Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
manhaj tarjih mekanisme pemahaman agama muhammadiyah
1. Rapat Kerja Tingkat Pusat dan
Seminar Nasional Fikih Anak
Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
MANHAJ TARJIH :
MEKANISME PEMAHAMAN AGAMA
DALAM MUHAMMADIYAH
Jumat-Ahad, 19-21 Rabiul Akhir 1437 H /
29-31 Januari 2016 M
2. Tarjih
• Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari
disiplin ilmu usul fikih.
• Dalam ilmu usul fikih tarjih berarti melakukan
penilaian terhadap dalil-dalil syar’i yang
secara zahir tampak saling bertentangan
untuk menentukan mana yang lebih kuat.
• Menurut ar-Rāzī (w. 606/1209):
Tarjih dalam usul fikih adalah “Menguatkan salah
satu dalil atas dalil lain sehingga diketahui mana
yang kuat lalu diamalkan yang lebih kuat itu dan
ditinggalkan yang tidak kuat.”
3. Dalam Muhammadiyah istilah “tarjih”
mengalami perkembangan makna hingga
hampir atau malah sama dengan “ijtihad”.
Tarjih dalam Muhammadiyah dapat
didefinisikan sebagai
Kegiatan intelektual, biasanya secara
kolektif, untuk merespons berbagai
persoalan kemasyarakatan dan
kemanusiaan dari sudut pandang agama
Islam.
4. Manhaj Tarjih:
Suatu sistem yang memuat seperangkat:
1) wawasan/semangat/perspektif,
2) sumber,
3) pendekatan, dan
4) prosedur-prosedur tehnis (metode)
yang menjadi landasan kegiatan
ketarjihan.
6. Tajdid:
1. Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid
bermakna pemurnian dalam arti
mengembalikan akidah dan ibadah kepada
kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi
saw.
Contoh: salat tarawih, kunut
2. Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid
berarti mendinamisasikan kehidupan
masyarakat dengan semangat kreatif sesuai
tuntutan zaman.
Contoh : Adabul Mar’ah, hisab.
8. • Toleransi:
Dalam “Penerangan tentang Hal Tarjih”
yang dikeluarkan tahun 1936, dinyatakan,
“Kepoetoesan tardjih moelai dari
meroendingkan sampai kepada
menetapkan tidak ada sifat perlawanan,
jakni menentang ataoe menjatoehkan
segala jang tidak dipilih oleh Tardjih itoe.”
9. • Keterbukaan:
Dalam “Penerangan tentang Hal Tardjih”
ditegaskan, “Malah kami berseroe kepada
sekalian oelama soepaya soeka membahas
poela akan kebenaran putusan Madjelis
Tardjih itoe di mana kalaoe terdapat
kesalahan ataoe koerang tepat dalilnya
diharap soepaya diajoekan, sjoekoer kalaoe
dapat memberikan dalil jang lebih tepat dan
terang, jang nanti akan dipertimbangkan
poela, dioelang penjelidikannya, kemoedian
kebenarannja akan ditetapkan dan
digoenakan. Sebab waktoe mentardjihkan
itoe ialah menoeroet sekedar pengertian dan
kekoeatan kita pada waktoe itoe.”
10. • Tidak berafiliasi mazhab artinya:
Tidak mengikuti mazhab tertentu,
melainkan dalam berijtihad bersumber
kepada al-Quran dan as-Sunnah dengan
metode-metode ijtihad yang ada. Namun
Muhammadiyah juga tidak sama sekali
menafikan berbagai pendapat fukaha yang
ada. Pendapat-pendapat mereka itu
dijadikan bahan pertimbangan untuk
menentukan diktum norma/ajaran yang
lebih sesuai dengan semangat di mana
kita hidup.
11. Pasal 4 ayat (1) ADM :
Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam, Dakwah Amar
Makruf Nahi Munkar dan Tajdid,
bersumber kepada al-Quran
dan as-Sunnah (italic dari
penulis)
12. Putusan Tarjih Jakarta 2000
Bab II angka 1 menegaskan:
“Sumber ajaran Islam adalah
al-Quran dan as-Sunnah al-
Maqbūlah (المقبولة )السنة.”
13. Putusan Tarijih ini merupakan penegasan
kembali terhadap apa yang sudah
ditegaskan dalam putusan-putusan tedahulu
(HPT, h. 278):
ىَلَع ِيِمَالْسِإلْا ِْعي ِ
رْشَّتال يِف ُلْصَألا
ِ
رَكلْا ُآن ْرُقلْا َوُه ِقَالْطِإلْا
ُمْي
ُْفي ِ
رَّشال ُْثيِدَحْال َو
.
Artinya:
Dasar mutlak dalam penetapan hukum
Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadiṡ asy-
Syarīf.
14. Sunnah Maqbūlah
• Mengenai hadis (sunnah) yang dapat menjadi
hujah adalah sunnah makbulah seperti
ditegaskan dalam Putusan Tarjih Jakarta tahun
2000.
• Istilah sunnah makbulah merupakan perbaikan
terhadap rumusan lama dalam HPT tentang
definisi agama Islam yang menggunakan
ungkapan “sunnah sahihah”.
• Istilah sunnah sahihah sering menimbulkan
salah faham dengan mengindektikkannya
dengan hadis sahih.
15. • Hadis daif tidak dapat dijadikan hujah
syar’iah.
• Namun ada suatu perkecualian di mana
hadis daif bisa juga menjadi hujah, yaitu
apabila hadis tersebut:
1) banyak jalur periwayatannya sehingga satu
sama lain saling menguatkan,
1) ada indikasi berasal dari Nabi saw,
2) tidak bertentangan dengan al-Quran,
3) tidak bertentangan dengan hadis lain yang
sudah dinyatakan sahih,
4) kedaifannya bukan karena rawi hadis
bersangkutan tertuduh dusta dan pemalsu
hadis.
16. Kaidah Hadis Daif
•
ْعَب ُدَضْعَي ُةَفْيِعَّضال ُْثيِدَاحَألا
جَتْحُي َال اًضْعَب َاهُض
َعَم َّالِإ َاهِب
َت ٌَةنْي ِ
رَق َاْهيِف َو َاهِقُرُط ِةَرْثَك
َاهِلْصَأ ِت ْوُبُث ىَلَع ُلد
ِ
ض ِ
رَاعُت ْمَل َو
َحْي ِحَّصال َْثيِدَحْال َو َآن ْرُقلْا
.
Hadis-hadis daif yang satu sama lain saling
menguatkan tidak dapat dijadikan hujjah
kecuali apabila banyak jalannya dan
padanya terdapat karinah yang
menunjukkan keotentikan asalnya serta
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan
hadis sahih
17. • Apa yang dikemukakan di atas adalah
sumber-sumber pokok ajaran Islam secara
umum.
• Dalam kaitan dengan sistem normatif islam
terdapat sumber-sumber yang mendampingi
sumber-sumber pokok.
• Sumber-sumber pendamping ini dapat
disebut sebagai sumber-sumber paratekstual
atau juga sumber-sumber instrumental.
• Sumber-sumber ini juga dapat diterima dan
diakui dalam praktik ketarjihan, seperti ijmak,
qiyas, maslahat mursalah, istihsan, dan
tindakan preventif (sadduż-żarī‘ah), dan uruf.
18. Dalam praktik Muhammadiyah (Tarjih)
metode-metode ijtihad lainnya seperti
penggunaan maslahah, istihsan dan lain-lain
juga dapat dilakukan. Misalnya dalam fatwa
Tarjih tentang penjatuhan talak di rumah
secara sepihak oleh suami dinyatakan tidak
berlaku. Talak dalam fatwa itu harus
dijatuhklan di depan sidang Pengadilan
Agama. Landasannya antara lain adalah
prinsip maslahat.
19. 2. Operasionalisasi Sumber dan
Metode Pemahamannya
Dalam mengoperasionalisasikan
sumber dan metode pemahamannya
dilakukan berdasarkan istiqrā’ ma‘nawī.
20. 3) Pendekatan
Dalam Putusan Tarjih tahun 2000 di
Jakarta dijelaskan bahwa pendekatan
dalam ijtihad Muhammadiyah
menggunakan
pendekatan:
1. bayani,
2. burhani, dan
3. irfani.
21. Metode
Metode adalah langkah-langkah
prosedural dalam proses pemanfaatan
sumber guna menemukan suatu petunjuk
agama.
Metode didasarkan kepada dua asumsi
pokok, yaitu:
1)asumsi integralistik, dan
2)asumsi hirarkis.
22. • Asumsi integralistik
mengasumsikan teori keabsahan
koroboratif tentang norma, yakni:
• suatu asumsi yang memandang
adanya koroborasi dan saling
mendukung di antara berbagai
elemen sumber guna melahirkan
suatu norma
24. • Asumsi hirarkis adalah suatu anggapan
bahwa norma itu berjenjang dari norma yang
paling bawah hingga norma paling atas.
• Hirarki norma:
1) Norma in concreto (
الفرعية األحكام
)
2) Norma tengah / asas asas umum (الكلية )األصول
3) Norma dasar (
القيم
/
األساسية المبادئ
)
25. • Ragam metode dimaksud adalah:
1) metode bayani (metode
interpretasi),
2) metode kausasi,
a. berdasarkan kausa efisien
b. berdasarkan kausa finalis (maqāṣid
asy-syarīáh),
3) metode sinkronisasi dalam hal
terjadi taarud.
26. • Jika terjadi ta‘āruḍ diselesaikan dengan
urutan cara-cara sebagai berikut:
1) Al-jam‘u , yakni sikap menerima semua dalil
yang walaupun zahirnya ta‘ārud. Sedangkan
pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan
untuk memilihnya (takhyīr).
2) At-tarjīḥ, yakni memilih dalil yang lebih kuat
untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang
lemah.
3) An-naskh, yakni mengamalkan dalil yang
munculnya lebih akhir.
4) At-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian
terhadap dalil yang dipakai dengan cara
mencari dalil baru.