Dokumen tersebut membahas tentang syarat dan rukun nikah dalam Islam. Rukun nikah terdiri dari lima unsur yaitu zaujah, zauj, wali, dua saksi, dan shighat. Syarat nikah meliputi keislaman, tidak ada paksaan, belum empat istri, mengetahui status wanita, mengetahui wali, dan tidak dalam keadaan ihram.
1. Syarat Dan Rukun Nikah Dalam Islam
A. Pendahuluan.
Nikah adalah salah satu dari ibadah yang penting. Sangat pentingnya, sampai-sampai Allah
SWT mengabadikannya dalam Al-Qur’an. Allah berfirman: “nikahilah kalian wanita yang
bagus untuk kalian, dua, tiga dan empat.” {QS. An-Nisa’: 3}.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barang siapa meninggalkan
nikah karena takut fakir, maka ia bukan golonganku.”
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda: “Maka, barang siapa benci dengan
sunnahku, lalu ia mati sebelum menikah, maka malaikat akan memalingkan wajahnya dari
telagaku besok di hari kiamat.”
Namun, kita jangan serampangan dalam memilih calon pendamping kita. Pilihlah calon istri
yang shalihah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Dunia semuanya adalah
Mataa’un (setiap sesuatu yang bisa diambil manfaatnya dan dan disenangi seperti harta dll.
Diambil dari kamus Al-Mu’jam Al-wasiith, halaman 890), dan bagus-bagusnya mataaun
dunia adalah wanita yang shalihah.” {Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan
Muslim dari Ibnu ‘umar}
B. Pengertian nikah.
Nikah menurut lughat (bahasa) adalah kumpul. Sedangkan menurut Syara’ adalah: Aqad
yang menyimpan diperbolehkannya wath’i (berhubungan suami istri) dan aqad tersebut bisa
hasil dengan menggunakan lafal yang diambil dari masdar inkaah atau tazwiij. Nikah,
menurut pendapat yang shahih, ditinjau dari segi hakikat mempunyai ma’na aqad (aqad
nikah) dan jika ditinjau dari segi majaz berma’na wath’i (berhubungan suami istri).
C. Maksud dari nikah.
Menjaga keturunan
Mengeluarkan air yang berbahaya bila ditahan di dalam badan
Mendapatkan kenikmatan
D. Hukum nikah.
Hukum nikah dibagi menjadi lima, yaitu:
Sunnah. Hukum ini berlaku bagi laki-laki yang mempunyai hajat untuk wath’i
(berhubungan suami istri) dan mempunyai bekal yang berhubungan dengan nikah,
yang mana bekal nikah tersebut dihitung setelah kebutuhan sang laki-laki tersebut
terrcukupi, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, dan pakaiannya.
Khilaafu Al-Aulaa .(meninggalkan yang lebih utama). Hukum ini berlaku bagi laki-
laki yang hajat kepada wath’i, namun tidak mempunyai ongkos atau bekal seperti
yang dipaparkan di atas.
Makruh. Ini berlaku bagi laki-laki yang tidak punya bekal nikah dan tidak ada hajat
untuk wath’i.
Wajib. Ini berlaku bagi orang yang bernadzar nikah dan hukum nikah sunnah atasnya.
2. Haram. Hukum ini diberikan kepada orang yang tidak bisa memenuhi hak zaujiyyah
(pernikahan)
Syarat dan rukun nikah dalam Islam:
E. Rukun nikah.
Rukun nikah ada lima, yaitu:
Zaujah ( calon istri)
zauj (calon suami)
wali
dua saksi
Shighat (lafadz yang berupa ijab dan qobul)
Syarat Shighat
Di dalam sighat disyaratkan adanya ijab dari wali dan Qobul dari zauj atau wakilnya atau
walinya. Adapun lafadz dari ijab harus berupa lafadz zawwajtuka (aku mengkawinkanmu)
dan Ankahtuka (aku menikahkanmu) dengan wanita yang aku menjadi walinya, yaitu Fulanah
binti fulan. Ijab tidak sah apabila menggunakan lafadz selain dua lafadz tersebut. Ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu: “Bertaqwalah kalian
kepada Allah SWT di dalam masalah wanita. Maka, sesungguhnya kalian mengambil mereka
(wanita) dengan amanat Allah dan kalian berusaha mennjadikan halal farji (kemaluan)
mereka dengan kalimat Allah.”
Adapun yang dimaksud kalimat Allah adalah Al-Qur’an. Sedangkan dalam Al-Qur’an tidak
ada lafadz selain laladz yang diambil dari mashdar tazwiij (zawwaja, separti pada contoh ijab
di atas. Zawwaja adalah fi’il madhi dari mashdar tazwiij) dan Inkaah (Ankaha, seperti contoh
ijab di atas. Ankaha adalah fi’il madhi dari mashdar inkaah).
Adapun Qobul disyaratkan harus bersambung dengan ijab (setelah ijab langsung disusul
dengan qobul). Cara pengucapannya bisa dengan lafadz Tazawwajtuhaa atau nakahtuhaa
atau qobiltu atau Radhitu.
Dalam mengucapkan Qobul harus ada yang perkara yang menunjukkan atas mempelai
wanita, seperti menyebut namanya (contoh: nakahtu (Aku menikahi Al-Fulanah (nama
calon)), atau memakai dhamir (kata ganti) seperti: Nakahtuhaa. Dalam lafadz nakahtuha
terdapat dhamir “haa” yang isinya adalah mempelai wanitanya. Bisa juga dengan isyarat.
Nikah sah dengan menterjemahkan dua lafadz di atas (Inkah dan tazwiij) ke dalam bahasa
Ajam (selain bahasa Arab), walaupun bisa bahasa Arab dan tahu artinya, tetapi dengan syarat
mendatangkan lafadz yang mana lafadz tersebut dihitung benar (sebagai kalimat nikah),
seperti: Saya nikahkan saudara fulan bin fulan dengan fulanah binti fulanah (ijab). Saya
terima nikahnya fulanah binti fulan (qobul). Disyaratkan lagi, dua orang yang beraqad dan
dua saksi tahu bahwa itu bahasa untuk aqad nikah.
Sah nikahnya orang yang dalam aqad menggunakan bahasa Arab, walaupun orang tersebut
tidak tahu ma’nanya, namun dengan syarat tahu kalau itu adalah kalimat untuk aqad nikah,
seperti yang di katakan oleh Syaikhonaa (Ibnu Hajar Al-Haitami).
Syarat Zaujah (calon istri):
Sepi dari nikah dan ‘Iddah
Zaujah harus dinyatakan (harus jelas). Maka tidak sah apabila dalam akad zaujah
tidak dinyatakan, seperti contoh: Saya nikahkan kamu dengan salah satu dari anak
perempuanku. Di sini jelas bahwa zaujah tidak dinyatakan, karena masih samar anak
3. yang mana dari wali yang hendak dinikahkan. Namun sah menyatakan Zaujah dengan
berupa washfin (sifat), seperti contoh: Saya nikahkan kamu dengan anakku (wali
hanya mempunyai satu anak perempuan).
Zaujah bukan mahram dari zauj sebab satu nasab. Ini berdasarkan firman Allah dalam
Surat Al-Maaidah: 3 dan surat An-Nisa’: 23
Syarat Zauj (calon suami):
Zauj harus dinyatakan (Jelas). ketika wali dari zaujah dalam akad berkata “Saya
nikahkan anak perempuanku dengan salah satu dari kalian”, maka nikahnya tidak sah.
Tidak ada hubungan mahram sebab nasab atau sebab sepersusuan dengan zaujah
Zauj tidak belum mempunyai empat istri, karena paling banyak laki-laki maksimal
hanya diperbolehkan mempunyai empat istri.
Syarat dua saksi
Ahli Syahadah (Ahli penyaksian). Syarat dari ahli Syahadah adalah: merdeka (bukan
budak), laki-laki (tulen), laki-laki Al-‘Adaalah (adil). Al-‘Adaalah adalah: Orang yang
menjauhi dosa besar dan menyamarkan dosa kecil serta ta’atnya mengalahkan
maksiatnya.
Islam
Sudah tertakliif (Sudah baligh)
Bisa mendengar
Bisa bicara (tidak bisu).
Bisa melihat
Tidak buta. Menurut pendapat yang asshah (kuat).
Mengetahui bahasa dari wali dan zauj.
Salah satu atau kedua saksi tersebut bukan wali dari zaujah.
Referensi: (Haasyyyah I’Anatu Ath-Thalibiin, cetakan Daarulkutub, Baerut, Lebanon,
Juz 3, Bab Nikah, halaman 431-503)
F. Syarat nikah.
Islam
Tidak ada paksaan bagi calon pengantin laki-laki
Belum mempunyai empat istri
Mengetahui kalau wanitanya sah untuk dijadikan isteri, seperti sang wanita bukan
mahram
Laki-laki yang tertentu
mengetahui walinya dalam akad nikah
Tidak dalam keadaan Ihram Haji atau Umrah