UU Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur tentang perlindungan khusus bagi anak dalam sistem peradilan pidana. UU ini mengubah paradigma dari pendekatan hukum semula menjadi pendekatan keadilan restoratif dan mewajibkan upaya diversi untuk menyelesaikan perkara anak di luar pengadilan. UU ini juga meningkatkan perlindungan anak dengan menaikkan usia pertanggungjawaban pidana menjadi 12 tahun.
2. 30 JULI 2012
31 JULI
2014
2019
ABH MENJADI
ANAK YANG
BERKUALITAS
BERAHLAK MULIA
DAN SEJAHTERA
3. Latar Belakang UU SPPA
• Perlunya pelindungan khusus bagi ABH untuk menjaga harkat dan
martabatnya dalam sistem peradilan.
• Sebagai negara pihak dalam KHA, mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelindungan khusus bagi ABH.
• UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, karena belum
secara komprehensif memberikan pelindungan kepada ABH.
• Tujuannya, dalam rangka mewujudkan peradilan yang benar-benar
menjamin pelindungan kepentingan terbaik terhadap ABH sebagai penerus
bangsa.
4. Alasan Penggantian UU No. 3/1997
Kegagalan sistem peradilan
pidana anak untuk memberi
“keadilan” bagi Anak
Tingkat tindak pidana dan
residivisme anak tidak
mengalami penurunan
Pengadilan lebih banyak memanfaatkan
pidana perampasan kemerdekaan dari pada
bentuk lainnya
Pendekatan yang
terlalu Legalistik
Belum sepenuhnya
menginkorporasikan prinsip dan
nilai dalam KHA dan instrumen
HAM lainnya
Telah terjadi perubahan
paradigma dalam penanganan
ABH
5. Perubahan UU 3/97 UU 11/2012
Filosofi sistem peradilan pidana anak
Cakupan ‘anak’
Usia pertanggungjawaban pidana anak
Kewajiban upaya Diversi pada setiap tingkat
Penegasan Hak Anak dalam Proses Peradilan
Pembatasan Upaya perampasan kemerdekaan
sebagai measure of the last resort
Masa tahanan lebih pendek
Petugas wajib mengikuti Pelatihan Terpadu
Wajib merahasiakan identitas ABH
Wajib membuat register khusus
8. Paradigma
Sistem Peradilan Pidana Anak
1. SPPA Wajib mengutamakan pendekatan
Keadilan Restoratif (Ps.5)
2. Wajib diupayakan Diversi (Ps.5)
3. Diversi dengan pendekatan Keadilan
Restoratif (Pasal 8)
APONG HERLINA
PARADIGMA DALAM UU SPPA
9. • Keadilan Restoratif
• adalah penyelesaian perkara tindak pidana
dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait
untuk bersama-sama mencari penyelesaian
yang adil dengan menekankan pemulihan
kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan (Ps. 1 UUSPPA)
APONG HERLINA
12. Mengapa Keadilan Restoratif...?
Pendekatan hukum adat di Indonesia lekat dengan paradigma
restorative justice
Sanksi adat umumnya mengacu pada tujuan ‘mengembalikan
keseimbangan, menghilangkan konflik, membebaskan rasa bersalah
pelaku
Mengutamakan dialog, rekonsiliasi, perdamaian antar pihak
daripada penanganan melalui mekanisme hukum
Mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak (the best interest
of the child
Sesuai dengan nilai2 Pancasila
13. Restorative justice
Bergeser dari lex talionis atau retributive justice
Menekankan pada upaya pemulihan keadaan (Restorative)
Berorientasi pada korban
Memberi kesempatan pada pelaku untuk mengungkapkan rasa
sesalnya pada korban dan sekaligus menunjukkan
tanggungjawabnya;
Memberi kesempatan pada pelaku dan korban untuk bertemu
dan mengurangi rasa permusuhan
Mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat
Melibatkan anggota masyarakat dalam upaya pengalihan
15. Cakupan ‘Anak’
1. Anak yang berhadapan dengan hukum, dan mencakup Pelaku,
Saksi dan Korban
2. Tidak mengkriminalisasi anak yang ‘melanggar hukum yang
hidup dalam masyarakat’
3. Tidak mempergunakan istilah ‘anak nakal’
4. Usia minimal Pertanggungjawaban dinaikkan dari 8 tahun
menjadi 12 tahun
5. Tidak dibatasi oleh status perkawinan seseorang
6. Tidak menahan Anak di bawah usia 14 tahun
7. Tidak menjatuhkan putusan pidana bagi Anak dibawah 14
tahun
16. Asas dalam SPPA
a. pelindungan
b. keadilan;
c. nondiskriminasi;
d. kepentingan terbaik bagi Anak;
e. penghargaan terhadap pendapat Anak;
f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
g. pembinaan dan pembimbingan Anak;
h. proporsional;
i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya
terakhir; dan
j. penghindaran pembalasan.
17. Perlindungan Anak
• Perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan
hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
• demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
(UU Perllindungna Anak )
18. Sasaran Pengaturan
Sasaran Pengaturan adalah anak yang
berhadapan dengan hukum (ABH ), yakni :
• Anak yang berkonflik dengan hukum/ Pelaku
• Anak yang menjadi korban tindak pidana
(Anak Korban) dan
• Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak
Saksi ).
19. Usia Pertanggung Jawaban Pidana
1. Usia pertanggung jawaban pidana Anak
sekurang-kurangnya 12 tahun
2. batasan usia anak yang bisa dikenakan
penahanan sekurang-kurangnya 14 tahun
dan
3. Batas usia anak yang dapat dijatuhi pidana
adalah sekurang-kuarangnya 14 tahun.
20. Anak belum berumur 12 Pelaku TP
• Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun
melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik,
Pembimbing , dan Pekerja Sosial Profesional mengambil
keputusan untuk:
a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali;
b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan,
pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau
LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial,
baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam)
bulan.
• Keputusan tsb ditetapkan oleh Pengadilan
• LPKS wajib menyampaikan laporan perkembangan anak ke
BAPAS
24. Mengapa Diversi ...?
@harkrisnowo 2014
• Mendorong penyelesaian mayoritas perkara Anak melalui
musyawarah
• Membatasi perkara Anak yang masuk ke dalam Proses
Formal.
• Mencegah atau setidaknya mengurangi stigmatiasai
terhadap Anak
• Meningkatkan peran petugas non penegak hukum dalam
penanganan perkara Anak
• Membangun partisipasi publik (keluarga, lingkungan dan
sekolah) dalam penanganan perkara Anak
• Mendorong upaya dan kondisi pencegahan juvenile
delinquency
27. Diversi wajib memperhatikan: (Ps.8)
a. kepentingan korban; (apabila korbannya
anak , Ps.89-91)
b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
c. penghindaran stigma negatif;
d. menghindaran pembalasan;
e. keharmonisan masyarakat; dan
f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
28. Pertimbangan Diversi (Ps.9)
• Kategori tindak pidana
• Usia Anak
• Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas
• Laporan sosial anak saksi dan anak korban dari
Peksos atau Teksos (Ps.27) hak saksi dan korban
(Ps. 89, 90,91)
• Kerugian yang ditimbulkan;
• Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
29. Proses Diversi
• Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan Anak dan orang
tua/Walinya, korban dan/atau orang
tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan,
dan Pekerja Sosial Profesional / Tenaga
Kesejateraan Sosial berdasarkan pendekatan
Keadilan Restoratif. (Ps. 8)
30. Proses (Musyawarah) Diversi
APONG HERLINA
Anak
Pelaku
Polisi/Jaksa/
Hakim
Korban
Pekerja Sos
Pembimbing
Kemasyrktn
Orangtua/
Wali Anak
Orangtua/
Wali Korban
Tokoh Masy
Penting:
Harus ada persetujuan korbam
31. Penyidikan (Ps.27)
• Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran
dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak
pidana dilaporkan atau diadukan.
• Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran
dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh
agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.
• Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja
Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial
setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan
apabila ada Anak Korban dan Anak Saksi,.
32. Diversi berhasil mencapai kesepakatan
• Apabila berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik
menyampaikan berita acara Diversi beserta
Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri
dalam waktu 3 hari setelah ada kesepakatan .
• dalam 3 hari Pengadilan Negeri membuat penetapan.
• penetapaan disampaikan kepada PK bapas, Penyidik,
JPU atau Hakim dalam waktu 3 hari sejak ditetapkan.
• Penyidik menerbitkan Penetapan penghentian
penyidikan , JPU menerbitkan penetapan penghentian
penuntutan.
33. Upaya Diversi (12,29)
• Penyidik wajib mengupayakan Diversi
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
setelah penyidikan dimulai.
• Proses Diversi / musyawarah dilaksanakan
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
dimulainya Diversi.
• Apabila Diversi gagal, Penyidik wajib
melanjutkan penyidikan dan melimpahkan
perkara ke Penuntut Umum dengan
melampirkan berita acara Diversi dan
laporan penelitian kemasyarakatan.(29)
34. • Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan
dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing
Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada
pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
• (4) Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti
laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
• Di JPU atau Pengadilan Proses hampir sama.
35. Diversi oleh Kepolisian
Tindak pidana
Upaya Diversi
Para pihak
setuju upaya
Diversi
Proses
Musyawarah
Kesepakatan
Diversi
Penetapan
Ketua PN
Pelaksanaan
Diversi
Perkara Tutup
/ SP3
37. 14
Pelaksanaan diversi
APONG HERLINA
• MENGUPAYAKAN DIVERSI PD TINGKAT PENYIDIKAN
PERAN APH
• Mengundang pelaku & keluarganya, korban & keluarganya,PK Bapas,
Peksos dan pihak lain yang terkait (Guru, Tomas,Toga ) untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan
TINDAKAN YG DILAKUKAN
• APH memfasilitasi pertemuan-pertemuan antara para pihak /
keluarganya dan pihak lain yg terkait.
• APH bersikap NETRAL ( tidak berpihak pada Pelaku atau Korban).
• APH menuangkan hasil pertemuan2 tsb ke dalam BA DIVERSI.
• Bila terjadi kesepakatan antar para pihak, APH membuat
KESEPAKATAN DIVERSI.
KETENTUAN DIVERSI
38. Diversi oleh Kejaksaan
Penyerahan
Tahap II
Upaya Diversi
Para pihak
setuju upaya
Diversi
Musyawarh
kesepakatan
Penetapan
Ketua PN
Pelaksanaan
Kesepakatan
Perkara
ditutup/ SKP2
39. Diversi oleh Pengadilan
Perkara
dilimpahkan ke
PN
Upaya Diversi
Para pihak
Setuju Upaya
Diversi
Musyawarah
Kesepakatan
Penetapan
Ketua PN
Pelaksanaan
Kesepakatan
Perkara ditutup/
SP3 +SKP2
44. Tugas Peksos dan TKS (PS.68)
membimbing, membantu,
melindungi, dan mendampingi
Anak dengan melakukan
konsultasi sosial dan
mengembalikan kepercayaan
diri Anak;
memberikan
pendampingan dan
advokasi sosial;
menjadi sahabat
Anak dengan
mendengarkan
pendapat Anak dan
menciptakan
suasana kondusif;
membantu proses
pemulihan dan
perubahan perilaku
Anak;
membuat dan menyampaikan
laporan kepada Pembimbing
Kemasyarakatan mengenai hasil
bimbingan, bantuan, dan
pembinaan terhadap Anak yang
berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana atau
tindakan;
memberikan
pertimbangan
kepada aparat
penegak hukum
untuk penanganan
rehabilitasi sosial
Anak;
mendampingi
penyerahan Anak
kepada orang tua,
lembaga
pemerintah, atau
lembaga
masyarakat; dan
melakukan pendekatan
kepada masyarakat agar
bersedia menerima
kembali Anak di
lingkungan sosialnya.
45. Pembatasan Upaya Perampasan Kemerdekaan
• Perampasan kemerdekaan hanya dipergunakan sebagai u-
paya terakhir, measure of the last resort (Beijing Rules),
pada semua tingkatan pemeriksaan
• Hanya bagi anak berusia 14 tahun ke atas
• Telah dirumuskan seperangkat alternatif putusan (pidana
dan tindakan) agar hakim tidak selalu menjatuhkan pidana
penjara
• Penelitian kemasyarakatan harus dilakukan Pembimbing
Kemasyarakatan untuk dapat menyusun rekomendasi bagi
para penegak hukum yang lain
• Tempat penahanan: LPAS dan LPKS harus disiapkan
46. Penahanan Ps. 32
• Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan
apabila ada jaminan dari orang tua/Wali dan/atau
lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak
akan menghilangkan atau merusak barang bukti,
dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
• Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan
syarat sebagai berikut:
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;
dan
b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
• Anak yang di tahan ditempatkan di LPAS
47. Lama Penahanan
Lembaga Jumlah hari
POLISI 7 + 8
JPU 5 + 5
HAKIM PN 10 + 15
HAKIM BANDING 10 + 15
HAKIM KASASI 15 + 20
48. Penahanan
• Pasal 39 Dalam hal jangka waktu penahanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3),
Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat
(3), dan Pasal 38 ayat (3) telah berakhir, petugas
tempat Anak ditahan harus segera mengeluarkan
Anak demi hukum.
• Sanksi :
Petugas LPAS SANKSI ADMTIF
Penyidik dan JPU Pidana penjara maksimal 2
tahun
49. Sanksi Pidana
(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas:
A. Pidana peringatan;
B. Pidana dengan syarat: 1.Pembinaan di luar lembaga;
2. Pelayanan masyarakat; atau
3. Pengawasan.
C. Latihan kerja;
D. Pembinaan dalam lembaga; dan
E. Penjara.
(2) pidana tambahan terdiri atas:
A. Perampasan keuntungan yang diperoleh
B. Pemenuhan kewajiban adat
50. Tindakan
a. pengembalian kepada orang tua atau orang tua asuh;
b. penyerahan kepada pemerintah;
c. penyerahan kepada seseorang;
d. perawatan di rumah sakit jiwa;
e. perawatan di lembaga;
f. kewajiban mengikuti suatu pendidikan formal dan/
atau latihan yang diadakan oleh pem/badan swasta;
g. pencabutan surat izin mengemudi;
h. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
i. pemulihan.
51. PENDIDIKAN DAN LATIHAN
– PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI PENEGAK
HUKUM DAN PIHAK TERKAIT SECARA TERPADU.
– PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DILAKUKAN PALING
SINGKAT 120 jam.
– PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
DIKOORDINASIKAN OLEH KEMENTERIAN YANG
MENYELENGGARAKAN URUSAN PEMERINTAHAN
DI BIDANG HUKUM.
52. PERAN SERTA MASYARAKAT
menyampaikan laporan
terjadinya pelanggaran
hak Anak kepada pihak
yang berwenang;
mengajukan usulan
mengenai perumusan
dan kebijakan yang
berkaitan dengan Anak;
melakukan penelitian dan
pendidikan mengenai
Anak;
berpartisipasi dalam
penyelesaian perkara
Anak melalui Diversi dan
dan pendekatan Keadilan
Restoratif;
berkontribusi dalam
rehabilitasi dan
reintegrasi sosial Anak
melalui organisasi
kemasyarakatan;
melakukan pemantauan
terhadap kinerja aparat
penegak hukum dalam
penanganan perkara
Anak; atau
melakukan sosialisasi
mengenai hak Anak serta
peraturan perundang-
undangan yang berkaitan
dengan Anak.
53. KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN
EVALUASI
• KOORDINASI DILAKUKAN DALAM RANGKA
SINKRONISASI PERUMUSAN KEBIJAKAN
MENGENAI LANGKAH PENCEGAHAN,
PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA,
REHABILITASI, DAN REINTEGRASI SOSIAL.
• PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN
PELAKSANAAN SISTEM PERADILAN PIDANA
ANAK DILAKUKAN OLEH KPP&PA DAN KPAI
54. KOORDINASI DALAM PENANGANAN PERKARA ABH
HAKIM
PENYIDIK
PENUNTUT UMUM
PK BAPAS
PEKSOS
ADVOKAT/PENASE
HAT HUKUM
LEMBAGA
PENYEDIA
LAYANAN
54
55. IMPLIKASI SARANA DAN PRASARANA
• REGISTER KHUSUS UNTUK ABH DISETIAP INSTANSI
• RUANG PENEMPATAN KHUSUS ANAK
• LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL (LPKS)
• LEMBAGA PENEMPATAN ANAK SEMENTARA (LPAS)
• RUANG SIDANG DAN RUANG TUNGGU SIDANG ANAK
• LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA)
• BAPAS
56. INFRASTRUKTUR
• DALAM WAKTU PALING LAMA 5 (LIMA) TAHUN SETELAH
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG INI:
– SETIAP KANTOR KEPOLISIAN WAJIB MEMILIKI PENYIDIK;
– SETIAP KEJAKSAAN WAJIB MEMILIKI PENUNTUT UMUM;
– SETIAP PENGADILAN WAJIB MEMILIKI HAKIM;
– KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB
MEMBANGUN KANTOR BAPAS DI KABUPATEN/KOTA;
– KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB
MEMBANGUN LPKA DAN LPAS DI PROVINSI; DAN
– KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA WAJIB
MEMBANGUN. LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL (KAB/KOTA)
• KEWAJIBAN PEMBENTUKAN KANTOR BAPAS DAN LEMBAGA
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DIKECUALIKAN
DALAM HAL LETAK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA BERDEKATAN