2. PENGERTIAN TA’ARUDH
Dalam arti etimologi
Ta’arud berarti perbandingan-perbandingan (taqo-bul)
dan pencegahan-pencegahan (tams-ni’). Dalam kitab
misbahul munir pertentangan bukti-bukti maksudnya adalah
setiap bukti-bukti itu bertentangan dengan bukti yang lain
yang mencegah keberlakuannya. (Ahmad Muhammad asy-
Syafi’I 1983:458).
Dalam arti terminilogi
“Kontradiksi dua dalil dalam satu hukum” (muhsin bin
ali al-masaw, 1986:18).
Dengan kata lain, ta’arudh adalah
“dua nash nertentangan yang masuk dalam satu (hukum)
di mana ketentuan salah satunya menghalangi ketentuan
dalil yang lain.” (Ahmad Muhammad asy-Syafi’I 1983:458).
3. PENGERTIAN AL-ADILLAH
Sedang kata adillah merupakan jamak dari dalil. Sedang
maksudnya adalah:
“apa saja yang memungkinkan untuk tercapainya
kebenaran nalar dari apa yang dicari.” (abdul hamid hakim,
1983:4)
4. PENGERTIAN TA’ARUDH AL-ADILLAH
“ta’ arudlul adillah” adalah pertentangan dua
dalil atau lebih dalam satu masalah di mana
pertentangan itu satu sama lainnya tidak bersesuai
hukumnya.
5. MACAM-MACAM TA’ARUDH AL-
ADILLAH
1. Pertentangan al-Qur’an dengan al-Qur’an
2. Pertentangan antara as-sunnah dengan as-sunnah
3. Pertentangan antara as-sunnah dengan al qias
4. Pertentangan antara qiyas dengan qiyas
6. CARA PENYELESIAANNYA
1. Metode Naskah
Metode ini dipergunakan jika diketahui asbabun nuzulnya al-
Quran atau asbabul wurudnya as-Sunnah, sehingga hukum yang
ditentukan para dalil yang terdahulu dihapus oleh ketentuan hukum
yang diterangkan pada dalil kemudian.
terdahulu dihapus oleh ketentuan hukum yang diterangkan pada
dalil kemudian.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan metode
nakah adalah:
a. Hukum yang dimansukh itu hukum syarat
b. Nasikh wurudnya kemudian setelah mansukhSesuatu yang
dimansukhkan tidak terikat oleh waktu
c. Kekuatan nasikh sama dengan mansukh. (tim depeg RI,
1986:189)
7. 2. Metode Tarjih
Yang dimaksud dengan tarjih adalah:“menampakkan
kelebihan salah satu dari dua dalil yang sama dengan sesuatu
yang menjadikan lebih utama dari yang lain.” (Ahmad
Muhammad asy-Syafi’I, 1983:464)
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam metode tarjih
adalah sebagai berikut:
a. Adanya dua dalil
b. Adanya sesuatu yang mejadikan salah satu dalil itu lebih
utama dari yang lain
c. Kedua dalil itu sama derajatnya
d. Kedua dalil itu sama kuatnya
e. Keduanya menetapkan hukum yang sama dalam waktu.
(tim depag RI, 1986:183-184)
8. Adapun jalan-jalan dalam melakukan tarjih dapat
diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu jalan tarjih yang
berhubungan dengan manquliI dan jalan tarjih yang
berkaitan dengan ma’quli.
A. Jalan yang berlaku pada manquli
1. Yang kembali pada diri perawi
2. Yang kembali pada penilaian perawi
3. Yang kembali pada periwayatan
4. Yang kembali pada matan, yang dititikberatkan pada
lafal
dan maknanya
5. Yang dikembalikan pada isi dalil
6. Tarjih suatu dalil berdasarkan yang lain dari hal-hal
diatas.
9. B. Jalan yang berlaku bagi dalil ma’qul
1. Yang kembali pada ashal
2. Yang kembali pada fara’
3. Yang kembali pada isi dalil qiyas dan sesuatu yang
diluar ashal dan fara’ oleh ulama ushul
disamakan dengan yang ada pada dalil manqul
dalam masalah yang sama. (tim depag RI, 1986 :
184-188).
10. C. Metode al-jam’u taufiq
Menurut Dr. Bardan Abdul ‘Ain Badran menyatakan
cara-cara melakukan jama’ dan taufiq sebagai berikut:
a. Dengan cara tanwie’ dan tabdil
Cara ini dilakukan terhadap dua dalil yang berlawanan, dan
keduanya termasuk dalil ‘am. Maka penyelesaiannya adalah dalil
yang satu menjadi mukhossis terhadap dalil ‘am yang lain dalam
satu macam hukum, sedang yang lain tadi menjadi mukhossis
terhadap dalil yang pertama dalam satu macam hukum yang
lain.
b. Dengan cara tahsis yang ‘am
Ini terjadi jika dalilnya yang satu ‘am
sedang yang lain khas.
Misalnya ayat yang menyatakan bahwa seorang kafir tidak
mendapatpetunjuk allah dan mereka akan mendapat azab tuhan
(QS. Ali Imran:86), sedang alat yang lain dinyatakan bahwa orang
kafir yang bertaubat dan berbuat kebajikan tidak akan
mendapatkan siksa itu. (tim depag RI, 1986:180).
11. c. Dengan cara taqyidul dari yang muthlaq
Misalnya hadist yang menyatakan bahwa nabi SAW. Pernah
berbekam (canduk) (HR. anas), namun pada hadist lain nabi tidak
memperkenankan bejkerja menjadi tukang bekam (HR. abu
hurairah) penyelesaiannya adalah jika pekerjaan berbekam itu
dijadikan pekerjaan tetap maka tidak diperbolehkan, tetapi jika
sesekali saja diperbolehkan. Atau juga larangan itu tidak
menunjukkan keharaman melainkan karahah.
d. Dengan cara menentukan jalur masing masing dari dua hal yang
berlainan
Misalnya seorang laki-laki tidak boleh menggauli istrinya di
waktu haid, kecuali ia suci (QS. al-baqarah:222) kata “hatta
yathurna” dibaca dengan tasdid tha’, sehingga pengertiannya boleh
mendekati istrinya kalau istri yang haid itu sudah mandi. Lain halnya
bila yang tha’ tidaj ditasdid maka mengumpulinya tidak menunggu
mandi, asal haidnya telah berhenti.
12. e. Dengan cara menetapkan masing-masing pada hukum
masalah yang berbeda
Masalahnya hadist nabi yang menyatakan bahwa
tidak
layak bagi tetangga masjid untuk shalat sendirian di
rumah
tidak berjamaah di masjid (HR.daruquthni). sedangkan
hadist
lain menyerukan salat sunat di rumah (HR. daruquthni
dan
anas dan jabir).