(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
1. 1
DAFTAR ISI
PNM DAN MONOZUKURI UMKM
Parman Nataatmadja 4
TRANSPORTASI PUBLIK DAN KUALITAS HIDUP
Rhenald Kasali 7
DAULAT PANGAN
Khudori 10
RUPIAH DAN LIKUIDITAS GLOBAL
Firmanzah 13
LIBERALISASI TRANSPORTASI DAN PENGUSAHA-PEJUANG
Bayu Priawan Djokosoetono 16
INKLUSI KEUANGAN & EKONOMI INDONESIA
Matthew Driver 19
MENANTI ERA BARU DIPLOMASI
Dinna Wisnu 23
SPIRAL EKONOMI 2015
Firmanzah 26
NARASI DOMESTIK DAN RELASI GLOBAL
Ahmad Erani Yustika 29
MEA 2015: TINGGALKAN ZONA NYAMAN, LAKUKAN INOVASI!
Handi Sapta Mukti 32
UU KELAUTAN DAN LAUT KITA
Rhenald Kasali 35
E-BANK DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Nonot Harsono 38
PERGURUAN TINGGI DAN INNOVATION DRIVEN ECONOMY
Firmanzah 41
7-ELEVEN, TRANSFORMASI BISNIS PT MODERN INTERNASIONAL
TBK
Henri Honoris 44
SISTEM PEMBAYARAN DAN DEMOKRASI EKONOMI
Achmad Deni Daruri 47
R&D DAN PEMBANGUNAN PARIPURNA
2. 2
Firmanzah 50
TERIMA KASIH PAK SBY, SELAMAT BEKERJA PAK JOKOWI
Firmanzah 53
TOL LAUT, ANTARA LOGISTIK DAN TRANSPORTASI
Siswanto Rusdi 56
WARISAN EKONOMI SBY
Berly Martawardaya 59
ERA BARU BUMN KEPELABUHANAN: SIZE IS MATTER
Rhenald Kasali 63
GEOPOLITIK PANGAN DAN JOKOWI-JK
Khudori 67
TABUNGAN PENDIDIKAN
Budi Frensidy 70
JOMBLO LIFESTYLE
Yuswohady 73
PERAN REGULATOR DAN MEKANISME PASAR
Firmanzah 76
MEMBACA KABINET BLUSUKANOMIC
Eko B Supriyanto 79
MEA 2015: DIGADANG DALAM KECEMASAN
Wahyu T Setyobudi 83
KABINET KERJA DALAM PERLAWANAN ASIA
Bambang Soesatyo 86
KABINET & EKSPEKTASI PUBLIK
Ahmad Erani Yustika 89
ERA BARU BUMN: SIZE DOES MATTER (3)
Rhenald Kasali 92
MENAKAR KESIAPAN INDUSTRI PARIWISATA SYARIAH
Riyanto Sofyan 95
PELINDO INCORPORATED
Rhenald Kasali 98
MELEPASKAN BELENGGU SUBSIDI BBM
Satya Widya Yudha 102
3. 3
SEKTOR KONSTRUKSI SEBAGAI MOTOR PEMBANGUNAN
Arif Budimanta 106
POTENSI BROADBAND-BASED ECONOMY
Firmanzah 109
MERUMUSKAN KEMBALI PERAN INDONESIA DI ASEAN
Shofwan Al Banna Choiruzzad 112
KEKURANGAN PIDATO PRESIDEN JOKOWI DI APEC
Dinna Wisnu 115
MERANGKUL SEKTOR PELAYARAN
Siswanto Rusdi 118
MENIMBANG PENARIKAN DANA PEMDA DI BPD
Paul Sutaryono 121
SINERGI KEBIJAKAN MARITIM INDONESIA
Shiskha Prabawaningtyas 124
EKSPEKTASI BIDANG PERTANIAN
Posman Sibuea 128
SPORT-INDUSTRY
Firmanzah 131
DAMPAK POLITIK DARI KEMAJUAN TEKNOLOGI ENERGI
Dinna Wisnu 134
NASIB INDUSTRI KREATIF TANPA MENTERI
Rama Datau Gobel 138
PENGALIHAN SUBSIDI BBM?
Marwan Batubara 141
SISA SUBSIDI BBM: TETAP SALAH SASARAN
Bambang Setiaji & Muslich Hartadi 144
INTERPELASI PIL PAHIT JOKOWI
Bambang Soesatyo 147
SETELAH HARGA BBM NAIK
Firmanzah 150
SISTEM PEMBAYARAN DAN RISIKO SISTEMIK
Achmad Deni Daruri 153
DIPLOMASI SAWIT JOKOWI
Dinna Wisnu 156
4. 4
PNM dan Monozukuri UMKM
Koran SINDO
16 September 2014
Pekan lalu saya mendapatkan kesempatan mengikuti seminar “Entrepreneurship dan
Monozukuri: Konsep Keberhasilan Wirausaha Jepang Membangun Ekonomi dan
Masyarakat” yang bertajuk “Toyota & Monozukuri”. Saya hadir pada acara tersebut atas
undangan dari Perhimpunan Persahabatan Indonesia Jepang (PPIJ) yang dipimpin oleh
pengusaha nasional Rachmat Gobel.
Selain diajak mengikuti pemaparan ide dari Masahiro Nonami, chairman The Jakarta Japan
Club, serta pembicara dari PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, kami juga diajak
berkeliling dan menyaksikan bagaimana Toyota, produsen automotif raksasa asal Jepang itu,
membangun industri automotif di Indonesia. Hal penting dan menarik yang bisa saya garis
bawahi selama rangkaian acara tersebut adalah bagaimana Jepang bisa membangun ekonomi
dan masyarakatnya melalui wirausaha.
Monozukuri berasal dari kata “mono” yang berarti produk atau barang, dan “zukuri” yang
berarti proses pembuatan atau penciptaan. Secara umum dalam percakapan sehari-hari
diartikan sebagai produksi/menghasilkan atau manufacturing/pembuatan. Namun demikian,
konsep ini mengandung makna yang jauh lebih luas dari arti harfiahnya. Kata majemuk
tersebut mengungkapkan kepemilikan spirit menciptakan dan memproduksi produk-produk
unggul serta kemampuan untuk secara terus menerus menyempurnakan proses dan sistem
produksinya. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan Jepang dalam membangun
ekonomi dan masyarakatnya setelah Perang Dunia II adalah keunggulan Monozukuri yang
dilaksanakan oleh para manajer, engineer, dan karyawan.
Pada saat melakukan kunjungan ke pabrik, kami disajikan gambaran nyata bagaimana Toyota
membangun industri automotif secara detail. Semua dilakukan dengan membangun sistem
yang benar dan terintegrasi. Semua langkah yang dijalankan ini akan menciptakan efisiensi
tinggi dalam berproduksi namun tetap humanis, yang pada ujungnya akan menghasilkan
pendapatan dan laba perusahaan. Ketua Umum PPIJ Rachmat Gobel menandaskan, dalam
membangun suatu (perusahaan dll) maka kita harus mau blusukan seperti yang dilakukan
oleh Joko Widodo, presiden terpilih. “Dengan blusukan, kita akan bisa mendapatkan detail
permasalahan yang ada sehingga bisa menentukan langkah dan strategi yang tepat untuk
menjalankannya,” ujarnya.
Membangun Sistem
5. 5
Merujuk pada filosofi Monozukuri, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) pun seharusnya dilakukan dengan membangun sistem yang benar dan dijalankan
secara terintegrasi. Cara seperti inilah yang dilakukan oleh PT Permodalan Nasional Madani
(persero) atau dikenal dengan PNM dalam menjalankan kegiatan usahanya. UMKM
merupakan salah satu pilar ekonomi bangsa dan telah terbukti tahan terhadap krisis ekonomi.
Namun pada kenyataannya, kiprah kelompok usaha ini masih terbatas dan belum bisa
mendominasi di kancah ekonomi nasional, apalagi global.
Pengembangan dan pemberdayaan UMKM tidak bisa dilakukan hanya dengan memberikan
bantuan dana murah, namun mereka dibiarkan untuk berkembang sendiri. Persoalan dalam
berusaha adalah dibutuhkannya kemampuan (manajerial) untuk mengembangkan usaha
hingga menjaga kesinambungan usaha. Karena itu, PNM yang didirikan pada 1 Juni 1999 ini,
mengemban amanat pemerintah untuk mengembangkan dan memajukan sektor UMKM dan
koperasi, yakni melalui: Moda Financial (melalui pembiayaan dan penyertaan) untuk
penyediaan dan penguatan modal kerja dan investasi UMKM; Moda Intelektual (melalui
Pendampingan dan Pengembangan Kapasitas usaha) untuk meningkatkan nilai tambah bagi
UMKM; serta Moda Sosial (mengoneksikan para pelaku bisnis UMKM).
Pengembangan bisnis UMKM seharusnya bisa dijalankan dengan mencontoh filosofi
Monozukuri, yakni dengan membangun sistem yang benar dan dijalankan secara terintegrasi
dengan pihak-pihak lain yang terkait. Oleh sebab itu, hal yang lebih penting adalah
bagaimana kita membantu para pelaku UMKM tersebut, sehingga mereka dapat
meningkatkan kapasitas usahanya agar bisa menjalankan produksi dengan baik.
Mereka juga diharapkan bisa meningkatkan kualitas produk agar diterima oleh pasar yang
lebih luas hingga mampu menembus pasar global dan bersaing dengan produk dari luar
negeri. Apalagi pada 2015 Indonesia masuk ke dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
sehingga penjualan barang dan jasa bisa berjalan secara lintas negara tanpa boleh dihambat.
Metode pengembangan kapasitas usaha yang dijalankan oleh PNM dilakukan melalui
serangkaian proses, yaitu dimulai dari persiapan dan sosialisasi, pelatihan, pendampingan
usaha dan pemberdayaan kelompok hingga proses monitoring-nya yang memungkinkan suatu
usaha tersebut ditingkatkan kemitraannya hingga opsi dilakukan pembiayaan lanjutan.
Proses persiapan dilakukan dengan cara pemetaan potensi dan inventarisasi permasalahan
untuk pengembangan UMK. Melibatkan lembaga independen sesuai dengan kebutuhan dan
keahlian termasuk perguruan tinggi. Hasil pemetaan dan inventarisasi ditindaklanjuti dalam
bentuk pelatihan serial, yang mencakup keuangan, produksi, pemasaran, kelompok,
pengemasan, dll. Aktivitas pelatihan ini dijalankan dengan melibatkan lembaga independen
sesuai dengan kebutuhan dan keahlian, termasuk dinas terkait dan perguruan tinggi.
Tahapan selanjutnya adalah mendampingi operasional usaha dan produksi pascapelatihan dan
pendampingan kelompok. Aktivitas pendampingan ini juga melibatkan lembaga terkait sesuai
dengan program pengembangan kapasitas usaha yang disiapkan PNM. Pada akhirnya,
6. 6
program diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Namun, PNM tetap melakukan
monitoring dan menyediakan dukungan yang dibutuhkan.
Semua proses ini harus dijalankan secara bersamaan dengan jasa pembiayaan. Hal semacam
inilah yang tidak didapatkan para pelaku UMKM apabila mereka mendapatkan kredit dari
perbankan atau lembaga keuangan mikro lainnya. Karena itu, pemberdayaan UMKM tidak
bisa dijalankan hanya dengan memberikan dana murah. Melainkan harus didesain dengan
sistem yang benar dan dijalankan secara terintegrasi dengan lembaga lain yang terkait. ●
PARMAN NATAATMADJA
Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
7. 7
Transportasi Publik dan Kualitas Hidup
Koran SINDO
18 September 2014
Dulu, dari rumah saya di kawasan Jatimurni, Bekasi, kalau hendak mengajar di kampus
Salemba, saya cukup berangkat dari rumah pukul 06.30 atau 07.00 pagi. Hanya dalam satu
setengah jam saya sudah tiba, dan masih bisa menghirup udara segar. Lagi pula jalanan
belum ramai. Ada macet, tapi tak seberapa.
Kalau mau mengajar ke kampus Depok, dari Salemba kami hanya butuh waktu sekitar satu
jam. Paling hanya macet di perlintasan rel kereta api. Begitulah dilema akademisi yang harus
mengajar dan mengikuti rapat di dua lokasi kampus yang berjauhan: satu di pusat Jakarta,
satu lagi di Jawa Barat.
Tetapi belakangan, sebelum matahari terbit saya sudah ingin segera berangkat. Itu pun harus
melewati “jalan tikus”, menembus kampung yang kalau berpapasan dengan mobil lain
terpaksa kami harus masuk ke pekarangan rumah masyarakat. Kalau telat sedikit dan
matahari sudah naik, maka begitu masuk jalan tol, jalan sudah super padat.
Dan akibatnya saya terlambat berjam-jam. Bukan tambah sejam, melainkan bisa tiga jam.
Luar biasa! Itu berarti hari masih sekitar pukul 04.30. Saya tidak sendiri, saya lihat tetangga
dan masyarakat sekarang juga sudah meninggalkan rumahnya pagi itu. Ratusan motor
bergerak cepat, sekali mobil berhenti klakson marah langsung terdengar dari motor di
belakang yang jumlahnya, ampun, banyak sekali. Sebagian besar mereka hendak ke Jakarta.
Apa yang mendorong mereka berangkat pada pagi buta? Dalam suatu kesempatan, saya
mendengar cerita mereka. Katanya, mereka yang tinggal di kawasan penyangga Jakarta,
seperti Bogor, Tangerang, Depok, atau Bekasi, kalau berangkat pagi buta sangat
memungkinkan tiba di kantor lebih cepat, sejam saja. Jadi, sekitar pukul 05.30 sudah sampai.
Setelah itu ada sebagian dari mereka yang masih bisa sarapan, kemudian melanjutkan
tidurnya 1,5-2 jam di mobil atau di ruang kantor kalau pintu kantornya sudah buka. Sekitar
pukul 08.00 mereka resmi mulai ngantor.
Mengapa tidak berangkat pukul 06.00? Seperti kata saya tadi, mereka bilang, kalau berangkat
jam segitu, mungkin baru bisa sampai kantor pukul 09.00. Sesampai di kantor kondisi fisik
dan emosinya pasti lelah. Siapa yang tak lelah didera kemacetan 2,5-3 jam di perjalanan?
Belum lagi menghadapi tekanan dari rekan kerja yang sinis melihat kita terlambat.
Saya tercenung mendengar cerita mereka. Bagi Anda yang kurang yakin, silakan cek di
kantor-kantor. Mungkin belum banyak yang melakoni cara hidup seperti ini, tetapi ada. Saya
8. 8
kira dalam beberapa waktu ke depan, kalau tak kunjung ada perbaikan dalam layanan
transportasi publik, jumlahnya pasti akan semakin bertambah. Celakanya, waktu pulangnya
kita tak bisa menghemat waktu selain pulang lebih malam setelah sebagian besar orang
sampai di rumah. Jadi hampir pasti semuanya tiba di rumah dengan perut lapar dan kondisi
fisik yang sudah lunglai. Sementara rumah makan dan perpustakaan kompak pukul 22.00
sudah tutup. Padahal, mungkin banyak orang yang membutuhkan layanan mereka justru di
saat jalan sedang macet-macetnya.
Dulu dan Sekarang
Itulah fenomena perubahan sosial yang terjadi di depan mata. Sungguh merisaukan.
Kehidupan macam apa yang sebetulnya tengah dijalani oleh para pekerja yang tinggal di
kawasan penyangga Jakarta? Belum lagi para buruh yang hanya mampu tinggal di rumah
kontrakan yang sempit jauh dari kantor. Baiklah, saya tak ingin menyinggung soal
produktivitas. Apalagi membandingkannya dengan pekerja negara-negara tetangga yang
setiap hari hanya menghabiskan maksimal dua jam di jalan. Bukan itu yang membuat saya
risau, melainkan apa jadinya masa depan keluarga Indonesia?
Apa jadinya dengan hubungan suami-istri (angka perceraian, konflik, dan KDRT) dan anak-anak,
yang setiap hari mungkin hanya bertemu satu-dua jam dengan orang tuanya itu pun
dengan kondisi fisik yang sudah sangat kelelahan. Dan, ingat kian banyak suami-istri yang
keduanya sama-sama bekerja. Dulu, mungkin kita masih mendengar cerita tentang keluarga
yang rukun dan bahagia. Setiap hari bisa menikmati makan malam dan berdoa bersama. Kini,
berapa banyak di antara mereka yang masih bisa makan malam bersama di ruang keluarga?
Dulu mungkin kita masih mendengar ada orang tua yang memeriksa PR dan mendampingi
anak-anaknya belajar. Kini, berapa banyak di antara mereka yang masih punya waktu untuk
melakukan hal ini? Dulu mungkin kita masih mendengar ada orang tua yang kerap
menceritakan dongeng sebelum tidur pada anak-anaknya. Kini, berapa banyak di antara
mereka yang masih sempat menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anak-anaknya?
Sementara semua yang saya tanyakan di atas masih dilakukan traditional parents di negara-negara
maju. Inilah kegelisahan saya sebagai orang tua sekaligus pendidik yang setiap hari
berkawan dengan anak-anak Anda, apakah di kampus atau lewat social media.
Backbone Transportasi
Sekarang mari kita sejenak berangan-angan. Andai kita bangun jam 05.30, lalu berolahraga
20-30 menit. Jam 06.00, masih sempat sarapan bersama anak-anak, sebelum melepas atau
mengantar mereka ke sekolah. Jam 06.30, mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor. Lalu, jam
08.00 sudah sampai kantor. Bagi Anda yang tinggal di kawasan Bogor, Depok, Tangerang,
atau Bekasi, dan bekerja di Jakarta, mungkinkah itu terjadi? Mimpi! Sebaliknya, saya
melihatnya sangat mungkin, dengan catatan, jangan pakai kendaraan pribadi. Lupakan pula
bus kota, antarkota atau antarprovinsi. Satu-satunya moda yang memungkinkan Anda sampai
9. ke kantor hanya dalam tempo satu jam adalah kereta. Bentuknya bisa monorel, atau kereta rel
listrik.
Itu sebabnya saya sangat jengkel ketika pembahasan monorel tertunda-tunda, bahkan terhenti.
Kita jengkel ketika mendengar jalan tol baru enam ruas dikejar agar dibangun di tengah kota.
Semua itu sama sekali tidak akan membantu mengurai masalah yang membuat kita
menghabiskan begitu banyak waktu di jalan. Penambahan ruas jalan tol tadi hanya akan
merangsang masyarakat untuk membeli kendaraan pribadi. Belajarlah dari negara-negara
maju yang menjadikan kereta api sebagai backbone transportasi publik.
Di sana, semua orang lebih suka menyimpan mobilnya di garasi, atau di area parkir stasiun,
dan kemudian mereka melanjutkan perjalanannya ke kantor dengan kereta. Tapi, jangan
pembangunan rel dan keretanya diserahkan ke swasta. Semua mesti dikerjakan dan dibiayai
oleh pemerintah, sehingga tak perlu memikirkan kapan investasinya bakal kembali. Ini bukan
bisnis. Ini public service, yang menjadi tugas utama pemerintah untuk menyediakannya. Jadi
sudah tidak selayaknya lagi pemerintah memikirkan return on investment. Apalagi uang
untuk membangun jaringan rel dan keretanya bukan uang pemerintah, tapi uang kita yang
dipungut melalui pajak. Bedakanlah antara mengurus return (yang menjadi hitungan kaum
bisnis) dengan mengurus keekonomian dan kesejahteraan (yang menjadi urusan negara).
9
Inilah waktunya bagi pemerintah untuk kembali ke khitah-nya. Ini soal meningkatkan
produktivitas pekerja, memperbaiki daya saing, meningkatkan kualitas hidup keluarga, masa
depan anak-anak dan kebahagiaan banyak orang. Kalau pemerintah masih mau hitung-hitungan
soal ini, sungguh bebal! ●
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
10. 10
Daulat Pangan
Koran SINDO
18 September 2014
Beban yang dipikul sektor pertanian kian berat. Di satu sisi sektor ini menampung lebih
sepertiga tenaga kerja. Di sisi lain bertahun-tahun sektor pertanian tumbuh rendah. Sektor
manufaktur yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja jauh panggang dari api. Akibat
surplus tenaga kerja, kemiskinan menumpuk di sektor pertanian.
BPS mencatat, dari jumlah penduduk miskin 28,28 juta orang, Maret 2014, 63% tinggal di
desa yang sebagian besar petani. Sebagai produsen pangan petani jadi kelompok paling
terancam rawan pangan. Lahan pertanian kian sempit dan kelelahan. Keuntungan pertanian
on farm belum menjanjikan, produktivitas aneka pangan melandai, diversifikasi pangan
gagal, jumlah penduduk kian banyak, sementara karena deraan kemiskinan konversi lahan
pertanian berlangsung kian masif. Bukan hanya lahan, petani pun terancam punah. Menurut
Sensus Pertanian 2013, selama satu dekade terakhir jumlah keluarga petani menurun 5 juta,
dari 31,17 jadi 26,13 juta.
Pertanian dijauhi karena tak menjanjikan kesejahteraan dan masa depan. Menurut BPS,
pendapatan rumah tangga tani dari usaha di sektor pertanian rata-rata Rp12,4 juta/tahun atau
Rp1 juta/bulan. Pendapatan ini hanya menopang sepertiga kebutuhan. Sisanya disumbang
dari kegiatan di luar pertanian, seperti ngojek, berdagang, dan jadi pekerja kasar. Fakta ini
menunjukkan tidak ada lagi ”masyarakat petani”, yakni mereka yang bekerja di sektor
pertanian dan sebagian besar kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu.
Pertanian dijauhi tenaga kerja muda terdidik. Menurut Sensus Pertanian 2013, lebih sepertiga
pekerja sektor pertanian berusia lebih 54 tahun. Pertanian terancam gerontrokrasi. Ini terjadi
karena pertanian mengalami destruksi sistemis di semua lini: di on farm, off farm, serta
industri dan jasa pendukung. Otonomi daerah dan desentralisasi membuat Kementerian
Pertanian tidak punya ”tangan dan kaki” di daerah. Ditambah sikap pemerintah daerah yang
tidak memandang penting pertanian membuat, sektor pertanian rapuh di segala lini.
***
Sejak 2007 Indonesia defisit perdagangan pangan. Impor pangan melesat lebih cepat
ketimbang ekspor, sehingga defisit cenderung melebar. Laju permintaan pangan di Indonesia
sebesar 4,87% per tahun tak mampu dikejar oleh kemampuan produksi domestik. Nilai impor
paling besar disumbang gandum, kedelai, beras, jagung, gula, susu, daging dan bakalan sapi,
aneka buah dan bawang putih. Selama satu dekade terakhir ketergantungan Indonesia pada
pangan impor nyaris tak berubah: 100% untuk gandum, 78% kedelai, 72% susu, 54% gula,
11. 11
18% daging sapi, dan 95% bawang putih. Sebagian besar diimpor dari negara-negara maju.
Indeks keamanan pangan Indonesia, seperti diukur dalam Global Food Security Index , terus
merosot: dari posisi 62 dari 105 negara (skor antara 0-100) pada 2012 anjlok ke posisi 72 dari
109 negara pada 2014. Posisi negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Tiongkok
dan Filipina lebih baik daripada Indonesia. Negara-negara industri maju sekalipun tak abai
persoalan pangan, tecermin dari skor mereka yang tinggi. Misalnya Amerika Serikat dengan
skor 89,3 di posisi puncak. Jepang dan Korsel berada di posisi terhormat, masing-masing ke-
21 dengan skor 77,8 dan ke- 25 dengan skor 73,2.
Kedaulatan pangan Indonesia kian rapuh dan rentan oleh fluktuasi harga pangan dunia dan
perubahan iklim ekstrem yang sulit diantisipasi. Instabilitas harga pangan selalu berulang
akibat dominasi orientasi pasar dalam kebijakan pangan.
***
Presiden-wakil presiden terpilih, Jokowi-JK, berjanji menempatkan pertanian pada posisi
penting guna mengembalikan kedaulatan pangan. Ini ditempuh lewat sejumlah langkah:
membagikan 9 juta hektare lahan ke petani, menambah kepemilikan lahan dari 0,3 hektare
jadi 2 hektare, membangun irigasi/embung, mencetak 1 juta hektare lahan baru, mendirikan
bank pertanian, mendorong industri pengolahan.
Langkah ini tak cukup guna membangun kedaulatan pangan. Agar berdaulat pangan,
pertama-tama petani sebagai pelaku utama harus berdaulat. Petani berdaulat bila memiliki
tanah, bukan penggarap, apalagi buruh. Karena itu, pertama, untuk menjamin tegaknya
kedaulatan pangan, akses dan kontrol petani pada sumber daya penting (tanah, air, benih,
teknologi, dan finansial) harus dijamin lewat reforma agraria. Tanpa jaminan akses dan
kontrol sumber daya produksi kedaulatan hanya omong kosong.
Kedua, sumber daya penting harus dikelola seoptimal mungkin guna memproduksi aneka
pangan sesuai keragaman hayati dan kearifan lokal. Langkah peningkatan produksi,
produktivitas dan efisiensi usaha tani dan tata niaga tak bisa ditawar-tawar. Kebijakan ini
harus ditopang perluasan lahan pangan, perbaikan infrastruktur, pembenahan sistem
informasi harga, pasar, dan teknologi. Perluasan lahan merupakan keniscayaan karena
ketersediaan lahan pangan per kapita Indonesia amat sempit, hanya 359 m2 untuk sawah (451
m2 bila digabung lahan kering), jauh dari Vietnam (960 m2), Thailand (5.226 m2), Tiongkok
(1.120 m2).
Ketiga, perlindungan petani terhadap sistem perdagangan yang tidak adil. Dalam lingkup
sosial-ekonomi, negara perlu menjamin struktur pasar yang jadi fondasi pertanian, baik
domestik maupun dunia, merupakan pasar yang adil. Liberalisasi kebablasan mesti dikoreksi.
Lalu dikembangkan perdagangan adil buat petani dengan mengadopsi harga pantas (fair
price): harga break even point (BEP), plus asuransi gagal panen (50% dari BEP), tabungan
masa depan, dan tabungan pengembangan usaha (masing-masing 10% dari BEP).
12. Perdagangan adil membuat petani berdaya karena mereka punya asuransi dan dana investasi.
12
Dalam konteks lingkungan alam, petani perlu perlindungan atas pelbagai kerugian bencana.
Negara perlu memberi jaminan hukum bila itu terjadi petani tak menderita. Pendek kata,
semua yang menambah biaya eksternal petani, menurunkan harga riil produk pertanian dan
struktur yang menghambat kemajuan pertanian perlu landasan hukum yang kuat agar
perlindungan petani bisa dilaksanakan sebagai kewajiban negara (Pakpahan, 2012). Karena
UU Nomor 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani masih jauh dari
memadai.
Keempat, mengembalikan fungsi negara sebagai stabilisator harga pangan strategis. Caranya,
merevitalisasi Bulog dengan memperluas kapasitasnya. Bulog tidak hanya mengurus beras,
tetapi juga mengelola sejumlah komoditas penting lain disertai instrumen stabilisasi yang
lengkap, seperti cadangan, harga (atas dan bawah), pengaturan impor (waktu dan kuota), dan
anggaran yang memadai. Impor komoditas pangan pokok yang semula diserahkan swasta
bisa dikembalikan sebagian atau seluruhnya pada Bulog. Ini akan mengeliminasi kuasa
swasta dalam mengontrol harga dan mereduksi praktik rente.
Agar peta jalan kedaulatan pangan berjalan, perlu dua syarat: anggaran memadai dan
kelembagaan yang powerful. Selama reformasi pertanian dipinggirkan. Politik pembangunan
dan anggaran menjauh dari pertanian. Pertanian dinilai tidak lagi penting. Kelembagaan yang
mengurus pangan dibubarkan. Padahal, sejarah negara-negara maju seperti AS, Jepang, dan
yang lain mengajarkan tidak ada negara yang ekonominya maju dan stabil tanpa ditopang
pertanian. Meskipun ekonomi mereka sudah tidak tergantung pada pertanian, tidak serta-merta
pertanian ditinggalkan. Justru pertanian diperkuat dengan anggaran dan aneka
perundangan. Pertanian ditaruh di tempat terhormat: sebagai persoalan bangsa. Untuk
berdaulat pangan, Jokowi-JK harus menempatkan pangan dan pertanian sebagai persoalan
bangsa.
KHUDORI
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik
Indonesia (AEPI)
13. 13
Rupiah dan Likuiditas Global
Koran SINDO
22 September 2014
Seperti mata uang di hampir mayoritas emerging market, nilai tukar rupiah berada dalam dua
tekanan global yang saling berlawanan arah. Di satu sisi, Bank Sentral Amerika Serikat (The
Fed) berjuang untuk mengurangi likuiditas global melalui pengurangan, sampai pada
akhirnya tercapai penghentian stimulus moneter atau yang disebut sebagai quantitative easing
(QE) III. Sementara di sisi lain, Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) bersama
Bank Sentral Jepang dan Bank Sentral China justru mempertahankan dan bahkan menambah
likuiditas untuk menggairahkan perekonomian di kawasan tersebut.
Selain aspek-aspek dalam negeri, dua tekanan yang berlawanan arah dipastikan akan
menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan, baik dalam jangka pendek maupun menengah
terhadap nilai tukar rupiah. Hal ini tecermin pada sesi perdagangan pekan lalu (minggu ke-3
September), nilai tukar sejumlah mata uang negara-negara Asia ditutup melemah. Depresiasi
nilai tukar mata uang negara-negara di Asia ini merupakan respons dari hasil The Federal
Open Market Committee (FOMC) terkait tahapan pengakhiran QE III dan pengakhiran suku
bunga murah. Pemangkasan pembelian obligasi yang menyisakan USD25 miliar ini
direncanakan dilakukan pada bulan ini sebesar USD10 miliar dan pada Oktober sebesar
USD15 miliar sekaligus mengakhiri kebijakan QE.
Hal yang sedikit melegakan terkait dengan rencana kenaikan suku bunga (The Fed Rate),
adalah pernyataan Gubernur The Fed, Janet Yellen, yang akan tetap mempertahankan suku
bunga rendah untuk beberapa waktu (considerable time) setelah QE berakhir. Dalam rilis
hasil rapatnya, The Fed juga menyampaikan kenaikan proyeksi suku bunga menjadi 1,375%
di akhir 2015 dari proyeksi sebelumnya 1,125%. Dan pada tahun 2017, suku bunga ini di
targetkan menjadi 3,75% dengan sejumlah asumsi-asumsi dari proyeksi yang dihasilkan
komite FOMC.
Optimisme perkembangan ekonomi AS juga tercermin dari sejumlah proyeksi yang
disampaikan The Fed. Dalam rilisnya, The Fed memproyeksikan pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) akan meningkat di kisaran 2,6-3,0% pada 2015, 2,6-2,9% di 2016, dan
2,3-2,5 % di 2017. Tingkat pengangguran AS juga diharapkan membaik ke kisaran 5,4-5,6%
di tahun 2015 dan 5,1-5,4% di tahun 2016. The Fed juga memproyeksikan kisaran suku
bunga pada level 3,75% di akhir 2017 dengan ekspektasi inflasi naik 1,9-2,0%.
Proyeksi ekonomi AS yang lebih tinggi dari sebelumnya muncul setelah sejumlah data
ekonomi makro AS menunjukkan perkembangan positif. Data pertengahan September 2014
menunjukkan penurunan klaim pengangguran sebanyak 36.000 menjadi 280.000. Dengan
14. tren penurunan angka ini, The Fed memproyeksikan tingkat pengangguran di akhir 2014
berada di kisaran 5,9-6,0% atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di level 6,0-6,1%.
Sementara itu, tingkat inflasi diperkirakan berada di rentang 1,5-1,7% year on year tahun ini.
Tingkat penjualan kendaraan juga meningkat tajam sebanyak 17,5 juta di Agustus 2014 atau
mencapai level tertinggi dalam delapan tahun terakhir. Kestabilan tingkat permintaan dan
penawaran juga tecermin dari sejumlah aktivitas ekonomi dan belanja rumah tangga dalam
beberapa bulan terakhir. Kondisi ini memperkuat optimisme pemulihan ekonomi AS
sehingga prospek jangka panjang diperkirakan semakin membaik.
Sinyal pemulihan ekonomi AS yang tertuang dalam pengumuman hasil rapat komite FOMC
pekan lalu ini, kemudian mendorong sentimen penguatan mata uang dolar AS terhadap mata
uang negara-negara lain, termasuk rupiah. Setidaknya hampir seluruh mata uang di Asia
melemah terhadap dolar AS pada sesi perdagangan pekan ketiga September 2014. Mata uang
Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Jepang, Thailand, Singapura, Taiwan, dan Indonesia
melemah terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah pada sesi perdagangan Kamis (18/9)
menembus batas psikologisnya di level Rp12.025 per dolar AS atau melemah 0,46%.
Pelemahan ini merupakan respons pascapengumuman hasil rapat FOMC. Diperkirakan
penguatan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara lain dalam beberapa
waktu ke depan terus berlangsung, seiring dengan positifnya berbagai indikator makro
perekonomian AS. Pada kondisi ini, para investor global akan cenderung mengubah orientasi
investasinya dari jangka panjang menjadi jangka pendek. Aksi spekulatif akan cenderung
mewarnai aktivitas perdagangan global dalam beberapa waktu ke depan melalui aksi relokasi
investasi.
Sentimen penguatan dolar AS ini telah memicu spekulasi adanya relokasi investasi yang
selama ini tersebar di sejumlah negara dengan prospek ekonomi yang positif untuk kembali
ke AS. Relokasi investasi dan aliran arus modal ini diperkirakan terus berlangsung sepanjang
sinyal positif ekonomi AS tetap menunjukkan angka-angka yang positif. Di sisi lain, entitas-entitas
14
ekonomi besar seperti Eropa, China, dan Jepang justru menunjukkan potret
kebalikannya.
Bank sentral Eropa, China, dan Jepang saat ini justru mengalami persoalan likuiditas yang
mendorong kebijakan quantitative easing. Bank Sentral Eropa meluncurkan Targeted Long
Term Refinancing Operations (TLTROs) dengan memberikan pinjaman murah kepada
industri perbankan di kawasan euro senilai 400 miliar euro (USD518 miliar). Bank Sentral
China mengeluarkan stimulus USD81 miliar pada lima bank BUMN terbesar untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi China. Sementara itu, Bank of Japan akan
mempertahankan stimulus ekonominya untuk menghindari tekanan deflasi yang lebih dalam.
Kondisi ini juga dapat menjelaskan bahwa prospek perekonomian di ketiga wilayah tersebut
masih memerlukan waktu untuk mencapai target-target pemulihan ekonomi seperti yang
diharapkan.
15. Bagi Indonesia, rencana pengakhiran QE III di AS dan masih berkontraksinya ekonomi Zona
Euro, China, dan Jepang merupakan faktor penting yang perlu kita antisipasi bersama.
Ketidakpastian dan volatilitas pasar keuangan dunia masih akan terjadi dalam jangka pendek
dan jangka menengah.
Dampak dari tekanan eksternal telah kita rasakan bersama saat ini dan dapat dipastikan
gelombang ketidakpastian masih akan terus terjadi. Untuk memitigasi pengaruh
ketidakpastian eksternal, prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan dalam pengelolaan sektor
moneter, fiskal, dan sektor riil perlu terus kita jaga dan tingkatkan. Menciptakan formula
yang tepat dan keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium) sangat kita perlukan antara nilai
tukar rupiah, suku bunga, inflasi, cadangan devisa, serta indikator sektor riil.
Melalui koordinasi antara BI, pemerintah, LPS, dan OJK maka kita akan tetap menjaga serta
meningkatkan daya tahan dan daya saing perekonomian Indonesia dalam jangka pendek dan
jangka menengah.
15
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
16. 16
Liberalisasi Transportasi dan Pengusaha-
Pejuang
Koran SINDO
23 September 2014
Perdebatan publik tentang Uber Taxi beberapa waktu belakangan ini menjadi semacam alarm
bagi industri transportasi publik kita. Sebagai alarm ia membuat kita siuman berhadapan
dengan datangnya era baru transportasi yang ditandai globalisasi dan liberalisasi.
Era Baru Transportasi
Era baru sektor transportasi dicirikan sejumlah gejala pokok. Pertama, Uber bukan pemain
lokal, melainkan pemain global yang sebelumnya sudah berkiprah di sejumlah negara.
Kehadirannya di tengah kita menandai berkembangnya layanan publik sekaligus bisnis
transportasi sebagai arena yang tak lagi memiliki tapal batas negara. Globalisasi sekaligus
liberalisasi transportasi sudah datang dan mau tak mau harus dikelola.
Kedua, sebagai konsekuensinya, pebisnis transportasi domestik mau tak mau harus berbaur
dan berkompetisi dengan sengit bukan hanya dengan pemain lokal, tetapi juga pelaku global.
Opsi yang tersedia boleh jadi hanya ”siap bersaing atau mati”. Ketiga, globalisasi dan
liberalisasi transportasi serta intensifikasi dan ekstensifikasi kompetisi yang diidapnya
membuat masalah-masalah layanan transportasi publik semakin rumit dan tak sederhana.
Kebijakan-kebijakan yang cepat dan tepat di bidang layanan transportasi dibutuhkan.
Pelibatan semua pemangku kepentingan di dalam pengelolaan sektor ini, baik dari kalangan
publik atau negara, swasta atau korporasi maupun civil society, sangat dibutuhkan. Bagi kita
di Indonesia, alarm itu terasa lebih nyaring karena sudah di depan mata pelaksanaan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA mempercepat dan mengonkretkan liberalisasi di
berbagai bidang kehidupan. Sektor transportasi tentu saja bukan pengecualian. Inilah yang
membuat banyak pihak beranggapan bahwa liberalisasi sektor transportasi menjadi keharusan
yang tak tertawarkan. Benarkah demikian? Benarkah kita tak bisa ”menawar”?
Pengusaha-Pejuang
Menurut saya, liberalisasi transportasi memang akan menjadi gejala zaman sekarang. Tapi,
sebagai pelaku bisnis transportasi sekaligus warga negara dari tanah air yang saya cintai,
Indonesia, saya menilai bahwa liberalisasi transportasi ”harus ditawar” untuk tidak
mengorbankan kepentingan publik secara luas dalam manajemen transportasi yang sudah
mengglobal itu. Sebagai pengusaha saya percaya bahwa ”sang penawar”-nya antara lain para
17. 17
pengusaha yang berkarakter sesuai dengan dicita-citakan Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (HIPMI), tempat saya berkiprah saat ini, yaitu para pejuang-pengusaha dan
pengusaha-pejuang.
Berhadapan dengan peliknya masalah transportasi, para pengusaha-pejuang adalah mereka
yang berbisnis sambil mengatasi trilema kebijakan transportasi. Trilema kebijakan
transportasi adalah situasi serbasulit dan serbarumit dalam mendamaikan tiga kepentingan:
membangun transportasi publik yang massal, mengelola tumbuhnya kelas menengah
perkotaan dengan daya beli alat transportasi yang terus meningkat, dan melayani pasar
segmented yang membutuhkan layanan transportasi eksklusif.
Menurut saya, yang harus jadi prioritas pertama dan utama yang dilayani oleh kebijakan
transportasi di Indonesia adalah kepentingan publik yang luas terhadap adanya moda
transportasi yang mudah, murah, senantiasa ada, dan massal. Maka penyeimbangan, bahkan
pembatasan, kepemilikan kendaraan di kalangan kelas menengah menjadi kebijakan tak
tertawarkan. Masalahnya, kita tak boleh mencederai hak kelas menengah untuk memiliki
kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat.
Saya menyarankan agar sebagai bangsa kita memperbaiki cara berpikir kita tentang soal ini.
Selama ini kita memandang kebutuhan akan kendaraan pribadi dalam perspektif ”memenuhi
gaya hidup” dan bukan untuk ”meningkatkan kualitas hidup”. Atas nama ”gaya hidup” kita
merasa perlu sesuatu yang orang lain sudah memiliki. Ini keliru. Semestinya, kita punya
target untuk ”meningkatkan kualitas hidup” dan kebutuhan akan transportasi yang layak
menjadi implikasinya.
Walhasil, persoalan bisa diatasi dengan penyediaan transportasi publik yang massal,
senantiasa ada, murah, dan aman. Selain itu, infrastruktur transportasi, termasuk kualitas dan
panjang ruas jalan, harus diperbaiki secara sangat serius. Sektor transportasi saat ini
membutuhkan langkah konkret dan segera untuk menjawab tantangan serius di berbagai kota
di Indonesia. Saat ini, kota-kota ditantang untuk menyeimbangkan volume mobilitas manusia
dan barang dengan ketersediaan infrastruktur untuk semua moda transportasi. Tantangan ini
harus segera dijawab.
Di tengah langkah-langkah itu, para pebisnis sektor transportasi bisa merespons permintaan
pasar yang sangat spesifik, yaitu pengguna transportasi yang makin eksklusif, dengan
beragam usaha atau bisnis. Saya yakin, pasar yang segmented ini mendatangkan peluang
bisnis berskala besar. Catatannya hanya satu: bisnis untuk pasar yang sangat segmented ini
tetap harus ramah publik dan lingkungan.
Jadi, bisnis transportasi boleh saja mengalami globalisasi dan liberalisasi. Tapi, semua
pemangku kepentingan di sektor ini, termasuk para pelaku bisnisnya, harus berorientasi pada
publik secara luas. Inilah menurut saya cara berpikir pengusaha-pejuang yang akan membuat
sektor yang menantang ini dapat kita kelola secara layak di masa kini dan masa datang.
18. 18
BAYU PRIAWAN DJOKOSOETONO
Chairman BlueBird Group Holdings, Bendahara Umum Badan Pengurus Pusat HIPMI dan
Bendahara Umum Kwartir Nasional Pramuka
19. 19
Inklusi Keuangan & Ekonomi Indonesia
Koran SINDO
23 September 2014
Indonesia berada di peringkat ke-15 dunia untuk produk domestik bruto, namun hanya 50 juta
orang Indonesia yang memiliki akses terhadap rekening bank. Dengan mempercepat inklusi
keuangan, jutaan orang Indonesia akan mendapatkan akses layanan dasar seperti menabung
dengan aman dan melakukan transaksi, mengasuransikan properti mereka, dan mendapatkan
akses pinjaman untuk usaha kecil, serta pada akhirnya mempercepat momentum
pertumbuhan ekonomi negara kepulauan ini.
Pengamatan tersebut dilontarkan oleh Presiden Direktur Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin
saat berlangsungnya World Economic Forum on East Asia baru-baru ini di Manila. Beliau
menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan keuangan mendasar bagi masyarakat
Indonesia berpenghasilan rendah--sebuah persoalan yang relatif lebih mudah diatasi dengan
adanya teknologi digital.
Masa depan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang paling menjanjikan di dunia.
Selain sebagai negara dengan ekonomi terbesar se-Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan
negara yang sangat luas dengan 238 juta penduduk serta diperkirakan oleh McKinsey akan
berada di peringkat ketujuh negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2030. Artinya
pada saat itu negara ini akan ada di depan negara-negara maju lain seperti Jerman dan
Inggris.
Namun, hal tersebut masih jauh dan memiliki arti kecil bagi sebagian penduduk Indonesia
yang masih mengalami kesulitan saat ini. Akses layanan keuangan dasar merupakan
hambatan utama Indonesia yang memiliki 17.000 pulau, di mana luas wilayah dan
penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan tantangan dalam pembangunan
infrastruktur, sehingga membatasi akses layanan perbankan formal ataupun hubungan
sederhana sekalipun dengan sebuah lembaga keuangan.
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian MasterCard baru-baru ini, ”ROAD TO
INCLUSION: A look at the Financially Excluded and Underserved”, bahwa masih banyak
penduduk pinggiran-kota dan pedesaan di Indonesia lebih memilih metode tradisional dalam
menyimpan uang seperti tabungan di tokoh masyarakat atau sistem arisan. Dan saat sejumlah
orang telah memiliki akses terhadap rekening bank, ternyata masih banyak dari mereka justru
tidak percaya terhadap bank.
Salah satu contohnya adalah Susi Indah, warga Indonesia berumur 37 tahun, dulu memiliki
rekening bank untuk menyimpan semua tabungannya. Tiga tahun yang lalu, Susi memiliki
uang sebesar Rp 35 juta di bank. Dia lalu menarik hampir semua uang tersebut ketika
20. membangun rumahnya dan menyisakan sekitar Rp1-2 juta di rekening. Tidak menyadari akan
adanya biaya administrasi bank, dia mengklaim bahwa ”uangnya mulai menghilang” tanpa
ada penjelasan. Kejadian ini membuatnya kehilangan kepercayaan terhadap bank dan
membuatnya tidak menggunakan jasa lembaga keuangan lagi.
20
***
Telah diakui bahwa dengan menghantarkan inklusi keuangan yang lebih besar ke Indonesia
akan membantu perkembangan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan. Gates Foundation,
seperti yang dipublikasikan oleh McKinsey, menunjukkan bahwa ekonomi dengan penetrasi
pembayaran elektronik yang lebih tinggi akan tumbuh lebih cepat dibandingkan yang tidak.
Para pembuat kebijakan semakin menyadari bahwa pasar keuangan yang dapat menjangkau
semua orang akan lebih efektif dan efisien dibandingkan kebijakan yang lain.
Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia baru-baru ini
meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Jakarta. Pencanangan dimaksudkan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga
pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran nontunai dalam melakukan transaksi
keuangan, yang tentunya mudah, aman, dan efisien (sumber: http://www.bi.go.id).
Langkah pertama dalam inklusi keuangan adalah menyediakan identitas khusus kepada para
pelanggan, berdasarkan pada layanan keuangan mana yang dapat diberikan serta akhirnya
terkait dengan rekening pembayaran. Salah satu contoh manfaat dari kartu debit prabayar
dapat dilihat di Afrika Selatan, di mana mereka biasa menyalurkan bantuan sosial dan
membuat pemerintah setempat dapat menghemat jutaan dolar. Indonesia saat ini telah
menjadi salah satu negara yang menggunakan sistem identitas nasional terbesar di dunia,
yaitu e-KTP, yang telah sukses mendistribusikan 147 juta kartu identitas ke penduduk.
Melalui kartu ini, terdapat potensi untuk menghubungkan e-KTP ke berbagai program
pemerintah dengan menjadikannya sebagai alat pembayaran, daripada menyalurkan dana
bantuan dalam bentuk tunai. Hal ini membutuhkan sebuah kartu pembayaran yang terhubung
dengan rekening bank yang memiliki potensi untuk memberikan layanan keuangan kepada
seluruh masyarakat Indonesia. Dari sini kemudian pihak bank dapat memperkenalkan
layanan baru kepada para nasabah, dengan setahap demi setahap mulai melakukan aktivitas
lanjutan seperti membayar tagihan, mengajukan kredit, menabung, meminjam, dan
melakukan investasi.
Perangkat seluler nampaknya akan memainkan peran penting di negara berkembang seperti
Indonesia, di mana lebih banyak orang memiliki telepon seluler dibandingkan rekening bank.
Teknologi seluler dapat menjadi tulang punggung layanan keuangan dasar yang sebagian
besar dari kita sering meremehkannya. Saat ini sekitar 2,5 miliar orang di dunia belum
memiliki rekening bank. Dari jumlah tersebut, setidaknya sebanyak 1,5 miliar orang telah
memiliki telepon seluler.
21. 21
Saat ini hanya 20% dari orang Indonesia yang memiliki akses ke layanan keuangan, dan
sangat banyak orang yang tinggal jauh dari cabang bank terdekat. Penetrasi kartu debit di
Indonesia kurang lebih 30%, namun mayoritas terletak di wilayah perkotaan, di mana
seseorang dapat memiliki lebih dari satu rekening. Sementara itu, hanya 6% yang memiliki
kartu kredit.
Di lain pihak, lebih dari 90% dari penduduk Indonesia memiliki telepon seluler dan hal
tersebut menunjukkan kesempatan yang besar bagi transaksi elektronik melalui perangkat
seluler (mobile commerce) dan kemampuan untuk mengakses sarana-sarana keuangan.
***
Jadi, seperti apa inklusi keuangan di negara berkembang seperti Indonesia? Pertama-tama
mari kita dari memahami bahwa hal ini bukan mengenai jarak kantor cabang sebuah bank
yang kemungkinan cukup jauh dari tempat tinggal. Sebaliknya, hal ini mengenai tempat yang
lebih aman untuk menyimpan uang dibandingkan di lemari dapur atau di bawah bantal serta
cara yang lebih baik dalam menelusuri jejak pengeluaran.
Inklusi keuangan adalah bagaimana memperoleh akses yang lebih aman, tanpa melibatkan
uang tunai dan pembayaran dalam bentuk elektronik seperti kartu debit, kredit, atau prabayar.
Inklusi keuangan adalah bagaimana menciptakan kesempatan bagi banyak orang untuk
memanfaatkan keterampilan dan sumber daya mereka untuk meningkatkan kualitas hidup.
Inovasi dalam teknologi pembayaran-prabayar dan perangkat seluler digabung dengan
biometrik--memainkan peran kunci di mana hal tersebut dapat dengan cepat menjembatani
jarak antara sektor formal layanan keuangan dengan jutaan orang berpenghasilan rendah atau
tidak memiliki akses ke layanan keuangan. Indonesia tentunya akan mendapatkan
keuntungan dari cara-cara nontradisional tersebut untuk memperluas pembayaran nontunai
(cashless).
Beberapa penyedia pembayaran telah bekerja sama dengan operator telekomunikasi untuk
mengembangkan dompet digital (digital wallet), walaupun untuk sekarang sistem ini masih
terbatas pada perusahaan yang bekerja sama. Inisiatif lain di Indonesia yaitu program kartu
virtual yang memungkinkan berbagai jenis pembayaran serta upaya-upaya dari bank untuk
mempromosikan penggunaan kartu debit di setiap titik pembayaran (point of sale).
Pada saat yang sama terdapat banyak kesempatan untuk pengembangan program baru, mulai
dari adopsi pemerintah yang lebih besar terhadap layanan elektronik (e-Services) dan
pembayaran, menuju penerapan program prabayar ”open loop” yang sudah biasa digunakan
di negara-negara ASEAN lain untuk mendukung perluasan layanan keuangan kepada
pengguna telepon seluler yang tidak memiliki rekening di bank serta juga pelaksanaan
program-program pemerintah termasuk pembayaran gaji. Dengan masa depan ekonomi yang
kuat, program-program ini dapat terus mendukung perkembangan ekonomi dan inklusi di
Indonesia.
22. 22
***
Eksklusi (ketiadaan akses terhadap lembaga) keuangan dapat melanggengkan kemiskinan.
Hal ini juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menyediakan layanan keuangan
dasar bagi orang-orang yang selama ini tidak memiliki akses perbankan akan menciptakan
kesempatan yang sangat berarti bagi masyarakat yang tinggal di negara-negara berkembang
seperti Indonesia untuk memberi sumbangsih bagi pertumbuhan ekonomi.
Sisi positifnya adalah hal tersebut diketahui oleh hampir semua pembuat kebijakan kunci dan
pemain pasar bahwa inklusi keuangan merupakan sesuatu yang harus dijalankan di Indonesia.
Tidak ada lagi pertanyaan mengenai ‘apa’ dan ‘jika’, melainkan pertanyaan mengenai
‘kapan’. Dengan pemerintah baru yang memiliki agenda reformasi yang positif, masa depan
perkembangan inklusi keuangan di Indonesia akan sangat menjanjikan. ●
MATTHEW DRIVER
Presiden MasterCard Asia Tenggara
23. 23
Menanti Era Baru Diplomasi
Koran SINDO
24 September 2014
Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla kompak menegaskan bahwa
arah diplomasi ke depan akan lebih diwarnai kegiatan diplomasi ekonomi. Joko Widodo
bahkan berseloroh bahwa dirinya dan Jusuf Kalla adalah pengusaha sehingga mereka paham
akan pentingnya pertanggungjawaban penggunaan dana dalam tiap kegiatan. Istilahnya every
cent counts, satu sen pun pasti tidak disia-siakan.
Di dalam tubuh Kementerian Luar Negeri, sinyal tersebut memunculkan sejumlah reaksi.
Reaksi yang paling sering ditemui adalah konfirmasi bahwa sudah selayaknya Indonesia
mengedepankan diplomasi ekonomi yang lebih efektif dan optimal hasilnya.
Reaksi berikutnya adalah reaksi penuh tanda tanya: akankah ada perubahan pengelolaan
diplomasi, termasuk di dalam Kementerian Luar Negeri? Implikasi poin kedua ini adalah ada
kesadaran bahwa kalau struktur pengelolaan diplomasi tidak diubah, optimalisasi dan
efektivitas diplomasi sulit dicapai. Kedua hal ini menarik untuk ditelaah lebih lanjut.
Presiden terpilih Joko Widodo menjanjikan penguatan diplomasi perdagangan, diplomasi
energi, diplomasi pangan, bahkan diplomasi maritim. Konsentrasinya pada peningkatan
volume perdagangan dan surplus perdagangan, menjaga kedaulatan energi dan pangan, serta
mengembalikan kewibawaan Indonesia sebagai negara maritim yang punya kekuatan
geopolitik yang andal. Semua ini sebenarnya bukan hal yang baru di Kementerian Luar
Negeri. Misalnya saja mengenai peningkatan volume perdagangan dan surplus perdagangan.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, makin tegas keinginan untuk membalik nasib
Indonesia yang hubungan perdagangannya timpang dengan negara-negara lain.
Masyarakat awam memiliki persepsi bahwa Indonesia lebih sering dijadikan pasar bagi
produk-produk buatan negara lain. Ketimpangan ini mungkin dapat dimaklumi saat kita
masih dalam proses membangun di tahun 1970-an. Kita banyak mengimpor produk-produk
teknologi tinggi seperti automotif, elektronik, komputer, dan produk padat modal lain karena
kekuatan produksi kita belum setara dengan negara-negara maju pengekspor produk-produk
tersebut.
Namun kita tidak bisa maklum apabila ternyata produk-produk yang padat karya seperti
tekstil, garmen, mainan anak-anak, dan produk-produk yang tidak membutuhkan
keterampilan tinggi merajai pasar dalam negeri kita pada saat ini. Oleh sebab itu, kerja sama
bilateral (antardua negara) dipandang kurang efektif dalam mendorong pembukaan pasar.
Penyebabnya adalah faktor ketidakseimbangan power dan kemampuan negosiasi. Untuk itu
belakangan digiatkan sejumlah kerja sama regional dan multilateral.
24. Logikanya, dengan penambahan mitra kerja sama, suasana bisa lebih cair, daya tawar bisa
ditingkatkan dengan teknik mengajak sejumlah negara yang biasanya berseberangan (atau
bahkan bersitegang) agar Indonesia bisa menjadi penengah atau mengayun negosiasi dengan
keduanya. Misalnya penggiatan perdagangan intra-ASEAN (yakni di antara 10 negara
anggota ASEAN) diperluas menjadi ASEAN Plus; tidak hanya ASEAN Plus Three (yakni
plus Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok), tetapi juga ada ASEAN Plus Six (yakni 3 plus
tadi ditambah Australia, India, Selandia Baru).
Antara Indonesia dan negara anggota ASEAN Plus Three maupun ASEAN Plus Six dibangun
kawasan perdagangan bebas. Pada 2011, ASEAN Plus Six bahkan meluncurkan RCEP
(Regional Comprehensive Economic Partnership - Kemitraan Ekonomi Komprehensif
Regional) demi memuluskan pembentukan kawasan perdagangan bebas di Asia-Pasifik.
RCEP ini semakin sejalan dengan kerangka penguatan kerja sama ekonomi Asia-Pasifik
melalui APEC yang di sana sudah ”menunggu” Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, Hong
Kong, Taiwan, Meksiko, Peru, Papua Nugini, Rusia, Cile, dan Kanada. Maklum,
Kementerian Luar Negeri ingin mengambil momen menguatnya perekonomian Asia-Pasifik
untuk mengatrol perekonomian Indonesia.
Diidentifikasi pula bahwa penggiatan kerja sama perdagangan di Asia-Pasifik saja tidak
cukup. Selain mengangkat keaktifan Indonesia di forum Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO), bahkan dua tahun lalu Ibu Marie Pangestu (waktu itu Menteri Perdagangan)
didorong untuk maju menjadi direktur jenderal WTO, Indonesia memunculkan keaktifan di
G-20 (forum pemerintah dan gubernur bank sentral bagi 20 entitas perekonomian terdepan di
dunia), di G-77 (kelompok kerja sama pemerintah Selatan-Selatan di Perserikatan Bangsa-
Bangsa), dan yang jarang terdengar tetapi sebenarnya diurus juga oleh Kementerian Luar
Negeri adalah kerja sama D-8 (kelompok kerja sama pembangunan antar-8 negara
berpenduduk muslim besar, yakni Bangladesh, Pakistan, Indonesia, Malaysia, Iran, Turki,
Mesir, dan Nigeria).
Lalu apa yang bisa membedakan era baru diplomasi Indonesia jika saat ini saja sudah
dikembangkan skema kerja sama yang demikian beragam? Penjelasannya antara lain terletak
pada pengelolaan isu dan kerja sama yang ada. Contohnya kerja sama D-8. Kerja sama ini
dikelola oleh Direktorat Jenderal Multilateral di Kementerian Luar Negeri dengan harapan
bahwa segenap pihak terkait di Kementerian Luar Negeri dan kementerian/lembaga terkait
dapat melakukan tindak lanjut dari inisiatif yang dikembangkan di direktorat jenderal tersebut
dan kemudian Kementerian Luar Negeri merespons perkembangan yang ada melalui
negosiasi lebih lanjut di pertemuan D-8. Kenyataannya, kerja sama D-8 masih saja dalam
status inkubasi. Belum konkret disebarluaskan peluangnya meskipun sudah dibentuk sejak
tahun 1997, belum ada tindak lanjut dengan dampak signifikan.
24
Ketika muncul wacana bahwa para menteri di kabinet baru wajib bisa marketing (yakni
”memasarkan” Indonesia), sebenarnya ada sejumlah instrumen pelaksanaan diplomasi
ekonomi yang ampuh dimanfaatkan tanpa perlu para menteri terkesan murni ”berjualan”
produk Indonesia. Misalnya: Kementerian Luar Negeri ditugasi memberi analisis dan
25. menyusun strategi mengenai isu-isu terkini di bidang kerja sama ekonomi dan hambatannya
dalam rapat kabinet. Kementerian teknis menjadi mitra tukar pikiran supaya negosiasinya
lebih mengena kebutuhan. Hal ini sudah punya dasar hukum di UU No 37/1999 tentang
Hubungan Luar Negeri, tetapi kenyataannya Kementerian Luar Negeri justru makin sering
tidak dilibatkan dalam sejumlah inisiatif yang punya implikasi diplomasi dalam bidang kerja
sama ekonomi.
Apabila ide yang telah dituangkan dalam peraturan itu dilaksanakan dengan konsisten, pamor
Indonesia sebagai negara yang punya strategi dan dikelola dengan terpadu oleh semua
kementerian akan mengemuka. Selain itu, pemerintah hendaknya lebih konsekuen
mengalokasikan dana dan sumber daya manusia untuk memperkuat diplomasi. Hal ini
terutama terkait dengan rencana Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk memotong anggaran
operasional kementerian.
25
Hendaknya efisiensi yang dilakukan mempertimbangkan aspek-aspek politik, khususnya di
Kementerian Luar Negeri. Dana operasional untuk tahapan diplomasi harus diperbaiki
jumlahnya; tidak bisa lagi diplomasi dilakukan hanya dengan pertemuan dua jam di tingkat
direktur jenderal lalu tak lama kemudian dua menteri harus menandatangani nota
kesepakatan.
Kinerja diplomasi Indonesia akan inferior bila tahapan pendekatan, pembangunan rasa
percaya, serta strategi persuasi tidak dilakukan secara bertahap dengan kontinu. Ada anekdot
bahwa di sejumlah negara adidaya justru kita harus waspada bila didekati oleh staf yunior
dari kedutaan mereka, karena bisa jadi mereka adalah intelijen yang baik yang bisa
mendeteksi kebutuhan diplomasi lanjutan oleh pejabat yang lebih senior.
Artinya, Indonesia memang tak bisa lagi memakai cara-cara lama dalam berdiplomasi. Kita
harus lebih strategis dan taktis.
DINNA WISNU, PhD
Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
@dinnawisnu
26. 26
Spiral Ekonomi 2015
Koran SINDO
29 September 2014
Membaca dan memprediksi ekonomi Indonesia pada 2015 sangat diperlukan agar kita dapat
merealisasi target pembangunan nasional.
Lantaran ekonomi Indonesia berada dalam pusaran ekonomi dunia dan kawasan, melihat
perekonomian nasional juga perlu diletakkan dalam kerangka kawasan dan global. Dua aspek
penting, baik dalam maupun luar negeri, perlu kita cermati secara paralel, termasuk pengaruh
dan interaksi keduanya. Apa yang terjadi di lingkungan regional dan global akan berdampak,
langsung maupun tidak langsung, terhadap perekonomian nasional. Begitu juga sebaliknya.
Ekonomi 2015 akan terasa spesial bagi bangsa dan negara Indonesia mengingat
perekonomian 2015 dirancang oleh dua pemerintahan. Secara teknokratik, pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersiapkan rencana kerja pemerintah (RKP) dan
RAPBN 2015. Sementara itu, pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo, yang secara resmi
memerintah mulai 20 Oktober 2014, akan memberikan muatan politik dan bahkan melakukan
penyesuaian-penyesuaian, baik program, aktivitas maupun kebijakan anggaran melalui
APBN-P 2015. Bersama DPR periode 2014-2019, pemerintahan baru akan memulai
menjalankan RPJMN III yang berawal pada 2015.
Tantangan perekonomian nasional sepanjang 2015 akan semakin dinamis, penuh
ketidakpastian akibat tren ekonomi global, dan memerlukan penanganan kebijakan secara
terpadu dari otoritas moneter, fiskal, dan sektor riil. Dari sisi eksternal, hal yang paling perlu
kita cermati bersama adalah dampak pengakhiran (tapering-off) dari kebijakan pemberian
stimulus moneter nonkonvensional (quantitative easing-QE III) di Amerika Serikat (AS).
Membaiknya sejumlah indikator seperti di bidang ketenagakerjaan dan pertumbuhan
ekonomi di AS semakin menguatkan dihentikannya QE III dan kemudian digantikan dengan
kebijakan moneter yang lebih konvensional, yaitu penyesuaian suku bunga acuan.
Dinaikkannya suku bunga acuan (The Fed Rate) membuat bank sentral di berbagai negara
menaikkan suku bunga acuan untuk mencegah derasnya aliran modal keluar (capital
outflow).
Yang menjadi tantangan pada 2015 adalah ketika Bank Indonesia (BI) menyesuaikan BI Rate
untuk membendung pembalikan modal (sudden reversal) ke AS. Ketika langkah ini pada
akhirnya ditempuh, dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi tidak akan setinggi seperti asumsi
makro dalam APBN 2015 yang disepakati sebesar 5,8%. Kenaikan suku bunga berdampak
pada perekonomian, investasi, penciptaan lapangan kerja serta sektor riil secara keseluruhan.
27. Meningkatnya suku bunga acuan membuat masyarakat melakukan penundaan konsumsi dan
cenderung menempatkan dananya di sektor perbankan. Dari sisi perbankan, terdapat pilihan
kebijakan, di antaranya mengurangi net interest margin (NIM) atau menyesuaikan suku
bunga pinjaman. Ketika opsi terakhir yang diambil, risiko baru akan muncul, yaitu
meningkatnya kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Dari sisi eksternal lainnya, perekonomian nasional akan dihadapkan pada sejumlah faktor
eksternal seperti perlambatan ekonomi besar dunia seperti yang terjadi di China dan Eropa.
Sementara itu, tren pelemahan harga komoditas dunia serta instabilitas politik dan keamanan
sejumlah kawasan juga akan mengganggu pemulihan ekonomi dunia.
27
Meskipun ekonomi Indonesia tidak terlalu bergantung pada aktivitas ekspor sebesar
perekonomian sejumlah negara di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina
maupun Vietnam, tetap saja sejumlah faktor di atas akan berdampak pada laju pertumbuhan
volume dan nilai ekspor nasional.
Pendapatan dari pajak ekspor juga diprediksi tertahan lantaran masih diperlukan waktu
penyelesaian pembangunan sejumlah smelter untuk memberikan nilai tambah ekspor hasil
tambang dan mineral. Diperkirakan pembangunan sejumlah smelter yang saat ini berlangsung
akan mulai beroperasi pada 2016-2018 dan memberikan dampak signifikan pada pendapatan
di sektor perpajakan.
Hal menarik yang dapat kita cermati adalah rencana pemerintah baru untuk menyesuaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Di satu sisi kebijakan ini akan dapat
menyeimbangkan postur fiskal dan penghematan anggaran subsidi BBM bersubsidi yang
dapat dialokasikan ke sektor-sektor prioritas pembangunan lainnya.
Namun dalam jangka pendek, paling tidak sepanjang 2015, dampak kebijakan ini akan
berakibat pada inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga-harga
kebutuhan pokok dan produk lainnya. Masyarakat akan fokus terlebih dahulu untuk
mendahulukan kebutuhan yang lebih substansial dan cenderung mengurangi konsumsi
barang-barang yang bersifat sekunder.
Bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah atau miskin, pilihan kebijakan untuk
meringankan beban dan memberikan waktu penyesuaian dapat dilakukan melalui dana
bantuan sementara langsung. Namun bagi kelompok masyarakat menengah, pilihannya
melakukan penghematan konsumsi. Apabila beberapa faktor di atas bertemu dan terjadi
secara bersamaan, dunia usaha akan berhadapan dengan sejumlah tantangan seperti
menurunnya daya beli masyarakat, biaya modal yang meningkat, dan tuntutan kenaikan upah
buruh akibat meningkatnya harga dari komponen hidup layak. Apabila hal ini terjadi, dunia
usaha akan menghadapi dua tekanan sekaligus, yaitu dari sisi permintaan pasar (demand-side)
dan meningkatnya biaya produksi.
28. Sejauh ini tantangan dalam doing business di Indonesia terkompensasi dengan besarnya pasar
domestik sehingga dunia usaha masih menikmati margin yang memadai untuk menutup biaya
produksi. Namun ketika pelemahan daya beli masyarakat terjadi, sementara komponen biaya
produksi juga meningkat, hal ini membutuhkan langkah- langkah antisipasi dari para
pengambil kebijakan untuk memberikan stimulus pada dunia usaha nasional. Kompleks dan
dinamisnya tantangan ekonomi Indonesia sepanjang 2015 membutuhkan perencanaan dan
penghitungan yang cermat serta komprehensif untuk antisipasi segala kemungkinan yang
akan terjadi.
28
Sektor-sektor strategis seperti UMKM, pangan, energi, sistem keuangan, transportasi, dan
logistik membutuhkan perhatian khusus untuk menghadapi spiral perekonomian nasional
2015. Tidak kalah penting, bauran kebijakan, baik di sektor moneter, fiskal maupun sektor
riil, perlu segera dirumuskan bersama oleh BI, pemerintah, LPS, dan OJK.
Koordinasi yang baik seperti yang kita tunjukkan di masa lalu sangatlah diperlukan agar
fundamental perekonomian nasional dapat terus dijaga dan semakin ditingkatkan. Tiap
pilihan kebijakan yang akan ditempuh baik dari sisi moneter, fiskal maupun sektor riil pasti
akan berpengaruh dan terkait satu dengan yang lain.
Inilah yang perlu untuk segera dikomunikasikan dan dikoordinasikan oleh otoritas pengambil
kebijakan di dalam negeri agar kebijakan ekonomi menjadi lebih komprehensif, terukur, dan
tepat sasaran.
29. 29
Narasi Domestik dan Relasi Global
Koran SINDO
29 September 2014
Pemerintah yang akan datang, yang tak lama lagi akan dilantik, masih punya obsesi untuk
menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia pada lima tahun ke depan.
Jika memungkinkan, pertumbuhan ekonomi bisa menembus 8% atau sekurang-kurangnya
mencapai 7% tiap tahun. Pada tahun depan tentu impian itu sulit diwujudkan. Namun, pada
tahun-tahun berikutnya, presiden dan wakil presiden terpilih berharap pertumbuhan ekonomi
menjadi lebih tinggi sesuai dengan target. Hasrat ini rasanya tak gampang dicapai karena
akan dihadang banyak persoalan, baik dari aras domestik maupun internasional.
Pada sisi domestik, aneka problem ekonomi harus dituntaskan terlebih dulu agar sasaran
pertumbuhan ekonomi lekas diperoleh. Sementara itu, pada sisi internasional, periode
mendatang akan dihantui krisis sehingga prospek pertumbuhan ekonomi tak secerah tiga
dekade terakhir.
Fondasi Struktur Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan tinggi tak selamanya salah asalkan telah
mempertimbangkan kapasitas ekonomi, biaya oportunitas yang dikorbankan, dan halangan
yang merintangi. Dalam konteks ini, sekurang-kurangnya terdapat tiga problem ekonomi
domestik yang menjadi batu sandungan untuk mencapai sasaran dimaksud.
Pertama, semua paham bahwa fondasi struktur ekonomi Indonesia amat lemah. Sektor
ekonomi yang menjadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja, yakni pertanian dan industri,
sepanjang 10 terakhir merosot. Sektor pertanian makin tergantung pada impor sehingga
ketahanan pangan dalam kondisi rawan. Sementara itu, sektor industri tidak bertumpu
terhadap bahan baku domestik. Komoditas ekspor tergantung pada komoditas primer yang
tak memiliki nilai tambah tinggi sehingga menekan neraca perdagangan. Tercatat, rasio
ekspor terhadap PDB saat ini cuma sekitar 20%, tertinggal jauh dari negara tetangga.
Kedua, perekonomian nasional selama ini mengabaikan pembangunan ekonomi di luar Jawa
dan sektor maritim. Perekonomian berjalan pincang karena tergantung pada Jawa dan
daratan. Pemerintahan baru yang telah terpilih menyadari hal itu sehingga menempatkan
wilayah Indonesia timur dan sektor maritim sebagai salah satu pusat pengembangan ekonomi.
Investasi pada kedua wilayah dan sektor tersebut tentu sangat dibutuhkan dalam jumlah yang
besar.
30. Kebutuhan investasi mungkin bisa dicarikan dari aneka sumber, tetapi langkah itu juga tak
mudah selama pranata yang menopang keperluan investasi tak tersedia seperti insentif
kebijakan, infrastruktur, dan kelembagaan yang mapan. Jika itu telah dipenuhi, investasi bisa
dieksekusi dan mulai menghasilkan. Tapi, jarak antara penyediaan pranata pembangunan dan
hasil investasi tentu tak bisa dalam waktu singkat.
Ketiga, infrastruktur ekonomi sebagai penopang investasi di atas amat minim sehingga
dibutuhkan pembangunan secara masif. Pembangunan infrastruktur bukan hanya perlu dana,
tetapi juga waktu yang relatif lama. Perizinan, proses tender, pembebasan lahan, dan
pelaksanaannya butuh proses yang panjang. Bahkan, investasi yang bernilai besar dan rumit
seperti pembangunan Jembatan Suramadu, perlu waktu bertahun-tahun.
Hal yang sama juga terkait dengan pembangunan bandara, pelabuhan, listrik, dan lain-lain.
Apabila ini masih ditambah dengan infrastruktur terkait manusia, problem kualitas tenaga
kerja juga dalam kondisi yang mencemaskan karena 65% tenaga kerja cuma tamat SMP ke
bawah. Ketiga masalah di atas tentu bisa diatasi, tetapi butuh masa yang tak singkat sehingga
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi tak secepat yang diinginkan.
30
Keterbukaan Ekonomi
Bila analisis diteruskan ke level ekonomi internasional, akan dijumpai realitas yang tak
mengenakkan pula. Perekonomian Indonesia, dari sisi perdagangan, sangat tergantung pada
pasar AS, Jepang, kawasan Eropa, China, dan ASEAN. Masalahnya, negara-negara tersebut
dalam beberapa tahun ke depan belum akan kembali ke situasi normal.
AS dan Eropa masih berkutat mengatasi krisis ekonomi, barangkali tiga tahun lagi baru pulih
normal. China sebagai salah satu lokomotif ekonomi dunia bahkan diprediksi akan memasuki
dekade perlambatan ekonomi setelah negara itu sepanjang 20 tahun meraih capaian
pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, di atas 10% per tahun. Lebih masalah lagi, neraca
perdagangan Indonesia dengan China masih defisit, seperti halnya dengan kawasan ASEAN
dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak 2008 pertumbuhan ekonomi China sudah jatuh di bawah 10%, bahkan tahun ini
diprediksi hanya pada kisaran 7,5%. Ekspor China juga terjun bebas, yaitu pada periode
2001-2008 ekspor tumbuh rata-rata 29%/tahun, tapi sekarang tinggal di bawah 10%.
Implikasinya, surplus neraca transaksi berjalan China yang mencapai puncaknya pada 2007
(mencapai 10% dari PDB) saat ini tinggal 2%.
Pertumbuhan tinggi pada masa lalu juga harus dibayar mahal oleh China karena ketimpangan
pendapatan melompat nyaris tak terkendali. Pada 2010 ketimpangan pendapatan mencapai
0,52 (rasio gini), turun sedikit pada 2012 menjadi 0,50. Ini merupakan salah satu
ketimpangan pendapatan tertinggi di dunia.
Diperkirakan ekonomi China akan menjalani proses keseimbangan kembali yang lama dan
31. pertumbuhan ekonomi cuma sekitar 6-7% (Yang, 2014). Situasi muram itulah yang
menggelayuti ekonomi global, yang sebagian masih akan ditambah oleh ancaman krisis dari
beragam sumber. Dengan mencermati itu, pemerintah (baru) mesti menyusun langkah-langkah
31
strategis untuk memperkuat perekonomian domestik.
Pertumbuhan ekonomi memang penting, tapi tak perlu dengan mematok target yang terlalu
tinggi. Lima tahun ke depan penyelesaian masalah dasar ekonomi domestik di atas lebih
urgen diupayakan meskipun mungkin belum akan ada hasil pertumbuhan ekonomi dalam
jangka pendek.
Demikian pula kondisi pasar global harus dimitigasi dengan ramuan kebijakan yang tepat,
termasuk evaluasi terhadap keterbukan ekonomi, baik di pasar barang/jasa, tenaga kerja
maupun keuangan. Narasi domestik dan relasi global itulah yang menjadi dasar pengelolaan
ekonomi nasional di masa depan. ●
AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Direktur Eksekutif Indef
32. 32
MEA 2015: Tinggalkan Zona Nyaman,
Lakukan Inovasi!
Koran SINDO
30 September 2014
Zona perdagangan bebas (free trade zone) untuk kawasan ASEAN akan segera diterapkan
akhir 2015. Bagaimana sejauh ini persiapan Indonesia? Apakah kita siap menghadapinya?
Zona perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) adalah kawasan di mana setiap barang dapat
dikirimkan, dikelola, diproduksi, atau direkonstruksi, dan bahkan diekspor kembali tanpa ada
intervensi dari otoritas kepabeanan setempat. Beberapa contoh negara atau kota yang telah
menerapkan kebijakan ini misalnya Singapura, Hong Kong, Panama, Kopenhagen,
Stockholm, Gdansk, Los Angeles, dan New York. Di Indonesia kita sudah mengenal Batam
sebagai salah satu wilayah perdagangan bebas.
Dengan telah sepakatnya pemimpin negara-negara ASEAN untuk membentuk ASEAN
Economy Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), wilayah ASEAN
menjadi kawasan perdagangan bebas dan menjadi satu kawasan ekonomi yang tidak
mengenal batas wilayah negara anggotanya. Dengan kebijakan ini, setiap negara harus siap
menerima konsekuensi atas kebijakan tersebut. Setiap industri dari setiap negara di kawasan
akan diberi kebebasan untuk masuk ke semua negara dan melakukan aktivitas ekonomi tanpa
ada intervensi dari otoritas kepabeanan setempat.
Dengan berlaku kebijakan ini, secara otomatis tidak ada lagi batas-batas antarnegara dalam
konteks perdagangan barang, jasa, dan produksi. Kawasan ini akan menjadi satu kawasan
yang terbuka dalam melakukan aktivitas perekonomian. Tidak hanya sektor industri dan
perdagangan, sektor tenaga kerja pun akan menjadi sangat terbuka sehingga para pekerja
profesional Indonesia akan berkompetisi dengan para pekerja profesional asing yang akan
semakin banyak masuk membanjiri bursa tenaga kerja profesional di Indonesia.
Anda bisa bayangkan pada suatu saat nanti Anda melamar pekerjaan untuk satu posisi di
perusahaan Indonesia bersaing dengan pelamar-pelamar dari Singapura, Malaysia, dan negara
lain. Sudah siapkah kita menghadapi situasi seperti itu?
Turbulensi Ekonomi
Manfaat dari terbentuk MEA sudah tentu sangat besar salah satunya terbentuk kekuatan
ekonomi baru di wilayah Asia yang dapat menyaingi kekuatan ekonomi China dan Korea
Selatan. Ini tentu dipicu dengan pertumbuhan dan daya saing MEA yang meningkat yang
akan meningkatkan posisi tawar MEA terhadap kekuatan-kekuatan ekonomi lain di Asia
33. 33
maupun di luar Asia.
Potensi kekuatan ekonomi MEA di antaranya kekuatan pasar di mana ada sekitar setengah
miliar penduduk tinggal di wilayah ini, sumber daya alam, dan tenaga kerja terdidik yang
murah. MEA bisa membuat aturan dan kebijakan ekonomi bagi kawasan terhadap negara-negara
lain yang berkepentingan dengan aktivitas ekonomi di kawasan MEA.
Namun, di balik manfaat besar tersebut, ternyata tersimpan kekhawatiran di kalangan negara-negara
anggota MEA itu sendiri. Kekhawatiran tersebut terutama terhadap kemungkinan
terjadi turbulensi ekonomi yang mengancam, mengapa? Karena chemistry atau sistem
ekonomi MEA belum terbentuk secara utuh dan saat ini masih tersekat-sekat dalam bingkai
negara masing-masing. Begitu sekat itu dibuka akan terjadilah perpaduan berbagai sistem,
aturan, dan standar yang sudah tentu berbeda antara satu negara dan lain. Di sinilah potensi
terjadi turbulensi ekonomi di dalam MEA tersebut muncul.
Sistem perekonomian MEA akan mengalami pergolakan untuk mencapai suatu
kesetimbangan baru yang bernama sistem perekonomian MEA. Lihat saja Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE) yang sudah lama terbentuk, hingga saat ini pun masih sering
mengalami konflik dalam menetapkan kebijakan-kebijakan ekonominya.
Inovasi atau Mati
Lalu apa yang mesti kita lakukan dalam waktu yang tidak lama lagi ini? Ancang-ancang
memang telah lama dilakukan oleh pemerintah di antaranya melalui program percepatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia, reformasi birokrasi dan perpajakan, perbaikan dan
pembangunan infrastruktur, mempersiapkan tenaga kerja siap pakai dan terdidik melalui
sekolah-sekolah kejuruan (SMK), mengembangkan ekonomi kreatif dan kewirausahaan dan
sebagainya.
Bagaimana hasilnya? Belum terlihat nyata. Tengok saja, sistem infrastruktur terutama untuk
mendukung transportasi dan distribusi masih sangat terbatas. Tenaga kerja kita walaupun
melimpah masih tergolong mahal, di mana Indonesia menempati urutan termahal ketiga
setelah Singapura dan Malaysia. Jika demikian keadaannya, bagaimana kita mampu
bersaing? Kita akan mampu bersaing jika kita mampu memproduksi barang atau jasa dengan
kualitas lebih baik, harga yang lebih murah, dan waktu pengiriman yang lebih singkat.
Dengan fakta-fakta yang saya sebutkan diatas dan kita lihat dan rasakan sendiri saat ini,
apakah mungkin? Pertanyaan yang sangat mudah dijawab bukan? Tidak ada jalan lain bagi
kita selain bangun dan segera ambil langkah konkret untuk bertahan hidup dengan kata lain
kita harus segera keluar dari zona nyaman dan lakukan sesuatu. Sesuatu dalam arti kreatif
atau inovasi.
Inovasi atau mati! Jangan lagi kita berpikir bahwa semua akan baik-baik saja karena kita
memiliki segalanya untuk bertahan, sumber daya alam, pasar, dan tenaga kerja. Percaya diri
34. dan optimisme boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai membuat kita terbuai dan menghalangi
kita untuk melakukan perubahan dan terobosan baru.
Kita mungkin berpikir bahwa kita sudah berusaha, sibuk, dan lelah. Tetapi, tanpa disadari
kita sedang terperangkap pada lingkaran sistem yang salah dan tidak bergerak ke mana-mana.
Sementara orang di sekitar kita sudah bergerak entah ke mana jauh meninggalkan kita.
Inovasi tidak terfokus secara khusus pada penciptaan atau penggunaan teknologi baru yang
hebat, tetapi mengembangkan model bisnis baru, strategi, dan sistem yang baru juga sama
pentingnya, bahkan kadang-kadang lebih penting (Davila: 2006). Bagi pemerintah
memperbaiki sistem birokrasi dan memangkas proses adalah inovasi. Membuat sistem
pengaturan lalu lintas di jalan dan pelabuhan yang dapat mengurangi kemacetan dan antrean
adalah inovasi. Bagi pengusaha, membuat sistem yang efisien untuk meningkatkan kualitas
produk dengan harga lebih murah adalah inovasi. Bagi karyawan, meningkatkan waktu kerja
produktif dari empat jam sehari menjadi enam jam sehari adalah inovasi!
34
Inovasi adalah melakukan kreativitas, perubahan, terobosan (breakthrough) yang
memberikan nilai tambah. Jadi, tunggu apa lagi, keluarlah dari zona nyaman, lakukan
inovasi! ●
HANDI SAPTA MUKTI
Praktisi Manajemen & Teknologi Informasi
35. 35
UU Kelautan dan Laut Kita
Koran SINDO
2 Oktober 2014
Saya membacanya di sebuah media online. Begini ceritanya. Sabtu, 11 Januari 2014, sebuah
kapal berbendera Indonesia berangkat dari Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, Sumatera
Barat.
Kapal yang mengangkut 2.300 metrik ton semen itu hendak menuju Pulau Nias di sebelah
barat Sumatera. Jaraknya tidak jauh bukan? Beberapa saat setelah bertolak dari pelabuhan,
tiba-tiba petugas Keamanan Laut (Kamla) dari TNI Angkutan Laut mengejar kapal tersebut.
Mereka memaksa naik, memeriksa kapal dan menahannya selama sekitar 22 jam. Padahal,
sebelumnya pihak syahbandar dan otoritas pelabuhan sudah memberikan surat persetujuan
untuk berlayar.
Kasus serupa berulang esok harinya. Kapal berbendera Hong Kong berangkat dari Pelabuhan
Teluk Bayur menuju China. Kapal itu memuat 32.000 metrik ton bijih besi. Meski dokumen
keberangkatan sudah lengkap, petugas Kamla TNI AL bersikeras untuk memeriksa kapal.
Akibatnya pemberangkatan kapal tertunda sekitar 15 jam.
Sampai sekarang tak pernah terungkap apa yang terjadi di atas kapal-kapal tersebut. Kita
tentu hanya bisa menduga-duga. Sebagai orang kampus dan praktisi bisnis, saya pasti
menunggu jawaban dan jalan keluarnya. Mahasiswa saya selalu menanyakan, kapan negeri
ini menjadi lebih baik? Mereka juga gemes, tangannya gatal untuk melakukan perubahan.
Apa pun, kasus itu menjadi potret dari buruknya koordinasi antarinstansi di pelabuhan-pelabuhan
kita. Pemicunya boleh jadi karena banyaknya instansi yang merasa punya hak dan
bertanggung jawab untuk ikut mengurus pelabuhan di Indonesia.
Lihat saja, di sana ada aparat Imigrasi, Bea Cukai, Badan Karantina, kepolisian, otorita
pelabuhan, syahbandar, otoritas kesehatan, dan bahkan TNI AL. Mereka tidak menyadari,
waktu yang hilang akibat pemeriksaan yang semena-mena, berita negatif tentang negeri yang
sungguh tidak efisien dan semuanya asyik main sendiri-sendiri serta kerugian ekonomi yang
muncul akibat perilaku-perilaku buruk itu.
Mengurus laut adalah mengurus pelabuhan, transportasi, birokrasi dan logistiknya. Jika
mengurus birokrasi pelabuhannya saja sudah amburadul, hampir pasti mengurus lautnya juga
bakal kacau balau.
Bagi saya, buruknya koordinasi di pelabuhan adalah potret dari lemahnya kepemimpinan
kita. Saya petik saja sebuah kutipan dari www.thinkexist.com, ”Leadership has to do with
36. direction. Management has to do with the speed, coordination and logistics in going in that
direction.” Jadi, menetapkan arah adalah tugas dari seorang pemimpin. Jika arahnya tak jelas,
kecepatan dan koordinasi menjadi masalah. Juga, tak ada dukungan logistik untuk itu.
36
Optimalkan Potensi
Senin (29/9) lalu kita baru saja mengetuk palu untuk mengesahkan RUU Kelautan menjadi
UU Kelautan. Hadirnya undang-undang ini, saya kira, patut menjadi catatan tersendiri.
Sebab, sebetulnya kita sudah sejak 1999 memiliki portofolio menteri kelautan dan
perikanan— meski waktu itu di era Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
namanya masih menteri eksplorasi laut.
Kemudian undang-undang itu juga baru hadir setelah kita 69 tahun merdeka. Jadi, begitu
lama dan kita harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal. Lihat saja, setiap tahun
Indonesia harus menanggung rugi ratusan triliun rupiah akibat ikan-ikan kita dicuri oleh
nelayan-nelayan asing. Semua akibat ketidakmampuan kita menjaga laut kita sendiri.
Kita juga tidak berhasil memanfaatkan kekayaan laut secara optimal. Padahal, selain ikan,
masih banyak kekayaan laut lainnya yang bisa kita eksplorasi. Misalnya, dalam bentuk
sumber daya terbarukan, seperti rumput laut, hutan mangrove, atau terumbu karangnya. Laut
kita juga menyimpan sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti minyak, gas serta hasil
tambang dan mineral lain, yang belum kita eksplorasi. Kita masih tertinggal dalam
pengembangan teknologi eksplorasi di laut dalam.
Kita juga belum berhasil mengonversi energi yang tersimpan di laut menjadi energi yang bisa
kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam bentuk pembangkit listrik bertenaga
arus laut, energi gelombang, atau bahkan dari panas laut. Kita juga belum mengoptimalkan
potensi laut sebagai salah satu kekayaan wisata. Di sini wisata bahari belum berkembang
sebagaimana layaknya wisata di daratan.
Mungkin pengenalan kita akan laut baru sebatas pada pantai dan pulau-pulaunya. Belum laut
dengan kehidupan para nelayannya. Untuk memastikan hal itu, kita bisa mengujinya dengan
cara sederhana. Cobalah minta anak-anak Anda untuk menggambar petani. Mereka akan
dengan mudah menggambar seseorang yang berdiri di tengah sawah dengan memakai caping
dan memanggul cangkul. Sekarang cobalah minta anak-anak kita menggambar sosok seorang
nelayan? Sebagian mungkin akan kebingungan.
Snowball Effect
Baiklah kita bicara dalam potret global. Indonesia adalah negara kelautan yang ditaburi oleh
sekitar 17.504 pulau. Saya menyebut ”sekitar” untuk menggambarkan betapa kita sebetulnya
belum mempunyai data yang akurat soal jumlah pulau ini. Angka 17.504 pulau saya ambil
dari data Kementerian Pertahanan. Data dari instansi lain hampir pasti akan berbeda-beda.
37. Lokasi kita juga sungguh sangat strategis. Dulu kegiatan ekonomi terpusat di poros Atlantik
atau di negara-negara maju di kawasan utara. Kini hampir 70% kegiatan perdagangan dunia
terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Lalu, dari seluruh kegiatan perdagangan di kawasan tersebut,
75 persennya dikirimkan melalui transportasi laut. Ini yang mungkin kita belum banyak tahu.
Rupanya kapal-kapal yang mengangkut barang-barang yang diperdagangkan di kawasan
Asia-Pasifik tersebut melintasi tiga selat kita, yakni Selat Lombok, Selat Makassar, dan Selat
Malaka.
Mantan Menteri Perikanan Rokhmin Dahuri memperkirakan nilai barang yang melintasi
kawasan kita mencapai USD1.500 triliun per tahun. Ini kira-kira setara dengan Rp17.250
biliun, atau hampir 10.000 kali lipat dari APBN kita untuk tahun 2014. Dengan nilai transaksi
yang sebesar itu, Indonesia sebetulnya sangat potensial untuk menjadi pusat atau jantung
perdagangan di kawasan Asia-Pasifik. Kita mestinya bisa memetik banyak manfaat lalu lintas
perdagangan tersebut. Kenyataannya?
37
Saya kira kita masih membuat daftar panjang tentang betapa lemahnya kita dalam
mengoptimalkan kekayaan laut dan kawasan perairannya. Lalu, sejauh mana UU Kelautan
bisa menjadi payung hukum untuk membuat kinerja sektor kelautan optimal? Saya punya
satu asumsi sederhana.
Kalau ingin mengoptimalkan kinerja sektor kelautan, kita harus mulai membereskan benang
kusut di pelabuhan-pelabuhan kita. UU Kelautan punya daya gedor untuk itu. Salah satunya
adalah soal Kamla tadi. UU Kelautan menegaskan bahwa untuk urusan Kamla bakal
ditangani oleh satu lembaga tunggal yang kalau di luar negeri semacam Sea & Coast
Guard. Jadi dengan adanya satu lembaga tunggal, tak perlu lagi petugas Kamla TNI AL
memaksa untuk naik dan memeriksa kapal, sebagaimana terjadi di Pelabuhan Teluk Bayur
tadi.
Itu baru satu. Tapi, kalau yang satu ini berhasil kita bereskan, dampaknya bisa seperti
snowball effect. Sekali bergulir, ia kian sulit dihentikan. Malah kian lama malah justru kian
membesar. Saya bukan hanya berharap itu terjadi, tetapi yakin itu bakal terjadi.
Saya percaya ini akan menjadi perhatian serius presiden terpilih, Indonesia akan punya
menteri maritim yang hebat, dan untuk itu birokrasi pun wajib diremajakan. Perubahan
membutuhkan orang-orang tangguh yang mau berkorban. Ayo dong!
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
38. 38
E-bank dan Pembangunan Berkelanjutan
Koran SINDO
2 Oktober 2014
Di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mendatang, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan akan terus mengalami defisit. Betapa
tidak, beban anggaran keuangan negara dengan subsidi energi yang mencapai Rp300 triliun
terus menggerogoti. Ditambah dengan beban bunga utang luar negeri yang semakin besar,
membuat pemerintahan Jokowi-JK dihadapkan pada persoalan fiskal yang terus mengimpit
dan perlu segera diselesaikan.
Seperti layaknya sebuah perusahaan, negara ini membutuhkan anggaran belanja untuk bisa
terus melakukan ekspansi, membangun, dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk
itu, berbagai solusi dibutuhkan agar Indonesia memiliki kemampuan untuk terus membiayai
pembangunan infrastruktur untuk mendongkrak ekonominya. Selain pengurangan beban
subsidi energi dan penghematan belanja pemerintah yang tidak produktif, salah satu solusi
untuk mengatasi minimnya pembiayaan pemerintah adalah dengan mendongkrak investasi
swasta. Namun, investasi swasta juga membutuhkan pembiayaan, yang salah satunya dari
perbankan.
Di tengah ketatnya likuiditas keuangan saat ini, sudah sewajarnya jika perbankan juga
melakukan inovasi untuk menghimpun pembiayaan dari masyarakat. Bank tidak bisa hanya
mengandalkan cara-cara tradisional dengan menggunakan instrumen deposito ataupun
tabungan untuk menghimpun dana masyarakat. Diperlukan langkah cerdas untuk menarik
masyarakat yang selama ini belum bersentuhan dengan perbankan, agar percaya dan mau
memasukkan sebagian dananya di bank.
Bank sebagai agent of development harus bisa melaksanakan fungsinya memobilisasi dana
untuk pembangunan ekonomi di suatu negara. Kegiatan bank berupa penghimpun dan
penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Dengan
dana itu maka memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi,
serta kegiatan konsumsi barang dan jasa.
Persoalannya, sampai saat ini penetrasi bank masih di bawah 50% populasi masyarakat
Indonesia. Penetrasi perbankan kalah jauh dengan penetrasi telepon seluler atau handphone
yang mencapai lebih dari 120% populasi. Penetrasi yang mencapai lebih dari 100%
menunjukkan bahwa banyak orang Indonesia memiliki lebih dari satu telepon seluler (ponsel)
atau gadget lain. Diperkirakan, selisih antara jumlah pelanggan ponsel dan jumlah nasabah
bank setara dengan jumlah orang yang tidak memiliki rekening bank (unbanked). Jumlah
unbanked-people ini ke depan akan terus bertambah karena penetrasi ponsel ke daerah-daerah
terpencil akan terus tumbuh dan meluas.
39. Sementara itu, bank tidak mungkin membangun kantor cabang di daerah yang tidak layak
secara ekonomis, sebab jumlah calon nasabah minim sedangkan biaya operasional tinggi.
Dengan kondisi itu, penduduk di daerah akan semakin sulit tersentuh perbankan, karena kecil
kemungkinan bagi mereka menabung setiap hari, misalnya Rp10.000 di kantor cabang bank
tertentu yang letaknya jauh. Selain letak geografis, alasan psikologis lain seperti malu dan
enggan berhubungan dengan urusan administrasi perbankan, juga bisa menjadi sebab.
39
Lalu, bagaimana caranya agar penetrasi ponsel yang mencapai lebih dari 120% bisa
dimanfaatkan untuk menghimpun dana masyarakat? Bagaimana agar potensi unbanked-people
ini bisa menyukseskan fungsi agent of development perbankan?
Untuk menjembatani jumlah unbanked-people yang terus bertambah, perbankan dan operator
telepon seluler harus membuka kesempatan bagi masyarakat di remote & rural area tersebut
untuk bisa menabung melalui handphone. Dengan begitu maka tidak akan ada lagi hambatan
jarak dan psikologis untuk menabung. Perilaku masyarakat yang sudah cukup lama terbiasa
mengisi ulang pulsa telepon bisa diubah dari “mengisi deposit prabayar” menjadi “mengisi
deposit e-bank“.
Sinergi perbankan dengan operator telekomunikasi ini menjadi langkah pertama membawa
unbanked-people memasuki dunia perbankan. Dengan sinergi ini, penyelenggara jaringan
telekomunikasi menyiapkan server berisi platform virtual-banking dan platform micro-payment.
Nantinya penyedia seluler dan mitra perbankan bisa mengonversi nomor telepon
seluler, yang juga merupakan nomor rekening. Adapun bank mitra yang mengelola rekening
tabungan dan semua kegiatan perbankan. Outlet mitra penyelenggara telekomunikasi juga
bisa berfungsi sebagai loket teller (cash-in/cash-out) dari bank mitra tersebut.
Dalam pengembangannya, deposit e-bank yang secara rata-rata lebih dari Rp20.000 dapat
juga digunakan untuk membayar belanja-belanja kecil (micro-payment) dan sebagian lagi
disetor ke rekening tabungan melalui sistem virtual-banking. Misalnya setiap Minggu
Rp5.000-10.000 atau lebih. Hanya, agar program itu berhasil diperlukan penyediaan
infrastruktur jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah NKRI.
Dengan fasilitas jaringan yang memadai dan dengan cakupan luas, semua pelanggan telepon
seluler yang unbanked di remote & rural area dapat difasilitasi untuk memiliki rekening
tabungan. Bahkan dengan e-bank, mereka bisa melakukan micro-payment atau pun remitten
secara mudah. Dengan rekening tabungan itu pula, mereka dapat terlibat dalam kegiatan
perbankan dan membiayai pembangunan.
Secara individu mungkin nilai nominalnya relatif kecil, namun melihat potensinya yang besar
maka secara akumulatif nasional jumlah totalnya pasti akan sangat besar. Hanya dengan cara
inilah program Financial-Inclusion dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Semoga
pemerintah RI 2014-2019 bisa memprioritaskan ini di tahun pertama pemerintahan. ●
40. 40
NONOT HARSONO
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ( BRTI)
41. 41
Perguruan Tinggi dan Innovation Driven
Economy
Koran SINDO
6 Oktober 2014
Laporan Daya Saing Global 2014–2015 yang dikeluarkan World Economy Forum (WEF)
awal September lalu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-34 atau naik 4 peringkat dari
2013–2014. Peningkatan daya saing Indonesia ini sekaligus mengonfirmasi sejumlah hasil
laporan yang menempatkan Indonesia sebagai destinasi investasi utama.
Predikat sebagai negara tujuan utama investasi didukung sejumlah faktor yang telah dicapai
dalam beberapa tahun ini, misalnya perbaikan infrastruktur, reformasi birokrasi, kebijakan
industrialisasi, dan pengembangan iptek. Dengan peringkat daya saing di urutan ke-34 dari
144 negara yang menjadi sampel WEF, Indonesia dikelompokkan dalam kategori negara
efficiency-driven economies atau selangkah lagi menuju innovation driven economies.
Salah satu pilar yang mendorong peningkatan daya saing seperti yang dilaporkan WEF
adalah inovasi dan pengembangan iptek. Inovasi dan pengembangan iptek diyakini mampu
memberi daya dorong yang lebih kuat, tidak hanya terhadap peningkatan daya saing bangsa,
melainkan juga terkait perbaikan peradaban manusia. Salah satu entitas yang berperan
penting dalam pengembangan iptek dan inovasi adalah perguruan tinggi (PT). PT menjadi
media pembelajaran dan pendidikan yang diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan
yang bermanfaat, baik dalam kehidupan sosial maupun ekonomi-politik.
Dorongan pendidikan berbasis masyarakat sesuai arahan Undang-Undang (UU) Sistem
Pendidikan Nasional melahirkan berbagai ide kreatif dalam mengemas kurikulum pendidikan
tinggi semisal experiential learning, collaborative learning, student center learning dan case
study method. Salah satu pendekatan lain yang kini telah banyak dikembangkan universitas-universitas
terkemuka dunia adalah kerja sama universitas serta dunia usaha dalam
pengembangan iptek dan inovasi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, saat ini
Indonesia berada pada periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III
(RPJMN 2015–2019). Berlandaskan kesinambungan RPJMN sebelumnya (2005– 2009,
2010–2014), RPJM III ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh
di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
42. Sinkronisasi pembangunan iptek dalam pendidikan diharapkan dapat mendorong peningkatan
kualitas sumber daya manusia serta relevansi pendidikan dengan berbagai aspek kehidupan
masyarakat, termasuk di dalamnya mendorong ekonomi bernilai tambah. Pembangunan iptek
diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan dasar
maupun terapan serta mengembangkan ilmu sosial dan humaniora untuk menghasilkan
teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian, pengembangan, dan perekayasaan
bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa. Pembangunan iptek ini
pulalah yang menjadi dasar pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan yang akan
memberi dampak luas terhadap berbagai dimensi ekonomi khususnya mengenai
kesejahteraan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, pendapatan per kapita masyarakat terus meningkat hingga
mencapai USD4.000 saat ini. Dalam program MP3EI, pada akhir 2025 Indonesia ditargetkan
menjadi negara ekonomi maju (innovation-driven economy) dengan target pencapaian
pendapatan per kapita hingga 2025 dalam dokumen MP3EI ada di kisaran USD14.000–
15.000 dengan economy size (PDB) USD4 triliun– 4,5 triliun.
Target peningkatan pendapatan per kapita (PDB per kapita) menuju negara maju hanya akan
tercapai melalui pengembangan riset, iptek, dan budaya inovasi, khususnya di perguruan
tinggi. Melalui pengembangan pemanfaatan riset dan inovasi, nilai tambah dan perluasan
rantai nilai, baik dalam proses produksi maupun distribusi, dapat terus meningkat sekaligus
menjadi katalisator yang mendorong peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Melalui
pengembangan pemanfaatan riset, iptek, dan budaya inovasi di perguruan tinggi, penguatan
sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses maupun pemasaran untuk penguatan daya
saing global yang berkelanjutan menuju innovation driven economy akan dapat dicapai.
42
Mengapa demikian? Tentunya pada era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan
ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk/jasa inovatif.
Dalam konteks ini, peran sumber daya manusia yang berpendidikan menjadi kunci utama
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perguruan
tinggi harus mampu menjadi salah satu pusat produksi dan distribusi gagasan-gagasan/
produk/kebijakan yang inovatif, menjadi medium penyelarasan berbagai entitas yang
menyusun daya saing nasional. Aliansi sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain menjadi
”keharusan” yang tidak bisa dihindari sebagai akibat derasnya perubahan yang terjadi di
sekitar kita.
Paradigma pasar input dan output pendidikan yang selama ini terkesan tidak selaras dengan
lingkungannya, menegasikan kepekaan sosial, dan kecenderungan egoisme-sentris menjadi
tantangan dalam meredesain kembali model pembelajaran di pendidikan tinggi. Redesain
model pembelajaran yang dilakukan diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan
lingkungan serta peradaban sehingga kontribusi pendidikan tinggi dapat lebih dirasakan oleh
para pemangku kepentingan yang ada.
43. Di berbagai universitas terkemuka dunia, pengelolaan riset yang dipadukan dengan
kebutuhan dunia usaha telah menjadi patron yang terus dipromosikan. Bahkan dengan model
penyelarasan ini, sejumlah produk inovatif telah banyak dihasilkan. Produk-produk ini
bahkan telah mengubah tatanan peradaban manusia. Di Universitas Osaka Jepang misalnya
telah lama dilakukan program kerja sama dengan berbagai industri khususnya dalam hal
pengembangan teknologi. Atau Universitas Bologna dengan menawarkan program desain
fitur dan model bagi industri makanan-minuman di dunia. Atau universitas-universitas di
Amerika yang telah lama mengembangkan research park sebagai wahana untuk
mempertemukan kegiatan riset dan kebutuhan dunia usaha.
43
Taruhlah Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan MIT Medialab atau
University of Illinois Research Park yang berfungsi sebagai rumah inovasi bagi perusahaan-perusahaan
global seperti Yahoo!, Anheuser- Busch InBev, John Deere, Caterpillar, Dow,
Neustar, State Farm, Citrix, Raytheon, dan Abbott. Atau misalnya Iowa State University
Research Park yang memediasi dunia usaha, peneliti, dan masyarakat dalam mengembangkan
gagasan-gagasan inovatif tidak hanya terkait dengan produk-produk komersial, tetapi juga
humanity.
Bagi Indonesia, kebutuhan menghadirkan kemitraan-kemitraan seperti contoh di atas menjadi
urgensi dalam 5 hingga 15 tahun ke depan. Pola kemitraan strategis seperti contoh di atas
dapat diterapkan di Indonesia melalui kemitraan strategis antara perguruan tinggi dan dunia
usaha. Upaya ini akan semakin terakselerasi jika mendapat dukungan atau skema stimulus
baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu, sejumlah lembaga litbang di
pemerintahan seperti LIPI, Puspitek, Lapan, dan Batan juga perlu disinergikan dalam suatu
gerakan yang terintegrasi dengan entitas lain, khususnya perguruan tinggi dan dunia usaha.
Pengembangan research-entrepreneurial university menjadi salah satu solusi yang dapat
dikembangkan dalam meraih cita-cita pembangunan nasional. Dengan semangat ini, target
menjadi negara maju akan semakin mudah diwujudkan.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
44. 44
7-Eleven, Transformasi Bisnis PT Modern
Internasional Tbk
Koran SINDO
7 Oktober 2014
PT Modern Internasional Tbk memulai bisnis fotografi dan menjadi sole distributor Fuji Film
Jepang sejak 1971. Sejak saat itu, perusahaan terus bergerak mengembangkan beragam
varian produk fotografi sesuai kebutuhan konsumen di Indonesia. Bahkan melalui anak
usahanya, perusahaan terus mengembangkan toko ritel Fuji Image Plaza di seluruh pelosok
Tanah Air melengkapi toko ritel foto milik mitra Fuji Film yang sudah tersebar luas. Ini
ditujukan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan memudahkan aktivitas mereka
akan produk-produk fotografi.
Semua produk selalu tersedia sesuai lifestyle serta perkembangan teknologi fotografi yang
ada saat itu. Dari teknologi yang benar-benar konvensional dan tradisional, semidigital
hingga teknologi digital yang akhirnya menguasai hampir seluruh bisnis fotografi.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari lagi. Era digitalisasi telah
menurunkan bisnis fotografi konvensional yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Hanya
dalam hitungan kurang dari lima tahun, perkembangan teknologi ini telah menurunkan lebih
dari 50% bisnis yang ada. Semua produk berubah dan berganti, peralatan pendukung
berubah, perilaku konsumen berubah dengan sangat cepat, sehingga supply and demand pun
tidak dapat berimbang yang otomatis memengaruhi bisnis perusahaan. Perkembangan
teknologi digital yang luar biasa dalam industri fotografi telah memaksa perusahaan
melakukan perubahan bisnis demi menyelamatkan perusahaan.
Sejak tahun 2006, perusahaan mulai mencari bisnis baru yang dipersiapkan akan
mentransformasikan bisnis utama perusahaan. Bisnis ritel convenience 7-Eleven yang
menjadi pilihan. Selang dua tahun kemudian, melalui proses panjang, akhirnya PT Modern
Internasional Tbk dapat menandatangani LOI dengan 7-Eleven Internasional pada 2008 dan
dapat membuka outlet pertamanya akhir 2009. Sejak 2009 hingga 2014 ini, bisnis 7-Eleven
adalah sebuah bisnis transformasi bagi PT Modern International Tbk. Bisnis ritel convenience
store ini telah menggantikan bisnis fotografi yang sudah dilakukan perusahaan lebih dari 50
tahun.
Pada tahun 2010, 7-Eleven baru dapat mengontribusikan penjualan sebesar 10% terhadap
total penjualan perusahaan. Dan kini di 2014, bisnis 7-Eleven sudah mengontribusikan
penjualan sebesar 64% terhadap total penjualan bisnis PT Modern Internasional Tbk. Melihat
perkembangan bisnis yang dicapai, perusahaan yakin bahwa bisnis ini akan terus berkembang
45. di tahun-tahun selanjutnya. Prospek bisnis ritel seperti yang dilakukan 7-Eleven di Indonesia
diyakini akan terus meningkat seiring perubahan perilaku konsumen dan gaya hidup
masyarakat.
Masyarakat saat ini memanfaatkan convenience store tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga seperti sebelumnya. Saat ini masyarakat mengunjungi convenience
store untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Convenience store di modern market
lebih populer dibandingkan dengan format besar seperti supermarket dan hypermarket, serta
lebih populer juga dibandingkan traditional market sehingga pertumbuhannya pun semakin
cepat. Data dari McKinsey, tahun 2011 sebanyak 66% konsumen membeli makanan dan
minuman di convenience store, dan angka ini meningkat di tahun 2013, konsumen yang
membeli makanan dan minuman di convenience store sekitar 71%.
Dalam beberapa data dan fakta serta informasi terkini yang kita terima dari Euromonitor
tentang customer insight Indonesia tahun 2013, disebutkan bahwa dalam lifestyle masyarakat
perkotaan, masyarakat harus menghadapi dinamika kehidupan yang serbacepat dan sibuk
sehingga memenuhi kebutuhan akan makanan dan minuman di luar rumah menjadi sesuatu
yang sangat umum.
Selain itu terdapat fakta, wanita pekerja populasinya atau jumlahnya semakin besar, 59,6%
bekerja sebagai entrepreneur dan 25,3% bekerja sebagai karyawan kantoran.Kebanyakan dari
mereka yang merupakan generasi masa kini dan untuk generasi-generasi selanjutnya, para
wanita ini tidak lagi atau jarang yang belajar memasak. Sehingga mereka memenuhi
kebutuhan hidupnya bahkan kebutuhan rumah tangga dengan cara membeli, sesuatu yang
praktis bisa dilakukan.
45
Fakta terakhir yang kita bisa lihat, semakin banyak dan pesatnya pembangunan perumahan
vertikal yang menandakan populasi penduduk semakin meningkat. Perumahan vertikal itu
pun luasnya tidak besar, sangat simpel dengan ruangan dapur yang juga tidak besar.
Sejumlah fakta di atas menunjukkan masyarakat perkotaan semakin hari akan semakin
membutuhkan segala sesuatu yang bersifat cepat, mudah, praktis dan dengan harga
terjangkau sesuai gaya hidup yang mereka jalani saat ini termasuk juga di dalamnya
pemenuhan kebutuhan akan makanan dan minuman. Mereka membutuhkan makanan dan
minuman yang siap saji, praktis, mudah didapat, harga terjangkau dan tentunya makanan
serta minuman yang sehat, bersih dan segar sesuai kesadaran akan kesehatan yang juga
meningkat.
Meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia serta naiknya produk domestik bruto
(PDB) karena konsumsi domestik yang meningkat, menjadikan bisnis ritel di Indonesia
semakin kompetitif. Untuk pertumbuhan pasar ritel modern di Indonesia, sesuai data dari
Aprindo, dari tahun 2012 meningkat 9,6% menjadi Rp148 triliun di tahun 2013 dan
diperkirakan akan meningkat 10% di tahun 2014 menjadi Rp162,8 triliun. Perkembangan dan
pertumbuhannya ini tidak kalah dengan di negara lain mengingat karakteristik, kemampuan