2. Perkataan “Hukum Perdata” dalam arti yang luas
meliputi semua Hukum Privat Materiil, yaitu segala
hukum pokok yang mengatur kepentingan
perseorangan. Perkataan Perdata juga lazim dipakai
sebagai lawan dari Pidana.
Ada juga yang memakai perkataan “Hukum Sipil”
untuk Hukum Privat Materiil, tetapi karena perkataan
sipil juga lazim dipakai sebagai lawan dari militer,
maka kita lebih baik memakai istilah “Hukum
Perdata” untuk segenap Hukum Privat Materiil
tersebut.
Hukum Perdata di Indonesia, sangat Berbhineka
artinya beraneka ragam berlakunya, karena berlainan
golongan warga negaranya ketika itu, antara lain :
3. a. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli, berlaku
Hukum Adat, yaitu hukum yang sejak dahulu telah
berlaku dikalangan rakyat yang sebagian besar masih
belum tertulis, tetapi sudah hidup dalam tindakan-
tindakan rakyat, mengenai segala persoalan dalam
kehidupan masyarakat kita.
b. Untuk golongan Warga Negara yang bukan Asli
Indonesia, yang berasal dari etnis Tionghoa & etnis
Eropah berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgelijk Weetboek) dan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (Weetboek van Koophandel).
c. Untuk golongan Warga Negara yang bukan Indonesia
Asli dan bukan selain Tionghoa atau Eropah (Arab,
India, Turki dll), sebagian tunduk pada BW & WvK,
sebagian lagi tunduk pada hukum asal negaranya
masing-masing
4. Hal tersebut, sangat sesuai dengan Politik Hukum
yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda
ketika itu, antara lain :
1. Hukum Perdata & Hukum Dagang, harus diletakkan
dalam Kitab Undang-Undang melalui Kodifikasi
Hukum;
2. Untuk golongan bangsa Eropah, dianut perundang-
undangan yang berlaku di negeri Belanda melalui
azas Konkordansi;
3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli & golongan
bangsa Timur Asing (Tionghoa, Arab, India dll) jika
ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka
menghendakinya, dapat menundukkan diri pada
peraturan hukum bangsa Eropah, baik seutuhnya
maupun sebagian saja, dan juga diperbolehkan
membuat peraturan baru bersama-sama, bahkan
boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh
kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan
mereka sendiri;
5. 4. Orang Indonesia Asli & Orang Timur Asing, sepanjang
mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan
bersama dengan bangsa Eropah, diperbolehkan
menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk
bangsa Eropah. Penundukkan diri boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara perbuatan tertentu saja;
5. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di
dalam Undang-Undang, bagi mereka itu akan tetap
berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu
Hukum Adat.
Dan sampai Indonesia merdeka, dalam UUD’45 kita tidak
mengenal lagi adanya golongan-golongan warga negara, maka
BW & WvK dinyatakan masih berlaku, dengan ketentuan bahwa
seorang Hakim Pengadilan di Indonesia dapat menganggap
suatu pasal tidak berlaku lagi, jika dianggapnya bertentangan
dengan keadaan jaman kemerdekaan sekarang ini. Oleh karena
itu BW & WvK tidak lagi merupakan “Weetboek” tetapi sudah
menjadi “Rechtsboek”.
6. Hukum Perdata (Burgelyk Recht), bersumber pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlyk Wetboek =
BW).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) ini terdiri dari 4
(empat) buku, yaitu :
• Buku I, Membahas tentang Perihal Orang (Van Personen),
yang memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan;
• Buku II, Membahas tentang Perihal Benda (Van Zaken), yang
memuat hukum benda (Zaken Recht) dan hukum waris
(Erfecht);
• Buku III, Membahas tentang Perihal Perikatan (Van
Verbintennissen), yang memuat harta kekayaan (Vermogens
recht) berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
• Buku IV, Membahas tentang Perihal Pembuktian dan
Kadaluwarsa (Van Bewysen Verjaring), yang memuat perihal
alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap
hubungan-hubungan hukum.
7. HUKUM DAGANG, sebagai bagian dari Hukum Perdata,
oleh karenanya sesungguhnya Hukum Dagang menjadi
satu kesatuan dengan Hukum Perdata Umum. Dengan
demikian sifat Hukum Dagang adalah sebagai Hukum
yang khusus dari Hukum Perdata Umum.
KUHD pada pokoknya berasal dari “Code de Commerce” ,
di Perancis. Hal ini terjadi pada abad pertengahan, dimana
timbul perasaan mengenai ketidak-puasan terhadap
peraturan hukum perdata umum untuk dapat memenuhi
akan kebutuhan hukum bagi para pedagang yang makin
lama makin meluas sejajar dengan pertumbuhan
perniagaan ke arah internasional, maka timbulah antar
pedagang tersebut untuk mengkhususkan kedudukan
mereka dan berkembanglah Hukum Dagang dijadikan
sebagai Hukum yang mengatur di bidang Perdagangan.
8. Hukum Dagang (Handels Recht) atau Hukum
Perniagaan, bersumber pada :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Buku
III perihal Perikatan;
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van
Koophandel = WvK);
Peraturan-Peraturan di Bidang Perdagangan di luar
KUHD (a.l. Perkoperasian, HaKI, Perusahaan, Persero,
Perjanjian, Perusahaan Negara dan lain-lain);
KUHD terdiri dari 2 (dua) buku, yaitu :
• Buku I, Membahas tentang Perdagangan Pada Umumnya;
• Buku II, Membahas tentang Hukum Laut (Hukum
Maritim)
9. HUBUNGAN antara Hukum Perdata
dan Hukum Dagang :
Hukum dagang merupakan bagian atau cabang
dari Hukum Perdata, dengan demikian KUH
Perdata (BW) menjadi Sumber Hukum Perdata
Umum, sedangkan KUHD (WvK) merupakan
Sumber Hukum Perdata Khusus. Dalam
hubungan yang demikian, maka berlakulah azas
“lex specialis derogat lex generalis” (Hukum
yang khusus mengalahkan hukum yang
umum), contohnya terdapat dalam Pasal 1
KUHD, yang berbunyi :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang
tidak diatur lain, berlaku juga terhadap hal-hal
yang juga diatur dalam kitab ini.
10. HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengingat Belanda pernah menjajah Indonesia,
maka Hukum Perdata Belanda (BW) juga
diberlakukan berdasarkan azas KONKORDANSI
(Persamaan), disahkan oleh Raja Belanda pada
tanggal 16 Mei 1946, di Undangkan melalui
Staatsblad 1947.23 dan dinyatakan berlaku pada
tanggal 1 Mei 1948.
Setelah Indonesia merdeka, melalui Peraturan
Peralihan UUD 1945, maka BW Belanda tetap
dinyatakan BERLAKU sebelum digantikan oleh
Undang-Undang baru. BW ini sekarang disebut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Hukum Perdata di Indonesia penerapannya adalah
Ber-Bhineka atau Beraneka Ragam, maksudnya
adalah Berlainan untuk segala golongan warga
negara, antara lain :
11. Untuk Golongan WNI, berlaku Hukum Adat, yaitu hukum
yang sejak dulu berlaku di kalangan masyarakat Indonesia,
yang sebagian besar hukumnya belum tertulis tetapi hidup
dan berkembang dalam tindakan-tindakan masyarakat
mengenai segala persoalan di dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat;
Untuk Golongan WNI Keturunan dari Tionghua dan
Eropa, berlaku BW dan WvK. Hanya khusus Keturunan
Tionghua ada sedikit tambahan peraturan mengenai
Perkawinan dan Adopsi (Pengangkatan Anak);
Untuk Golongan WNI Timur Asing (Keturunan Arab,
India dan lain-lain)dikaitkan dengan Negara, maka hukum
harus dapat membawa manfaat, kemakmuran dan
kebahagiaan kepada rakyatnya (Rasa aman, nyaman &
terkendali);
12. Ada pula Peraturan-Peraturan yang berlaku bagi
semua golongan warga negara, antara lain :
Undang-Undang Hak Mengarang;
Undang-Undang Perkoperasian;
Undang-Undang Pengangkutan;
Selanjutnya terhadap kemungkinan untuk menundukkan
diri pada hukum barat, ada 4 macam/cara :
• Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Barat;
• Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Barat bagi
Golongan Timur Asing terkait dengan Hukum Kekayaan
Harta Benda;
• Penundukan diri terhadap Perbuatan Hukum tertentu;
• Penundukan diri secara diam-diam, jika WNI asli
melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak diatur
dalam hukum adat;
13. HUKUM NASIONAL :
Hukum Perdata Indonesia adalah Hukum Perdata yang
berlaku di Indonesia, yaitu :
1. Hukum Perdata Barat bekas peninggalan jaman Kolonial
Belanda yang berlakunya di Indonesia berdasarkan Peraturan
Peralihan UUD 1945;
2. Hukum Perdata Nasional, adalah Hukum Perdata yang diciptakan
oleh Bangsa Indonesia setelah Merdeka;
Hukum Perdata berpredikat Nasional perlu ditentukan
kriteria yang jelas, sebagai berikut :
1. Berasal dari Hukum Perdata Indonesia
Dalam Tap MPR No.:IV/MPR/1978, dilanjutkan dengan Tap MPR
No.:II/MPR/1983, dan Tap MPR No.:II/MPR/1988 tentang
GBHN, terutama Pembangunan dibidang Hukum Nasional
didasarkan pada hukum yang hidup dalam masyarakat, artinya
antara lain Hukum Perdata Barat yang sesuai dengan sistem
nilai budaya Pancasila, Hukum Perdata tidak tertulis buatan
Hakim (Yurisprodensi) dan Hukum Adat.
14. 2. Berdasarkan Pada Sistem Nilai Budaya Pancasila,
Sistem nilai budaya Pancasila adalah Konsepsi-konsepsi tentang nilai-
nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota
masyarakat Indoensia. Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
Pancasila, maka sistem nilai budaya itu disebut sistem nilai budaya
Pancasila.
3. Produk Hukum Pembentuk Undang-Undang Indonesia
Menurut UUD 1945 pembuat Undang-Undang di Indonesia adalah
Presiden bersama-sama dengan DPR-RI. Dan dalam GBHN Tahun 1978
telah digariskan bahwa pembinaan dan pembentukan Hukum Perdata
Nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang, sebagai contoh
: UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun
1960.
4. Berlaku untuk Semua Warga Indonesia
Hukum Perdata Nasional harus berlaku untuk semua WNI, tanpa
memandang asal usul keturunannya, suku bangsa, daerahnya, golongannya.
WNI adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara keseluruhan
membentuk suatu bangsa merdeka yaitu bangsa Indonesia. Berlakunya
Hukum Perdata Nasional untuk semua WNI, berarti menciptakan Unifikasi
Hukum sesuai dengan GBHN dan melenyapkan sifat diskriminasi sisa
politik hukum Kolonial Belanda. Unifikasi Hukum dapat diciptakan karena
diantara peraturan Hukum Perdata tertulis yang ada sekarang sudah
dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat Indonesia.
15. 5. Berlaku untuk Seluruh Wilayah Indoenesia
Hukum Perdata Nasional harus berlaku untuk seluruh
Wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah Wilayah
Negara Republik Indonesia, termasuk perwakilan-
perwakilan Indonesia di Luar Negeri dan Kapal-Kapal
Indonesia. Berlakunya Hukum Perdata Nasional untuk
semua WNI diseluruh Wilayah Indonesia merupakam
Unifikasi Hukum Perdata sebagai pencerminan Sistem
Nilai Budaya Pancasila, terutama Nilai dalam Sila Ketiga
: “Persatuan Indonesia”. Hal ini sesuai dengan
Penggarisan dalam GBHN khususnya mengenai
Pembinaan Hukum Nasional.
16. Pentingnya Memiliki Hukum Nasional;
Oleh karena UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara RI, tidak
mengenal adanya golongan-golongan, maka adanya
Hukum yang berlainan untuk berbagai golongan itu
dianggap janggal, maka Pemerintah Indonesia selalu
berusaha untuk membentuk suatu Kodifikasi Hukum
Nasional. Sementara ini BW dan WvK masih dinyatakan
berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa Hakim
(Pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku
lagi jika dianggap bertentangan dengan keadaan sekarang
ini.