1. 1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AK
Jenis Kelamin : Laki- laki
Usia : 40 tahun
Alamat : Caringin 02/ 09 Mekarsari Cianjur
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah
Suku : Sunda
Agama : Islam
Tgl./ Jam Masuk RS : 25 Mei 2015
Jenis Anamnesis : Autoanamnesis
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang kanan hilang timbul sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD SMRS dengan keluhan nyeri pinggang kanan 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti
melilit dan menjalar sampai pinggang. Os juga mengeluh panas menjalar dari
pinggang ke tulang belakang. BAK normal namun kencing berwarna kuning seperti
teh, nyeri saat berkemih (-), pus (-), darah (-) dan berkemih keluar seperti pasir
disangkal. BAB normal. Mual disertai muntah disangkal, Demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri pinggang kanan kurang lebih
sekitar 8 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami hal yang sama.
2. 2
Riwayat Pengobatan
Os mengaku sudah berobat 1 tahun pertama selama 8 tahun terakhir tapi os
merasa keluhan tidak ada perubahan.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu
Riwayat Psikososial
Os sering konsumsi sayuran mentah (lalapan), jarang mengkonsumsi buah,
tidak minum minuman bersoda dan alkohol. Pasien jarang berolahraga
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit ringan
Kesadaran : GCS 15 ( E4 M6 V5)
Tanda Vital
Suhu : 37,4o C
Nadi : 84 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris
Mata : Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-)
Mulut : Mukosa bibir pucat (-), kering (-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KBG (-), pembesaran kel. Tiroid (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), otot napas tambahan (-)
Palpasi : Focal Fremitus simetris
Perkusi : Sonor
3. 3
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I/II Normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, abdomen setinggi dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan pada lumbalis dextra (+),
Deffans muscular (-), pembesaran hepar/lien (-)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+), CVA (+/-)
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Anogenital : Perempuan, normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor baik
Pemeriksaan Rectal Toucher
Sfingter ani interna dan eksterna berkontraksi
Permukaan mukosa licin dan rata
Pull atas teraba
Nyeri tekan (-)
Tidak terdapat benjolan
Terdapat feses, darah (-), lendir (-)
IV. RESUME
Anamnesis
Pasien Laki-laki berumur 40 tahun datang dengan keluhan :
- Nyeri pada pinggang kanan sejak 2 bulan yang lalu
- Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar sampai pinggang
4. 4
- Os merasa panas didaerah pinggang kanan menjalar ke tulang belakang
Pemeriksaan fisik
Palpasi abdomen : Nyeri tekan abdomen di kuadran lumbalis dextra (+) dan CVA
(+/-)
V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
• kolangitis
• Koledokolitihiasis e.c kolilithiasis
• Kolesistitis e.c kolelihiasis
VI. WORKING DIAGNOSIS
Kolangitis
VII. RENCANA PENATALAKSANAAN
- Rencana operasi : Cholecystectomy
5. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KOLELITIASIS
2.1 Definisi
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimanaterdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesica fellea) yang memilikiukuran,bentuk dan komposisi yang
bervariasi.Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yangterletak
pada permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnyasekitar 30-50
cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.Vesica fellea
dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat danbiasanya menonjol
dibawah pinggir inferior hepar dimana fundus berhubungandengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpusbersentuhan dengan permukaan
viseral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus
sistikus yang berjalan dalam omentum minus untukbersatu dengan sisi kanan duktus
hepatikus comunis membentuk duktus koledokus.Peritoneum mengelilingi fundus vesica
fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral
hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cysticus, cabang arteri hepatika
kanan.Vena cysticus mengalirkan darah langsung kedalam vena porta.Sejumlah
arteriyang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatic cysticae yang terletak
dekatcollum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepatikum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici
coeliacus.Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
6. 6
Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar50 ml. Vesica
fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Danuntuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan – lipatanpermanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehinggapermukaanya tampak seperti sarang tawon.Sel- sel thorak
yangmembatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.Empedu dibentuk oleh sel-sel hati
ditampung di dalam kanalikuli.Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalamseptum interlobaris.Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada
saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
7. 7
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.
PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon
kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang
sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi,
sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam –
garam
empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan
membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini
disebabkan oleh dua hal yaitu :
Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenumakan merangsang
mukosa sehingga hormon kolesistokinin terlepas. Hormon ini paling berperan dalam
kontraksikandung empedu.
Neurogen :
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan reflex intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
B. KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
Komposisi Cairan Empedu
8. 8
1.Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hatiada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil
untuk dapat dicerna lebih lanjut.
Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid,kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah
menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen
usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi
disegmen distal dari ileum. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya
oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukoronide.
Bila terjadi pemecahan sel darahmerah berlebihan maka bilirubin yang terbentuk sangat
banyak.
2.3 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak terjadi pada orang dewasa
dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di
negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan
cara diagnosis dengan ultrasonografi.Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu
berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu:
obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
2.4 Klasifikasi
9. 9
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batuempedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan.
1. Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol
2.Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3.Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi
2.5 Patogenesis
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun
1995 sebagai berikut :
1.Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisaberupa sebagai :
Batu Kolesterol Murni
Batu Kombinasi
Batu Campuran (Mixed Stone)
2.Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadarkolesterolnya
paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen kalsium
Batu pigmen murni
3.Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
Batu Kolesterol
Batu Campuran (Mixed Stone)
Batu Pigmen
Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponenyang tak larut
dalam air.Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentumembentuk micelle yang mudah
larut. Di dalam kandung empeduketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat.Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan
10. 10
garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggirasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada
rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh
lebih banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi
supersaturasi.
Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
b.Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen
bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
mengendap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c.Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu
cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa
keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol
yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi
11. 11
Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar
larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh
Escherichia coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton
yang menghambat kerjaglukuronidase.
b.Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Makimelaporkan bahwa 55 % batu
pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing Ascaris lumbricoides.Sedangkan
Tung dari Vietnammendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
2.6 Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu diklasifikasikanberdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran.Lebih dari
90% batuempedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%kolesterol) atau batu
campuran (batu yang mengandung 20-50%kolesterol).Angka 10% sisanya adalah batu
jenis pigmen, yangmana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang
mempengaruhipembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandungempedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dankonsentrasi kalsium dalam
kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batuyang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal,asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjagasolubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi
12. 12
tinggi(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol,kalsium,bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untukpembentukan batu. Kristal yang yang
terbentuk terjebak dalam kandung empedu, kemudian terbentuk Kristal bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung
empedu, biliari stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu
empedu.
2.7 Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
dan menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik),ringan sampai berat karena adanya
komplikasi. Terdapat nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai
kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar sampai di
daerah subkapula disertai nausea, vomitus, dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.
Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0mg/dl).
Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu disaluran empedu ekstra
hepatik.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan
istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak
memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 –
60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat
menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang
merupakangejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan sering mengalami
serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan
13. 13
fibrosis kandung empedu danpada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo
kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam
saluran empedu (koledokolitiasis primer).
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer diampula vateri sehingga
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang
tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
2.8 Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simptomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula,atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.Kadang teraba hati
dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
14. 14
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkindisebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadarfosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serumbiasanya
meningkat sedang setiap setiap kali terjadi seranganakut.
Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaranyang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandungempedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung
empeduyang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggidapat dilihat dengan
foto polos. Pada peradangan akutdengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops,kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringanlunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaranudara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Ultrasonografi
15. 15
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus.
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
2.9Faktor Risiko
16. 16
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawahini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis, antara lain :
1.Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
2.Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda.
3.Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4.Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5.Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6.Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
7.Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8.Nutrisi intravena jangka lama.
17. 17
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga
resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.10Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasisantara lain kolesistitis akut,
kolesistitis kronis, koledokolitiasis,pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus
batu empedu, abseshepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu.
Komplikasitersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
1. Asimtomatik
2.Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
Empiema
Perikolesistitis
Perforasi
5. Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanyamakanan
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandungempedu, sehingga batu yang tadi ada
dalam kandung empeduterdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetapataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikussecara menetap
maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bilaterjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema,biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-
alatperut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistelkolesistoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat jugaberakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat
sembuh atau dapatmengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi
18. 18
alatsekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenalataupun dapat terjadi
perforasi kandung empedu yang berakibatterjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat masuk ke dalam duktussistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu.Batu ini dapat terus sampai duktus koledokus kemudian
menetapasimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.Batu yangmenyumbat di
duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterusobstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cernamelalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empeducukup besar dapat menyumbat pada bagian
tersempit saluran cerna(ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.
2.11 Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukanpengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangidengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihanpenatalaksanaak antara lain :
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasiendengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi paling bermaknayang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
yang terjadipada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untukprosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untukkolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti olehkolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpaadanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnyapengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur inipada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batuduktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan inidibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangiperawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali pulih, nyeri menurun dan perbaikankosmetik.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernahdigunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkanmanfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitianprospektif
19. 19
acak dari asam xenodeoksikolat telahmengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya
batu secaralengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,kekambuhan batu tejadi
pada 50% pasien.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterolyang poten (metil-ter-
butil-eter (MTBE)) ke dalam kandungempedu melalui kateter yang diletakkan per kutan
telah terlihatefektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasientertentu. Prosedur
ini invasif dan kerugian utamanya adalahangka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun)
5.Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisisbiaya-manfaat pad saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur inihanya terbatas pada pasien yang telah benar-
benardipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia local bahkan di samping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagaiprosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien
yang sakit kritis.
2.12Pencegahan
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari
metabolisme lemak, sehingga dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair
rendah lemak.Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari
lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke
dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak,
nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /
teh.
1. Cholangitis
Definisi
Cholangitis adalah infeksi bakteri pada traktus biliaris yang disebabkan
karena adanya obstruksi pada duktus biliaris, umumnya karena batu empedu,
namun mungkin berhubungan dengan neoplasma atau striktur. Cholangitis
20. 20
akut adalah infeksi bakteri asenden yang terkait dengan obstruksi sebagian
atau komplit pada duktus biliaris (saluran empedu). Batu empedu adalah
penyebab paling umum dari obstruksi pada kolangitis, penyebab lain adalah
striktur jinak dan ganas, parasit, instrumentasi pada duktus biliaris
sebelumnya, dan obstruksi sebagian karena anastomosis biliari-enterik.
Organisme yang paling umum dibudidayakan dari empedu pada pasien dengan
cholangitis termasuk E. coli, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis,
Enterobacter, dan Bacteroides fragilis.
Etiologi
Di negara barat, choledocholithiasis adalah penyebab utama dari
Cholangitis akut. Setiap kondisi yang menyebabkan stasis atau obstruksi
empedu pada duktus biliaris komunis, diantaranya striktur jinak atau ganas,
infeksi parasit, atau kompresi ekstrisik dari pankreas, yang menyebabkan
terjadinya infeksi bakteri dan terjadinya Cholangitis. Obstruksi parsial terkait
dengan infeksi tinggi dibanding dengan obstruksi komplit.
a. Batu pada duktus biliaris komunis adalah penyebab predisposisi pada
pasien dengan Cholangitis.
b. Tumor yang menyebabkan obstruksi, dapat menyebabkan Cholangitis,
misalnya:
Ca Pankreas
Cholangiocarcinoma
Ca Ampulla
c. Penyebab tambahan dari Cholangitis diantaranya :
Striktur atau stenosis
Manipulasi endoskopik pada duktus biliaris
Sclerosing cholangitis (karena sklerosis biliaris)
Infeksi Ascaris lumbricoides.
Patogenesis
Cholangitis akut dikarenakan infeksi bakteri asenden yang berkaitan
dengan obstruksi sebagian atau total dari duktus biliaris. Empedu hepatik
bersifat steril, dan empedu pada duktus biliaris juga tetap steril pada aliran
21. 21
empedu yang terus-menerus dan dengan adanya zat antibakteri dalam empedu,
seperti imunoglobulin. Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut
adalah obstruksi pada duktus biliaris, dengan batu empedu sebagai penyebab
paling umum dari obstruksi pada cholangitis; tekanan intraluminal tinggi, dan
infeksi kandung empedu. Sistem biliaris yang dikolonisasi oleh bakteri, tetapi
jika tidak terdapat obstruksi, biasanya tidak mengakibatkan cholangitis.
Halangan mekanik berperan dalam kontaminasi bakteri.
Hal ini diyakini bahwa obstruksi bilier mengurangi pertahanan
antibakteri dari host yang menyebabkan disfungsi imun, dan kemudian
meningkatkan kolonisasi bakteri usus kecil. Meskipun mekanisme yang tepat
tidak jelas, diyakini bahwa bakteri memperoleh akses ke kandung empedu
secara asenden retrograde dari duodenum atau dari aliran vaskular vena porta.
Akibatnya, infeksi masuk secara asenden ke dalam duktus hepatika dan
menyebabkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier mendorong
infeksi masuk ke kanalikuli biliaris, vena hepatika, dan limfatik perihepatik,
dan dapat menyebabkan terjadinya bakteremia (25-40%). Infeksi dapat
supuratif pada saluran empedu.
Organisme yang paling umum dikultur dari empedu pada pasien
dengan cholangitis diantaranya Eschericia coli, Klebsiella pneumoniae,
Streptococcus faecalis, Enterobacter, dan Bacteroidesfragilis. Kultur positif
pada empedu umumnya terjadi pada batu di duktus biliaris serta dengan
penyebab obstruksi lain seperti striktur jinak dan ganas, parasit.
Manifestasi Klinis
Cholangitis dapat timbul sebagai penyakit yang ringan, intermiten,
bersifat self limiting disease hingga sampai fulminan, dan berpotensi terjadi
lifethreatening-septicaemia. Pasien dengan batu empedu dengan kolangitis
biasanya pada orang tua dan lebih banyak pada perempuan. Gejala umum
diantaranya demam yang terjadi pada 90 % pasien, nyeri epigastrium atau
nyeri abdomen kuadran kanan atas pada 70 % pasien, nyeri bersifat hilang
timbul dan ikterus. Kesemuanya itu adalah gejala klasik, yang dikenal sebagai
Charcot triad, terdapat pada sekitar dua pertiga dari pasien.
22. 22
Penyakit dapat berkembang dengan terjadinya septikemia dan
disorientasi, yang dikenal sebagai Reynolds pentad (demam, ikterik, nyeri
kuadran kanan atas, syok septik, dan perubahan status mental). Namun, gejala
mungkin tidak khas, deeengan sedikit demam, ikterik,dan atau nyeri. Hal ini
terjadi paling sering pada orang tua, yang mungkin memiliki gejala biasa-biasa
saja sampai mereka jatuh ke dalam septikemia.
Gejala lain diantaranya :
Panas dingin (menggigil)
Mual dan atau muntah
Feses akolis atau hipokolis
Urin gelap seperti air teh
Pruritus
Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan:
Demam
Sklera, kulit tubuh terlihat kuning
Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas
Hepatomegali
Hipotensi (30 % pasien)
Takikardi
Pemeriksaan Penunjang
Bilirubin level
Liver enzyme levels
Liver function tests
White blood count (WBC)
Pada Complete Blood Count, didapatkan hasil Leukositosis: Pada
pasien dengan cholangitis, 79% memiliki hitung leukosit lebih dari 10.000
WBC / mL, dengan rata-rata 13,6. Jika Pasien terjadi sepsis mungkin terdapat
leukopenia. Tingkat kalsium diperlukan untuk memeriksa apakah
kemungkinan pankreatitis. Biasanya terdapat hiperbilirubinemia (88-100%),
dan jika terdapat elevasi dari alkaline phosphatase (78%)dan transaminase,
mendukung pada penegakkan diagnosis klinis kolangitis. Aspartat
aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) biasanya agak
23. 23
tinggi. C-reaktif protein dan tingkat sedimentasi eritrosit biasanya meningkat.
Pada kultur darah menunjukkan infeksi polimikrobial. Hasil Urinalisis
biasanya normal. Peningkatan enzim pankreas menunjukkan bahwa batu
saluran empedu menyebabkan kolangitis, dengan atau tanpa pankreatitis batu
empedu.
Ultrasonografi abdomen sangat membantu, karena dapat
mendokumentasikan adanya batu pada kandung empedu, menunjukkan adanya
dilatasi saluran, dan mungkin menentukan tempat obstruksi, namun, jarang
dapat menjelaskan penyebab yang tepat. Tes diagnostik definitif adalah ERC
(Endoscopic retrograde cholangiopancreatography). Dalam kasus di mana
ERCP tidak tersedia, PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiogram) dapat
diindikasikan. Kedua ERC dan PTC akan menunjukkan tingkat dan penyebab
dari obstruksi, memungkinkan kultur empedu, mungkin memungkinkan
pengangkatan batu jika terdapat batu, dan drainase saluran empedu dengan
kateter drainase. CT scan dan MRI akan menunjukkan pankreas dan massa
pada periampula, juga bisa terdapat dilatasi duktus.
2. Choledocholelithiasis
Sign & Symptom
- Nyeri kolik bilier karena batu masuk ke duktus sistikus
- Mual muntah
- Nyeri tekan kuadran kanan atas atau epigastrium yang ringan
- Ikterus ringan
- Nyeri dan ikterus yang transien yang disebabkan oleh batu yang secara
temporer mengenai ampulla tapi kemudian bergerak menjauh. Batu
yang kecil dapat mengenai ampula secara spontan dan gejala
berkurang.
- Batu di duktus biliaris (saluran empedu) cenderung bergerak ke bagian
distal yaitu duktus biliaris komunis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
24. 24
Meningkatnya bilirubin serum, alkalin fosfatase dan transaminase
biasanya terjadi pada pasien dengan batu duktus biliaris.
USG
Berguna untuk melihat batu di gall bladder bila batunya masih ada
disana. Juga berguna untuk menentukan ukuran dari duktus biliaris. Dilatasi
duktus biliaris (dengan diameter > 8 mm) pada USG pada pasien dengan
ikterik, nyeri biliaris, sangat sugestif dari batu di duktus biliaris komunis.
USG endoskopi telah didemonstrasikan sama baiknya dengan ERCP,
untuk mendeteksi batu pada duktus biliaris komunis dengan sensitivitas 91%
dan spesifisitas 100%.
Endoskopi kolangiografi
Merupakan gold standart untuk mendiagnosis batu duktus biliaris
komunis. Memiliki keuntungan yang terbaik dalam memberikan pilihan terapi
untuk mendiagnosa.
Tatalaksana
Untuk pasien dengan batu empedu yang simptomatik dan dicurigai batu duktus
biliaris komunis, baik dengan endoskopi cholangiografi preoperasi atau cholangiografi
intraoperatif dapat mendokumentasi batu di duktus biliaris (saluran empedu). Jika pada
cholangiografi endoskopi terlihat batu, sfingterotomi dan pembersihan duktus dari batu
dapat dilakukan, diikuti dengan cholecystektomi laparoskopi.
3. Akut Kolesistitis Akalkulus
Definisi
Kolesistitis akut adalah peradangan akut pada vesica felea tanpa adanya batu.
Epidemiologi
Akut Kolesistitis akalkulus menjadi penyebab dilakukannya
kolesistektomi pada 5-10% kasus di Amerika. Pada beberapa kasus, bakteri
penyebab dapat di identifikasi seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, dan
Cytomegalovirus pada pasien dengan keadaan immunocompromise. Penyakit
vaskulitis sistemik seperti poliarteritis nodusa dan Sistemik Lupus
Eritematosus dapat menyebabkan akut kolesistitis akalkulus disebabkan oleh
cedera iskemik pada vesica felea. Secara tingkat insidensi, akut kolesistitis
25. 25
akalkulus lebih banyak ditemukan pada pria tua dibandingkan dengan
kolesistitis akut kalkulus, yaitu sering ditemukan pada wanita muda.
Patogenesis
Epitel vesica felea, sering terkspor oleh salah satu zat yang erosif yang
ada di dalam tubuh: cairan asam empedu pekat yang dibuat untuk mencerna
lemak. Cairan empedu pada vesica felea dihasilkan dari hepar dan disimpan
pada vesica felea. Saat disimpan, air dan elektrolit pada vesica felea Pada
sehari-harinya, vesica felea mengosongkan isinya dan di isi kembali oleh asam
empedu dari hepar (less noxious). Dengan puasa yang terlalu lama, vesica
felea tidak pernah terstimulasi oleh CCK (Cholecystokinin) sehingga tidak
mengosongkan isinya, sehingga konsentrasi asam empedu akan meningkat dan
terjadi stagnasi pada lumen vesica felea. Pada keadaan fisiologis lain, epitel
vesica felea membutuhkan energi yang banyak untuk mengabsorpsi air dan
elektrolit dari cairan empedu. Sehingga, pada pasien dengan keadaan
imobilisasi, puasa dengan adanya vasokonstriksi splanchnikus akibat dari
septic shock (umumnya adalah pasien yang dirawat di Intensive Care Unit),
mempunyai risiko tinggi terjadinya iskemi dan chemical injury pada vesica
felea. Pada penelitian yang membandingkan antara pengambilan pembuluh
darah yang memperdarahi vesica felea akibat kolelitiasis atau akut kolesistitis
akalkulus, menunjukkan bahwa pada kolesistitis akalkulus, kapilernya nyaris
tak terisi, mengindikasikan bahwa gangguan mikrosirkulasi dapat memberikan
faktor patogenesis pada akut kolesistitis akalkulus.
Mediator spesifik yang berhubungan dengan cedera jaringan pada
kolesistitis akalkulus adalah aktivasi faktor pembekuan darah (faktor XII) dan
pelepasan prostaglandin pada dinding vesica felea. Pada studi hewan,
destruksi jaringan dapat diperbaiki dengan mencegah pelepasan prostaglandin
dengan indometasin. Infeksi bakteri pada mukosa vesica felea, umumnya
disebabkan oleh bakteri gram negatif dan anaerob, di duga akibat utamanya
adalah infeksi sekunder daripada adanya cedera pada beberapa kasus.
26. 26
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis akut kolesistitis akalkuli berbeda dengan kolesistitis akut
kalkalus. Meskipun nyeri pada abdomen kanan atas, demam, penegangan pada
regio abdomen di sekitar vesica felea, dan leukositosis merupakan gejala
klasik, pada pasien yang post-operatif geriatri, sebagian atau seluruh gejala-
gejala tersebut kadang tidak ditemukan. Kadang, adanya demam yang tidak
diketahui asal-usulnya disertai dengan hiperamilasemia menjadi satu-satunya
gejala yang mendukung penyakit ini. Gejala nyeri pada abdomen kanan atas
tidak ditemukan pada ¾ kasus.
Dibandingkan dengan kolsisititis akut kalkulus, penyakit ini lebih
bersifat fulminan (onset yang cepat timbul dan sifatnya berat) sehingga tingkat
mortalitasnya juga tinggi, yaitu 10-50%. Setelah didiagnosis kolesistitis akut
kalkulus, sebanyak setengah pasien mengalalami komplikasi berupa gangrene
atau perforasi vesica felea. Empyema dan kolangitis asenden dapat
memperparah komplikasi ketika sudah ada superinfeksi pada vesica felea.
Mortalitas yang tinggi, menyebabkan para dokter untuk mempertimbangkan
dilakukannya kolesistektomi pada pasien ICU dengan keadaan umum yang
sangat buruk yang tidak ditemukan adanya sumber sepsis.
Diagnosis
Berkembangnya komplikasi pada akut kolesistitis akalkulus terjadi
secara cepat sehingga membutuhkan diagnosis dini untuk menghindari
mortalitas yang tinggi. Namun, kurangnya gejala spesifik pada kelainan vesica
felea membuat diagnosis dini menjadi sulit. Untuk pasien yang sudah tua,
kecurigaan tinggi sepsis traktus biliaris menjadi patokan untuk menegakkan
diagnosis dan pengobatan. Dalam tabel berikut akan menjelaskan kriteria
diagnosis untuk akut kolesistitis akalkulus.
Tehnik Temuan
Pemeriksaan
Fisik
Nyeri dan penegangan pada abdomen kanan atas (disertai dengan
adanya tanda Murphy sonografik [penebalan maksimum pada dinding
vesica felea] dapat membantu diagnosis meskipun tidak ditemukan
pada 1/3 kasus.
Demam tanpa diketahui penyebabnya, leukositosis, atau
hiperamilasemia kadang menjadi satu-satunya gejala yang ditemukan.
27. 27
USG Penebalan vesica felea (lebih dari 4 mm) tanpa adanya asites dan
hipoalbuminemia (kadar serum albumin <3,2 gr/dL)
Tanda Murphy sonografik (+)
Pengumpulan cairan perikolesistik
Diduga kuat jika pasien juga pada posisisi Bedside availability
CT-scan Penebalan vesica felea (lebih dari 4 mm) tanpa adanya asites dan
hipoalbuminemia (kadar serum albumin <3,2 gr/dL)
Pengumpulan cairan perikolesistik, edema subserosa (tanpa adanya
asites), gas intramural, atau mukosa yang terkelupas.
Pemeriksaan yang terbaik untuk menyingkirkan diagnosis penyakit
intra-abdominal lain, namun kondisi pasien harus dapat berjalan
karena pasien harus berpindah ke scanner.
Skintigrafi
Hepatobilier
Tidak tampaknya vesica felea dengan ekskresi normal radionukleotida
ke duktus biliaris dan duodenum dianggap sebagai kolesistitis akut
yang positif.
Hasil dapat positif palsu pada pasien dengan gejala umum yang buruk
dan imobilasis akibat empedu yang kental
Pemeriksaan ini baik dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
kolesistitis akut daripada untuk menegakkan diagnosis.
28. 28
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi, F Charles, Dana K. Andersen, et.al. Schwartz’s Principles of Surgery
Eighth Edition.USA: Mc Graw Hill Companies.
Hadi, Sujono. Gastroenterologi.Bandung : P.T Alumni.
Price, Sylvia A, Lorraine M Willson.Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta :EGC. 2005.
Ryan, Peter. A Very Short Textbook of Surgery Second Edition.Australia : Pirie
Printers Sale Pty Ltd. 1990.
Sjamsuhidayat.R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III.Jakarta : EGC.
2010.
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina
Rupa Akasara.