat dibuat resah dengan berita kasus sengketa jual beli gadai emas antara butet kataraharja dengan Bank BRI Syari‟ah. Penulis menilai hal tersebut bisa terjadi karena kurang maksimalnya penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap bank berkurang.5 Dasar Hukum Berlakunya Bank Syariah Dasar hukum berlakunya Bank syariah di Indonesia terdapat pada : 1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan 2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.6 5 file:///D:/Prinsip%20Kehati- hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPUDIN%20ONLINE.htm 6 http://hukumonline.com/ 10
  • 12. Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Dasar hukum berlakunya bank berdasarkan prinsip syariah diantaranya adalah : 1) Peraturan bank Indonesia No.10/16/PBI/2008, Tentang Perubahan Atas Peraturan bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. 2) Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008, Tentang Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah. 3) Peraturan Bank Indonesia No.10/23/PBI/2008,Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam rupiah Dan Valuta Asing bagi Bank Umum Yang Melaksankan Kegiatan usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Peratuaran Bank Indonesia No.10/27/PBI/2008, Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. 5) Perturan Bank Indonesia No.10/32/PBI/2008, Tentang Komite Perbankan Syariah. 6) Surat Edaran bank Indonesia No.10/14/DPbs/2008, Tentang Pelakasanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan penyaluran Dana Serta Pelayanan jasa bank Syariah. 7) Peraturan Bank Indonesia No.11/3/PBI/2009, Tentang Bank Umum Syariah. 8) Peraturan Bank Indonesia No.10/31/PBI/2008. Tentang Uji Kemampuan Dan kepatutan (Fit And Proper Test) bank Syariah dan unit usaha Syariah.7 Kegiatan Usaha Bank BRI Syariah Kegiatan usaha Bank Syariah, Bank Syariah terdiri atas bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sebagaimna tertera dalam pasal 19 ayat 7 Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking), Indah Fajarwati, FH UI, 2011. 11
  • 13. (1) Undang-undang Nomor 21 tahun Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dimana kegiatan usaha bank umum syariah meliputi: a. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi‟ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan akad Wadi‟ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang; b. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam menghimpun dana adalah akad kerja sama antara pihak pertama (malik,shahibul mal, nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua („amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad; c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad Mudharabah” dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua („amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatanyang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua yang melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.Yang dimaksud dengan “Akad musyarakah” adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna‟, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad murabahah” adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya 12
  • 14. dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad salam” adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad istishna” adalah Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni‟) dan penjual atau pembuat (shani‟). e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah, menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Pengalihan utang adalah pemindahan utang nasabah dari bank atau lembaga keuangan konvensional ke bank atau lembaga keuangan syariah, dimana dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan secara penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), sesuai dengan Fatwa DSN- MUI No.09/DSN-MUI/IV/2002. Dan apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip Al-Qardh, dimana yang dimaksud dengan Al- Qardh yaitu akad pinjaman dari LKS kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktu dan dengan cara pengembalian yang telah disepakati. Besarnya imbalan jasa Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah. Dalam hal LKS memberikan Qardh kepada nasabah, yang dengan Qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya dan dengan demikian aset yang dibeli dengan aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Kemudian nasabah menjual aset tersebut kepada LKS dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi Qardh nya kepada LKS. LKS kemudian menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad Al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al- Tamlik. f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan 13
  • 15. Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad ijarah” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Yang dimaksud dengan “Akad ijarah muntahiya bittamlik” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Yang dimaksud dengan “Akad hawalah” adalah Akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. i. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah. Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” adalah transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud. Yang dimaksud dengan “Akad kafalah” adalah Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful). j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan atau Bank Indonesia; k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; m. Menyediakan empat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; o. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah. Yang dimaksud dengan “Akad wakalah” adalah Akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa; 14
  • 16. p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan q. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah antara lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana kebajikan. Konsep dan Aplikasi Gadai menurut Ekonomi Islam Gadai termasuk salah satu mekanisme penting dalam utang piutang, dengan kemudahan serta kelebihan tersendiri. Dalam Islam gadai secara eksplisit sudah diatur sejak masa Nabi dengan istilah rahn, yang disebutkan baik dalam Al- Qur‟an20 maupun hadis Selaras dengan misi Islam sebagai agama rahmatan lil- „alamin, maka gadai pun memiliki aturan normatif yang dapat menjaga keselarasannya dengan prinsip ajaran Islam dalam bermuamalah. Seiring dengan perkembangan kondisi kehidupan, aplikasi gadai tidak terlepas dari interpretasi teoritis maupun praktis dalam kehidupan umat Islam di berbaagai belahan dunia, salah satunya adalah munculnya sebuah lembaga pegadaian. Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Di mana barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai hutang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai hutang. Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai dengna pasal 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak antara lain berupa barang-barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang emas), surat berharga dan surat yang mempunyai harga (misalnya saham dan sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak terpasang secara tetap di tanah atau bangunan (misalnya genset), dan sebagainya. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya sebagai pemegang Gadai, 15
  • 17. artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya atas benda yang diikat dengan Gadai tersebut. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferen kepada kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran didahulukan atas piutangnya dari hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengan Gadai dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.8 Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana atau deposan merupakan perjanjian antara pemberi dana/penananam dana dengan bank sebagai pengelola dengan prisip PLS /bagi hasil dan konsekuensi masing-masing pihak. Dalam KUH Perdata pasal 1765 merupakan cermin perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dengan nasabah, sedangkan nasabah penyimpan dana atau deposan hanya bersedia menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan apabila nasabah deposan percaya bahwa bank yang bersangkutan mampu untuk membayar kembali dana itu apabila ditagih. Selanjutnya dalam system bank syariah, Pengertian Mudlarabah dan Musyarakah sebagai berikut ; Mudlarabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al-mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut mudlarib, untuk tujuan usaha dagang. Musyarakah ( kemitraan ) adalah dasar kedua dari konsep Profit and Loss Sharing dalam perbankan Islam. Musyarakah adalah suatu kontrak yang lazimnya diikuti oleh para mitra yang setara, artinya, kedua belah pihak sepakat dengan syarat-syarat kontrak, dan salah satu pihak tidak boleh mendiktekan syarat-syarat tersebut kepada pihak lain. Selain itu dalam Undang- Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ditetapkan dengan dimensi hukum memandang nasabah sebagai konsumen perbankan. Berdasarkan hal tersebut bahwa keunikan tersendiri bank dengan prinsip syariah memiliki kandungan filosofis yang sangat tinggi karena dengan adanya bargaining positition antar pihak menjadikan nuansa bisnis yang melalui perbankan 8 Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, alumni, Semarang, 2009. 16
  • 18. Perlidungan Nasabah Bank Syariah Diwujudkan dalam berapa hal, yaitu: a.Melakukan Pengaturan Perbankan. b.Melakukan Pengawasan berdasarkan program pengawasan yang dibuat oleh Arsitektur Perbankan Indonesia (API).15 (1)Pengawasan oleh Bank Indonesia (BI) terhadap bank syariah dalam melaksanakan prinsip syariah, diprogramkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral yang dirancang secara umum untuk semua bank maupun hal-hal yang khusus mengenai bank syariah. Secara umum pengawasan terhadap perbankan syariah sama dengan pengawasan pada perbankan konvensional, yaitu berdasarkan pada Program pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap seluruh perbankan di Indonesia.9 G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain,10 bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan prinsip kehati- hatian, sehingga diharapkan dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Di Lembaga Keuangan Syariah Dalam Kasus Sengketa Gadai Emas Pada Bank BRI Syari‟ah. Dilihat dari jenis penelitian ataupun metode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku. 9 R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009. Oleh Bank Indonesia 10 Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta,1997, halaman. 38. 17
  • 19. 2. Teknis Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah maupun sesuatu fakta atu gagasan, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan (Library Research), yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku-buku, Peraturan per-Undang-Undangan dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan proposal ini untuk digunakan sebagai dasar ilmiah pembahasan materi. 3. Bahan Penelitian a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang mengikat, Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan prinsip kehati- hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 di atas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 ayat 2, 3, dan 4, Dan juga penyediaan informasi tersebut sebenarnya salah atu ketentuan yang wajib dijalankan oleh Bank Syari‟ah dan UUS sebagai bagian dari kewajiban pengelolaan resiko (penerapan prinsip kehati-hatian), sebagaimana yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008, Penerapan prinsip kehati-hatian bank syari‟ah juga dapat dilihat pada pasal 35 ayat (2), (3), (4), dan ayat (5), Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan prinsip syari‟ah (baca : kehati- hatian), pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syari‟ah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008. 18
  • 20. b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : Buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, pendapat para sarjana dan lain sebagainya. c. Bahan Hukum Tertier (Penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus umum Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, internet, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan. 4. Alat Pengumpulan Data Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen, peraturan mengenai prinsip kehati-hatian yang ada di Lembaga Keuangan Syari‟ah. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting. 2. Pengamatan (observasi), pengammatan ini dipergunakan dengan tujuan untuk menambah kejelasan yang jujur dan seksama atas situasi tertentu sehingga mendapatkan perimbangan sejumlah data yang objektif. 3. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (Interview quide.) 5. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif yaitu mengumpulkan data atu semua data yang terkumpul diseleksi, ditabulasi, diklasifikasi lalu menganalisis data, dan kemudian dianalisis dengan menafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan logika berfikir secara deduktif dan induktif yaitu yang pembahasannya dimulai dari mengenai hal-hal yang khusus, sehingga pada gilirannya dapat ditarik suatu kesimpulan, dan dipresentasikan dalam bentuk deskriptif dalam rangka menjawab permasalahan hukum yang menjadi objek penelitian. 19
  • 21. H. Sistematika Penulisan Supaya pembahasan dalam penelitian ini sistematis sehingga mudah untuk dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, berisi tentang uraian latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistimatika penulisan. BAB II : TELAAH PUSTAKA, berisi tentang konsep prinsip kehati-hatian, Dasar Hukum Berlakunya Bank Syariah, Peraturan Pelaksanaan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, Kegiatan Usaha bank BRI Syariah, Konsep dan Aplikasi Gadai menurut Ekonomi Islam, Pelaksanaan Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia, Perlidungan Nasabah Bank Syariah. BAB III : METODE PENELITIAN, yang menjelaskan Sifat dan Jenis Penelitian, Teknis Pengumpulan Data, Bahan Penelitian, Alat Pengumpulan Data, Analisis Data. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN, merupakan bab yang berisikan hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi : , tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.Dengan kata lain, diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank, bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dan masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat (bukan semata-mata nasabah penyimpan). BAB V : PENUTUP, berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dan disertai pula saran-saran sebagai rekomendasi berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh oleh dalam penelitian. 20
  • 22. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Syifdaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, alumni, Semarang, 2009. Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, jakarta: Rajawalipers, 2011. Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta,1997. Indah Fajarwati, Tinjauan Mengenai Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking), FH UI, 2011. Navis Illiyana Azmi, Etika Ekonomi Islam Dan Delevansinya Dalam Ekonomo Bisnis, STAIN Pekalongan, 2010. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2004.Nurkhayati, Perlindungan Hak Nasabah Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Di Bank Syariah, STAIN Pekalongan, 2010. R, Rach Hardjo Boedi Santoso, SH, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan, alumni, Semarang, 2009. Oleh Bank Indonesia Internet : file:///D:/Prinsip%20Kehati- hatian%20Bank%20Syar%E2%80%99iah%20_%20.%20%20WELCOME%20_%20SAEPU DIN%20ONLINE.htm http://hukumonline.com/ 21
  • 23. PERTANYAAN WAWANCARA 1. Adakah Peraturan yang mengatur prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syariah ? 2. Apakah fatwa DSN juga mengatur prinsip kehati-hatian ? 3. Bagaimana prosedur dari prinsip kehati-hatian ? 4. Seperti apa Implementasi prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syariah ? 5. Apa pentingnya prinsip kehati-hatian bagi Lembaga Keuangan Syariah ? 6. Kendala apa saja yang dialami oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam penerapan prinsip kehati-hatian ? 7. Bagaimana perkembangan nasabah atas diterapakannya prinsip kehati- hatian ? 8. Atas pertimbangan apa anda memahami konsep prinsip kehati-hatian di Lembaga Keuangan Syariah ? 9. Mengapa masih terjadi sengketa di Lembaga Keuangan Syariah ? 10. Terus apa tanggapan dari Lembaga Keuangan Syariah mengenai adanya sengketa jual beli gadai emas di BRI Syariah khususnya ? 11. Rencana utama apa yang akan dilakukan dalam menangani sengketa tersebut ? 12. Adakah dampak negatif atau positif dengan adanya kasus sengketa bagi LKS sendiri maupun nasabah yang lain ? 13. Kemudian bagaimana tindakan LKS untuk memperbaiki nama baik ketika terjadi sengketa terhadap masyarakat ? 14. Bagaimana meyakinkan nasabah lain atas masih terjadinya sengketa padahal LKS memegang teguh prinsip kehati-hatian ? 15. Hukuman apa bagi nasabah maupun LKS ketika melanggar ketentuan- ketentuan yang ada ? 22