1. KEBERADAAN PAYUNG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP
DI INDONESIA DALAM PERPSEKTIF PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh : FESDIAMON
A. SEJARAH SINGKAT HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
Hukum lingkungan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun,
hukum lingkungan pada waktu itu hanya besifat pemakaian terhadap lingkungan, belum diatur
tentang pengelolaan atau perlindungan terhadap lingkungan hidup. Seiring perjalanan waktu,
pasca kemerdekaaan Indonesia, dan dalam rangaka menyikapi lahirnya Deklarasi Stockholm
pada tahun 1972 ( The Stockholm Declaration of 1972) perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia sangat pesat. Dari hukum yang berorientasi hanya pada pemakaian, menjadi hukum
lingkungan yang berorientasi pada perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Untuk pertamakalinya, di Indonesia pasca Deklarsi Stockholm 1972, masalah lingkungan
hidup dimasukan pada GBHN 1973-1978. Pada BAB III Pola Umum Pembangunan Jangka
Panjang menggariskan perlunya perlindungan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan.
Pada waktu inilah konsep awal RUU tentanag lingkungan hidup mulai dirumuskan oleh panitia
yang dibentuk oleh pemerintah pada waktu itu yang diberi nama Panitia Nasioanal Perumus
Kebjakan di Bidang Lingkungan Hidup.1[1]
Setelah melalui proses yag panjang, akhirnya RUU Tentang pengelolaan Lingkungan
Hidup ini disahkan menkajdi Undang-Undang, pada tanggal 25 Februari 1982. Dengan
disahkannya RUU Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, maka Indonesia untuk
pertamakalinya memiliki Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di
undangakan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang ini kemudaian disebut sebagai payung hukum (Umbrella act) bagi semua
peaturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Namun, dalam perjalanannya
UUKPPLH ini menngalami banyak kendala, diantaranya masalah regulasi, institusional, dan
politis. Banyaknya kendala yang ditemukan dalam UUKPPLH ini, maka atas dasar itulah
1
2. pemerintah kemudian mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. UUPLH ini dalam pejalanannya ternyata juga menemukan
kendala, terutama dalam hal pemberian sanksi pidana terhadap pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup. Sehigga UUPLH inipun akhrinya dilakukan perubahan dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
B. KEBERADAAN UUPPLH SEBAGAI PAYUNG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI
INDONESIA.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk pertama kalinya di Indonesia, UUKPPLH ini telah
menjadi payung hukum(Umbrella act) bagi Lingkungan Hidup di Indonesia. Menjadi umbrella
act artinya kalaupun ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang
lingkungan hidup, tidak boleh betentangan dengan UUKPPLH ini.
Namun dimasa sekarang, UUPPLH yang merupakan hasil dari beberapakali perubahan
terhadap UUKPPLH tidak mampu lagi secara mutlak menjadi umbrella act bagi hukum
lingkungan di indonesia. Kalau dahulu UUKPPLH yang dinilai banyak terdapat kekurangan
sehingga terjadi perubahan dapat menjadi umbrella act bagi lingkungan hidup. Menagapa
UUPPLH yang telah disempurnakan terkesan tidak dapat lagi menjadi umbrella act bagi
lingkungan hidup di Indonesia ?
Menurut Prof. Dr. Emil Salim Lingkungan Hidup adalah segala benda dan kondisi yang
ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk kehidupan
manusia. Dari pendapat Prof. Dr. Emil Salim diatas, jelaslah bahwa cakupan dari lingkungan
hidup sangatlah luas, tak terkecuali persoalan pertambangan minerak dan batubara, serta
kehutanan.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
banyak sedikit telah menggeser keberadaan UUPPLH sebagai umbrella act lingkungan hidup di
Indonesia.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara yang
secara limitatif mengatur tentang ketentuan sanksi adminstrasi dan pidana. Sedangkan UUPPLH
seczra limitatif juga mengatur tentang ketentuan sanksi administrasi dan pidana. Dalam
ketentuan mengenai sanksi kedua Undang-Undang ini, terdapat banyak perbedaan, misalnya
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
tidak diatur ketentuan sanksi pidana tentang akibat terhadap manusia, seperti gangguan
kesehatan, luka, dan meninggal dunia. Sadangkan dalam UUPPLH secara limitatif diatur
tenatang ketentuan sanksi pedana terhadap hal tersebut.
Anehnyanya lagi dalam ketetntuan sanksi adaministrasi dan pidana terdapat perbedaan
yang sangat subtansial. Dalam ketentuan pidana pada Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara,diatur tentang pidana
tambahan, yakni berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.
Sedangkan dalam ketentuan pidana UUPPLH Pasal 119 tidak diatur tentang pencaabutan izin
usaha sebagi bentuk pidana tambahan. Pencabutan izin usaha dalam UUPPLH diatuur sebagai
sanksi administrasi, seperti yang terdapat dalam ketentuan sanksi administrasi UUPPLH Pasal 76
ayat (2), yakni :
Sanksi administrasi terdiri atas :
a. Teguran tertulis
b. Paksaan pemerintah
c. Pembekuan izin lingkungan; atau
d. Pencabutan izin lingkungan
Izin lingkungan dan izin usaha jelas saling berkaitan, izin usaha bisa diterbitkan setelah
mendapatkan izin lingkungan seperti AMDAL dan lain sebagainya.Jelaslah bahwa, dari kedua
Undang-Undang ini terdapat konflik norma. Oleh karena adanya konflik norma antara dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara dan
UUPPLH, tentulah keberadaan UUPPLH sebagai payung hukum (umbrella act) lingkungan
hidup di Indonesia sedikit bergeser atau tidak mutlak lagi dapat dikatakan sebagai payung hukum
lingkungan. Hal ini dikarenakan beberapa persoalan lingkungan telah diatur dengan Undang-
Undang tersendiri, serta terdapat pertentangan khususnya tentang ketentuan sanksi lingkungan
hidup, antara UUPLH dan Undang-Undang yang berhubungan dengan lingkungan hidup lainnya,
4. seperti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara.
C. KESIMPULAN
Indonesia untuk pertamakalinya memiliki Undang-Undang tentang lingkungan hidup yakni
pada tahun 1982, dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH). UUKPPLH ini
dahulunya disebut sebagai payung hukum (umbrella act) bagi lingkungan hidup di Indonesia.
Oleh kerena terdapat banyak kekurangan dalam UUKPPLH ini, khususnya pada regulasi,
institusional,dan politis maka terjadi beberapa kali perubahan, hingga sekarang kita memiliki
UUPPLH yang telah disempurnakan serta diharapkan tetap mampu menjadi payung hukum
(umbrella act) bagi lingkungan hidup di Indonesia.
Dari uraian BAB Pembasan, dapatlah kita simpulakan bahwa keberadaan UUPPLH sebagai
payung hukum (umbrella act) sudah bergeser atau tidak mutlah lagi. Ini di kerenakan adanya
beberapa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan lingkungan hidup
bertentangan dengan UUPPLH, seperti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara. Pertentangan keduan Undang-Undang ini jelas terlihat
pada ketentuan sanksi administrasi dan pidananya, serta masih banyak lagi pertentangan lainnya.
Oleh karean adanya pertentagan norma ini atau konflik norma maka keberadaan UUPLLH
sebagai umbrella act khususnya dalam hal penegakan hukum lingkungan dapat dikatakan tidak
mutlak lagi.
D. SARAN
5. Jika terjadi konflik norma, maka untuk menyelesaikannya harus kembali pada asas hukum
Lex Posteriore Derogat Lex Priori ( bahwa UU yang berlaku kemudian, membatalkan undang-
undang terdahulu yang mengatur materi yang sama). Maka dari itulah mengatasi konflik norma
yang terjadi antara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara dan UUPPLH, khususnya mengenai penegakan hukum lingkungan, diharapkan kita
dapat kembali pada asas hukum yang ada yakni Lex Posterior Derogat Lex Priori. Artinya, di
lihat dari waktu diundangkannya kedua Undang-Undang ini, keberlaakuan UUPPLH dalam hal
penegakannya dapat kembali dijadikan sebai payung hukum (umbrela act).