5. Definisi Nikah
•
•
Di kalangan ulama ushul berkembang tiga macam pendapat tentang arti lafaz
nikah:
a. Nikah menurut arti aslinya (arti hakiki) adalah bersetubuh dan menurut arti majazi
(metaforis) adalah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin
antara pria dan wanita; demikian menurut golongan Hanafi.
b. Nikah menurut arti aslinya ialah akad yang dengan akad ini menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi ialah
bersetubuh, demikian menurut ahli ushul golongan Syafi’iyah.
c. Nikah mengandung kedua arti sekaligus, yaitu sebagai akad dan setubuh. Ini
menurut Abu Qasim al-Zajjad, Ibn Hazm dan Mazhab Hambali.
7. Hukum Nikah
• Para ulama sependapat bahwa nikah disyari’atkan dalam Islam.
• Tetapi ada perbedaan pendapat mengenai hukum nikah.
1. Menikah itu hukumnya wajib. Pendapat ini dipelopori oleh Daud al-
Dhahiri, Ibnu Hazm dan Imam Ahmad menurut salah satu
riwayat. Alasannya perintah menikah dalam surat al-Nisa’ ayat 3,
perintah mengawinkan pada surat al-Nur: 32 dan beberapa hadis
riwayat Bukhari-Muslim menggunakan sighat amar yang menunjukkan
perintah wajib secara mutlak.
2. Menikah hukumnya sunnah, menurut Imam Abu Hanifah dan
Imam Ahmad menurut suatu riwayat.
3. Menikah hukumnya mubah, menurut Imam Syafi’i.
8. Transformasi Hukum Nikah
• HUKUM NIKAH dapat bertransformasi jika dikaitkan dengan
kondisi serta tujuan pelaksanaannya.
1. Jaiz atau mubah (diperbolehkan), ini hukum asal dari nikah.
2. Sunah, bagi orang yang berkeinginan serta mampu memberi
nafkah dsb.
3. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan
tergoda pada kejahatan (zina).
4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang
dinikahinya.
13. Abdullah Ibnu Mas'ud Ra berkata:
Rasulullah Saw bersabda pada kami:
"Wahai generasi muda, barangsiapa di
antara kamu telah mampu berkeluarga
hendaknya ia kawin, karena ia dapat
menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu."
Anas Ibnu Malik Ra berkata: Rasulullah
Saw memerintahkan kami berkeluarga dan
sangat melarang kami membujang. Beliau
bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur
dan penyayang, sebab dengan jumlahmu
yang banyak aku akan berbangga di
hadapan para Nabi pada hari kiamat."
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi Saw
bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena
empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah
wanita yang taat beragama, engkau akan
berbahagia."
15. Rukun Nikah
1. Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk
menikah. Di antara perkara syar’i yang menghalangi misalnya si wanita yang akan
dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan
nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa ‘iddahnya.
Penghalang lainnya, si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya
seorang muslimah.
2. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi
wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (”Aku nikahkan engkau
dengan si Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (”Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
3. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya,
dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij ” (”Aku terima
pernikahan ini”) atau “Qabiltuha.”
Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini yang disebut
dalam Al-Qur`an. Seperti firman Allah Al-Ahzab: 37 dan An-Nisa`: 22. ~
Namun penyebutan dua lafadz ini dalam Al-Qur`an bukanlah sebagai pembatasan, yakni
harus memakai lafadz ini dan tidak boleh lafadz yang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dan murid beliau Ibnul Qayyim, memilih pendapat yang menyatakan akad nikah bisa
terjalin dengan lafadz apa saja yang menunjukkan ke sana, tanpa pembatasan harus
dengan lafadz tertentu. Bahkan bisa dengan menggunakan bahasa apa saja, selama
yang diinginkan dengan lafadz tersebut adalah penetapan akad. Ini merupakan pendapat
jumhur ulama, seperti Malik, Abu Hanifah, dan salah satu perkataan dari mazhab Ahmad.
Akad nikah seorang yang bisu tuli bisa dilakukan dengan menuliskan ijab qabul atau
dengan isyarat yang dapat dipahami.
18. Syarat NikahSyarat Nikah
SYARAT PERTAMA:
Kejelasan kedua mempelai,
Siapa mempelai laki-laki dan siapa mempelai
wanita
Dengan isyarat (menunjuk) atau menyebutkan
nama atau sifatnya yang khusus.
Sehingga tidak cukup bila seorang wali hanya
mengatakan, “Aku nikahkan engkau dengan
putriku”, sementara ia memiliki beberapa orang
putri.
19. Syarat NikahSyarat Nikah
SYARAT KEDUA:
Keridhaan dari masing-masing pihak, hadis riwayat Abu
Hurairah
•حححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححححح
ححححححححححححححححححححححححححح
Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak
musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh
seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.
Terkecuali bila si wanita masih kecil, belum baligh,
maka boleh bagi walinya menikahkannya tanpa
seizinnya.
20. Syarat NikahSyarat Nikah
SYARAT KETIGA:
Adanya wali bagi calon mempelai wanita.
Nabi bersabda:
•
Tidak sah nikah tanpa wali
•
Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-
walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil,
nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud)
21. Catatan
• Jika seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali maka nikahnya
batil, tidak sah. Demikian pula bila ia menikahkan wanita lain. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang rajih. Adapun Abu Hanifah
menyelisihi pendapat yang ada, karena beliau berpandangan boleh bagi seorang
wanita menikahkan dirinya sendiri ataupun menikahkan wanita lain, sebagaimana
ia boleh menyerahkan urusan nikahnya kepada selain walinya.
• Nikah tanpa wali tidak sah, wajib untuk dipisahkan di hadapan hakim, atau suami
tersebut langsung menceraikan isterinya, dan jika telah terjadi hubungan badan
maka mempelai wanita berhak untuk mendapat mahar (mas kawin) yang sesuai.
• Akad nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi yang adil dan dewasa.
23. Hikmah NikahHikmah Nikah
• Pernikahan merupakan suasana
salihah yang menjurus kepada
pembangunan serta ikatan
kekeluargaan, memelihara
kehormatan dan menjaganya dari
segala keharaman, nikah juga
merupakan ketenangan dan
tuma'ninah, karena dengannya bisa
didapat kelembutan, kasih sayang
serta kecintaan diantara suami dan
isteri.
• Nikah merupakan jalan terbaik untuk
memiliki anak, memperbanyak
keturunan, sambil menjaga nasab
yang dengannya bisa saling mengenal,
bekerja sama, berlemah lembut dan
saling tolong menolong.
24. Hikmah NikahHikmah Nikah
•Nikah merupakan jalan terbaik
untuk menyalurkan kebutuhan
biologis, menyalurkan syahwat
dengan tanpa resiko terkena
penyakit.
•Nikah bisa dimanfaatkan untuk
membangun keluarga salihah
yang menjadi panutan bagi
masyarakat, suami akan
berjuang dalam bekerja,
memberi nafkah dan menjaga
keluarga, sementara isteri
mendidik anak, mengurus
rumah dan mengatur
penghasilan, dengan demikian
masyarakat akan menjadi benar
keadaannya.
•Nikah akan memenuhi sifat
kebapakan serta keibuan yang
tumbuh dengan sendirinya
ketika memiliki keturunan.
26. KhitbahKhitbah
• Para ulama sepakat bahwa laki-laki yang
melamar (al-khatib) diperkenankan
melihat (nadhar) wanita yang dilamar
(al-makhtubah).
• Dalilnya:
ههههههههههههههههههههههههههههه : هههههههههههه
ههههههههههههههههههههههههههههههه)
هههههههههه: هههههههههه ههههههههه هههههههه ههههه
ههههههههههههههههه : ههههه .ههه : ههههههههههههههه
(ههههههههه
• Menurut riwayat Muslim dari Abu
Hurairah bahwa Nabi pernah bertanya
kepada seseorang yang akan menikahi
seorang wanita: "Apakah engkau telah
melihatnya?" Ia menjawab: Belum.
Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia.”
27. KhitbahKhitbah
•
Dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda:
"Apabila salah seorang di antara kamu
melamar perempuan, jika ia bisa
memandang bagian tubuhnya yang
menarik untuk dinikahi, hendaknya ia
lakukan."
28. KhitbahKhitbah
• Para ulama telah sepakat bahwa wanita yang dilamar
boleh dilihat wajah dan telapak tangannya. Wajah
dan tangan sudah cukup untuk menilai wanita
tersebut. Dengan melihat wajah dapat diketahui
kecantikannya, dan dengan melihat telapak tangan
dapat dilihat subur dan sehat tidaknya anggota badan
lainnya.
• Perempuan yang boleh dipinang adalah yang
memenuhi syarat: Tidak dalam pinangan orang lain,
pada saat dipinang tidak ada penghalang syar’i yang
melarang pernikahan, dan perempuan tersebut tidak
dalam masa ‘iddah karena talak raj’i.
29. Terlarang!
• Larangan melakukan khitbah
terhadap wanita yang sudah
dilamar orang.
•هههههههههههههه -ههههههههههه هههههه
هههههههههههههههههههه : ههههه -ههههههههه
ههه)هههه ههههههههههه
ههههههههههههههههههههههههههههههههههههههه
هههههههههههههههههههههههههههههههههههههه
ههههههههه (ههههههههههههههههههههههه
هههههههههههههههههههههههههههههههههه
31. Kafa’ahKafa’ah
• Kafa`ah atau kufu` berarti
sederajat, sepadan atau
sebanding. Yang dimaksud
dengan kufu` dalam pernikahan
adalah laki-laki sebanding dengan
calon istrinya, sama dalam
kedudukan, sebanding dalam
tingkat sosial dan sederajat dalam
akhlak serta kekayaan. Kafa`ah
merupakan faktor yang dapat
mendorong terciptanya
kebahagiaan suami istri.
• Ibnu Hazm berpendapat bahwa
tidak ada ukuran dalam masalah
kufu`, semua Islam asal tidak
berzina, boleh menikah dengan
perempuan muslimah yang bukan
pezina.
32. Kafa’ahKafa’ah
• Sebagian ulama
mengatakan bahwa
kufu` selain diukur dari
sikap jujur dan budi
luhur, juga dilihat dari
keturunan (nasab),
misalnya orang Arab
sekufu dengan Arab yang
lain, merdeka dan bukan
dengan hamba sahaya,
beragama Islam,
pekerjaan, kekayaan,
usia, pendidikan, dan
tidak cacat.
• Bibit-bobot-bebet
33. Kafa’ahKafa’ah
• Meskipun kufu` dapat dijadikan barometer, namun nilai
kemanusiaan pada setiap orang adalah sama, yang
membedakan ialah derajat ketaqwaannya.
• Bahkan Rasulullah bersabda:
•
Jika datang kepadamu seorang laki-laki yang agama dan
akhlaknya kamu sukai, maka nikahkanlah dia. Jika kamu tidak
berbuat demikian, akan terjadi fitnah dan kerusakan yang
hebat di muka bumi. (HR. Tirmidzi)
34. • Kufu` diukur ketika berlangsungnya akad nikah. Jika
selesai akad nikah terjadi kekurangan, maka hal itu
tidaklah mengganggu dan tidak membatalkan apa
yang sudah terjadi, serta tidak mempengaruhi
hukum akad nikah.
37. MaharMahar
• Mahar atau mas kawin adalah harta atau pekerjaan yang diberikan
oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai pengganti
dalam sebuah pernikahan menurut kerelaan dan kesepakatan kedua
belah pihak, atau berdasarkan ketetapan dari hakim.
• Dalam bahasa Arab, mas kawin sering disebut dengan istilah mahar,
shadaq, faridhah dan ajr.
• QS. al-Nisa’: 4
•
• Suami berkewajiban menyerahkan mahar atau mas kawin kepada
calon istrinya.
• Sebaik-baik mas kawin adalah yang ringan sesuai kemampuan: ,
walaupun tidak dilarang untuk memberi sebanyak mungkin mas
kawin (QS Al-Nisa’: 20).
• Ini karena pernikahan bukan akad jual beli, dan mahar bukan harga
seorang wanita.
38. Macam-macam Mahar
• Dari segi jumlah dan besar nilainya, mahar terbagi kepada dua:
Musamma (yang disebutkan, diucapkan) dan Ghair Musamma (tidak
disebutkan).
• Diistilahkan Mahar Musamma karena isteri menentukan jumlah mas
kawinnya secara jelas dan tegas.
• Sedangkan Ghairi Musamma atau Mahar al-Maskut 'Anhu terjadi jika
isteri tidak menentukan jumlah nominal maharnya, maka calon suami
harus membayar Mahar Mitsil, yaitu mahar yang sebanding atau yang
sama, maksudnya calon suami harus melihat berapa besar mas kawin
yang diterima oleh bibi atau tante si wanita tersebut dari pihak
ayahnya. Apabila tidak ada bibi, harus melihat berapa umumnya besar
mas kawin yang berlaku di daerah tersebut. Hal ini agar tidak terjadi
saling olok, atau merasa direndahkan dan tidak dihargai.
39. Waktu
• Dari segi waktu pembayarannya, mahar terbagi kepada
Mu'ajjal / (dibayar kontan saat itu juga) dan Muajjal /
(ditangguhkan, dibayar setengahnya dahulu dan sisanya dibayar
belakangan).
• Sementara dari segi besar atau jumlah mahar yang berhak
dimiliki oleh isteri, mahar terbagi kepada mahar al-kull (mas
kawin di mana isteri harus mendapatkan semua mahar), mahar
an-nishf (isteri hanya berhak mendapatkan setengah dari jumlah
mahar, jika dicerai sebelum dukhul dan maharnya musamma,
QS. Al-Baqarah: 237), dan al-mut'ah (pemberian biasa bagi
setiap wanita yang ditalak sebagai hibah, apabila mahar tersebut
Ghair Musamma dan wanita tersebut belum didukhul, keduanya
belum berduaan di tempat sunyi).
41. Wali
• Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam
aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan
mempelai perempuan, atau yang melakukan ijab. Sedang mempelai
laki-laki akan menjadi pihak kedua, atau yang melakukan qabul. Wali
perlu minta izin kepada mempelai wanita.
•(
•
• Siapakah Wali dalam Pernikahan? Jumhur ulama, di antara mereka
adalah Al-Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, berpandangan bahwa wali
nasab seorang wanita dalam pernikahannya adalah dari kalangan
‘ashabah, yaitu kerabat dari kalangan laki-laki yang hubungan
kekerabatannya dengan si wanita terjalin dengan perantara laki-laki
(bukan dari pihak keluarga perempuan atau keluarga ibu tapi dari
pihak keluarga ayah/laki-laki).
42.
43. Urutan Wali Nikah:
• 1. Ayah kandung.
• 2. Kakek, atau ayah dari ayah.
• 3. Saudara (kakak/adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu.
• 4. Saudara (kakak/adik laki-laki) se-ayah saja.
• 5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu.
• 6. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja.
• 7. Saudara laki-laki ayah (paman).
• 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
• Kalau semua wali tidak ada maka walinya adalah pemerintah
(dalam hal ini KUA).
• Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya
enggan menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak
perwalian atasnya dengan dalil sabda Rasulullah Saw:
•
• Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu
perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang menanggung
dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua lagi,
sehingga ia seakan telah menjadi orang tuanya.
45. Akad Nikah
• Inilah inti nikah! Ada perjanjian yang sangat berat kepada
Allah, sehingga Allah memberi hak kepada kita beberapa
kesenangan dan memberi amanah di balik kesenangan-
kesenangan itu. Perjanjian ini terikat ketika seorang ayah
mengucapkan ijab atas anak gadisnya dan seorang laki-laki
mengucapkan qabul (penerimaan) untuk mengikat jalinan
perasaan sebagai suami-istri.
• Itulah akad nikah! Akad yang menjadikan halal apa-apa yang
sebelumnya haram, dan membuat berpahala apa-apa yang
sebelumnya merupakan dosa. Ikatan Itu Bernama Mitsaqan-
Ghalizha.
46. • Di haji wada’, Rasulullah Saw. mengingatkan dengan peringatan
suci, “Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak
atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Hak
kalian atas mereka ialah mereka (para istri) tidak boleh
mengizinkan orang yang tidak kalian senangi masuk ke rumah
kecuali dengan izin kalian. Terlarang bagi mereka melakukan
kekejian. Jika mereka berbuat keji, bolehlah kalian menahan
mereka dan menjauhi tempat tidur mereka, serta memukul
mereka dengan pukulan yang tidak melukai mereka. Jika mereka
taat, maka kewajiban kalian adalah menjamin rezeki dan pakaian
mereka sebaik-baiknya. Ketahuilah, kalian mengambil wanita itu
sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan
mereka dengan Kitab Allah. Takutlah kepada Allah dalam
mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat
baik.” “Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik,” begitu
kata-kata terakhir dari Rasulullah ketika mengingatkan kita
tentang kewajiban di balik amanah pernikahan.
47. • Pada saat
pelaksanaan akad
nikah, yang dituntut
hadir adalah
mempelai laki-laki,
mempelai
perempuan, wali
perempuan, 2 saksi,
serta mahar.
49. Nikah Yang DiharamkanNikah Yang Diharamkan
• Nikah Ar-Rahth. Sejumlah orang bersetubuh dengan seorang wanita.
Inilah yang disampaikan Ummul Mukminin Aisyah. Ia menuturkan,
“Sejumlah orang, tidak lebih dari sepuluh orang, menemui seorang
wanita untuk bersetubuh dengannya. Ketika mereka berkumpul disisinya,
dia menyatakan kepada mereka, ‘Kalian telah mengetahui urusan kalian
dan aku telah melahirkan anak. Ia adalah anakmu wahai fulan. Berilah ia
nama yang kamu suka.’ Lalu anak itu diberikan kepada orang itu, dan pria
yang ditunjuk ini tidak bisa menolaknya.” (HR. Bukhari, Abu Daud).
• Nikah Al-Istibdha. Seorang membawa istrinya kepada orang yang
diinginkannya. Yaitu orang tertentu dari kalangan pemimpin atau
pembesar yang dikenal dengan keberanian dan kedermawanannya agar
sanga isteri melahirkan anak sepertinya.
50. Nikah Yang DiharamkanNikah Yang Diharamkan
• Nikah Mut’ah. Artinya adalah menikahi wanita hingga
waktu tertentu. Jika waktunya telah habis, maka
perceraian otomatis terjadi.
• Nikah Syighar. Yaitu wali menikahkan gadis yang
diurusnya kepada seorang pria dengan syarat pria
tersebut menikahkannya pula dengan gadis yang
diurusnya. Nafi berkata, “Syighar adalah seorang laki-
laki menikahi puteri laki-laki lainnya dan dia pun
menikahkannya dengan puterinya tanpa mahar. Atau
seorang laki-laki menikahi saudara perempuan laki-laki
lainnya lalu dia menikahkannya pula dengan saudara
perempuannya tanpa mahar.
• Dalam konteks modern, zaman sekarang ada istilah
nikah ‘urfi dan nikah misyar yang bertujuan hanya untuk
bersenang-senang tanpa tanggung jawab.
51. Nikah Yang DiharamkanNikah Yang Diharamkan
Berikut ini di antara pernikahan yang diharamkan:
a. Nikah dalam masa iddah dan menikahi wanita kafir selain kitabiyah (wanita Yahudi dan
Nasrani) (QS. Al-Baqarah: 221).
b. Menikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena senasab dan mushaharah
(hubungan kekeluargaan karena ikatan perkawinan). (QS. An-Nisa: 23).
c. Diharamkan menikahi wanita-wanita yang diharamkan karena sepersusuan.
d. Tidak boleh menghimpun antara wanita dengan bibinya. Nabi Saw bersabda, “Tidak boleh
dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak bapak) dan wanita dengan bibinya
(dari pihak ibu).” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad).
e. Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak ketiga, dan tidak dihalalkan untuknya hingga
menikah dengan suami selainnya dengan pernikahan yang wajar. (QS. Al-Baqarah: 230).
f. Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah.
g. Tidak boleh menikahi wanita yang masih bersuami, dan tidak boleh menikahi wanita pezina.
(QS. An-Nur: 3)
h. Diharamkan menikah lebih dari empat wanita.
53. • Talak berasal dari kata “ithlaq” yang artinya secara bahasa
adalah perpisahan, melepaskan, lepas atau bebas. Menurut
istilah agama, thalak artinya melepaskan ikatan perkawinan
atau putusnya hubungan perkawinan (suami-istri) dengan
mengucapkan secara sukarela ucapan thalak kepada istrinya,
dengan kata-kata yang jelas (sharih) ataupun dengan kata-kata
sindiran (kinayah).
• Dalam Al Qur'an Surat Al Baqarah (2) : 229 dijelaskan bahwa
talak harus dilakukan secara bertahap. Talak satu, talak dua
dan baru dijatuhkan talak tiga jika proses rujuk pada talak satu
dan talak dua tidak berhasil.
54. MACAM-MACAM THALAQ
• Pertama, ditinjau dari segi bilangan dan kebolehan kembali kepada mantan isteri, talak
terbagi dua yaitu talak raj’i dan talak bain.
Talak Raj’i, ialah talak yang dapat dirujuk, yaitu talak ke I dan talak ke II, sesuai dengan al-
Qur’an Surat al-Baqarah ayat 229, yang artinya; “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali.”
Talak Bâin, ialah talak yang tidak dapat dirujuk, yaitu talak ke III, talak Khulu’ (talak tebus,
permintaan cerai dari pihak isteri dengan tebusan / iwadl dari pihak istri kepada pihak
suami), dan talak atas putusan pengadilan.
Talak Bâin terbagi dua: 1. Talak Bain Sughra, ialah talak yang tidak dapat rujuk kecuali
dengan perkawinan baru dan dengan persetujuan istri, yaitu talak qabla dukhul, talak khulu’
dan talak atas putusan pengadilan. 2. Talak Bain Kubra, ialah talak yang tidak dapat rujuk,
karena talak sudah dijatuhkan sebanyak tiga kali, dan bila seorang bekas suami akan kembali
lagi, maka bekas istri tersebut harus pernah kawin dahulu kepada pria lain dan sudah dicerai
pula, sesuai dengan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 230, yang artinya; “Jika dia
menceraikannya (setalah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya
sebelum dia menikah dengan suami yang lain.”
55. Macam Thalaq yang Kedua, ditinjau dari
segi waktu dijatuhkannya
1. Talak Sunni / Talak Jawaz yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunah yang
meliputi dua syarat, ialah: isteri yang ditalak sudah pernah digauli (disetubuhi); isteri dapat
segera melakukan ‘iddah suci setelah ditalak, yakni ia dalam keadaan suci dari haid dan
belum digauli ketika talak dijatuhkan.
2. Talak Bid’i / Talak haram yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntutan sunah /
tidak memenuhi kriteria yang terdapat dalam talak sunni. Talak ini diharamkan lantaran
merugikan pihak isteri sebab ‘iddahnya lebih lama dari iddah talak sunni. Macam talak yang
masuk dalam kategori talak ini adalah:
a. Talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat sedang haid dan begitupun ketika nifas (40 hari
setelah melahirkan);
b. Talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat ia dalam keadaan suci, tetapi pernah digauli
(disetubuhi) dalam rentan waktu suci tersebut.
3. Talak bukan Suni dan talak bukan Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan terhadap salah satu hal
berikut:
a. isteri yang ditalak itu belum pernah digauli (disetubuhi);
b. isteri yang ditalak itu belum pernah haid / telah lepas dari masa haid (monopouse);
c. isteri yang ditalak dalam keadaan hamil.
56. Thalaq Al-Battah
• Ada pula istilah Thalaq Al-Battah, yaitu talak tiga yang
dijatuhkan sekaligus dalam satu kali kesempatan.
• Talak jenis ini pernah terjadi pada masa Rasulullah dan
masa Abu Bakar Shiddiq r.a, serta dua tahun pertama
pemerintahan Umar bin Khathab ra., akan tetapi pada
masa itu Thalaq Al Battah dihukum hanya jatuh satu. Baru
pada tahun ketiga pemerintahan Umar bin Khathab r.a.
• Thalaq Al Battah dihukum jatuh tiga. Penetapan jatuh tiga
terhadap Thalaq al-Battah merupakan ijtihad Khalifah Umar
bin Khathab ra. yang dilakukan untuk menjawab atas
problem sosial akibat perkembangan peradaban yang
terjadi pada masa itu, dengan maksud untuk membela dan
menyelamatkan kaum perempuan dari kesewenangan laki-
laki.
58. • Rasulullah bersabda: “Tiga perkara jika diucapkan
serius jadi benar dan jika diucapkan main-mainpun
juga jadi benar; nikah, talak dan rujuk”.
(HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hasan menurut
At-Tirmidzi dan shahih menurut Al-Hakim)
•(
59. HUKUM TALAK
• Pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang
dalam istilah ushul fiqh disebut makruh. Walaupun hukum asal dari talak itu
makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum
talak itu adalah sebagai berikut:
1. Nadab/sunat, yaitu bila keadaan rumah tangga sudah tidak bisa dilanjutkan dan
seandainya dipertahankan maka akan timbul kemudaratan yang lebih besar
diantara kedua belah pihak.
2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadinya perceraian dan
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu dan manfaatnya ada.
3. Wajib atau mesti dilakukan, yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim
terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli isterinya sampai
masa tertentu, serta ia tidak mampu pula membayar kaffarat sumpah. Dan
tindakan ini memudaratkan bagi isteri.
4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan isterinya dalam keadaan haid
atau suci yang dalam masa itu ia telah di gauli.
61. • Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan, ’IDDAH adalah masa tunggu
bagi wanita yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya yang tidak
memungkinkan baginya untuk menikah lagi dengan laki-laki lain.
• Masa ’iddah berlaku bagi isteri yang putus perkawinannya kecuali qobla al
dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
• Waktu tunggu:
1) Karena kematian: 130 hari jika tidak hamil. Jika hamil sampai melahirkan.
2) Karena perceraian:
- 3 kali suci, minimal 90 hari (bagi yang masih haid)
- 90 hari bagi yang tidak haid (QS. al-Thalaq: 4)
- Hamil sampai melahirkan (QS. al-Tbalaq: 4)
3) Tidak ada waktu tunggu bagi janda karena perceraian qabla dhukul.
• Mulai masa tunggu. Jika karena perceraian: setelah putusan Pengadilan
Agama mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika karena kematian: sejak
kematian suami.
63. RUJUK
• Berasal dan kala Arab raj’ah yang artinya kembali. Jadi
rujuk adalah kembali hidup sebagai suami isteri antara
laki-laki dan perempuan yang melakukan perceraian
dengan talak raj’i selama masih dalam masa ’iddah
tanpa dengan akad nikah baru.
64. SYARAT RUJUK
1. Putusnya perkawinan karena
talak., kecuali qobla al dukhul
atau talak 3x.
2. Putusnya perkawinan karena
putusan pengadilan kecuali
alasan zina atau khuluk (talak
dengan iwald baik khuluk
maupun taklik talak).
3. Masih dalam masa ’iddah.
4. Ada persetujuan isteri. Rujuk
tanpa persetujuan isteri dapat
dinyatakan tidak sah dengan
putusan pengadilan agama.
68. Title
Dianjurkan untuk memberi selamat kepada pengantin,
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh
r.a: bahwasanya Nabi SAW jika memberi selamat
kepada seseorang beliau berkata:
"
Semoga Allah memberi berkah kepada kalian, dan
melimpahkan keberkahannya terhadap kalian, serta
menggabungkan kalian berdua dalam kebaikan" (H.R
Abu Dawud dan Ibnu Majah)