Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
(1) KPU menghadapi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2015 di 269 daerah, termasuk perubahan regulasi yang dinamis, penyediaan logistik secara serentak, keterlambatan anggaran daerah, dan masalah data pemilih; (2) KPU mengatasi masalah tersebut dengan mereview regulasi, meningkatkan kualitas penyelenggara, memperketat persyaratan
2. Dinamika Pilkada 2005-2015
Format penyelenggaraan pilkada langsung berubah sejak
tahun 2005;
Periode 2005-2007, pilkada langsung merupakan rezim
pemerintah daerah;
Periode 2008-2013, pilkada langsung berubah menjadi rezim
pemilu;
Periode 2015 pilkada langsung lepas dari rezim pemilu tetapi
KPU masih diberi tugas dan wewenang untuk
menyelenggarakan pilkada.
3. Pokok Masalah dalam Pilkada Serentak 2015
Pilkada langsung serentak di 269 daerah baru pertama kali dilaksanakan dalam sejarah
kepemiluan di Indonesia menuntut SDM penyelenggara yang berkualitas dan
berintegritas;
Perubahan regulasi pilkada yang sangat dinamis menuntut tim legal drafting KPU dapat
menyesuaikan substansi Peraturan KPU dengan setiap perubahan regulasi dengan cepat;
Pengadaan dan pendistribusian logistik pemilihan secara serentak di 269 daerah pada
bulan Desember 2015 memungkinkan terjadinya kendala di lapangan karena faktor
cuaca, letak geografis, sarana transportasi dan ketersediaan penyedia kebutuhan logistik
pemilu;
Keterlambatan daerah dalam menyediakan dana untuk kebutuhan pilkada;
Data pemilih selalu menjadi isu yang krusial dalam penyelenggaraan pemilihan,
termasuk pilkada;
Dibukanya ruang bagi keluarga petahana untuk mencalonkan diri menyumburkan
politik dinasti di daerah;
Konflik dan kekerasan dalam pilkada cenderung meningkat berdasarkan riset LIPI dan
Crisis Group Asia Report;
4. Penanganan Masalah Regulasi
Tim legal drafting KPU melakukan review terhadap sejumlah regulasi
pilkada sejak periode 2005 sampai 2013 untuk penyempurnaan regulasi
pilkada 2015;
Tim legal drafting KPU menyiapkan regulasi dengan berbagai macam
versi sesuai dengan perubahan Undang Undang Pilkada;
Rancangan regulasi pilkada dipublikasikan secara luas melalui web site
KPU untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
KPU melakukan uji publik rancangan peraturan pilkada kepada sejumlah
kelompok pegiat pemilu dan demokrasi, para akademisi dan jurnalis
sebagai representasi masyarakat sipil;
KPU melakukan perubahan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 205 tentang
Pencalonan untuk menyesuaikan dengan perubahan substansi Undang
Undang Pilkada pascaputusan MK;
5. Penanganan Masalah Anggaran
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota aktif mengkomunikasikan kebutuhan anggaran
dengan pemerintah daerah dan DPRD;
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyiapkan peraturan menteri (permendagri)
Nomor 44 Tahun 2015 jo nomor 51 tahun 2015 tentang pengelolaan dana kegiatan pemilihan
sebagai pedoman penyusunan anggaran pilkada oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dengan pemerintah daerah;
KPU RI mengeluarkan surat edaran nomor 203/KPU/V/2015 tentang Tata Kelola Pendanaan
Hibang Langsung Pemilihan sebagai acuan dalam penyusunan naskah perjanjian hibah
daerah (NPHD), ketentuan pengelola keuangan, pembukaan rekening penampungan hibang
langsung pemilihan, nomor registrasi, revisi DIPA, pengesahan, pertanggungjawaban dan
laporan;
KPU mengeluarkan surat edaran nomor 259/KPU/V/2015 tentang Penundaan Pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah jika penandatanganan NPHP belum dilaksanakan oleh pemerintah
daerah sampai batas waktu 3 Juni 2015;
Meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengoordinasikan penyediaan anggaran
pemilihan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada;
Kemendagri memformulasikan mekanisme khusus penyediaan anggaran lewat perubahan
penjabaran APBD untuk daerah yang kepala daerahnya AMJ pada Januari sampai Juni 2015.
6. Penyiapan Badan Penyelenggara Profesional
KPU menetapkan syarat yang lebih ketat dalam rekrutmen
penyelenggara ad hoc (sementara) seperti PPK, PPS dan KPPS;
Anggota PPK, PPS dan KPPS yang telah menjabat selama dua
periode pemilu tidak diperkenankan untuk menjabat pada posisi
yang sama;
Pembatasan masa jabatan ini bertujuan untuk mengombinasikan
orang yang telah berpengalaman sebagai penyelenggara dengan
orang yang punya integritas dan latar belakang yang baik tetapi
belum punya pengalaman;
Pengetatan persyaratan menjadi anggota PPK, PPS dan KPPS juga
bertuajuan untuk mengurangi kekhawatiran sebagian masyarakat
terhadap adanya penyelenggara pemilu yang kurang baik tetapi
tetap dipertahankan selama bertahun-tahun.
7. Penanganan Masalah Data Pemilih
KPU memperkuat regulasi mutarlih pilkada dengan memberikan penegasan
tentang kewajiban analisa DP4 dan sinkronisasi DP4 dengan DPT Pemilu Terakhir;
Regulasi mutarlih mewajibkan adanya kolom khusus untuk penyandang disabilitas
dalam formulir data pemilih sehingga jenis dan jumlah kebutuhan alat bantu untuk
penyandang disabilitas di setiap TPS dapat diperhhitungkan dengan matang;
Penyerahan DP4 sebagai bahan dasar penyusunan data pemilih diserahkan satu
pintu dari Kementerian Dalam Negeri kepada KPU RI dan selanjutnya KPU RI
mendistribusikannya ke KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
Format DP4 yang diserahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada
KPU RI berbentuk CSV sehingga lebih mudah diimplementasikan ke dalam
platform sistem yang dikembangkan oleh KPU;
Format DP4 maupun data pemilih di dalam sistem informasi data pemilih (sidalih)
sudah memfasilitasi adanya pemekaran daerah;
KPU melakukan analisa DP4 untuk mengkategorisasikan pemilih ke dalam
beberapa kategori yakni pemilih yang usianya kurang dari 17 tahun tetapi sudah
menikah, pemilih dengan usia di atas 90 tahun, pemilih pemula, penyandang
disabilitas, pemilih laki-laki dan pemilih perempuan;
8. Penanganan Masalah Logistik
Memprioritaskan distribusi logistik ke daerah-daerah
dengan kondisi geografis dan topografi yang sulit
dijangkau;
Bekerja sama dengan TNI AL untuk menggunakan
kapal-kapal besar dalam mendistribusikan logistik
pilkada ke sejumlah daerah kepulauan yang harus
melewati laut berombak besar;
Menunda penyelenggaraan pemungutan suara di
sejumlah TPS jika tidak dimungkinkan untuk
melakukan pendistribusian logistik ke lokasi tersebut;
9. Antisipasi Potensi Konflik
Membatasi kampanye rapat umum hanya satu kali untuk pilkada
bupati/wali kota dan dua kali untuk pemilihan gubernur dan wakil
gubernur untuk menghindari konflik antar massa pendukung di lapangan;
Memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada publik dalam
pelaksanaan setiap tahapan pilkada untuk membangun kepercayaan publik
terhadap penyelenggaraan pilkada;
Memberikan bimbingan teknis (bimtek) yang lebih intesif kepada badan
penyelenggara ad hoc seperti PPK, PPS dan KPPS untuk dapat bekerja
secara profesional, berkualitas dan berintegritas;
Melakukan penanganan secara cepat dan tepat terhadap setiap pelanggaran
administrasi yang terjadi pada setiap tahapan pilkada;
Proaktif melaporkan penyelenggara yang diduga melakukan pelanggaran
etika penyelenggara pemilu;