Dokumen tersebut membahas tentang kharaj, yaitu pajak tanah yang dikenakan pada tanah-tanah yang ditaklukkan oleh kaum Muslim pada masa khilafah. Ada empat jenis tanah yang dikenakan kharaj beserta penjelasannya. Kharaj dapat berupa tetap (musahah) berdasarkan ukuran luas tanah, atau proporsional (muqasamah) sesuai dengan persentase hasil panen. Khalifah Umar menerapkan khar
2. Pendahuluan
Pada masa khilafah, terdapat lembaga keuangan negara yang disebut Baitul Mal.
Sumber pemasukan Baitul Mal serta harta kekayaan dalam negara khilafah berasal
dari hal-hal berikut, yaitu :
• Anfal, ghanimah, fai dan khumus.
• Kharaj
• Jizyah
• Bermacam-macam harta milik umum
• Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan
pendapatannya.
• Harta Usyur
• Khumus barang temuan dan tambang
• Harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris
• Harta orang-orang murtad
• Pajak (dlaribah)
• Harta zakat
3. Secara Etimologis
Dalam bahasa Arab kharaj
berasal dari kata akhraja-
yakhruju-ikhrajan, jamaknya al-
ikhraj yang artinya dikeluarkan.
Pengertian lain menyebutkan
kharaj menurut bahasa bermakna
al-kara’ (sewa) dan al-ghullah
(hasil)
Secara Terminologis
• Menurut M. Abdul Manan, kharaj
adalah sejenis pajak yang
dikeluarkan pada tanah yang
ditaklukkan dengan kekuatan
senjata, terlepas dari apakah si
pemilik seorang yang di bawah
umur, seorang dewasa, seorang
bebas, budak, muslim, maupun
non muslim.
• Menurut Abdul Qadim Zallum,
kharaj adalah hak kaum Muslim
atas tanah yang diperoleh (dan
menjadi bagian ghanimah) dari
orang kafir, baik melalui
peperangan maupun perjanjian
damai.
• Menurut Lukman Hakim, kharaj
adalah uang yang dikenakan
terhadap tanah dan termasuk
hak-hak yang harus ditunaikan.
4. 3. Tanah yang didapatkan dari
orang-orang kafir dengan jalan
kekerasan senjata
1. Tanah yang sejak awal dihidupkan
oleh kaum muslimin.
2. Tanah yang pemiliknya masuk
islam.
4. Tanah yang didapatkan dari kaum
kafir dengan damai.
Tanah ini ada dua macam :
Tanah yang ditempati
pemiliknya dan mereka
berdamai dengan pasukan islam
a) Mereka melepaskan kepemilikian tanah tersebut
dan memberikannya kepada kita (kaum muslim)
pada saat perdamaian ditandatangani. Tanah
tersebut menjadi tanah wakaf bagi kaum muslim
seperti tanah yang ditinggalkan pemiliknya. Kharaj
yang dikenakan kepada mereka adalah ibarat pajak
uang sewa (karena mereka masih menempatinya)
yang tidak gugur dengan keislaman mereka.
b) Mereka mempertahankannya atas tanah tersebut
dan tidak melepaskan haknya atas tanah tersebut,
serta mereka tetap mengelolanya. Maka kharajnya
serupa jizyah yang akan terhapus dengan
masuknya mereka ke dalam islam.
Tanah yang ditinggalkan
oleh para pemiliknya
Berdasarkan
wajib atau
tidaknya suatu
tanah dikenakan
kharaj, tanah
dibagi menjadi
empat macam
yaitu :
7. 1. Kharaj Tetap (Musahah)
⚫ Untuk mengetahui jumlah kharaj, harus memperhatikan sistem pengukuran
dan penimbangan berikut, yaitu:
⚫ Ukuran luas lahan dengan pengukuran jarib
⚫Ukuran besar dan beratnya dirham yang dipungut darinya
Ket :
1 jarib = 100 qashbah
1 qafiz = 10 qashbah2
1 asyir = 1 qashbah2.
Tentang dirham, perlu ditetapkan ukuran dan beratnya. Untuk beratnya telah
ditetapkan bahwa berat satu dirham yang diakui adalah enam daniq. Dan
berat setiap sepuluh dirham adalah equivalen dengan nilai tujuh mitsqal emas.
Kemudian diperdebatkan tentang mengapa ukuran ini dipergunakan,
sebagian ulama berpendapat bahwa dirham pada masa itu dibuat atas tiga
ukuran, diantarnya adalah dirham dengan berat mitsqal dua puluh karat, dua
belas karat, dan sepuluh karat. Maka diambil ukuran pertengahan dari tiga
ukuran berat itu maka ditetapkan bahwa sepuluh dirham perak equivalen
dengan tujuh mitsqal emas.
8. 2. Kharaj Proporsional (Muqasamah)
Dalam metode penilaian pajak tanah muqasamah, para petani dikenakan
pajak dengan menggunakn rasio tertentu dari total produksi dari yang
mereka hasilkan. Rasio ini bervariasi sesuai dengan jenis tanam, sistem
irigasi dan jenis tanah pertanian. Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang
berbeda dengan mempertimbangkan sistem irigasi yang digunakan. Tarif
yang digunakan adalah:
40% dari produksi yang diirigasi oleh hujan alami.
30% dari produksi yang diirigasi oleh hujan buatan.
¼ dari produksi panen musim panas.
9. Kharaj Pada Masa Khalifah Umar
Qs. Al Hasyr [59] ayat 7-10 dijadikan dalil oleh khalifah Umar bin Khattab
untuk mendukung pendapatnya tentang peniadaan pembagian tanah Irak,
Syam dan Mesir kepada (pasukan) tentara, setelah Bilal, Abdurrahman dan
Zubair menuntutnya untuk membagikan tanah yang telah diberikan Allah
kepada mereka dengan pedang mereka, seperti yang dilakukan Rasulullah
saw dengan membagikan tanah khaibar kepada (pasukan) tentara yang
turut dalam pembebasannya. Sehingga Umar memutuskan untuk menahan
tanah rampasan tersebut, dan menetapkan pungutan kharaj dan bagi tanah
tersebut, jizyah dari budak-budaknya, dan menjadikannya fa’i bagi kaum
muslimin termasuk pasukan tentara dan pasukannya.serta orang-orang
yang datang setelah mereka.
Mengenai besarnya kharaj disesuaikan dengan hasil yang diberikan oleh tanah
itu karena saat Umar bin Khattab menetapkan kharaj atas wilayah Irak ia
menetapkan bagi sebagian wilayah di Irak itu untuk setiap lahan seluas satu jarib
diharuskan membayar kharaj seluas satu qafiz dan satu dirham. Dalam
penetapan luas daerah itu dipergunakan pengukuran yang pernah dilakukan
oleh Kisra bin Qubbadz. Dialah yang pertama kali mengukur luas lahan,
menetapkan besarnya kharaj, menetapkan batas wilayah dan mengadakan
sistem administrasi. Dalam penentuan itu patut disesuaikan dengan besarnya
hasil tanah itu, sehingga tidak membuat berat pemilik tanah dan yang mengolah
lahan itu. Dari setiap lahan seluas satu jarib dipungut satu qafiz dan satu dirham.
Satu qafiz beratnya delapan kati dan harganya adalah tiga dirham dengan
timbangan mitsqal.