SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
1STIKes Dharma Husada Bandung
FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE
DI KLINIK SANITASI UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE
KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG
Dra. Nina Rosliana. MT1
, Suparni, ST., M.KKK2
, Siani Mona, S.KM
123
Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Dharma Husada Bandung
Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung
ABSTRAK
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh
masalah lingkungan. Data angka kejadian diare di Ibrahim Adjie tahun 2015 yaitu 1.429 orang. Faktor
risiko lingkungan yang dapat mempengauhi diantaranya adalah sumber air bersih, air minum, jamban
keluarga, perilaku cuci tangan. Di Kota Bandung fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama
6,7%, dan fasilitas umum 4,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang
berhubungan dengan kejadian diare di Klinik Sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan
Batununggal Kota Bandung 2017. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey case control dengan
pendekatan retrospektif. Jumlah populasi sebanyak 100 orang terdiri dari 50 sampel kasus dan 50
orang sampel kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yaitu panduan pedoman
wawancara klinik sanitasi. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil
penelitian m enunjukan bahwa yang tidak memenuhi syarat adalah ; sumber air bersih (72,0%), air
minum (72,0%), jamban keluarga (78,0%), dan perilaku cuci tangan (92,0%). Hasil penelitian juga
menunjukan adanya hubungan sumber air bersih (p-value 0,003 dan OR 1,2), jamban keluarga (p-
value 0,002 dan OR 2,1), air minum (p-value 0,001 dan OR 5,1), perilaku cuci tangan (p-value 0,000
dan OR 4,3) dengan kejadian diare. Saran diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi bersama
petugas kesehatan dalam pencegahan diare, sehingga angka kejadian diare dapat diturunkan
khususnya di wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie.
Kata Kunci : Diare, Klinik Sanitasi, Lingkungan
THE ENVIRONMENT RISK FACTORS ASSOCIATED WITH THE INCIDENCE OF
DIARRHEA IN SANITATION CLINIC UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE DISTRICTS
BATUNUNGGAL BANDUNG 2017
Diarrheal disease is still a health problem for the people of Indonesia caused by environmental
problems. Data on the incidence of diarrhea in Ibrahim Adjie in 2015 is 1,429 people. Environmental
risk factors that can mengengauhi include clean water sources, drinking water, family toilet,
handwashing behavior. In Kota Bandung, BAB owns 76.2% of facilities, 6.7% owned by public and
4.2% of public facilities. The purpose of this study is to know the environment risk factors associated
with the incidence of diarrhea in Sanitation Clinic UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Districts
Batununggal Bandung 2017. Type of case survey research with retrospective approach. The total
population of 100 people consists of 50 case samples and 50 control samples. The research
instrument used is questionnaire. The analysis used univariate and bivariate with chi square test. The
results showed that each of them did not meet the requirements of clean water sources (72,0%),
drinking water (72,0%), family latrines (78,0%), , handwashing behavior (92,0%). And there are
relation of source of clean water (p-value 0,003 and OR 1,2), family toilet (p-value 0,002 and OR
2,1), drinking water (p-value 0,001 and OR 5,1), hand washing behavior with The incidence of
diarrhea (p-value 0.000 and OR 4.3). Suggestions are expected by the community to be able to
participate with health workers in prevention of diarrhea, so that the incidence of diarrhea can be
decreased especially in the ward of Ibrahim Adjie health center.
2STIKes Dharma Husada Bandung
PENDAHULUAN
Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, menurut WHO (World
Health Organization), kesehatan lingkungan
adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus
ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.
Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan
lingkungan diantaranya meliputi sumber air
bersih, penyediaan air minum, pengelolaan air
limbah serta jamban keluarga. Sanitasi
merupakan suatu wahana masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan lingkungan
untuk pemberantasan penyakit risiko berbasis
lingkungan (WHO, 2015)
Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk
diperhatikan, karena lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya berbagai macam
penyakit. Salah satu program yang
dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi
masalah kesehatan lingkungan adalah
pelayanan klinik sanitasi. Ruang lingkup klinik
sanitasi tersebut antara lain mencakup:
perumahan, pengelolaan kotoran manusia,
penyediaan air bersih, pengelolaan sampah,
pengelolaan air kotor (air limbah), sanitasi
tempat-tempat umum dan tempat pengolahan
makanan (Entjang, 2014).
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan
lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi
sanitasi akan berdampak negatif di banyak
aspek kehidupan,mulai dari turunnya kualitas
lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya
sumber air minum bagi masyarakat,
meningkatnya jumlah kejadian diare
(Kemenkes RI, 2015).
Penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan bagi masyarakat Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh
Subdit diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2010-2014 kecenderungan insidens naik.
Pada tahun 2010 penyakit Diare 301/ 1000
penduduk, tahun 2011 naik menjadi 374 /1000
penduduk, tahun 2013 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2014 menjadi 411/1000
penduduk (SDG, 2016).
Penyakit berbasis lingkungan yaitu Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA), malaria,
Demam Berdarah Dengue (DBD),
Tuberculosis (TB), kecacingan, dan penyakit
kulit dan diare. Penularan penyakit diare
karena infeksi bakteri dan virus biasanya
melalui air minum dan makanan yang
terkontaminasi. Disamping itu jamban
keluarga juga ikut berperan terjadinya diare
karena tanpa jamban masyarakat memilih
buang air besar disembarang tempat. Hal
inilah yang dapat menularkan penyakit diare
melalui media air atau media makanan melalui
lalat (Syarifuddin, dkk. 2012). Banyak faktor
yang secara langsung maupun tidak langsung
menjadi pendorong terjadinya diare yaitu
Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh
masih buruknya kondisi sanitasi dasar
terutama air bersih dan jamban, yang dapat
memicu terjadinya penyakit diare serta masih
kurangnya rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sehingga penyakit diare juga
semakin meningkat.
Persediaan air yang tidak aman dan tingkat
sanitasi yang tidak memadai meningkatkan
penularan penyakit diare (termasuk kolera).
Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah
memperoleh akses ke fasilitas sanitasi
meningkat sejak tahun 1990, cakupan global
saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun
2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia
(2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke
fasilitas sanitasi yang baik.
Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit
berbasis lingkungan dilihat berdasarkan
media/cara penularannya yaitu melalui udara,
makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
pneumonia, dan TB paru. Melalui vektor yaitu
malaria dan DBD sedangakan melalui
makanan, air dan lainnya yaitu diare
(Riskesdas, 2013).
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis
di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial KLB yang sering disertai dengan
kematian. Diare merupakan penyebab
kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan
pada masyarakat 25,2%, pada golongan semua
umur merupakan penyebab kematian yang ke
empat (13,2%), dan angka kematian akibat
ISPA pneumonia pada masyarakat sebesar
1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian
lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan
pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar
0,20% (Kemenkes RI, 2015).
Di Jawa Barat 2014 prevalensi pencapaian
sanitasi yang buruk dapat menyebabkan diare
adalah sebesar 90%. Sedangkan prevalensi
askariasis pada tahun 2015 di daerah kumuh
dengan kejadian diare adalah 82,4% sampai
90,6% (Dinkes Jabar, 2015). Data kunjungan
klinik sanitasi yang dilihat dari data 3 tahun
3STIKes Dharma Husada Bandung
terakhir bahwa penyakit diare sebesar 260
orang dengan ditunjukan pada seluruh
kelompok umur yaitu tahun 2013 sebesar 78
orang tahun 2014 sebesar 82 orang dan tahun
2015 menunjukan angka kejadian semakin
tinggi dan meningkat menjadi sebesar 100
orang, oleh karena itu, jika dalam
pemberantasannya hanya menonjolkan aspek
kuratif dan rehabilitatif, tentu tidak akan
maksimal. Dalam memberantas penyakit ini,
yang perlu dilakukan adalah mengubah pola
hidup dan tingkah laku masyarakat dengan
menggencarkan aspek promotif dan preventif
(Puskesmas Ibrahim, Adjie, 2015).
Kota Bandung dilihat berdasarkan data rumah
tangga tahun 2015 menunjukkan kejadian
diare dengan rumah tangga di Kota Bandung
menggunakan fasilitas BAB milik sendiri
76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas
umum 4,2% (Dinkes Kota Bandung, 2015).
Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi
lingkungan dengan kejadian diare pada anak
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas
Bahu Manado. Hasil penelitiannya
menunjukan adanya hubungan antara sanitasi
lingkungan seperti sumber air bersih, air
minum, jamban keluarga, jamban keluarga dan
perilaku cuci tangan dengan kejadian diare
pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja
Puskesmas Bahu Manado.
Banyak faktor yang secara langsung maupun
tidak langsung menjadi pendorong terjadinya
diare yaitu faktor lingkungan fisik. Faktor
faktor risiko lingkungan merupakan faktor
yang paling dominan yaitu sarana penyediaan
air bersih dan pengelolaan tinja, kedua faktor
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta terakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat.
Sedangkan faktor perilaku tidak sehat yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman infeksi
dan meningkatkan risiko diare antara lain
adalah buang air besar, tidak membuang tinja
dengan benar, dan masih banyak lingkungan
yang belum mempunyai jamban. Sanitasi
faktor risiko lingkungan yang mendukung
berupa ketersediaan sumber air, ketersediaan
jamban, dapat menurunkan sumber penularan
penyakit yang dapat memicu terjadinya diare.
Rendahnya mutu sanitasi faktor risiko
lingkungan merupakan keadaan potensial
menjadi sumber penularan penyakit diare
(Dwianto, 2010).
Faktor lain yang dapat menyebabkan diare
yaitu pengetahuan ibu dan ketersediaan
jamban mempengaruhi kejadian diare, dimana
pengetahuan yang rendah serta ketersediaan
jamban yang tidak memenuhi syarat
memperbesar kemungkinan kejadian diare.
Pengetahuan yang rendah menyebabkan
seseorang kurang memahami dan mengetahui
sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga
tidak mampu melakukan tata laksana
pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban
yang memenuhi syarat kesehatan memperbesar
penularan diare yang dapat melalui air atau
serangga yang hinggap di tinja penderita diare
lalu hinggap dimakanan (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat
kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat
faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku
manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Keempat faktor tersebut saling terkait dengan
beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam,
keseimbangan ekologi, kesehatan mental,
sistem budaya, dan populasi sebagai satu
kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Faktor lingkungan meliputi
lingkungan fisik, lingkungan biologik dan
lingkungan sosio kultural. John Gordon
menggambarkan adanya interaksi antara 3
faktor yaitu faktor lingkungan (environment),
pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent).
Timbulnya penyakit bila terjadi
ketidakseimbangan di antara ketiga faktor
tersebut, misalnya penyakit terjadi karena
faktor lingkungan yang jelek, atau
berkembangnya kuman penyakit atau daya
tahan tubuh yang rendah untuk melawan
infeksi kuman penyakit (Yankes, 2015)
Penelitian sejenis Muh.Saleh, Lia Hijriani
Rachim, 2014 Tentang Hubungan Kondisi
Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap dapat
menyimpulkan bahwa memiliki hubungan
seperti penyediaan air bersih, jamban keluarga
dan saluran air limbah dengan kejadian diare.
Jamban yang tidak bersih bisa menjadi sumber
persebaran bakteri penyebab penyakit diare
Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh
Mung Rahadi (2015) tentang evaluasi sanitasi
lingkungan yang buruk terhadap kejadian diare
pada penelitianya dapat disimoulkan bahwa
tanah, sumber air merupakan penyebab diare.
Klinik sanitasi merupakan salah satu upaya
puskesmas yang dilaksanakan secara integratif
4STIKes Dharma Husada Bandung
terhadap penanganan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan masalah kesehatan.
Pelaksanaan program klinik sanitasi di
puskesmas dapat meningkatkan kuantitas 17–
27% dan kualitas 24% sarana air bersih dan
jamban keluarga (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Hasanuddin (2013) bahwa tingginya
kejadian penyakit berbasis lingkungan
disebabkan oleh masih buruknya kondisi
sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban,
yang dapat memicu terjadinya penyakit diare
serta masih kurangnya rumah yang memenuhi
syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga
semakin meningkat. Penularan penyakit diare
karena infeksi bakteri dan virus biasanya
melalui air minum dan makanan yang
terkontaminasi. Disamping itu jamban
keluarga juga ikut berperan terjadinya diare
karena tanpa jamban masyarakat memilih
buang air besar disembarang tempat.
Menurut data 10 penyakit yang berkunjung ke
klinik sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie
diketahui yaitu sebagai berikut diare sebanyak
100 orang, TB paru sebanyak 50 orang, ISPA
22 orang, Malaria 12 orang, DBD 8 orang,
Cikungunya 8 orang, Scabies 3 orang, Kulit 3
orang, dan Dermatitis Alergi 2 orang.
Berdasarkan data tersebut merupakan data
terbanyak yaitu pasien yang di rujuk ke klinik
sanitasi diantaranya adalah diare. Puskesmas
Ibrahim Adjie terdiri dari 3 kelurahan yaitu
Kelurahan Kebon Waru, Kelurahan Kebon
Gedang dan Kelurahan Cibangkong, jumlah
penderita diare tahun 2015 adalah sebanyak
1.429 penderita, sedangkan pasien diare yang
di rujuk ke klinik sanitasi yaitu sebanyak 50
orang dan pada penelitian ini yang peneliti
ambil yaitu pasien yang dirujuk ke klinik
sanitasi sebanyak 50 orang.
Adapun Jumlah KK yang menggunakan sarana
air bersih tahun 2015 yang memenuhi syarat
adalah 42%, KK yang menggunakan jamban
sebanyak 42,5 % sedangkan yang
menggunakan 23,52% serta jumlah rumah
sehat adalah 34,12%, sedangkan rumah tangga
yang menggunakan sarana air bersih di
wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie adalah
59,23%, jamban yang memenuhi syarat
56,47% dan rumah yang mempunyai SPAL
22,60%.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
faktor risiko lingkungan dan perilaku yang
berhubungan dengan kejadian diare
diantaranya yaitu penyediaan air bersih,
jamban keluarga dan air minum, perilaku cuci
tangan.
Pelaksanaan Klinik Sanitasi di Puskesmas
Ibrahim Adjie sudah berjalan 6 tahun yaitu
dari tahun 2010-2016, akan tetapi target
pencapaian sasaran untuk masyarakat yang
mandiri, berkualitas dan berdaya saing
diantaranya yaitu meningkatnya akses
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi
masyarakat yang bermutu, merata dan
terjangkau dan meningkatnya kesadaran
individu, keluarga dan masyarakat melalui
promosi, pemberdayaan dan penyehatan
lingkungan belum optimal. Target pelayanan
dasar klinik sanitasi dari tahun 2010-2016
hanya sebesar 65%, sedangkan target yang
ingin dicapai di tahun 2018 yaitu sebesar 95%.
Kondisi dan fenomena program klinik sanitasi
yang ada di Puskesmas Ibrahim Adjie yaitu di
kepalai oleh petugas kesehatan lingkungan
dengan sasaran program klinik sanitasi
meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang
berhubungan dengan masalah kesehatan
lingkungan (yang datang ke puskesmas atau
yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat
umum (klien) yang mempunyai masalah
kesehatan lingkungan (yang datang ke
puskesmas atau yang menemui petugas klinik
sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab
masalah bagi penderita/klien dan masyarakat
sekitarnya.
Petugas klinik sanitasi di Ibrahim Adjie
dilaksanakan di dalam gedung dan di luar
gedung puskesmas oleh petugas sanitasi
dibantu oleh petugas kesehatan lain dan
masyarakat, serta kader. Kegiatan dalam
gedung difokuskan pada identifikasi penyakit
yang diderita pasien, kegiatan konseling,
penyuluhan dan membuat perjanjian untuk
kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung
berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut
meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat
tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah
kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar.
Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk
mengetahui faktor risiko lingkungan dan
ketepatan jenis intervensi yang akan
dilakukan.
Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas
Ibrahim Adjie tahun 2016. Hasil wawancara
terhadap 10 pasien, 6 orang diantaranya tidak
memahami bagaimana cara pencegahan diare
di lingkungan sekitarnya, hal tersebut menurut
pernyataan pasien terhadap pelaksanaan klinik
sanitasi sumber air bersih berasal dari sumur
5STIKes Dharma Husada Bandung
gali yang jaraknya kurang dari 10 meter dari
pengelolaan air limbah dan septik tank,
sehingga keadaan warna dan fisik air bersih
tersebut berwarna kuning dan berbau, selain
itu ada 4 orang lainya menyatakan tidak
mengerti bagaimana melaksanakan kebersihan
dilingkungan sekitarnya dan ada sampah bekas
limbah rumah tangga yang langsung dialirkan
ke sungai disekitar tempat mereka tinggal.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian di
tempat tersebut, dengan tentang faktor risiko
lingkungan yang berhubungan dengan
kejadian diare di klinik sanitasi UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan
Batununggal Kota Bandung 2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey
case control, dengan pendekatan retrospektif.
Retrospektif adalah penelitian untuk melihat
faktor risiko akibat yang telah terjadi terhadap
masalah kebelakang, dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat yang
telah terjadi (
Variabel Independen
Variabel independen penelitian ini yaitu faktor
risiko lingkungan yaitu Sumber Air Bersih
(SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum,
perilaku cuci tangan. Variabel dependen
merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2014). Variabel dependen
penelitian ini yaitu kejadian diare.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah data
pasien dilihat dari 3 tahun yang dirujuk di
klinik sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
dan di rata-ratakan yaitu 100 orang.
Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan tekhnik Total
Sampling. Pengambilan sampel dengan Total
Sampling, yaitu di dasarkan pada jumlah
populasi yang kurang dari 100 orang, maka
jumlah sampel yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 50 orang kelompok kasus (diare) dan
50 orang kelompok kontrol (tidak diare) yaitu
pasien yang dirujuk ke Klinik Sanitasi. Jadi
jumlah sampel yang digunkan pada penelitian
ini yaitu 100 orang.
Pada penelitian ini pemilihan sampel
menggunakan kriteria :
Kriteria Insklusi
1) Semua responden yang berkunjung ke
Puskesmas dan dirujuk ke Klinik Sanitasi
Puskesmas Ibrahim Adjie
2) Responden yang mempunyai KK dan
bukan penghuni kost di Wilayah Kerja
Puskesmas Ibrahim Adjie
Kriteria Eksklusi
1) Responden yang tidak dirujuk ke Klinik
Sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie
2) Bukan pasien luar wilayah Puskesmas
Ibrahim Adjie
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu
yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Instrumen pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah pengumpulan
data dengan cara menggunakan lembar
kuesioner sesuai dengan SPO (Standar
Prosedur Operasional) klinik sanitasi di
puskesmas. Kuesioner adalah data primer yang
digunakan peneliti untuk mengukur faktor
risiko lingkungan dan perilaku yang
berhubungan dengan kejadian diare meliputi
Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga
(JAGA), air minum, perilaku cuci tangan.
Pada kuesioner ini yang peneliti gunakan yaitu
kuesioner, jadi pada saat pelaksanaan klinik
sanitasi didalam gedung sesuai pedoman
wawancara klinik sanitasi (Yankes, 2015).
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan Dalam penelitian ini
data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh dari
pengisian kuesioner sesuai dengan SPO
(Standar Prosedur Operasional) klinik sanitasi
di puskesmas yaitu tentang faktor risiko
lingkungan dan perilaku yang berhubungan
dengan kejadian diare meliputi Sumber Air
Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air
minum, perilaku cuci tangan.
Data sekunder yaitu data yang sudah ada
meliputi jumlah data pasien yang dilihat dari
data register dengan rujukan pasien ke klinik
sanitasi sebanyak 100 orang. Adapun langkah
– langkah pengumpulan data pada penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
6STIKes Dharma Husada Bandung
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang telah dilakukan
untuk proses analisis data yaitu Editing data,
Coding (Pengkodean), Data Entry (Pemasukan
Data), Cleaning Data (Pembersihan Data)
Analisis Data
Analisis Univariat
Menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian yaitu
Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga
(JAGA), air minum, perilaku cuci tangan dan
setiap variabel pada analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari tiap variabel. Rumus
persentase frekuensi sebagai berikut:
Keterangan :
P : presentase untuk setiap kategori
f : jumlah setiap kategori
N : jumlah total responden
Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas yaitu Sumber
Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA),
air minum, perilaku cuci tangan yang
berhubungan dengan variabel terikat yaitu
kejadian diare. Penelitian ini analisis yang
digunakan yaitu uji Chi Square dengan syarat
uji tersebut yaitu data yang didistribusikan
berbentuk nominal dan dilakukan uji Chi-
Square dengan kategori (Nominal) atau
berbentuk angka (Numerik) dan ditentukan
nilai OR nya. (Sugiyono, 2014) dengan
penyajian data dalam bentuk tabel silang.
Rumus Uji Chi-Square sebagai berikut :
Keterangan:
x2
: Nilai Chi kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi
fh : frekuensi yang diharapkan
dimana :
fe =
fe = frekuensi yang diharapkan
∑ f k = jumlah frekuensi pada kolom
∑ fb = jumlah frekuensi pada baris
∑T = jumlah keseluruhan baris atau
kolom
Hasil akhir uji statistik adalah untuk
mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak
atau Ho diterima. Syarat uji chi square adalah
tabel harus menggunakan 2x2, digunakan
tingkat kepercayaan 95%. Ketentuan
pengujian dengan Chi Square adalah jika p
value ≤ alpha (0,05) maka ada hubungan yang
signifikan antara kedua variabel, tetapi jika p
value > alpha (0,05) maka tidak ada hubungan
yang signifikan antara keduanya
(Notoatmodjo, 2010). Hasil uji chie square
menunjukan p-value≤0,05 artinya HO ditolak
yang berarti ada hubungan antara variabel
independen (Sumber Air Bersih (SAB),
Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku
cuci tangan) dengan variabel dependen
(kejadian diare)
Pada tabulasi silang 2x2 akan dicari nilai OR
(Odds Ratio) untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Selain itu juga akan
dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi-
square untuk mengetahui kemaknaan
hubungannya secara statistik. Uji Chi-square
dipilih sesuai dengan kegunaanya, yaitu untuk
menguji independensi diantara dua variabel,
menguji perbedaan proporsi atau persentase
antara beberapa kelompok data dan juga
digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel kategorik dengan variabel kategorik.
Odds Ratio (OR) = ad
bc
Interpretasi Odds Ratio:
OR = 1 : tidak ada asosiasi antara faktor
dengan penyakit (tidak ada hubungan)
OR > 1 : ada asosiasi positif antara faktor
risiko dengan penyakit (ada
hubungan/mempertinggi risiko)
OR < 1 : ada sosiasi negatif antara faktor
risiko dengan penyakit (tidak ada
hubungan/mengurangi risiko)
Interval estiment OR ditetapkan pada tingkat
kepercayaan sebesar 95% CI (confident
interval) :
Batas Atas : 95% CI = OR (1+Z/X)
Batas Bawah :05% CI = OR (1-Z/X)
7STIKes Dharma Husada Bandung
Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Angka Kejadian Diare Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017
Kejadian Diare
Kejadian Diare
Diare Tidak Diare
f % f %
Kejadian Diare
Diare 50 100 - -
Tidak Diare - - 50 100
Total 50 100 50 100
Tabel 4.1 diketahui angka kejadian diare Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
Tahun 2017 sebanyak 50 orang dan tidak diare
sebanyak 50 orang
Tabel 4.2 Faktor Risiko Sumber Air Bersih,
Jamban Keluarga, Air Minum, Perilaku
Cuci Tangan Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
Variabel Penelitian Kejadian Diare
Diare Tidak Diare
Sumber Air Bersih (SAB)
MS 14 28,0 30 60,0
TMS 36 72,0 20 40,0
Total 50 100 50 100
Air Minum
MS 14 28,0 31 62,0
TMS 36 72,0 19 38,0
Total 50 100 50 100
Jamban Keluarga (JAGA)
MS 11 22,0 27 54,0
TMS 39 78,0 23 46,0
Total 50 100 50 100
Perilaku Cuci Tangan
Ya 4 8,0 20 40,0
Tidak 46 92,0 30 60,0
Total 50 100 50 100
Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat
Tabel 4.2 menunjukan bahwa paling banyak
sumber air minum yang tidak memenuhi syarat
pada angka kejadian diare yaitu sebesar 72,0%
dan pada kelompok tidak diare sebesar 40,0%.
Faktor risiko yang dilihat berdasarkan air
minum yang tidak memenuhi syarat pada
kelompok diare yaitu sebesar 72,0% dan pada
kelompok tidak diare sebesar 38,0%.
Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban
keluarga yang tidak memenuhi syarat pada
kelompok diare yaitu sebesar 78,0% dan pada
kelompok tidak diare sebanyak 46,0%.
Sedangkan untuk faktor risiko perilaku cuci
tangan menunjukan sebagian besar responden
tidak melakukan cuci tangan yaitu pada
kelompok diare sebesar 92,0% dan pada
kelompok tidak diare sebesar 60,0%.
Tabel 4.3 Hubungan Faktor Risiko Sumber
Air Bersih, Air Minum, Jamban Keluarga,
Perilaku Cuci Tangan Dengan Angka
Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat
Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 1,2 artinya
responden yang memiliki sumber air bersih
yang tidak memenuhi syarat terkena diare
berisiko lebih besar 1,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang
memiliki sumber air bersih yang memenuhi
syarat, secara statistik didapatkan p-value
0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada
hubungan antara sumber air bersih dengan
kejadian diare.
Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 5,1 artinya
responden yang memiliki air minum yang
tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko
lebih besar 5,1 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki air minum
yang memenuhi syarat, secara statistik
didapatkan p-value 0,001 yang dinyatakan
signifikan artinya ada hubungan antara air
minum dengan kejadian diare.
Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 2,1 artinya
responden yang memiliki jamban keluarga
yang tidak memenuhi syarat terkena diare
berisiko lebih besar 2,1 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang
memiliki jamban keluarga memenuhi syarat,
secara statistik didapatkan p-value 0,002 yang
dinyatakan signifikan artinya ada hubungan
antara jamban keluarga dengan kejadian diare.
Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 4,3 artinya
responden yang tidak melakukan cuci tangan
pakai sabun setelah BAB terkena diare
Variabel
Diare Tidak
Diare
OR
95
%
CI
P
f % f %
Sumber Air Bersih (SAB)
MS 14 28,0 30 60,0 1,2 1,1
-
3,5
0,003
TMS 36 72,0 20 40,0
Air Minum
MS 14 28,0 31 62,0 5,1 4,2
-
7,3
0,001
TMS 36 72,0 19 38,0
Jamban Keluarga (JAGA)
MS 11 22,0 27 54,0 2,1 2,2
-
2,4
0,002
TMS 39 78,0 23 46,0
Perilaku Cuci Tangan
Ya 4 8,0 20 40,0 4,3 4,2
-
8,1
0,000
Tidak 46 92,0 30 60,0
Total 50 100 50 100
8STIKes Dharma Husada Bandung
berisiko lebih besar 4,3 kali dibandingkan
dengan responden yang melakukan cuci
tangan pakai sabun setelah BAB, secara
statistik didapatkan p-value 0,000 yang
dinyatakan signifikan artinya ada hubungan
antara perilaku cuci tangan dengan kejadian
diare.
Tabel 4.4 Nilai Odd Ratio (OR)
Variabel OR 95% CI
Sumber air bersih 1,2 1,1-3,5
Air minum 5,1 4,2-7,3
Jamban keluarga 2,1 2,2-2,4
Perilaku cuci tangan 4,3 4,2-8,1
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui nilai OR yang
paling berisiko terhadap angka kejadian diare
yaitu air minum yang didapatkan OR terbesar
5,1 yang artinya pasien yang dirujuk ke klinik
sanitasi dengan air minum yang tidak
memenuhi syarat akan berisiko lebih besar 5.1
terhadap kejadian diare dibandingkan pada
pasien yang memiliki air minum yang
memenuhi syarat.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui
bahwa angka kejadian diare Di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
sebanyak 50 orang dan tidak diare sebanyak
50 orang. Hal ini pada responden yang
mengalami diare dipengaruhi oleh faktor risiko
lingkungan seperti Sumber Air Bersih (SAB),
Jamban Keluarga (JAGA), dan air minum
yang tidak memenuhi syarat, serta perilaku
resonden dalam melakukan cuci tangan setelah
BAB tidak menggunakan sabun sehingga ia
terkena diare.
Pada dasarnya tingginya angka kejadian diare
merupakan penyakit berbasis lingkungan yag
disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi
dasar terutama air bersih dan jamban, yang
dapat memicu terjadinya penyakit diare serta
masih kurangnya rumah yang memenuhi
syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga
semakin meningkat. Hal ini diperkuat oleh
hasil Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi
lingkungan dengan kejadian diare pada anak
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas
Bahu Manado. Hasil penelitiannya
menunjukan adanya hubungan antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian diare pada anak
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas
Bahu Manado.
Menurut Hasanuddin (2013) menjelaskan
bahwa penularan penyakit diare karena infeksi
bakteri dan virus biasanya melalui air minum
dan makanan yang terkontaminasi. Disamping
itu jamban keluarga juga ikut berperan
terjadinya diare karena tanpa jamban
masyarakat memilih buang air besar
disembarang tempat. Hal inilah yang dapat
menularkan penyakit diare melalui media air
atau media makanan melalui lalat.
Selain itu hasil penelitian di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
sebagai berikut :Sebagian besar memperoleh
air bersih dari jetpum, dan besar kemungkinan
jetpum terkontaminasi dengan besi yang
berkarat, sehingga air menjadi berwarna dan
berbau, selain itu sebagian responden tidak
memiliki jamban keluarga, pengelolaan limbah
sisa pemakaian, seperti bekas mencuci dan
mandi di alirkan langsung ke sungai, sehingga
resapan air tanah di lingkungannya menjadi
tercemar.
Menurut Syarifuddin, dkk. (2012) menyatakan
bahwa jamban keluarga juga ikut berperan
terjadinya diare karena tanpa jamban
masyarakat memilih buang air besar
disembarang tempat. Hal inilah yang dapat
menularkan penyakit diare melalui media air
atau media makanan melalui lalat
Persediaan air yang tidak aman dan tingkat
sanitasi yang tidak memadai meningkatkan
penularan penyakit diare (termasuk kolera).
Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah
memperoleh akses ke fasilitas sanitasi
meningkat sejak tahun 1990, cakupan global
saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun
2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia
(2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke
fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar
juga akan diperlukan baik di luar 2015 sebagai
tantangan baru untuk dunia yang harus
dihadapi dalam mempertahankan dan
mengukur kemajuan yang berarti, misalnya
memastikan akses ke air minum yang aman
dan sanitasi dasar (WHO, 2015).
Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit
berbasis lingkungan berdasarkan media/cara
penularan melalui udara, makanan, air, dan
vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB
paru. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD
sedangakan melalui makanan, air dan lainnya
yaitu diare (Riskesdas, 2013).
9STIKes Dharma Husada Bandung
Faktor Risiko Sumber Air, Jamban
Keluarga, Air Minum, Perilaku Cuci
Tangan Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Ibrahim Adjie Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa paling
banyak sumber air bersih yang tidak
memenuhi syarat pada kejadian diare yaitu
sebesar 72,0% dan pada kelompok tidak diare
sebesar 60,0%. Hal ini dipengaruhi oleh
penyediaan air bersih kebanyakan responden
gunakan yaitu berasal dari jetpum dan jarak
pengelolaan air bersih dilingkungan mereka
sebagian berjarak <10 meter dengan
pencemaran.
Upaya ketersediaan air bersih yang merupakan
milik sendiri dan tidak memenuhi syarat
kesehatan. Air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari – hari dan
sistem persediaan air bersih perkotaan pada
umumnya tidak terawat dan rusak, sehingga
air mengandung bakteri patogen atau zat-zat
terlarut lainnya dapat berakibat langsung pada
kesehatan. Selain itu Pemukiman yang padat
memungkinkan tercemarnya air sumur oleh
kotoran, karena letak sumur berdekatan
dengan septic tank (WC) atau berdekatan
dengan saluran pembuangan limbah rumah
tangga/pabrik (Sarudji, 2013).
Air yang sehat harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu Air harus jernih atau tidak
keruh. Kekeruhan pada air biasanya
disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat
yang sangat halus. Semakin keruh
menunjukkan semakin banyak butir-butir
tanah dan kotoran yang terkandung di
dalamnya.Tidak berwarna. Air yang berwarna
berarti mengandung bahan-bahan lain
berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air
rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik
, selokan, air sumur yang tercemar dan lain-
lain (Sarudji, 2013).
Kemudian syarat selanjutnya adalah rasanya
tawar. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau
asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut
tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya
garam-garam tertentu yang larut dalam air,
sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam
organik maupun asam anorganik.Tidak berbau.
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila
dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang
berbau busuk mengandung bahan-bahan
organik yang sedang didekomposisi
(diuraikan) oleh mikroorganisme air (Sarudji,
2013).
Berikut inpeksi sanitasi yang ada di Wilayah
Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie sesuai data di
Puskesmas menunjukan syarat IS dapat terlihat
pada grafik sebagai berikut :
Garfik 4.1 Inpeksi Sanitasi Sumber Air
Bersih Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ibrahim Adjie
Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim
Adjie (2015)
Hasil Pemeriksaan Kimia Sumber Air Bersih
yang digunakan penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Ibrahim Adjie. Berdasarkan
Parameter pH Air dengan rincian yaitu sumur
gali (jutpam), Sumur pompa tangan (SPT) dan
Penampungan Air hujan (PAH) semuanya
tidak memenuhi syarat kimia air yaitu
didapatkan tinggi sebesar 68%, sedang 18%
dan rendah 14%, dari angka tersebut bahwa
sumber air bersih adalah tidak mencapai 100%
yang artinya kurang baik, sehingga Kesadahan
air dapat diakibatkan oleh kandungan ion
kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) . Hal
ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang
digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar
peralatan yang dipergunakan untuk merebus
air terdapat kerak atau endapan. Air sadah
dapat juga mengandung ion-ion Mangan
(Mn2+) dan besi (Fe2+) yang memberikan
rasa anyir pada air dan berbau, serta akan
menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan
pada peralatan dan pakaian yang dicuci
(Sarudji, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
menunjukan bahwa faktor risiko yang dilihat
berdasarkan air minum yang tidak memenuhi
syarat pada kelompok diare yaitu sebesar
0
10
20
30
40
50
60
70
68
18
14
TINGGI SEDANG RENDAH
10STIKes Dharma Husada Bandung
72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar
62,0%. Hal ini pada kelompok kejadian diare
disebabkan oleh air minum yang tercemar
mikroorganisme, karena sebagian responden di
wilayah tersebut air yang digunakan untuk
minum mereka didapatkan dari sumber air
jetpum, besar kemungkinan jetpum yang
digunakan responden terkontaminasi oleh besi
karat, sehingga air berasa dan berbau tapa
dilakukan filter terlebih dahulu. Hasil air
minum sumber jetpum dan air minum yang
digunakan isi ulang.
Berikut hasil IS berdasarkan air minum yang
diperoleh dari data skunder di Puskesmas
Ibrahim Adjie tahun 2015 dapat terlihat pada
grafik sebagai berikut :
Garfik 4.2 Inpeksi Sanitasi Air Minum Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim
Adjie (2015)
Pengukuran parameter mikrobiologi : MPN
Coliform uji laboratorium dengan tiga tahap
tes perkiraan, tes penegasan, dan tes lengkap
(complet test). Hasil pemeriksaan laboratorium
berdasarkan MPN Coliform per 100 ml
sampel air yang diperoleh dari kualitas air
bersih dimana MPN Coliform yaitu 0/100 ml
sampel air, terdiri dari sumur gali (jetpum)
tidak memenuhi syarat yaitu MPN Coliform
diatas 0/100 ml dan sumur pompa tangan
(SPT) memenuhi syarat, sumur pompa tangan
(SPT) tidak memenuhi syarat sesuai dengan
pemenkes dimana MPN Coliform yaitu diatas
0/100 ml sampel air. Diketahui uji
laboratorium yang dilakukan puskesmas
Ibrahim Adjie yang dilakukan di Dinkes Kota
Bandung menunjukan Coliform tertinggi
yaitu 75 sedang 17 dan rendah 14.
MPN (Multi Probable Number) Coliform
adalah perkiraan terdekat jumlah bakteri
Coliform dalam 100 cc air. Dan tujuannya
untuk mengetahui berapa jumlah MPN
Coliform dalam 100 ml sampel berdasarkan
Permenkes RI No. 416 / Menkes / Per / IX /
1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Bersih (Kemenkes RI, 2015).
Bakteri Coliform merupakan jasad indikator
di dalam substrat air, bahan makanan, saluran
pencernaan manusia dan sebagainya untuk
kehadiran jasad berbahaya/patogen. Apabila
di dalam makanan tersebut terdapat Coliform
maka makanan atau minuman tersebut secara
mikrobiologis tercemar oleh tinja.
Coliform dapat bertahan hidup di air
tanah dangkal selama lebih dari 2 bulan
(Kemenkes RI, 2015).
Menurut Malem, (2010) air yang baik harus
melewati filter terlebih dahulu yaitu terbuat
dari bahan silica untuk menyaring partikel
kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon
aktif untuk menghilangkan bau. Tahap
berikutnya adalah penyaringan air dengan
saringan berukuran 10 mikron kemudian
melalui saringan 1 mikron untuk menahan
bakteri. Air yang keluar dari saringan 1 mikron
dinyatakan telah bebas dari bau dan bakteri,
ditampung pada tabung khusus yang
berukuran lebih kecil dibanding tabung
penampung air baku. Selanjutnya adalah tahap
mematikan bakteri yang memungkinkan masih
tersisa dengan menggunakan ultra violet
ataupun ozonisasi. Akhirnya air melalui
pengisian dimasukkan kedalam botol dan
ditutup .
Penyediaan air bersih selain kuantitasnya,
kualitasnya pun harus memenuhi standar yang
berlaku. Karena air baku belum tentu
memenuhi standar, maka dilakukan
pengolahan air untuk memenuhi standar air
minum. Pengolahan air minum dapat sangat
sederhana sampai sangat kompleks tergantung
kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik,
maka mungkin tidak diperlukan pengolahan
sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan
kuman, maka disinfeksi saja sudah cukup,
tetapi apabila air baku semakin buruk
kualitasnya maka pengolahan harus lengkap
(Slamet, 2012).
Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban
keluarga di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Ibrahim Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa
yang tidak memenuhi syarat pada kelompok
diare yaitu sebesar 78,0% dan pada kelompok
10
60
110
160
75
17
14
TINGGI SEDANG RENDAH
11STIKes Dharma Husada Bandung
tidak diare sebanyak 54,0%. Sebagian
responden yang mengalami diare karena di
rumah mereka tidak ada toilet secara khusus
dan kebanyakan kamar mandi bersatu dengan
WC, sehingga WC tersebut berbau dan
virusnya terinfeksi pada manusia disekitarnya.
Hal ini diketahui dari pernyataan responden
yang data ke klinik sanitasi dan kemudian
dilakukan konseling kepada pasien, tenaga
kesehatan lingkungan menggunakan panduan
konseling. Jamban tidak ada septik tenk
pembuangan kotoranya memalui selokan di
alirkan langsung ke sungai.
Hal ini tidak memenuhi syarat karena jamban
adalah sutu rungan yang mempunyai fungsi
pembunagna kotoran manusia yang terdiri atas
tempat jongkok dengan syarat jamban sehat
yakni tidak mencemari tanah di sekitarnya,
mudah dibersihkan dan aman digunakan,
dilengkapi dinding dan atap pelindung,
penerangan dan ventilasi cukup, lantai kedap
air dan luas ruangan memadai, tersedianya air
dan alat pembersih, kotoran manusia tidak di
jamah oleh lalat, serta jamban tidak
menimbulkan sarang nyamuk (Kemenkes RI,
2014).
Faktor risiko perilaku cuci tangan menunjukan
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017 sebagian besar responden
tidak melakukan cuci tangan yaitu pada
kelompok diare sebesar 92,0% dan pada
kelompok tidak diare sebesar 60,0%. Hal ini
dipengaruhi oleh perilaku cuci tangan tidak
pakai sabun dan cici tangan yang tidak benar
seperti tidak melakukan 7 langkah syarat untuk
melakukan cuci tangan yang baik diantaranya,
menggunakan sabun pada telapak tangan
secara rata, gosok sela-sela jari tangan dengan
tangan kanan dan sebaliknya, kemudian
menggosok pada bagian kedua telapak tangan
dan sela-sela jari dengan cara tangan saling
mengunci dan dilakukan ibu jari kiri berputar
dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya dan yang terakhir, gosok dengan
memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan
sebaliknya.
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari
jemari dengan menggunakan air ataupun
cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan
untuk menjadi bersih, berikut diketahui data IS
yang diperoleh dari data skunder di klinik
sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie dapat
terlihat pada grafik sebagai berikut:
Garfik 4.3 Inpeksi Sanitasi CTPS Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas
Ibrahim Adjie (2015)
Berdasarkan data grafik IS klinik sanitasi di
Puskesmas Ibrahim Adjie diketahui bahwa
perilaku cuci tangan yang tidak melakukan
cuci tangan setelah BAB tertingginya yaitu
sebanyak 10 orang, sedang 8 orang dan 5
orang rendah. Hal tersebut sebgaian responden
tidak memiliki kebiasaan tidak cuci tangan
pakai sabun setelah BAB. Pada dasarnya cuci
tangan dengan sabun secara konsisten dapat
mengurangi diare.
Menurut WHO (2013) CTPS yang benar
adalah memerlukan sabun dan sedikit air
mengalir. Air mengalir dari kran bukan
keharusan, yang penting air mengalir dari
sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng,
ember tinggi, gentong, jerigen, atau gayung.
Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok
bagian telapak maupun punggungnya,
terutama di bawah kuku minimal 20 detik.
Bilas dengan air mengalir dan keringkan
dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di
udara. Pemerintah masih perlu memberi
perhatian terkait dengan penyediaan sarana
cuci tangan di tempat umum termasuk sekolah,
kalau dimungkinkan pemerintah membuat
peraturan yang mewajibkan adanya sarana
cuci tangan untuk tempat-tempat umum.
Hubungan Faktor Risiko Sumber Air
Bersih Dengan Angka Kejadian Diare Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan nilai
OR 1,2 artinya responden yang memiliki
sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
terkena diare berisiko lebih besar 1,2 kali lebih
besar dibandingkan dengan responden yang
0
2
4
6
8
10
10
8
5
TINGGI SEDANG RENDAH
12STIKes Dharma Husada Bandung
memiliki sumber air bersih yang memenuhi
syarat, secara statistik didapatkan p-value
0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada
hubungan antara sumber air bersih dengan
kejadian diare. Hal ini sebagian responden
diare yang dirujuk ke klinik sanitasi di wilayah
puskesmas Ibrahim Adjie yaitu diakibatkan
dari jarak sumber air dengan pencemaran
kurang dari sepuluh meter sehingga resapan air
bersih yang digunakan penduduk tercemar
oleh bakteri yang berdampak pada diare.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No.
416/Menkes/Per/IX/2008 menyatakan bahwa
jarak antara septic tank dengan sumber air
merupakan salah satu faktor kunci dalam
menyebabkan tercemar atau tidaknya sumber
air tanah. Adapun syarat-syarat dan
Pengawasan Air Minum dan Petunjuk Teknis
Menteri Perumahan Rakyat tentang
Pembangunan PSU di Kawasan Siap Bangun
dan Lingkungan Siap Bangun (kasiba/lisiba)
menyaratkan yaitu jarak antara septic tank
dengan sumber air tanah minimal 10 meter.,
bila mata air harus terlindungi dan tertutup,
sumber air dan tempat penampungan air harus
tertutup, Tidak ada limbah dan sampah di
sekitar sumber air. Penyediaan air untuk
rumah tangga bisa tergolong penyediaan air
bersih dan bisa juga penyediaan air minum.
Rumah tangga yang mencukupi kebutuhan
airnya dari sumur atau sumber-sumber lainnya
termasuk penyediaan air bersih.
Salah satu upaya ketersediaan air bersih yang
dikonsumsi merupakan milik sendiri dan harus
memenuhi syarat kesehatan diantaranya Air
bersih dan dapat digunakan untuk keperluan
sehari – hari dan akan menjadi air minum
setelah dimasak lebih dahulu, air minum
sendiri diartikan sebagai air yang kualitasnya
memenuhi syarat – syarat kesehatan dan dapat
diminum, sehingga air yang memenuhi syarat
tidak menimbulkan penyakit yaitu diare
(Sarudji, 2013).
Penyakit diare merupakan penyakit berbasis
lingkungan yang berisiko terhadap bagian
kalangan manusia, oleh karena itu tenaga
kesehatan harus memberikan konseling.
Konseling adalah hubungan komunikasi antara
Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien
yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan
yang dihadapi, dalam Konseling, pengambilan
keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada
waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan
membantu Pasien terjadi langkah-langkah
komunikasi secara timbal balik yang saling
berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk
membantu Pasien membuat keputusan, Karena
tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan
adalah menciptakan hubungan dengan Pasien,
dengan menunjukkan perhatian dan
penerimaan melalui tingkah laku verbal dan
non verbal yang akan mempengaruhi
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling
tidak semata-mata dialog, melainkan juga
proses sadar yang memberdayakan orang agar
mampu mengendalikan hidupnya dan
bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
Hubungan Faktor risiko Jamban Keluarga
Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian bahwa
menunjukan nilai OR 2,1 artinya responden
yang memiliki jamban keluarga yang tidak
memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih
besar 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan
responden yang memiliki jamban keluarga
memenuhi syarat, secara statistik didapatkan
p-value 0,002 yang dinyatakan signifikan
artinya ada hubungan antara jamban keluarga
dengan kejadian diare. Hal ini sebagian
responden di wilayah Puskesmas Ibrahim
Adjie rata-rata tidak mempunyai septik tank
artinya pengelolaan air bekas mandi, cuci dan
air limbah lansung dialirkan ke sungai dan
sungai tercemar bakteri, sehingga dapat
mencemari tanah di sekitarnya dan
menimbulkan diare.
Pada dasarnya pengelolaan tinja yang
memenuhi syarat kesehatan bertujuan untuk
mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah terjadinya penularan penyakit
yang di sebabkan oleh tinja dari penderita
kepada orang sehat. Pengelolaan tinja yang
tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menimbulkan penyakit pada manusia seperti
penyakit kolera, typhus, diare, cacingan serta
penyakit saluran pencernaan (Warsito, 2013).
Sejalan dengan hasil penelitian Wibowo,
(2014) Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa
jenis tempat pembuangan tinja yang terbanyak
digunakan pada kelompok kasus adalah jenis
leher angsa (68,3%), sedangkan 7,9%
menggunakan jenis plengsengan dan 23,8%
tidak memiliki jamban
Berdasarkan jenisnya jamban yang sehat untuk
daerah perkotaan, apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut yaitu
13STIKes Dharma Husada Bandung
Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling
jamban tersebut., tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air
tanah di sekitarnya, tidak dapat terjangkau
oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan
binatang-binatang lainnya, tidak menimbulkan
bau, mudah digunakan dan dipelihara,
sederhana desainnya dan murah juga dapat
diterima oleh pemakainya (Notoatmodjo,
2012)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti sesuai dengan pedoman
wawancara klinik sanitasi di Puskesmas
Ibrahim Adjie menunjukan sebagian
responden yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Ibrahim Adjie tidak septik tank
dalam jamban keluarga, saat ini. Upaya
mereka dalam pengelolaan limbah rumah
tangga langsung dialirkan ke sungai, sehingga
resapan tanah disekitarnya tercemar dan
berbau. Oleh karena itu petugas kesehatan
dapat memebrikan konseling pada setiap
pasien rujukan ke klinik sanitasi. Pelaksanaan,
tenaga kesehatan lingkungan menggali
data/informasi kepada pasien atau
keluarganya, sebagai berikut: 1. umum, berupa
data individu/keluarga dan data lingkungan; 2.
khusus, meliputi: identifikasi
prilaku/kebiasaan; identifikasi kondisi kualitas
kesehatan lingkungan; dugaan penyebab; dan
saran dan rencana tindak lanjut.
Hubungan Faktor risiko Air Minum
Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
bahwa menunjukan nilai OR 5.1 artinya
responden yang memiliki air minum yang
tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko
lebih besar 5.1 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki air minum
memenuhi syarat, secara statistik didapatkan
p-value 0,001 yang dinyatakan signifikan
artinya ada hubungan antara air minum dengan
kejadian diare.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya responden
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017 bahwa dari sebagian
responden menggunakan sumber air minum
dari jetpum dan tanpa ada filterisasi atau
penyaringan terlebih dahulu, sehingga ada
jumlah zat kimia yang terlarut dalam air
seperti karbon dioksida atau oksigen dalam air
aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.
Menurut World Health Organization (2012)
merekomendasikan bahwa air minum harus
mengandung magnesium dan kalsium dengan
konsentrasi minimum 10 mg/l dan 20 mg/l.
Sedangkan menurut Menkes RI tentang baku
mutu air minum menyatakan bahwa air minum
mengandung maksimal magnesium 30 mg/l,
kalisum 75 mg/l, besi 0,1 mg/l, klorida 200
mg/l, dengan kesdahan minimal 5 mg/l.
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan
memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat
sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh
secara berlainan. Terlalu sedikit atau terlalu
banyak mengkonsumsi mineral tertentu dapat
menyebabkan gangguan gizi. Mineral
digolongkan ke dalam mineral makro dan
mineral mikro. Mineral makro adalah mineral
yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih
dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro
dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang
termasuk mineral makro antara lain: natrium,
klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan
magnesium, sedangkan yang termasuk mineral
mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga
(Kristanti, 2010).
Standar kualitas air yang dinilai/ diamati
adalah kualitas airnya meliputi: kualitas fisik; (
tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna/
jernih), kualitas bakteri; kelas kualitas Total
Coli Form; A. baik ( 50), B cukup baik (51-
100), C kurang (101-1000), D amat kurang
(1001-2400), dan E sangat amat kurang
(2400), kelas kualitas Coli tinja; memenuhi
syarat ( 50 = bukan perpipaan , < 0 =
perpipaan , tidak memenuhi syarat ( = 51 =
bukan perpipaan , = 1 = perpipaan ), Parasit
dan Virus ( ada/ tidak ada), kualitas kimia; ada
zat lain yang mengganggu kesehatan, Fe, Mn,
Zn dan lain-lain
Kualitas fisik dan lingkungan sekitar sarana air
bersihnya yaitu dengan penilaian/ pengamatan
inspeksi sanitasi sering dipakai dalam
menentukan standar kualitas fisik dan
lingkungan sekitar sarana air bersih, dan
hasilnya berdasarkan IS di dapat tingkat resiko
pencemaran (rendah, sedang, tinggi dan amat
tinggi) yang dapat menunjukan adanya tingkat
pencemaran sumber air oleh limbah
organik/non organik sehinggga menurunkan
kualitas air dan merupakan kriteria adanya
mikroorganisme lain yang dapat
membahayakan kesehatan, terutama penyakit
Diare.
14STIKes Dharma Husada Bandung
Sehingga dibuktikan oleh hasil penelitian di
wilayah Ibrahim Adjie pada kelompok diare
lebih dominan berhubungan dari air minum
yaitu sangat bermakna terhadap kejadian diare,
sehingga penelitian ini dapat
direkomendasikan kepada tenaga kesehatan
untuk menindaklanjuti dengan cara
memberikan intervensi kepada responden
untuk memberikan penyuluhan tentang
kesehatan dan kualitas air minum yang
memenuhi syarat diantaranya air tidak berbau,
berasa dan mengandung mineral yang tinggi,
agar kejadian diare tidak terulang.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti secara langsung menggunakan
pedoman wawancara klinik sanitas di Ibrahim
Adjie, bahwa sebagian mereka yang di rujuk
ke klinik sanitasi menyatakan air minum yang
digunakan oleh mereka yaitu bersumber dari
jetpum, air minum yang digunakan yaitu
dengan cara isi ulang tanpa dimasak air minum
terlebih dahulu, karena belum tentu terjamin
kehyginisan dalam air tersebut dan dibuktikan
dari hasil pemeriksaan depot air minum di
wilayah puskesmas Ibrahim Adjie menunjukan
tidak baik, yaitu dilihat dari pemeriksaan
bakteriologis air minum mengandung kadar
Coliform ada 75% . Sumber air baku yang
mengandung Coliform , tidak memenuhi
syarat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
No.416/Menkes/Per/ IX/1990 kadar
maksimum yang diperbolehkan adalah
0MPN/100 mL sampel.
Pengukuran kualitas bakteriologis air minum
isi ulang dilakukan berdasarkan observasi di
Puskesmas Ibrahim Adji dan kemudian
dilakukan uji laboratorium bakteriologis
keberadaan Coliform dengan metode most
probable number (MPN) dengan standar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
persyaratan kualitas air minum yang
menyatakan bahwa di dalam 100 mL
sampel air minum yang diperiksa tidak boleh
mengandung Coliform , jadi harus nol/100
mL air sehingga bila kualitas bakteriologi air
minum ≤0 MPN/100 mL berarti air minum
tersebut memenuhi syarat (MS). Apabila air
minum >0MPN/100 mL berarti air minum
tersebut tidak memenuhi syarat (TMS)
(Kemenkes RI, 2015)
Dapat disimpulkan bahwa Air Minum dengan
isi ulang di Wilayah Puskesmas Ibrahim Adji
dinyatakan tidak Memenuhi Syarat (MS) dan
air minum mengandung mengandung Coliform
sebesar 75% . Oleh karena itu seorang petugas
konseling harus dapat menciptakan hubungan
dengan pasien/klien, dengan menunjukkan
perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku
verbal dan non verbal yang akan
mempengaruhi keberhasilan pertemuan
tersebut. Tujuan diadakannya konseling di
klinik sanitasi adalah: Menyediakan dukungan
teknis bagi mereka yang mempunyai masalah
kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis
lingkungan. Mencegah penularan penyakit
berbasis lingkungan, misalnya malaria, demam
berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare,
penyakit kulit dan lain-lain. Meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
klien/pasien untuk menggali potensi dan
sumber daya serta pelayanan kesehatan yang
dapat membantu klien memecahkan masalah
kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis
lingkungan yang mereka hadapi (Yankes,
2015).
Hubungan Faktor risiko Perilaku Cuci
Tangan Dengan Angka Kejadian Diare Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian bahwa
menunjukan nilai OR 4,3 artinya responden
yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun
setelah BAB terkena diare berisiko lebih besar
4,3 kali dibandingkan dengan responden yang
melakukan cuci tangan pakai sabun setelah
BAB, secara statistik didapatkan p-value 0,000
yang dinyatakan signifikan artinya ada
hubungan antara perilaku cuci tangan dengan
kejadian diare. Hal ini pada pasien diare yang
di rujuk ke klinik sanitasi menganggap bahwa
sebagian dari masyarakat menganggap CTPS
tidak penting, mereka tidak cuci tangan pakai
sabun setelah BAB, ketika tangan berbau,
berminyak dan kotor.
Hasil penelitian oleh kemitraan pemerintah
dan swasta tentang CTPS menunjukkan bahwa
pengetahuan masyarakat tentang CTPS sudah
tinggi, namun praktik di lapangan masih
rendah. (Mikail, 2011). Tangan adalah bagian
tubuh kita yang paling banyak tercemar
kotoran dan bibit penyakit. Ketika memegang
sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit
penyakit yang melekat pada kulit tangan kita.
Telur cacing, virus, kuman dan parasit yang
mencemari tangan, akan tertelan jika kita tidak
mencuci tangan dulu sebelum makan atau
memegang makanan. Dengan cara demikian
15STIKes Dharma Husada Bandung
umumnya penyakit cacing menulari tubuh kita.
Di samping itu, bibit penyakit juga dapat
melekat pada tangan kita setelah memegang
uang, memegang pintu kamar mandi,
memegang gagang telepon umum, memegang
mainan, dan bagian-bagian di tempat umum
(Potter & Perry, 2012).
Melalui tangan kita sendiri segala bibit
penyakit itu juga bisa memasuki mulut, lubang
hidung, mata, atau liang telinga, Karena
kebiasaan memasukkan jari ke hidung,
mengucek mata, mengorek liang telinga,
bukan pada waktu yang tepat (pada saat tangan
kotor), dan ketika jari belum dibasuh (belum
cuci tangan).
Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito
(2007) dengan melakukan studi literatur
penelitian seputar diare, mengatakan bahwa
faktor risiko diare bisa dilihat dari tiga faktor,
yaitu: faktor lingkungan (sarana air bersih dan
jamban); faktor risiko ibu (kurang
pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu) dan
faktor risiko anak (faktor gizi dan pemberian
ASI ekslusif). Data SDKI tahun 2007 juga
mengatakan bahwa anak yang tinggal di
daerah tanpa adanya sarana air bersih dan
menggunakan fasilitas kakus di sungai/danau
mempunyai prevalensi diare paling tinggi
(Depkes, 2011).
Sejalan dengan penelitian Burton (2011)
menunjukkan bahwa cuci tangan dengan
menggunakan sabun lebih efektif dalam
memindahkan kuman dibandingkan dengan
cuci tangan hanya dengan mengggunakan air
saja.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan di
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan
Batununggal tentang faktor risiko lingkungan
yang berhubungan dengan kejadian diare di
klinik sanitasi dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Angka kejadian diare di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie tahun 2017
didapatkan 50 orang dan tidak diare
sebanyak 50 orang.
2. Menunjukan faktor risiko sumber air bersih
paling banyak yang tidak memenuhi syarat
pada angka kejadian diare yaitu sebesar
72,0%, air minum sebesar 72,0%, jamban
keluarga sebesar 78,0%, dan faktor risiko
perilaku cuci tangan sebesar 92,0%
3. Terdapat hubungan antara sumber air bersih
dengan kejadian diare (p-value 0,003 dan OR
1,2);
4. Terdapat hubungan antara air minum dengan
kejadian diare (p-value 0,001 dan OR 5,1);
5. Terdapat hubungan antara jamban keluarga
dengan kejadian diare (p-value 0,002 dan OR
2,1);
6. Terdapat hubungan antara perilaku cuci
tangan dengan kejadian diare (p-value 0,000
dan OR 4,3).
Sumber air bersih di wilayah kerja UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie tidak memenuhi
syarat yaitu jarak sumber air bersih dengan
pencemaran kurang dari 10 meter, jamban
keluarga tidak mempunyai septik tank dan
langsung dialirkan ke sungai didapatkan
sebagian responden bahwa tidak mempunyai
jamban keluarga dan bekas mandi, bekas
cuci dll, air minum sebagian responden
berasal dari sumber air bersih jetpum dengan
cara isi ulang dan perilaku cuci tangan tidak
menggunakan sabun ketika atau sesudah
BAB. Dari 5 faktor risiko yang tertinggi
adalah dilihat dari nilai OR sebesar 5.1 yaitu
air minum dengan cara isi ulang tidak
dimasak, dan didukung dengan data skunder
pemeriksaan laboratorium pemeriksaan
bakteriologis Colifrom tertinggi
Saran
1. Berpartisifasi bersaama petugas kesehatan
dalam menyediakan sarana air bersih jauh
dari sumber pencemaran.
2. Tenaga kesehatan harus memberikan
konseling setiap hari diruang Klinik
Sanitasi untuk mengatasi masalah
Kesehatan Lingkungan yang dihadapi
masyarakat dan kunjungan rumah apabila
ditemukan permasalahan yang harus
segera ditangani.
3. Dapat menjadikan referensi tambahan
ilmu pengetahuan serta dimanfaatkan
untuk pengembangan ilmu peminatan
kesehatan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. EGC :
Jakarta 2014
Burton, 2011. Perilaku mencuci tangan pada
kejadian diare.
Depkes, 2011. Prevalensi Diare Dan Tanpa
Adanya Sarana Air Bersih. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2011
16STIKes Dharma Husada Bandung
Dinkes Jabar. Data Kejadian Diare 2015
Enjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung. 2014
Ficher Tambuwun, Amatus, Yudi Ismanto,
Wico Silolonga, 2015 tentang
Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Pada Anak Usia Sekolah
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu
Manado
Fiesta, Surya & Irnawati, Hubungan kondisi
lingkungan perumahan dengan kejadian
diare. .jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk
/article/download/3282/1609.2012
Iranto, 2014. Studi Kualitas Air Beberapa
Mata Air di Sekitar Bedugul. Jakarta :
EGC.
Johnston, 2015. Gerakan Nasional Cuci
Tangan Pakai Sabun.
Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan
pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian
Kesehatan RI. 2014
Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan
pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian
Kesehatan RI. 2015
Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014
Malem, 2010. Faktor risiko kejadian diare
berbasis lingkungan. Jakarta : EGC.
Mikail, 2011. Mikail, B.. Kebisaan cuci tangan
masih rendah. http://health
.kompas.Cuci.Tangan.Masih.Rendah.
Diunduh 2017
Muh.Saleh, Lia Hijriani Rachim, 2014
Tentang Hubungan Kondisi Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap
Mung Rahadi, Lilis Sulistyorini, Satya
Haksama up Evaluation of
Environmental Sanitation Hygiene
Program in Prevention of Diarrhea
Incidence in The Working Area of
Kolaka District Health Office
Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta :
EGC. 2013
Notoatmodjo, 2012. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan.Jakarta. Rhineka Cipta
Nursalam, Konsep Dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika. 2014.
Oksfriani Jufri Sumampouw, Soemarno, Sri
Andarini, Endang Sriwahyuni, 2014
tentang Environmental risk factors of
diarrhea in the coastal communities of
Manado city
Potter & Perry, 2012. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Riskesdas, 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia.
Sarudji, 2006. Manajemen Berbasis
Lingkungan Solusi Mencegah. Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Silvia. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-
Proses Penyakit. Buku 2 Edisi Jakarta :
EGC. 2010
Simanjuntak, 2013. Sarana Jamban Keluarga,
Gramedia . Jakarta.
Slamet, 2012. Kesehatan Lingkungan.
Yogyakarta Gajah Mada Pres.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta.
Suharyono, Diare Akut, Jakarta : Gramedia.
2013
Syarifuddin, dkk. Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan. Jakarta. : Depdikbud. 2012
Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, Arifin
Seweng. Tentang Hubungan
Pelaksanaan Klinik Sanitasi Dengan
Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar
Warsito, 2013. Program Pemberantasan Diare.
Semarang
WHO. Data tentang Kejadian Penyakit
Berbasis Lingkungan. 2013
Wibowo 2014. Hubungan Sanitasi Lingkungan
Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare
Di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo
Kecamatan Murhum Kota Baubau
Wibowo, 2015. Hubungan Sanitasi
Lingkungan Rumah Tangga Dengan
Kejadian Diare Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kalimantan.
Wong. Pengkajian pada anak diare. Jakarta :
EGC. 2014
Yankes, 2015. Pedoman Klinik Sanitasi.
Pelayanan Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

More Related Content

What's hot

Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...
Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...
Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...annisakusumawardani23131129
 
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembarangan
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembaranganLaporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembarangan
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembaranganraudlatulm
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanDinnurAulia
 
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci TanganIKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tanganannisakusumawardani23131129
 
Program penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganProgram penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganDR Irene
 
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksanaHafiz Duallist
 
Bab i juga
Bab i jugaBab i juga
Bab i jugadhihyah
 
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdf
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdfMinati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdf
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdfMinatiWidiyaAstuti
 
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putih
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putihpengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putih
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putihBerta Trifina
 
Week 03 konsep hubungan manusia dengan lingkungan
Week 03   konsep hubungan manusia dengan lingkunganWeek 03   konsep hubungan manusia dengan lingkungan
Week 03 konsep hubungan manusia dengan lingkungansunarto bin sudi
 
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...Toriq Pavana
 
Program kesling di puskesmas
Program kesling di puskesmasProgram kesling di puskesmas
Program kesling di puskesmasJoni Iswanto
 

What's hot (20)

Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...
Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...
Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare denga...
 
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembarangan
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembaranganLaporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembarangan
Laporan tahap 1 tingkat kesadaran manusia dalam membuang sampah sembarangan
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
Kesehatan lingkungan lilik pranata
Kesehatan lingkungan lilik pranataKesehatan lingkungan lilik pranata
Kesehatan lingkungan lilik pranata
 
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci TanganIKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
 
Program penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganProgram penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkungan
 
Makalah KLB DIARE klp 2
Makalah KLB DIARE klp 2Makalah KLB DIARE klp 2
Makalah KLB DIARE klp 2
 
59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v
 
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana
255254380 md-3-kebijakan-program-penyehatan-lingkungan-terampil-pelaksana
 
Bab i juga
Bab i jugaBab i juga
Bab i juga
 
dengue fever management
dengue fever managementdengue fever management
dengue fever management
 
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdf
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdfMinati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdf
Minati Widiya Astuti_1710912420014_Jurnal.pdf
 
Proposal
Proposal Proposal
Proposal
 
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putih
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putihpengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putih
pengaruh jumlah edukasi kebiasaan minum air putih
 
Program kesling (2)
Program kesling (2)Program kesling (2)
Program kesling (2)
 
Week 03 konsep hubungan manusia dengan lingkungan
Week 03   konsep hubungan manusia dengan lingkunganWeek 03   konsep hubungan manusia dengan lingkungan
Week 03 konsep hubungan manusia dengan lingkungan
 
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...
Penyehatan sanitasi bangunan, ruangan, dan halaman by muhammad toriq, stikes ...
 
Program kesling di puskesmas
Program kesling di puskesmasProgram kesling di puskesmas
Program kesling di puskesmas
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Klinik sanitasi 1
Klinik sanitasi 1Klinik sanitasi 1
Klinik sanitasi 1
 

Similar to Jurnal faktor risiko diare pada klinik sanitasi

Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasional
Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasionalData dan fakta terkait « sekretariat stbm nasional
Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasionalFadhil Hayat
 
12. naskah publikasi
12. naskah publikasi12. naskah publikasi
12. naskah publikasiAdi Pusaka
 
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptx
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptxGAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptx
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptxMichaelAngeloTandiay2
 
Program penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganProgram penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganDR Irene
 
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diare
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diareJurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diare
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diarenrukmana rukmana
 
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)Rinaa Anggraini
 
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfJURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfsriwahyuni25836
 
Ppt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanPpt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanFKMAP13
 
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptx
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptxstbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptx
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptxekoprihantono3
 
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptx
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptxSTBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptx
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptxekohartono20
 
Tugas dekan penyakit dbd
Tugas dekan penyakit dbdTugas dekan penyakit dbd
Tugas dekan penyakit dbddenis41
 
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBM
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBMPolicy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBM
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBMReza Hendrawan
 
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdfMihraRegitasari
 
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF Indonesia
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF IndonesiaPolicy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF Indonesia
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF IndonesiaReza Hendrawan
 

Similar to Jurnal faktor risiko diare pada klinik sanitasi (20)

Jurnal klinik sanitasi
Jurnal klinik sanitasiJurnal klinik sanitasi
Jurnal klinik sanitasi
 
Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasional
Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasionalData dan fakta terkait « sekretariat stbm nasional
Data dan fakta terkait « sekretariat stbm nasional
 
12. naskah publikasi
12. naskah publikasi12. naskah publikasi
12. naskah publikasi
 
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptx
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptxGAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptx
GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA RUMAH PENDERITA (1) (1).pptx
 
Program penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkunganProgram penyehatan lingkungan
Program penyehatan lingkungan
 
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diare
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diareJurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diare
Jurnal status gizi yang berhubungan dengan kejadian diare
 
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara (indonesia)
 
1.KAK klinik sanitasi.doc
1.KAK klinik sanitasi.doc1.KAK klinik sanitasi.doc
1.KAK klinik sanitasi.doc
 
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfJURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
 
3661 6909-1-sm
3661 6909-1-sm3661 6909-1-sm
3661 6909-1-sm
 
Ppt air & kesehatan
Ppt air & kesehatanPpt air & kesehatan
Ppt air & kesehatan
 
Perencanaan program
Perencanaan programPerencanaan program
Perencanaan program
 
STBM dan STUNTING.ppt
STBM dan STUNTING.pptSTBM dan STUNTING.ppt
STBM dan STUNTING.ppt
 
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptx
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptxstbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptx
stbmdanstunting-230316074652-ca2adcd4.pptx
 
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptx
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptxSTBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptx
STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ) PP.pptx
 
Tugas dekan penyakit dbd
Tugas dekan penyakit dbdTugas dekan penyakit dbd
Tugas dekan penyakit dbd
 
Laporan pkm fogging
Laporan pkm foggingLaporan pkm fogging
Laporan pkm fogging
 
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBM
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBMPolicy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBM
Policy Brief Sinergi Sanitasi Sekolah - STBM
 
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf
134-Article Text-520-1-10-20190915.pdf
 
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF Indonesia
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF IndonesiaPolicy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF Indonesia
Policy Brief Sanitasi Sekolah 2017 - UNICEF Indonesia
 

More from nrukmana rukmana

Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil
Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamilJurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil
Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamilnrukmana rukmana
 
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMILPERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMILnrukmana rukmana
 
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawatJurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawatnrukmana rukmana
 
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campakJurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campaknrukmana rukmana
 
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campakJurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campaknrukmana rukmana
 
Jurnal pola asuh pada usia dini
Jurnal pola asuh pada usia diniJurnal pola asuh pada usia dini
Jurnal pola asuh pada usia dininrukmana rukmana
 
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulanJurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulannrukmana rukmana
 
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balita
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balitaJurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balita
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balitanrukmana rukmana
 
Jurnal pemberdayaan mayaraka
Jurnal pemberdayaan mayarakaJurnal pemberdayaan mayaraka
Jurnal pemberdayaan mayarakanrukmana rukmana
 
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilJurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilnrukmana rukmana
 
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partum
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partumJurnal pantangan perilaku pada ibu post partum
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partumnrukmana rukmana
 
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangJurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangnrukmana rukmana
 
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan  perilaku merokokJurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan  perilaku merokok
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokoknrukmana rukmana
 
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajarJurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajarnrukmana rukmana
 
Jurnal faktor risiko hipertensi
Jurnal faktor risiko hipertensiJurnal faktor risiko hipertensi
Jurnal faktor risiko hipertensinrukmana rukmana
 

More from nrukmana rukmana (20)

Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
 
Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
 
Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil
Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamilJurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil
Jurnal Pola makan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil
 
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMILPERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
 
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawatJurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat
Jurnal hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat
 
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campakJurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
 
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campakJurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
Jurnal evaluasi perencanaan program imunisasi campak
 
Bentuk jurnal penelitian
Bentuk jurnal penelitianBentuk jurnal penelitian
Bentuk jurnal penelitian
 
Jurnal pola asuh pada usia dini
Jurnal pola asuh pada usia diniJurnal pola asuh pada usia dini
Jurnal pola asuh pada usia dini
 
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulanJurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan
Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan
 
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balita
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balitaJurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balita
Jurnal perilaku ibu dalam pemberian makan balita
 
Jurnal penelitian omsk
Jurnal penelitian omskJurnal penelitian omsk
Jurnal penelitian omsk
 
Jurnal pemberdayaan mayaraka
Jurnal pemberdayaan mayarakaJurnal pemberdayaan mayaraka
Jurnal pemberdayaan mayaraka
 
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilJurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
 
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partum
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partumJurnal pantangan perilaku pada ibu post partum
Jurnal pantangan perilaku pada ibu post partum
 
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangJurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
 
Jurnal karies gigi
Jurnal karies gigiJurnal karies gigi
Jurnal karies gigi
 
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan  perilaku merokokJurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan  perilaku merokok
Jurnal hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok
 
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajarJurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar
Jurnal faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar
 
Jurnal faktor risiko hipertensi
Jurnal faktor risiko hipertensiJurnal faktor risiko hipertensi
Jurnal faktor risiko hipertensi
 

Recently uploaded

TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 

Jurnal faktor risiko diare pada klinik sanitasi

  • 1. 1STIKes Dharma Husada Bandung FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI KLINIK SANITASI UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG Dra. Nina Rosliana. MT1 , Suparni, ST., M.KKK2 , Siani Mona, S.KM 123 Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Dharma Husada Bandung Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung ABSTRAK Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh masalah lingkungan. Data angka kejadian diare di Ibrahim Adjie tahun 2015 yaitu 1.429 orang. Faktor risiko lingkungan yang dapat mempengauhi diantaranya adalah sumber air bersih, air minum, jamban keluarga, perilaku cuci tangan. Di Kota Bandung fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas umum 4,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian diare di Klinik Sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan Batununggal Kota Bandung 2017. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey case control dengan pendekatan retrospektif. Jumlah populasi sebanyak 100 orang terdiri dari 50 sampel kasus dan 50 orang sampel kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yaitu panduan pedoman wawancara klinik sanitasi. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian m enunjukan bahwa yang tidak memenuhi syarat adalah ; sumber air bersih (72,0%), air minum (72,0%), jamban keluarga (78,0%), dan perilaku cuci tangan (92,0%). Hasil penelitian juga menunjukan adanya hubungan sumber air bersih (p-value 0,003 dan OR 1,2), jamban keluarga (p- value 0,002 dan OR 2,1), air minum (p-value 0,001 dan OR 5,1), perilaku cuci tangan (p-value 0,000 dan OR 4,3) dengan kejadian diare. Saran diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi bersama petugas kesehatan dalam pencegahan diare, sehingga angka kejadian diare dapat diturunkan khususnya di wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie. Kata Kunci : Diare, Klinik Sanitasi, Lingkungan THE ENVIRONMENT RISK FACTORS ASSOCIATED WITH THE INCIDENCE OF DIARRHEA IN SANITATION CLINIC UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE DISTRICTS BATUNUNGGAL BANDUNG 2017 Diarrheal disease is still a health problem for the people of Indonesia caused by environmental problems. Data on the incidence of diarrhea in Ibrahim Adjie in 2015 is 1,429 people. Environmental risk factors that can mengengauhi include clean water sources, drinking water, family toilet, handwashing behavior. In Kota Bandung, BAB owns 76.2% of facilities, 6.7% owned by public and 4.2% of public facilities. The purpose of this study is to know the environment risk factors associated with the incidence of diarrhea in Sanitation Clinic UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Districts Batununggal Bandung 2017. Type of case survey research with retrospective approach. The total population of 100 people consists of 50 case samples and 50 control samples. The research instrument used is questionnaire. The analysis used univariate and bivariate with chi square test. The results showed that each of them did not meet the requirements of clean water sources (72,0%), drinking water (72,0%), family latrines (78,0%), , handwashing behavior (92,0%). And there are relation of source of clean water (p-value 0,003 and OR 1,2), family toilet (p-value 0,002 and OR 2,1), drinking water (p-value 0,001 and OR 5,1), hand washing behavior with The incidence of diarrhea (p-value 0.000 and OR 4.3). Suggestions are expected by the community to be able to participate with health workers in prevention of diarrhea, so that the incidence of diarrhea can be decreased especially in the ward of Ibrahim Adjie health center.
  • 2. 2STIKes Dharma Husada Bandung PENDAHULUAN Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya meliputi sumber air bersih, penyediaan air minum, pengelolaan air limbah serta jamban keluarga. Sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit risiko berbasis lingkungan (WHO, 2015) Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk diperhatikan, karena lingkungan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu program yang dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan adalah pelayanan klinik sanitasi. Ruang lingkup klinik sanitasi tersebut antara lain mencakup: perumahan, pengelolaan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air kotor (air limbah), sanitasi tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan (Entjang, 2014). Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare (Kemenkes RI, 2015). Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2010-2014 kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2010 penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2011 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2013 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2014 menjadi 411/1000 penduduk (SDG, 2016). Penyakit berbasis lingkungan yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), Tuberculosis (TB), kecacingan, dan penyakit kulit dan diare. Penularan penyakit diare karena infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat (Syarifuddin, dkk. 2012). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong terjadinya diare yaitu Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga semakin meningkat. Persediaan air yang tidak aman dan tingkat sanitasi yang tidak memadai meningkatkan penularan penyakit diare (termasuk kolera). Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah memperoleh akses ke fasilitas sanitasi meningkat sejak tahun 1990, cakupan global saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun 2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit berbasis lingkungan dilihat berdasarkan media/cara penularannya yaitu melalui udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD sedangakan melalui makanan, air dan lainnya yaitu diare (Riskesdas, 2013). Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan pada masyarakat 25,2%, pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%), dan angka kematian akibat ISPA pneumonia pada masyarakat sebesar 1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20% (Kemenkes RI, 2015). Di Jawa Barat 2014 prevalensi pencapaian sanitasi yang buruk dapat menyebabkan diare adalah sebesar 90%. Sedangkan prevalensi askariasis pada tahun 2015 di daerah kumuh dengan kejadian diare adalah 82,4% sampai 90,6% (Dinkes Jabar, 2015). Data kunjungan klinik sanitasi yang dilihat dari data 3 tahun
  • 3. 3STIKes Dharma Husada Bandung terakhir bahwa penyakit diare sebesar 260 orang dengan ditunjukan pada seluruh kelompok umur yaitu tahun 2013 sebesar 78 orang tahun 2014 sebesar 82 orang dan tahun 2015 menunjukan angka kejadian semakin tinggi dan meningkat menjadi sebesar 100 orang, oleh karena itu, jika dalam pemberantasannya hanya menonjolkan aspek kuratif dan rehabilitatif, tentu tidak akan maksimal. Dalam memberantas penyakit ini, yang perlu dilakukan adalah mengubah pola hidup dan tingkah laku masyarakat dengan menggencarkan aspek promotif dan preventif (Puskesmas Ibrahim, Adjie, 2015). Kota Bandung dilihat berdasarkan data rumah tangga tahun 2015 menunjukkan kejadian diare dengan rumah tangga di Kota Bandung menggunakan fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas umum 4,2% (Dinkes Kota Bandung, 2015). Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Hasil penelitiannya menunjukan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan seperti sumber air bersih, air minum, jamban keluarga, jamban keluarga dan perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong terjadinya diare yaitu faktor lingkungan fisik. Faktor faktor risiko lingkungan merupakan faktor yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pengelolaan tinja, kedua faktor berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat. Sedangkan faktor perilaku tidak sehat yang dapat menyebabkan penyebaran kuman infeksi dan meningkatkan risiko diare antara lain adalah buang air besar, tidak membuang tinja dengan benar, dan masih banyak lingkungan yang belum mempunyai jamban. Sanitasi faktor risiko lingkungan yang mendukung berupa ketersediaan sumber air, ketersediaan jamban, dapat menurunkan sumber penularan penyakit yang dapat memicu terjadinya diare. Rendahnya mutu sanitasi faktor risiko lingkungan merupakan keadaan potensial menjadi sumber penularan penyakit diare (Dwianto, 2010). Faktor lain yang dapat menyebabkan diare yaitu pengetahuan ibu dan ketersediaan jamban mempengaruhi kejadian diare, dimana pengetahuan yang rendah serta ketersediaan jamban yang tidak memenuhi syarat memperbesar kemungkinan kejadian diare. Pengetahuan yang rendah menyebabkan seseorang kurang memahami dan mengetahui sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga tidak mampu melakukan tata laksana pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban yang memenuhi syarat kesehatan memperbesar penularan diare yang dapat melalui air atau serangga yang hinggap di tinja penderita diare lalu hinggap dimakanan (Notoatmodjo, 2012). Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan sosio kultural. John Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor yaitu faktor lingkungan (environment), pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent). Timbulnya penyakit bila terjadi ketidakseimbangan di antara ketiga faktor tersebut, misalnya penyakit terjadi karena faktor lingkungan yang jelek, atau berkembangnya kuman penyakit atau daya tahan tubuh yang rendah untuk melawan infeksi kuman penyakit (Yankes, 2015) Penelitian sejenis Muh.Saleh, Lia Hijriani Rachim, 2014 Tentang Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap dapat menyimpulkan bahwa memiliki hubungan seperti penyediaan air bersih, jamban keluarga dan saluran air limbah dengan kejadian diare. Jamban yang tidak bersih bisa menjadi sumber persebaran bakteri penyebab penyakit diare Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Mung Rahadi (2015) tentang evaluasi sanitasi lingkungan yang buruk terhadap kejadian diare pada penelitianya dapat disimoulkan bahwa tanah, sumber air merupakan penyebab diare. Klinik sanitasi merupakan salah satu upaya puskesmas yang dilaksanakan secara integratif
  • 4. 4STIKes Dharma Husada Bandung terhadap penanganan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas dapat meningkatkan kuantitas 17– 27% dan kualitas 24% sarana air bersih dan jamban keluarga (Kemenkes RI, 2015). Menurut Hasanuddin (2013) bahwa tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Menurut data 10 penyakit yang berkunjung ke klinik sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie diketahui yaitu sebagai berikut diare sebanyak 100 orang, TB paru sebanyak 50 orang, ISPA 22 orang, Malaria 12 orang, DBD 8 orang, Cikungunya 8 orang, Scabies 3 orang, Kulit 3 orang, dan Dermatitis Alergi 2 orang. Berdasarkan data tersebut merupakan data terbanyak yaitu pasien yang di rujuk ke klinik sanitasi diantaranya adalah diare. Puskesmas Ibrahim Adjie terdiri dari 3 kelurahan yaitu Kelurahan Kebon Waru, Kelurahan Kebon Gedang dan Kelurahan Cibangkong, jumlah penderita diare tahun 2015 adalah sebanyak 1.429 penderita, sedangkan pasien diare yang di rujuk ke klinik sanitasi yaitu sebanyak 50 orang dan pada penelitian ini yang peneliti ambil yaitu pasien yang dirujuk ke klinik sanitasi sebanyak 50 orang. Adapun Jumlah KK yang menggunakan sarana air bersih tahun 2015 yang memenuhi syarat adalah 42%, KK yang menggunakan jamban sebanyak 42,5 % sedangkan yang menggunakan 23,52% serta jumlah rumah sehat adalah 34,12%, sedangkan rumah tangga yang menggunakan sarana air bersih di wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie adalah 59,23%, jamban yang memenuhi syarat 56,47% dan rumah yang mempunyai SPAL 22,60%. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian diare diantaranya yaitu penyediaan air bersih, jamban keluarga dan air minum, perilaku cuci tangan. Pelaksanaan Klinik Sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie sudah berjalan 6 tahun yaitu dari tahun 2010-2016, akan tetapi target pencapaian sasaran untuk masyarakat yang mandiri, berkualitas dan berdaya saing diantaranya yaitu meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi masyarakat yang bermutu, merata dan terjangkau dan meningkatnya kesadaran individu, keluarga dan masyarakat melalui promosi, pemberdayaan dan penyehatan lingkungan belum optimal. Target pelayanan dasar klinik sanitasi dari tahun 2010-2016 hanya sebesar 65%, sedangkan target yang ingin dicapai di tahun 2018 yaitu sebesar 95%. Kondisi dan fenomena program klinik sanitasi yang ada di Puskesmas Ibrahim Adjie yaitu di kepalai oleh petugas kesehatan lingkungan dengan sasaran program klinik sanitasi meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya. Petugas klinik sanitasi di Ibrahim Adjie dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas oleh petugas sanitasi dibantu oleh petugas kesehatan lain dan masyarakat, serta kader. Kegiatan dalam gedung difokuskan pada identifikasi penyakit yang diderita pasien, kegiatan konseling, penyuluhan dan membuat perjanjian untuk kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar. Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan ketepatan jenis intervensi yang akan dilakukan. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Ibrahim Adjie tahun 2016. Hasil wawancara terhadap 10 pasien, 6 orang diantaranya tidak memahami bagaimana cara pencegahan diare di lingkungan sekitarnya, hal tersebut menurut pernyataan pasien terhadap pelaksanaan klinik sanitasi sumber air bersih berasal dari sumur
  • 5. 5STIKes Dharma Husada Bandung gali yang jaraknya kurang dari 10 meter dari pengelolaan air limbah dan septik tank, sehingga keadaan warna dan fisik air bersih tersebut berwarna kuning dan berbau, selain itu ada 4 orang lainya menyatakan tidak mengerti bagaimana melaksanakan kebersihan dilingkungan sekitarnya dan ada sampah bekas limbah rumah tangga yang langsung dialirkan ke sungai disekitar tempat mereka tinggal. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di tempat tersebut, dengan tentang faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian diare di klinik sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan Batununggal Kota Bandung 2017. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survey case control, dengan pendekatan retrospektif. Retrospektif adalah penelitian untuk melihat faktor risiko akibat yang telah terjadi terhadap masalah kebelakang, dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat yang telah terjadi ( Variabel Independen Variabel independen penelitian ini yaitu faktor risiko lingkungan yaitu Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Variabel dependen penelitian ini yaitu kejadian diare. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah data pasien dilihat dari 3 tahun yang dirujuk di klinik sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie dan di rata-ratakan yaitu 100 orang. Sampel Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tekhnik Total Sampling. Pengambilan sampel dengan Total Sampling, yaitu di dasarkan pada jumlah populasi yang kurang dari 100 orang, maka jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu 50 orang kelompok kasus (diare) dan 50 orang kelompok kontrol (tidak diare) yaitu pasien yang dirujuk ke Klinik Sanitasi. Jadi jumlah sampel yang digunkan pada penelitian ini yaitu 100 orang. Pada penelitian ini pemilihan sampel menggunakan kriteria : Kriteria Insklusi 1) Semua responden yang berkunjung ke Puskesmas dan dirujuk ke Klinik Sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie 2) Responden yang mempunyai KK dan bukan penghuni kost di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kriteria Eksklusi 1) Responden yang tidak dirujuk ke Klinik Sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie 2) Bukan pasien luar wilayah Puskesmas Ibrahim Adjie Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dengan cara menggunakan lembar kuesioner sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) klinik sanitasi di puskesmas. Kuesioner adalah data primer yang digunakan peneliti untuk mengukur faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian diare meliputi Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan. Pada kuesioner ini yang peneliti gunakan yaitu kuesioner, jadi pada saat pelaksanaan klinik sanitasi didalam gedung sesuai pedoman wawancara klinik sanitasi (Yankes, 2015). Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengisian kuesioner sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) klinik sanitasi di puskesmas yaitu tentang faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian diare meliputi Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan. Data sekunder yaitu data yang sudah ada meliputi jumlah data pasien yang dilihat dari data register dengan rujukan pasien ke klinik sanitasi sebanyak 100 orang. Adapun langkah – langkah pengumpulan data pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
  • 6. 6STIKes Dharma Husada Bandung Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan data yang telah dilakukan untuk proses analisis data yaitu Editing data, Coding (Pengkodean), Data Entry (Pemasukan Data), Cleaning Data (Pembersihan Data) Analisis Data Analisis Univariat Menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yaitu Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan dan setiap variabel pada analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Rumus persentase frekuensi sebagai berikut: Keterangan : P : presentase untuk setiap kategori f : jumlah setiap kategori N : jumlah total responden Bivariat Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan yang berhubungan dengan variabel terikat yaitu kejadian diare. Penelitian ini analisis yang digunakan yaitu uji Chi Square dengan syarat uji tersebut yaitu data yang didistribusikan berbentuk nominal dan dilakukan uji Chi- Square dengan kategori (Nominal) atau berbentuk angka (Numerik) dan ditentukan nilai OR nya. (Sugiyono, 2014) dengan penyajian data dalam bentuk tabel silang. Rumus Uji Chi-Square sebagai berikut : Keterangan: x2 : Nilai Chi kuadrat fo : Frekuensi yang diobservasi fh : frekuensi yang diharapkan dimana : fe = fe = frekuensi yang diharapkan ∑ f k = jumlah frekuensi pada kolom ∑ fb = jumlah frekuensi pada baris ∑T = jumlah keseluruhan baris atau kolom Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak atau Ho diterima. Syarat uji chi square adalah tabel harus menggunakan 2x2, digunakan tingkat kepercayaan 95%. Ketentuan pengujian dengan Chi Square adalah jika p value ≤ alpha (0,05) maka ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel, tetapi jika p value > alpha (0,05) maka tidak ada hubungan yang signifikan antara keduanya (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji chie square menunjukan p-value≤0,05 artinya HO ditolak yang berarti ada hubungan antara variabel independen (Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan) dengan variabel dependen (kejadian diare) Pada tabulasi silang 2x2 akan dicari nilai OR (Odds Ratio) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Selain itu juga akan dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi- square untuk mengetahui kemaknaan hubungannya secara statistik. Uji Chi-square dipilih sesuai dengan kegunaanya, yaitu untuk menguji independensi diantara dua variabel, menguji perbedaan proporsi atau persentase antara beberapa kelompok data dan juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik. Odds Ratio (OR) = ad bc Interpretasi Odds Ratio: OR = 1 : tidak ada asosiasi antara faktor dengan penyakit (tidak ada hubungan) OR > 1 : ada asosiasi positif antara faktor risiko dengan penyakit (ada hubungan/mempertinggi risiko) OR < 1 : ada sosiasi negatif antara faktor risiko dengan penyakit (tidak ada hubungan/mengurangi risiko) Interval estiment OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan sebesar 95% CI (confident interval) : Batas Atas : 95% CI = OR (1+Z/X) Batas Bawah :05% CI = OR (1-Z/X)
  • 7. 7STIKes Dharma Husada Bandung Hasil Penelitian Tabel 4.1 Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Kejadian Diare Kejadian Diare Diare Tidak Diare f % f % Kejadian Diare Diare 50 100 - - Tidak Diare - - 50 100 Total 50 100 50 100 Tabel 4.1 diketahui angka kejadian diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 sebanyak 50 orang dan tidak diare sebanyak 50 orang Tabel 4.2 Faktor Risiko Sumber Air Bersih, Jamban Keluarga, Air Minum, Perilaku Cuci Tangan Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Variabel Penelitian Kejadian Diare Diare Tidak Diare Sumber Air Bersih (SAB) MS 14 28,0 30 60,0 TMS 36 72,0 20 40,0 Total 50 100 50 100 Air Minum MS 14 28,0 31 62,0 TMS 36 72,0 19 38,0 Total 50 100 50 100 Jamban Keluarga (JAGA) MS 11 22,0 27 54,0 TMS 39 78,0 23 46,0 Total 50 100 50 100 Perilaku Cuci Tangan Ya 4 8,0 20 40,0 Tidak 46 92,0 30 60,0 Total 50 100 50 100 Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat Tabel 4.2 menunjukan bahwa paling banyak sumber air minum yang tidak memenuhi syarat pada angka kejadian diare yaitu sebesar 72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 40,0%. Faktor risiko yang dilihat berdasarkan air minum yang tidak memenuhi syarat pada kelompok diare yaitu sebesar 72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 38,0%. Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat pada kelompok diare yaitu sebesar 78,0% dan pada kelompok tidak diare sebanyak 46,0%. Sedangkan untuk faktor risiko perilaku cuci tangan menunjukan sebagian besar responden tidak melakukan cuci tangan yaitu pada kelompok diare sebesar 92,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 60,0%. Tabel 4.3 Hubungan Faktor Risiko Sumber Air Bersih, Air Minum, Jamban Keluarga, Perilaku Cuci Tangan Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 1,2 artinya responden yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 1,2 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare. Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 5,1 artinya responden yang memiliki air minum yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 5,1 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki air minum yang memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,001 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara air minum dengan kejadian diare. Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 2,1 artinya responden yang memiliki jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban keluarga memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,002 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara jamban keluarga dengan kejadian diare. Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 4,3 artinya responden yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun setelah BAB terkena diare Variabel Diare Tidak Diare OR 95 % CI P f % f % Sumber Air Bersih (SAB) MS 14 28,0 30 60,0 1,2 1,1 - 3,5 0,003 TMS 36 72,0 20 40,0 Air Minum MS 14 28,0 31 62,0 5,1 4,2 - 7,3 0,001 TMS 36 72,0 19 38,0 Jamban Keluarga (JAGA) MS 11 22,0 27 54,0 2,1 2,2 - 2,4 0,002 TMS 39 78,0 23 46,0 Perilaku Cuci Tangan Ya 4 8,0 20 40,0 4,3 4,2 - 8,1 0,000 Tidak 46 92,0 30 60,0 Total 50 100 50 100
  • 8. 8STIKes Dharma Husada Bandung berisiko lebih besar 4,3 kali dibandingkan dengan responden yang melakukan cuci tangan pakai sabun setelah BAB, secara statistik didapatkan p-value 0,000 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare. Tabel 4.4 Nilai Odd Ratio (OR) Variabel OR 95% CI Sumber air bersih 1,2 1,1-3,5 Air minum 5,1 4,2-7,3 Jamban keluarga 2,1 2,2-2,4 Perilaku cuci tangan 4,3 4,2-8,1 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui nilai OR yang paling berisiko terhadap angka kejadian diare yaitu air minum yang didapatkan OR terbesar 5,1 yang artinya pasien yang dirujuk ke klinik sanitasi dengan air minum yang tidak memenuhi syarat akan berisiko lebih besar 5.1 terhadap kejadian diare dibandingkan pada pasien yang memiliki air minum yang memenuhi syarat. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui bahwa angka kejadian diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 sebanyak 50 orang dan tidak diare sebanyak 50 orang. Hal ini pada responden yang mengalami diare dipengaruhi oleh faktor risiko lingkungan seperti Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), dan air minum yang tidak memenuhi syarat, serta perilaku resonden dalam melakukan cuci tangan setelah BAB tidak menggunakan sabun sehingga ia terkena diare. Pada dasarnya tingginya angka kejadian diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yag disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga semakin meningkat. Hal ini diperkuat oleh hasil Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Hasil penelitiannya menunjukan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Menurut Hasanuddin (2013) menjelaskan bahwa penularan penyakit diare karena infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat. Selain itu hasil penelitian di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 sebagai berikut :Sebagian besar memperoleh air bersih dari jetpum, dan besar kemungkinan jetpum terkontaminasi dengan besi yang berkarat, sehingga air menjadi berwarna dan berbau, selain itu sebagian responden tidak memiliki jamban keluarga, pengelolaan limbah sisa pemakaian, seperti bekas mencuci dan mandi di alirkan langsung ke sungai, sehingga resapan air tanah di lingkungannya menjadi tercemar. Menurut Syarifuddin, dkk. (2012) menyatakan bahwa jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat Persediaan air yang tidak aman dan tingkat sanitasi yang tidak memadai meningkatkan penularan penyakit diare (termasuk kolera). Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah memperoleh akses ke fasilitas sanitasi meningkat sejak tahun 1990, cakupan global saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun 2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar juga akan diperlukan baik di luar 2015 sebagai tantangan baru untuk dunia yang harus dihadapi dalam mempertahankan dan mengukur kemajuan yang berarti, misalnya memastikan akses ke air minum yang aman dan sanitasi dasar (WHO, 2015). Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit berbasis lingkungan berdasarkan media/cara penularan melalui udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD sedangakan melalui makanan, air dan lainnya yaitu diare (Riskesdas, 2013).
  • 9. 9STIKes Dharma Husada Bandung Faktor Risiko Sumber Air, Jamban Keluarga, Air Minum, Perilaku Cuci Tangan Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa paling banyak sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat pada kejadian diare yaitu sebesar 72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 60,0%. Hal ini dipengaruhi oleh penyediaan air bersih kebanyakan responden gunakan yaitu berasal dari jetpum dan jarak pengelolaan air bersih dilingkungan mereka sebagian berjarak <10 meter dengan pencemaran. Upaya ketersediaan air bersih yang merupakan milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari dan sistem persediaan air bersih perkotaan pada umumnya tidak terawat dan rusak, sehingga air mengandung bakteri patogen atau zat-zat terlarut lainnya dapat berakibat langsung pada kesehatan. Selain itu Pemukiman yang padat memungkinkan tercemarnya air sumur oleh kotoran, karena letak sumur berdekatan dengan septic tank (WC) atau berdekatan dengan saluran pembuangan limbah rumah tangga/pabrik (Sarudji, 2013). Air yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu Air harus jernih atau tidak keruh. Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya.Tidak berwarna. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik , selokan, air sumur yang tercemar dan lain- lain (Sarudji, 2013). Kemudian syarat selanjutnya adalah rasanya tawar. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.Tidak berbau. Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang sedang didekomposisi (diuraikan) oleh mikroorganisme air (Sarudji, 2013). Berikut inpeksi sanitasi yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie sesuai data di Puskesmas menunjukan syarat IS dapat terlihat pada grafik sebagai berikut : Garfik 4.1 Inpeksi Sanitasi Sumber Air Bersih Di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie (2015) Hasil Pemeriksaan Kimia Sumber Air Bersih yang digunakan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie. Berdasarkan Parameter pH Air dengan rincian yaitu sumur gali (jutpam), Sumur pompa tangan (SPT) dan Penampungan Air hujan (PAH) semuanya tidak memenuhi syarat kimia air yaitu didapatkan tinggi sebesar 68%, sedang 18% dan rendah 14%, dari angka tersebut bahwa sumber air bersih adalah tidak mencapai 100% yang artinya kurang baik, sehingga Kesadahan air dapat diakibatkan oleh kandungan ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) . Hal ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar peralatan yang dipergunakan untuk merebus air terdapat kerak atau endapan. Air sadah dapat juga mengandung ion-ion Mangan (Mn2+) dan besi (Fe2+) yang memberikan rasa anyir pada air dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan pada peralatan dan pakaian yang dicuci (Sarudji, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa faktor risiko yang dilihat berdasarkan air minum yang tidak memenuhi syarat pada kelompok diare yaitu sebesar 0 10 20 30 40 50 60 70 68 18 14 TINGGI SEDANG RENDAH
  • 10. 10STIKes Dharma Husada Bandung 72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 62,0%. Hal ini pada kelompok kejadian diare disebabkan oleh air minum yang tercemar mikroorganisme, karena sebagian responden di wilayah tersebut air yang digunakan untuk minum mereka didapatkan dari sumber air jetpum, besar kemungkinan jetpum yang digunakan responden terkontaminasi oleh besi karat, sehingga air berasa dan berbau tapa dilakukan filter terlebih dahulu. Hasil air minum sumber jetpum dan air minum yang digunakan isi ulang. Berikut hasil IS berdasarkan air minum yang diperoleh dari data skunder di Puskesmas Ibrahim Adjie tahun 2015 dapat terlihat pada grafik sebagai berikut : Garfik 4.2 Inpeksi Sanitasi Air Minum Di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie (2015) Pengukuran parameter mikrobiologi : MPN Coliform uji laboratorium dengan tiga tahap tes perkiraan, tes penegasan, dan tes lengkap (complet test). Hasil pemeriksaan laboratorium berdasarkan MPN Coliform per 100 ml sampel air yang diperoleh dari kualitas air bersih dimana MPN Coliform yaitu 0/100 ml sampel air, terdiri dari sumur gali (jetpum) tidak memenuhi syarat yaitu MPN Coliform diatas 0/100 ml dan sumur pompa tangan (SPT) memenuhi syarat, sumur pompa tangan (SPT) tidak memenuhi syarat sesuai dengan pemenkes dimana MPN Coliform yaitu diatas 0/100 ml sampel air. Diketahui uji laboratorium yang dilakukan puskesmas Ibrahim Adjie yang dilakukan di Dinkes Kota Bandung menunjukan Coliform tertinggi yaitu 75 sedang 17 dan rendah 14. MPN (Multi Probable Number) Coliform adalah perkiraan terdekat jumlah bakteri Coliform dalam 100 cc air. Dan tujuannya untuk mengetahui berapa jumlah MPN Coliform dalam 100 ml sampel berdasarkan Permenkes RI No. 416 / Menkes / Per / IX / 1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih (Kemenkes RI, 2015). Bakteri Coliform merupakan jasad indikator di dalam substrat air, bahan makanan, saluran pencernaan manusia dan sebagainya untuk kehadiran jasad berbahaya/patogen. Apabila di dalam makanan tersebut terdapat Coliform maka makanan atau minuman tersebut secara mikrobiologis tercemar oleh tinja. Coliform dapat bertahan hidup di air tanah dangkal selama lebih dari 2 bulan (Kemenkes RI, 2015). Menurut Malem, (2010) air yang baik harus melewati filter terlebih dahulu yaitu terbuat dari bahan silica untuk menyaring partikel kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon aktif untuk menghilangkan bau. Tahap berikutnya adalah penyaringan air dengan saringan berukuran 10 mikron kemudian melalui saringan 1 mikron untuk menahan bakteri. Air yang keluar dari saringan 1 mikron dinyatakan telah bebas dari bau dan bakteri, ditampung pada tabung khusus yang berukuran lebih kecil dibanding tabung penampung air baku. Selanjutnya adalah tahap mematikan bakteri yang memungkinkan masih tersisa dengan menggunakan ultra violet ataupun ozonisasi. Akhirnya air melalui pengisian dimasukkan kedalam botol dan ditutup . Penyediaan air bersih selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum. Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks tergantung kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan kuman, maka disinfeksi saja sudah cukup, tetapi apabila air baku semakin buruk kualitasnya maka pengolahan harus lengkap (Slamet, 2012). Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban keluarga di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa yang tidak memenuhi syarat pada kelompok diare yaitu sebesar 78,0% dan pada kelompok 10 60 110 160 75 17 14 TINGGI SEDANG RENDAH
  • 11. 11STIKes Dharma Husada Bandung tidak diare sebanyak 54,0%. Sebagian responden yang mengalami diare karena di rumah mereka tidak ada toilet secara khusus dan kebanyakan kamar mandi bersatu dengan WC, sehingga WC tersebut berbau dan virusnya terinfeksi pada manusia disekitarnya. Hal ini diketahui dari pernyataan responden yang data ke klinik sanitasi dan kemudian dilakukan konseling kepada pasien, tenaga kesehatan lingkungan menggunakan panduan konseling. Jamban tidak ada septik tenk pembuangan kotoranya memalui selokan di alirkan langsung ke sungai. Hal ini tidak memenuhi syarat karena jamban adalah sutu rungan yang mempunyai fungsi pembunagna kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok dengan syarat jamban sehat yakni tidak mencemari tanah di sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan dan ventilasi cukup, lantai kedap air dan luas ruangan memadai, tersedianya air dan alat pembersih, kotoran manusia tidak di jamah oleh lalat, serta jamban tidak menimbulkan sarang nyamuk (Kemenkes RI, 2014). Faktor risiko perilaku cuci tangan menunjukan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 sebagian besar responden tidak melakukan cuci tangan yaitu pada kelompok diare sebesar 92,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar 60,0%. Hal ini dipengaruhi oleh perilaku cuci tangan tidak pakai sabun dan cici tangan yang tidak benar seperti tidak melakukan 7 langkah syarat untuk melakukan cuci tangan yang baik diantaranya, menggunakan sabun pada telapak tangan secara rata, gosok sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya, kemudian menggosok pada bagian kedua telapak tangan dan sela-sela jari dengan cara tangan saling mengunci dan dilakukan ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya dan yang terakhir, gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, berikut diketahui data IS yang diperoleh dari data skunder di klinik sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie dapat terlihat pada grafik sebagai berikut: Garfik 4.3 Inpeksi Sanitasi CTPS Di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie (2015) Berdasarkan data grafik IS klinik sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie diketahui bahwa perilaku cuci tangan yang tidak melakukan cuci tangan setelah BAB tertingginya yaitu sebanyak 10 orang, sedang 8 orang dan 5 orang rendah. Hal tersebut sebgaian responden tidak memiliki kebiasaan tidak cuci tangan pakai sabun setelah BAB. Pada dasarnya cuci tangan dengan sabun secara konsisten dapat mengurangi diare. Menurut WHO (2013) CTPS yang benar adalah memerlukan sabun dan sedikit air mengalir. Air mengalir dari kran bukan keharusan, yang penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen, atau gayung. Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di udara. Pemerintah masih perlu memberi perhatian terkait dengan penyediaan sarana cuci tangan di tempat umum termasuk sekolah, kalau dimungkinkan pemerintah membuat peraturan yang mewajibkan adanya sarana cuci tangan untuk tempat-tempat umum. Hubungan Faktor Risiko Sumber Air Bersih Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Berdasarkan hasil penelitian menunjukan nilai OR 1,2 artinya responden yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 1,2 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang 0 2 4 6 8 10 10 8 5 TINGGI SEDANG RENDAH
  • 12. 12STIKes Dharma Husada Bandung memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare. Hal ini sebagian responden diare yang dirujuk ke klinik sanitasi di wilayah puskesmas Ibrahim Adjie yaitu diakibatkan dari jarak sumber air dengan pencemaran kurang dari sepuluh meter sehingga resapan air bersih yang digunakan penduduk tercemar oleh bakteri yang berdampak pada diare. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/2008 menyatakan bahwa jarak antara septic tank dengan sumber air merupakan salah satu faktor kunci dalam menyebabkan tercemar atau tidaknya sumber air tanah. Adapun syarat-syarat dan Pengawasan Air Minum dan Petunjuk Teknis Menteri Perumahan Rakyat tentang Pembangunan PSU di Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun (kasiba/lisiba) menyaratkan yaitu jarak antara septic tank dengan sumber air tanah minimal 10 meter., bila mata air harus terlindungi dan tertutup, sumber air dan tempat penampungan air harus tertutup, Tidak ada limbah dan sampah di sekitar sumber air. Penyediaan air untuk rumah tangga bisa tergolong penyediaan air bersih dan bisa juga penyediaan air minum. Rumah tangga yang mencukupi kebutuhan airnya dari sumur atau sumber-sumber lainnya termasuk penyediaan air bersih. Salah satu upaya ketersediaan air bersih yang dikonsumsi merupakan milik sendiri dan harus memenuhi syarat kesehatan diantaranya Air bersih dan dapat digunakan untuk keperluan sehari – hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu, air minum sendiri diartikan sebagai air yang kualitasnya memenuhi syarat – syarat kesehatan dan dapat diminum, sehingga air yang memenuhi syarat tidak menimbulkan penyakit yaitu diare (Sarudji, 2013). Penyakit diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang berisiko terhadap bagian kalangan manusia, oleh karena itu tenaga kesehatan harus memberikan konseling. Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi, dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan, Karena tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan hubungan dengan Pasien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Hubungan Faktor risiko Jamban Keluarga Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Berdasarkan hasil penelitian bahwa menunjukan nilai OR 2,1 artinya responden yang memiliki jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban keluarga memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,002 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara jamban keluarga dengan kejadian diare. Hal ini sebagian responden di wilayah Puskesmas Ibrahim Adjie rata-rata tidak mempunyai septik tank artinya pengelolaan air bekas mandi, cuci dan air limbah lansung dialirkan ke sungai dan sungai tercemar bakteri, sehingga dapat mencemari tanah di sekitarnya dan menimbulkan diare. Pada dasarnya pengelolaan tinja yang memenuhi syarat kesehatan bertujuan untuk mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit yang di sebabkan oleh tinja dari penderita kepada orang sehat. Pengelolaan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan penyakit pada manusia seperti penyakit kolera, typhus, diare, cacingan serta penyakit saluran pencernaan (Warsito, 2013). Sejalan dengan hasil penelitian Wibowo, (2014) Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa jenis tempat pembuangan tinja yang terbanyak digunakan pada kelompok kasus adalah jenis leher angsa (68,3%), sedangkan 7,9% menggunakan jenis plengsengan dan 23,8% tidak memiliki jamban Berdasarkan jenisnya jamban yang sehat untuk daerah perkotaan, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut yaitu
  • 13. 13STIKes Dharma Husada Bandung Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut., tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatang-binatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya dan murah juga dapat diterima oleh pemakainya (Notoatmodjo, 2012) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan pedoman wawancara klinik sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie menunjukan sebagian responden yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie tidak septik tank dalam jamban keluarga, saat ini. Upaya mereka dalam pengelolaan limbah rumah tangga langsung dialirkan ke sungai, sehingga resapan tanah disekitarnya tercemar dan berbau. Oleh karena itu petugas kesehatan dapat memebrikan konseling pada setiap pasien rujukan ke klinik sanitasi. Pelaksanaan, tenaga kesehatan lingkungan menggali data/informasi kepada pasien atau keluarganya, sebagai berikut: 1. umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan; 2. khusus, meliputi: identifikasi prilaku/kebiasaan; identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan; dugaan penyebab; dan saran dan rencana tindak lanjut. Hubungan Faktor risiko Air Minum Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa menunjukan nilai OR 5.1 artinya responden yang memiliki air minum yang tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih besar 5.1 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki air minum memenuhi syarat, secara statistik didapatkan p-value 0,001 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara air minum dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan oleh banyaknya responden di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 bahwa dari sebagian responden menggunakan sumber air minum dari jetpum dan tanpa ada filterisasi atau penyaringan terlebih dahulu, sehingga ada jumlah zat kimia yang terlarut dalam air seperti karbon dioksida atau oksigen dalam air aloi (campuran logam) dan mineral tertentu. Menurut World Health Organization (2012) merekomendasikan bahwa air minum harus mengandung magnesium dan kalsium dengan konsentrasi minimum 10 mg/l dan 20 mg/l. Sedangkan menurut Menkes RI tentang baku mutu air minum menyatakan bahwa air minum mengandung maksimal magnesium 30 mg/l, kalisum 75 mg/l, besi 0,1 mg/l, klorida 200 mg/l, dengan kesdahan minimal 5 mg/l. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara berlainan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak mengkonsumsi mineral tertentu dapat menyebabkan gangguan gizi. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga (Kristanti, 2010). Standar kualitas air yang dinilai/ diamati adalah kualitas airnya meliputi: kualitas fisik; ( tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna/ jernih), kualitas bakteri; kelas kualitas Total Coli Form; A. baik ( 50), B cukup baik (51- 100), C kurang (101-1000), D amat kurang (1001-2400), dan E sangat amat kurang (2400), kelas kualitas Coli tinja; memenuhi syarat ( 50 = bukan perpipaan , < 0 = perpipaan , tidak memenuhi syarat ( = 51 = bukan perpipaan , = 1 = perpipaan ), Parasit dan Virus ( ada/ tidak ada), kualitas kimia; ada zat lain yang mengganggu kesehatan, Fe, Mn, Zn dan lain-lain Kualitas fisik dan lingkungan sekitar sarana air bersihnya yaitu dengan penilaian/ pengamatan inspeksi sanitasi sering dipakai dalam menentukan standar kualitas fisik dan lingkungan sekitar sarana air bersih, dan hasilnya berdasarkan IS di dapat tingkat resiko pencemaran (rendah, sedang, tinggi dan amat tinggi) yang dapat menunjukan adanya tingkat pencemaran sumber air oleh limbah organik/non organik sehinggga menurunkan kualitas air dan merupakan kriteria adanya mikroorganisme lain yang dapat membahayakan kesehatan, terutama penyakit Diare.
  • 14. 14STIKes Dharma Husada Bandung Sehingga dibuktikan oleh hasil penelitian di wilayah Ibrahim Adjie pada kelompok diare lebih dominan berhubungan dari air minum yaitu sangat bermakna terhadap kejadian diare, sehingga penelitian ini dapat direkomendasikan kepada tenaga kesehatan untuk menindaklanjuti dengan cara memberikan intervensi kepada responden untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan kualitas air minum yang memenuhi syarat diantaranya air tidak berbau, berasa dan mengandung mineral yang tinggi, agar kejadian diare tidak terulang. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung menggunakan pedoman wawancara klinik sanitas di Ibrahim Adjie, bahwa sebagian mereka yang di rujuk ke klinik sanitasi menyatakan air minum yang digunakan oleh mereka yaitu bersumber dari jetpum, air minum yang digunakan yaitu dengan cara isi ulang tanpa dimasak air minum terlebih dahulu, karena belum tentu terjamin kehyginisan dalam air tersebut dan dibuktikan dari hasil pemeriksaan depot air minum di wilayah puskesmas Ibrahim Adjie menunjukan tidak baik, yaitu dilihat dari pemeriksaan bakteriologis air minum mengandung kadar Coliform ada 75% . Sumber air baku yang mengandung Coliform , tidak memenuhi syarat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.416/Menkes/Per/ IX/1990 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0MPN/100 mL sampel. Pengukuran kualitas bakteriologis air minum isi ulang dilakukan berdasarkan observasi di Puskesmas Ibrahim Adji dan kemudian dilakukan uji laboratorium bakteriologis keberadaan Coliform dengan metode most probable number (MPN) dengan standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yang menyatakan bahwa di dalam 100 mL sampel air minum yang diperiksa tidak boleh mengandung Coliform , jadi harus nol/100 mL air sehingga bila kualitas bakteriologi air minum ≤0 MPN/100 mL berarti air minum tersebut memenuhi syarat (MS). Apabila air minum >0MPN/100 mL berarti air minum tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) (Kemenkes RI, 2015) Dapat disimpulkan bahwa Air Minum dengan isi ulang di Wilayah Puskesmas Ibrahim Adji dinyatakan tidak Memenuhi Syarat (MS) dan air minum mengandung mengandung Coliform sebesar 75% . Oleh karena itu seorang petugas konseling harus dapat menciptakan hubungan dengan pasien/klien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut. Tujuan diadakannya konseling di klinik sanitasi adalah: Menyediakan dukungan teknis bagi mereka yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan. Mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan, misalnya malaria, demam berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan klien/pasien untuk menggali potensi dan sumber daya serta pelayanan kesehatan yang dapat membantu klien memecahkan masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang mereka hadapi (Yankes, 2015). Hubungan Faktor risiko Perilaku Cuci Tangan Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Berdasarkan hasil penelitian bahwa menunjukan nilai OR 4,3 artinya responden yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun setelah BAB terkena diare berisiko lebih besar 4,3 kali dibandingkan dengan responden yang melakukan cuci tangan pakai sabun setelah BAB, secara statistik didapatkan p-value 0,000 yang dinyatakan signifikan artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare. Hal ini pada pasien diare yang di rujuk ke klinik sanitasi menganggap bahwa sebagian dari masyarakat menganggap CTPS tidak penting, mereka tidak cuci tangan pakai sabun setelah BAB, ketika tangan berbau, berminyak dan kotor. Hasil penelitian oleh kemitraan pemerintah dan swasta tentang CTPS menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang CTPS sudah tinggi, namun praktik di lapangan masih rendah. (Mikail, 2011). Tangan adalah bagian tubuh kita yang paling banyak tercemar kotoran dan bibit penyakit. Ketika memegang sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit penyakit yang melekat pada kulit tangan kita. Telur cacing, virus, kuman dan parasit yang mencemari tangan, akan tertelan jika kita tidak mencuci tangan dulu sebelum makan atau memegang makanan. Dengan cara demikian
  • 15. 15STIKes Dharma Husada Bandung umumnya penyakit cacing menulari tubuh kita. Di samping itu, bibit penyakit juga dapat melekat pada tangan kita setelah memegang uang, memegang pintu kamar mandi, memegang gagang telepon umum, memegang mainan, dan bagian-bagian di tempat umum (Potter & Perry, 2012). Melalui tangan kita sendiri segala bibit penyakit itu juga bisa memasuki mulut, lubang hidung, mata, atau liang telinga, Karena kebiasaan memasukkan jari ke hidung, mengucek mata, mengorek liang telinga, bukan pada waktu yang tepat (pada saat tangan kotor), dan ketika jari belum dibasuh (belum cuci tangan). Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) dengan melakukan studi literatur penelitian seputar diare, mengatakan bahwa faktor risiko diare bisa dilihat dari tiga faktor, yaitu: faktor lingkungan (sarana air bersih dan jamban); faktor risiko ibu (kurang pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu) dan faktor risiko anak (faktor gizi dan pemberian ASI ekslusif). Data SDKI tahun 2007 juga mengatakan bahwa anak yang tinggal di daerah tanpa adanya sarana air bersih dan menggunakan fasilitas kakus di sungai/danau mempunyai prevalensi diare paling tinggi (Depkes, 2011). Sejalan dengan penelitian Burton (2011) menunjukkan bahwa cuci tangan dengan menggunakan sabun lebih efektif dalam memindahkan kuman dibandingkan dengan cuci tangan hanya dengan mengggunakan air saja. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan Batununggal tentang faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian diare di klinik sanitasi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Angka kejadian diare di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie tahun 2017 didapatkan 50 orang dan tidak diare sebanyak 50 orang. 2. Menunjukan faktor risiko sumber air bersih paling banyak yang tidak memenuhi syarat pada angka kejadian diare yaitu sebesar 72,0%, air minum sebesar 72,0%, jamban keluarga sebesar 78,0%, dan faktor risiko perilaku cuci tangan sebesar 92,0% 3. Terdapat hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare (p-value 0,003 dan OR 1,2); 4. Terdapat hubungan antara air minum dengan kejadian diare (p-value 0,001 dan OR 5,1); 5. Terdapat hubungan antara jamban keluarga dengan kejadian diare (p-value 0,002 dan OR 2,1); 6. Terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare (p-value 0,000 dan OR 4,3). Sumber air bersih di wilayah kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie tidak memenuhi syarat yaitu jarak sumber air bersih dengan pencemaran kurang dari 10 meter, jamban keluarga tidak mempunyai septik tank dan langsung dialirkan ke sungai didapatkan sebagian responden bahwa tidak mempunyai jamban keluarga dan bekas mandi, bekas cuci dll, air minum sebagian responden berasal dari sumber air bersih jetpum dengan cara isi ulang dan perilaku cuci tangan tidak menggunakan sabun ketika atau sesudah BAB. Dari 5 faktor risiko yang tertinggi adalah dilihat dari nilai OR sebesar 5.1 yaitu air minum dengan cara isi ulang tidak dimasak, dan didukung dengan data skunder pemeriksaan laboratorium pemeriksaan bakteriologis Colifrom tertinggi Saran 1. Berpartisifasi bersaama petugas kesehatan dalam menyediakan sarana air bersih jauh dari sumber pencemaran. 2. Tenaga kesehatan harus memberikan konseling setiap hari diruang Klinik Sanitasi untuk mengatasi masalah Kesehatan Lingkungan yang dihadapi masyarakat dan kunjungan rumah apabila ditemukan permasalahan yang harus segera ditangani. 3. Dapat menjadikan referensi tambahan ilmu pengetahuan serta dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu peminatan kesehatan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta 2014 Burton, 2011. Perilaku mencuci tangan pada kejadian diare. Depkes, 2011. Prevalensi Diare Dan Tanpa Adanya Sarana Air Bersih. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011
  • 16. 16STIKes Dharma Husada Bandung Dinkes Jabar. Data Kejadian Diare 2015 Enjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2014 Ficher Tambuwun, Amatus, Yudi Ismanto, Wico Silolonga, 2015 tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado Fiesta, Surya & Irnawati, Hubungan kondisi lingkungan perumahan dengan kejadian diare. .jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk /article/download/3282/1609.2012 Iranto, 2014. Studi Kualitas Air Beberapa Mata Air di Sekitar Bedugul. Jakarta : EGC. Johnston, 2015. Gerakan Nasional Cuci Tangan Pakai Sabun. Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian Kesehatan RI. 2014 Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian Kesehatan RI. 2015 Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius. 2014 Malem, 2010. Faktor risiko kejadian diare berbasis lingkungan. Jakarta : EGC. Mikail, 2011. Mikail, B.. Kebisaan cuci tangan masih rendah. http://health .kompas.Cuci.Tangan.Masih.Rendah. Diunduh 2017 Muh.Saleh, Lia Hijriani Rachim, 2014 Tentang Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap Mung Rahadi, Lilis Sulistyorini, Satya Haksama up Evaluation of Environmental Sanitation Hygiene Program in Prevention of Diarrhea Incidence in The Working Area of Kolaka District Health Office Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta : EGC. 2013 Notoatmodjo, 2012. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta. Rhineka Cipta Nursalam, Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. 2014. Oksfriani Jufri Sumampouw, Soemarno, Sri Andarini, Endang Sriwahyuni, 2014 tentang Environmental risk factors of diarrhea in the coastal communities of Manado city Potter & Perry, 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC. Riskesdas, 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Sarudji, 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Silvia. Patofisiologi Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit. Buku 2 Edisi Jakarta : EGC. 2010 Simanjuntak, 2013. Sarana Jamban Keluarga, Gramedia . Jakarta. Slamet, 2012. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta Gajah Mada Pres. Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Suharyono, Diare Akut, Jakarta : Gramedia. 2013 Syarifuddin, dkk. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. : Depdikbud. 2012 Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, Arifin Seweng. Tentang Hubungan Pelaksanaan Klinik Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar Warsito, 2013. Program Pemberantasan Diare. Semarang WHO. Data tentang Kejadian Penyakit Berbasis Lingkungan. 2013 Wibowo 2014. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo Kecamatan Murhum Kota Baubau Wibowo, 2015. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalimantan. Wong. Pengkajian pada anak diare. Jakarta : EGC. 2014 Yankes, 2015. Pedoman Klinik Sanitasi. Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.