Dokumen tersebut membahas tentang isu akses bantuan hukum bagi perempuan di Indonesia. Beberapa masalah yang diidentifikasi adalah diskriminasi dalam hukum, keterbatasan akses perempuan terhadap layanan hukum dan keadilan, serta kurangnya perspektif gender dalam penegakan hukum. Dokumen ini memberikan rekomendasi untuk meningkatkan regulasi dan anggaran bantuan hukum, melatih tenaga hukum agar lebih sensitif gender, serta
1. Empowering access to justice
Mewujudkan BANTUAN HUKUM
KEREN – Kelompok Rentan
Surabaya 2019
2. PROBLEMATIKA PEREMPUAN
A. Diskriminasi dalam aturan hukum
B. Problem nyata :
1. KDRT – Eksploitasi – kekerasan publik - dll
2. Akses penanganan kekerasan
3. Akses bantuan hukum
C. Penegak hukum
1. Belum berperspektif (amat sangat)
2. Belum menganggarkan dengan layak
3. dll
3. Pemenuhan hak asasi manusia –
hak asasi perempuan
1. Hak kesamaan dimuka hukum
2. Hak atas akses yang sama
3. Hak terbebas dari segala bentuk diskriminasi
dan kekerasan
4. RESPON NEGARA
• Uuu NO.16/ 2011 TENTANG Bantuan Hukum
• Perma no.3/2017 TENTANG pedoman
mengadili perkara perempuan berhadapan
• Peraturan daerah No.3/2015 sebagaimana
perubahan perda 9/2012 tentang bantuan
hukum masyrakat miskin
• Perda Bantuan hukum di kabupaten/ kota
5. KABUPATEN/ KOTA DENGAN PERDA
BANTUAN HUKUM MASKIN
1. Banyuwangi
2. Jember
3. Pasuruan
4. Surabaya
5. Gresik
6. Tulungagung
7. Trenggalek
6. KONDISI YANG ADA
• Peremuan belum terinformasi bantuan hukum
• Perempuan belum sepenuhnya bisa mengakases
bantuan hukum karena persoalan pembuktian,
ekonomi, psikologi dll
• Bantuan hukum masih berbasis ekonomi, belum
mengakomodir konsiri kerentanan lainnya
• OBH belum terakreditasi, sedangkan kebutuhan
atas OBH oleh KEREN sudah ada
• …
7. Pengkritisa perda Bantuan hukum
masyarakat miskin
• Perda masih berbasis ekonomi
• Perda belum terinformasi secara luas ke
amsyarakat khususnya premp
• Belum terkoneksi perda BH dg perda perlindung
premp n anak
• Pengadilan harusny otomatis menerima
pernyataan miskin untuk selanjutnya di lakukan
BH. Jd tdk ada 2kali sidang
• Peruntukan bantuan hukum
• Syarat pengajuan bantuan hukum
• Proses / tahapan dilakukan bantuan hukum
• Penyebarluasan informasi
8. PROBLEMATIKA AKSES BANTUAN HUKUM
PEREMPUAN
1. Identitas yang tidak ada
2. Bukti rentan yang tidak ada
3. Penegak hukum belum berperspektif, sebagai
pelaku, menggunakan pengaruh
4. Belum tersosialisasi
5. Biaya pengadilan belum satu harga dan
mahal
6. Problem wilayah para pihak
7. Problem waktu dan jarak untuk sidang.
Waktu kerja, jarak yang jauh.
9. PROBLEMATIKA AKSES BANTUAN HUKUM
PEREMPUAN
1. BELUM ADA PERDA BANTUAN HUKUM
2. Kinerja PPT belum optimal, kapasitas pelaksana,
anggaran. Belum terkoneksi antara penanganan
hukum oleh PPT dengan bankum hukham atau
biro hukum pemprop.
3. Kemenhukham belum berperspektif gesi dan
memiliki prosedur dan syarata yang terlalu
banyak untuk bankum maskin. Kemenhukham
memberikan biaya bankum pada pelaku, karena
menganggap premp sdh “dicover” polisi
4. Belum banyak OBH yang berperepektif gesi dan
memiliki kapasitas menangani kasus perpemuan
5. Dana non litigasi lebih kecil dibanding litigasi
10. LANGKAH YANG DIAMBIL SELAMA INI
1. Gerakan kampanye, penyadaran dengan media
mainstrem tentang perda bankum oleh pem.
2. Sosialisasi spesifik pad OMS perempuan
3. Bantuan hukum dan pendampingan Cuma-
Cuma. Biaya sendiri sampai kapan?
4. Perbup tentang bantuan hukum yang
mengakaomodir perempuan korban
5. Perwali tentang keberadaan klp rentan
6. Peningkatan kapasitas : Pemahaman aparat
tentang bankum dan alokasi anggarannya.
11. LANGKAH YANG DIAMBIL SELAMA INI
1. Penanganan kasus dg jaringan
2. Perubahan pemberian bantuan hukum agar
tidak berbasis kabupaten
3. Pelatihan pada OBH yg sdh bs mengakases
bankum untuk menjadi berperspektif GESI.
Dilakukan oleh pemerintah : kemenhukham,
biro hukum dg DP3A, BPHN
4. Up grade aplikasi bankum kemenhukham.
5. Penyederhanaan syarat administrasi bankum
6. Optimalisasi bankum non litigasi. Kerjasama
OBH dengan OMS perempuan
7. Menggerakkan DPRD untuk melakukan
pengawasan pelaksanaan perda bankum
12. LANGKAH YANG DIAMBIL SELAMA INI
1. Melatih paralegal dan Membentuk jaringannya
untuk mendampingi korban. Up grade Konten
pelatihan dg materi psikologi (memahami
konten psikologi korban dan cara merespon
korban), healing pendmaping
2. Biaya penyelesaian non lit dicover APBD
3. Pembiyaan paralegal dapat dianggarkan hingga
tingkat desa (musrenbang desa harus
dimunculkan. Dapat di cek di perbup surabaya)
4. Peningkatan anggaran non litigasi
5. Paralegal yang diakui dari OBH yang
terakreditasi A, ditinjau ulang.
13. REKOMENDASI
1. Perubahan pemberian bantuan hukum agar tidak berbasis
kabupaten
2. Menggerakkan DPRD untuk melakukan pengawasan
pelaksanaan perda bankum
3. Pengakuan kerentanan dengan beragam bukti (tidak hanya
SKTM, namun bisa dengan surat utang, surat penjulan
barang, surat pernyataan kades(kewilayahan) tokoh ahli
mengenai kerentanannya, dll)
4. Peningkatan anggaran non litigasi
5. Paralegal yang diakui dari OBH yang terakreditasi A,
ditinjau ulang. Aturan dari BN2TKI
6. Pelatihan pada OBH yg sdh bs mengakases bankum untuk
menjadi berperspektif GESI. Dilakukan oleh pemerintah :
kemenhukham, biro hukum dg DP3A, BPHN
7. Mengusulkan kepada POLRI dan kejaksaan, kemenPPPA
untuk menyelenggarakan Pelatihan GESI pada penyidik –
jaksa laki-laki dan perempuan
14. REKOMENDASI
1. Up grade aplikasi bankum kemenhukham.
2. Bantuan hukum dapat diakses meskipun tidak
sampai incraht
3. Penyederhanaan syarat administrasi bankum
4. Sosialisasi spesifik pad OMS perempuan,
penyadaran dengan media mainstrem tentang
perda bankum oleh pem.
5. Kluster biaya pada bankum oleh kemenhukham,
biro hukum dan BPHN
6. Mendorong adanya peraturan gubernur terkait
pengakuan kerentanan
15. catatan
• Proses di email kepeserta dan peserta
menambahkan untuk masukan rekomendasi.