Aplikasi game Family Farm dapat dimanfaatkan sebagai media edukasi pertanian untuk anak-anak. Game ini dapat menanamkan sikap positif terkait pertanian dan menanggulangi eksploitasi pendidikan oleh orang tua. Namun perlu ditingkatkan pemanfaatan teknologi lain untuk meningkatkan kemampuan digital anak.
2. KONVERENSI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK 2022
Kebangkitan Nasional Dalam Upaya Perlindungan Anak
Di Indonesia Pasca Pandemi Covid-19
Rabu-Kamis, 18 – 19 Mei 2022
Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.
Terimakasih Kami Ucapkan Kepada :
3. 1
IDENTITAS PROSIDING
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK 2022
“Kebangkitan Nasional Dalam Upaya Perlindungan Anak Di Indonesia
Pasca COVID-19”
Jakarta, Rabu-Kamis 18-19 Mei 2022
ECPAT Indonesia
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)
Yayasan JARAK
Penanggung Jawab : Gita Ardi Lestari
Rizky Banyualam Permana
Ketua Redaksi : Ahmad Sofian
Sekretaris Redaksi : Esti Damayanti
Azzahra Qubais Suprapto
Retno Rahayu
Editor : Arum Ratnawati
Andi Akbar
Fandy Zulmi, S.Pd., M.Hum.
Keumala Dewi
Maria Yohanista
Metha Ramadita
Umi Farida
Rio Hendra
Keumala Dewi
4. 2
PENGANTAR
Semoga kita semua dalam keadaan yang baik dan tetap semangat dalam upaya untuk mewujudkan
Indonesia yang lebih aman untuk anak dan orang muda dari ancaman eksploitasi, baik yang terjadi di
ranah daring, eksploitasi seksual dan ekonomi.
Bapak/Ibu yang kami hormati, selaku penanggung jawab pelaksanaan konferensi dan atas nama
penyelenggara, kami sampaikan selamat datang dan selamat berpartisipasi dalam Konferensi Nasional
: “Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia pada masa Pandemi Covid-
19”. Upaya perlindungan anak merupakan salah satu isu prioritas SDGs 2030. Segenap lembaga baik
pemerintah dan masyarakat di tingkat nasional dan internasional terus berupaya untuk menciptakan
dunia yang lebih aman dan inklusif bagi anak dan orang muda, termasuk di dalamnya menjamin
pemenuhan hak-hak anak untuk bebas dari segala bentuk eksploitasi. Pandemi Covid-19 yang melanda
masyarakat dunia sejak dua tahun lalu menjadi tantangan tersendiri bagi visi di atas. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama bulan Januari hingga April 2021, terdapat 35 kasus
eksploitasi seksual terhadap anak dengan korban mencapai 234 korban usia anak. Dimana 83% dari
kasus di atas merupakan kasus prostitusi, 11% kasus eksploitasi ekonomi dan 6% merupakan kasus
trafficking. Sementara pandemi Covid-19 yang sejak 2 tahun lalu melanda Indonesia dan masyarakat
dunia menjadikan upaya perlindungan anak semakin menjadi tantangan bagi berbagai stakeholder
terkait.
Untuk itu, di fase pemulihan ini, sekaligus melalui momentum hari kebangkitan nasional, kami
mengajak bapak/ibu sekalian untuk terus bekerja bersama, menyumbangkan karya dan inovasinya
dalam mendukung upaya perlindungan anak di Indonesia. Melalui dialog interaktif dalam 7 panel yang
akan berlangsung selama 2 hari kedepan, diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi inovatif yang
bermakna dan implementatif. Selain itu, sebagai bagian dari persiapan konferensi nasional ini,
penyelenggara juga mengadakan kegiatan call for paper untuk menampung inovasi dan rekomendasi
dari aktor-aktor perlindungan anak di berbagai lapisan masyarakat. Dalam proses seleksi tersebut
dihasilkan 38 paper akademik yang akan diterbitkan dalam prosiding nasional, dan 14 diantaranya
berkesempatan untuk mempresentasikan hasil tulisannya dalam 7 diskusi panel. Selain itu, konsultasi
anak dan orang muda juga telah dilakukan untuk memastikan aspiranya mereka dapat didengar oleh
pemerintah dan stakeholder lainnya di tingkat nasional.
Akhir kata, selamat datang di Jakarta dan selamat berdiskusi dalam Konferensi Nasional :
“Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia pada masa Pandemi Covid-19”,
untuk sistem perlindungan anak di Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Jakarta, 18 Mei 2022
Ahmad Sofian
Penanggung jawab kegiatan
5. 3
DAFTAR ISI
IDENTITAS PROSIDING 1
PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
Aplikasi Family Farm: Inovasi Teknologi Berbasis Digital Sebagai Edukasi
Mengenai Pertanian untuk Menanggulangi Eksploitasi Anak dalam Pendidikan
(Studi di Lingkungan Padukan, Kota Serang, Provinsi Banten) 8
Ipan Saputra 8
Desain Program Penanganan Anak Korban Perundungan Di Kota Bandung
Melalui Forum Anak 19
Aris Tristanto 19
Yunilisiah 19
Implementasi Nilai Kebudayaan Lokal Bugis Dalam Penggunaan Internet Secara
Bijak Pada Anak sebuah Kajian Literatur 30
M. Arie Rifky Syaifuddin, 30
St. Risky Muthmainnah Ansar 30
Kapital Sosial Di Sumatera Barat: Nilai Lokal Dalam Mewujudkan Penggunaan
Internet Secara Bijak Oleh Anak 38
Bima Jon Nanda 38
Inda Mustika Permata 38
Komunitas Praktisi Anak Gen Z (I-Generation) “Binjai Young Stars” Menuju
Generasi Emas Indonesia 2045 46
Taufik Hidayat, S.Pd., M.Si. 46
Lomba Foto Anak: Potret Eksploitasi dan Objektifikasi 58
Karunia Haganta 58
Louise Shania Sabela 58
Pandemi Covid-19 Dan Perilaku Transgresif Remaja: Ditinjau Dari Whatsapp
Group Pornografi 67
Al Mukhollis Siagian 67
Penerapan Kie (Komunikasi, Informasi, Dan Edukasi) Dalam Penanganan
Eksploitasi Seksual Anak Di Era Pandemi Melalui 8 Fungsi Keluarga 73
Herdin Muhtarom 73
6. 4
Penggunaan Internet Bijak Melalui Kontekstualisasi Kearifan Lokal (Pendekatan
Berbasis Kearifan Lokal Jawa, Bali Dan Luwu) 81
Yuyun Libriyanti, M.Pd.I 81
Perusahaan Teknologi Dalam Epidemi Sosial: Menjawab Paradoks Akses
Internet, Privasi Dan Eksploitasi Anak 92
Patricia Cindy Andriani 92
Gleshya Regita Putri My Made 92
Three C (Ciamis Child Complaint): Layanan Inovatif dalam Upaya
Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak 105
Adhityo Nugraha Barsei 105
Mokhamad Syaiful Bakhri 105
Bentuk-Bentuk Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak Secara Online Selama
Pandemi 117
Rahma Nur Fauziyah 117
BUDAYA PERKAWINAN ANAK YANG MELANGGENGKAN EKSPLOITASI
SEKSUAL TERHADAP ANAK 125
Arsa Ilmi Budiarti, S.Sos. 125
Eksistensi Pendidikan Seksual dan Kekuatan Undang-Undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai Upaya Pencegahan dan Penanganan
terhadap Kekerasan Seksual Anak 133
Pingkan S. Pinatis 133
Fenomena Kekerasan Terhadap Anak Oleh Keluarga Pada Era Pandemi Di Kota
Pekanbaru (Studi Pada Anak X Dan Y) 143
Dr. Kasmanto Rinaldi, S. H., M. Si 143
Hilda Mianita 143
Siti Nurhalimah 143
Fenomena Normalisasi Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pesantren
Sebagai Bentuk Misinterpretasi Relasi antara Guru (Ustadz) dengan Murid
(Santriwati) 154
Fauzan Dewanda Dawangi 154
Inovasi Mekanisme Perlindungan Anak Dalam Kasus Cyber Child Grooming
Di Indonesia Melalui Penciptaan Aplikasi Parental Control Dan
Pembaruan Hukum Di Era Pandemi Covid-19 161
Leonarda Listiadayanti Gulo 161
Ironi Lembaga Pendidikan Berbasis Agama Sebagai Lumbung Kekerasan
Seksual Anak Di Masa Pandemi 177
Laras Rakha Hanifah 177
7. 5
Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Korban Kejahatan Eksploitasi
Seksual Pada Masa Pandemi Covid-19 184
Fina Nusa Puspa 184
Greha Wahyu Dayani 184
Literasi Pendidikan Seksual Anak Sebagai Antisipasi Kekerasan Seksual (Case
studi: Keluarga kelas menengah bawah di Kemayoran) 192
Meilani Damayanti 192
Luka Menoreh (Dinamika Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak Pedesaan di
Wilayah Pegunungan Menoreh) 197
Dianah Karmilah 197
Penyediaan Pusat Konseling di Panti Asuhan: Upaya Mencegah dan Mengatasi
Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Anak Asuh 205
Anas Anwar Nasirin 205
Wawat Karwiti 205
Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Korban Kejahatan Eksploitasi
Seksual Pada Masa Pandemi Covid-19 215
Fina Nusa Puspa 215
Greha Wahyu Dayani 215
223
Resistensi Eksploitasi Anak Melalui Pencegahan Dispensasi Kawin 223
Wardatun Nabilah Deri Rizal, M.H 223
Deri Rizal, M.H 223
Dewi Putri, M.Ag 223
Upaya Pencegahan Delinkuensi Anak Dan Pentingnya Pendamping Kuasa
Hukum Terhadap Kenakalan Anak – Anak : Prostitusi Online 233
Runi Sikah Seisabila, S.Sos 233
Urgensi Penanganan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak Di Masa Pandemi:
Kajian Pustaka 243
Sry Lestari Samosir 243
Frans Judea Samosir 243
Waspada Online Grooming Modus Pelecehan Seksual Pada Kalangan
Anak Remaja 251
Galuh Puspitasari 251
Anita Dewi Prastiyo Ningtias 251
Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak pada Sektor Pertanian Fenomena
Pengusaha dalam Melakukan Eksploitasi Pekerja Anak di Lahan Kelapa Sawit
8. 6
(Studi di Kota Banda Aceh, Gampong Pulo Kruet, Kec. Darul Makmur, Kab.
Nagan Raya) 259
Natalia Elizabeth Hutajulu 259
Konsep “Bangkit” Dalam Upaya Pengendalian Sosial Eksploitasi Ekonomi
Terhadap Anak Pada Sektor Pertanian Kelapa Sawit Pasca Pandemi Covid-19
269
Elvira Rosmawati Rahman 269
Pengaruh Kekuasaan Orang Tua Terhadap Anak Dalam Praktik Kid Influencer
277
Danius Reinaldo Seran 277
Anita Puspa Eviani 277
Urgensi Literasi Parenting Bagi Perempuan Sebagai Antisipasi
Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak 285
Lina Wati 285
10. 8
Aplikasi Family Farm: Inovasi Teknologi Berbasis Digital Sebagai Edukasi Mengenai Pertanian
untuk Menanggulangi Eksploitasi Anak dalam Pendidikan (Studi di Lingkungan Padukan, Kota
Serang, Provinsi Banten)
Ipan Saputra
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang Aplikasi Family Farm: Inovasi Teknologi Berbasis Digital
Sebagai Edukasi Mengenai Pertanian untuk Menanggulangi Eksploitasi Anak dalam Pendidikan. Pada
tulisan ini dipaparkan berbagai tujuan yaitu untuk mengetahui pemanfaatan Aplikasi Family Farm dan
integrasinya sebagai media edukasi anak mengenai pertanian, kemudian untuk mengetahui internalisasi
sikap edukasi bagi Anak Melalui Game Family Farm, serta untuk mengetahui penanggulangan
eksploitasi pendidikan anak melalui game Family Farm. Penelitianlini menggunakan metode R&D
(Research land Development), metode penelitian ini dipergunakan untuk memvalidasi produk-produk
dalam pendidikan serta pembelajaran, kemudian melihat sejauh mana keberhasilan dari produk
tersebut. Dari hasil penelitian ini, setidaknya dapat ditangkap bahwa Game Family Farm mempunyai
peranan yang besar dalam menyampaikan pesan-pesan dan informasi wawasan dalam mempengaruhi
anak-anak di Lingkungan Padukan untuk menambah wawasan serta praktik dalam pertanian misalnya
berkebun sederhana. Lebih dari itu, aplikasi ini juga disamping digamari anak-anak dalam bermain,
juga merupakan media yang ampuh untuk mempromosikan sektor pengembangan serta pemanfaatan
teknologi yang positif di pedesaan. Namun perlu dicermati untuk lebih ditingkatkan terutama dalam
pemanfaatan teknologi lainya disamping game yang menyenangkan, agar anak-anak bisa menjadi lebih
melek digital, sehingga eksploitasi dalam pendidikan oleh orang tua kepada anak dapat ditanggulangi.
Kata Kunci: Game Family Farm, Pendidikan, Pertanian.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anaklsebagai lsebuah lkelompok lumur ldengan lrentang ldibawah 18 tahun, lpada lusia tersebut
memiliki lpotensi lserta lkemampuan lyang ltinggi ldalam lmelakukan berbagai aktifitas mendasar
dalam kehidupanya. Anak-anak saat lini lmempunyai lsikap lyang lingin lfleksibel ldalam
lkehidupanya, lmudah melakukan berbagai aktifitas yang membuatnya senang, kemudian jika aktifitas
utamanya terganggu mereka akan mudah menangis. Namun lkondisi lini lberbeda lterhadap lkondisi
lkeilmuan ldan lpemahaman terhadap berbagai wawasan yanglcenderung lrendah, lini menjadi lsalah
lsatu lpermasalahan lyang dihadapi anak-anak lsaat lini, hal tersebut diindikasikan oleh adanya
eksploitasi yang dilakukan dalam pendidikan. Eksploitasi anak sebagaimana yang tercantum pada
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002, kemudian di revisi dengan adanya Undang-undang nomor 35
tahun 2014, pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwasanya setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua,
wali, atau pihak manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual (Anonim, 228) .Kadangkali kita merepresentasikan
eksploitasi secara sempit sebagai tindakan penelantaran anak oleh orang tua secara bebas di jalanan,
namun peneliti berpandangan lebih dari itu, bahwasanya eksploitasi konteks ini berfokus pada tindakan
KONFERENSI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK 2022
“Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia Pasca Pandemi COVID-19”
Jakarta, 18-19 Mei 2022
11. 9
orang tua yang tidak memberikan edukasi pendidikan mengenai wawasan dalam berbagai bidang
termasuk pertanian terhadap anaknya, sehingga penulis berinisiatif melakukan penelitian aplikasi game
Family Farm sebagai media belajar anak dalam edukasi bertani.
Indonesia sebagai satu negara agraris dengan bentang alam pertanian yang bervariatif, mayoritas
mata pencaharian penduduknya bekerja di sektor informal salah satunya adalah dengan bertani (Calya
D, 63). Hal ini didukung oleh kondisi geologis serta geografis yang strategis. Pertanian juga merupakan
salah satu sektor andalan bagi bangsa ini, yang telah membantu dalam menjaga kestabilan ekonomi
negara. Kondisi tersebut membuktikan bahwa pertanian merupakan sektor strategis dalam membangun
perekonomian masyarakat, dengan adanya sektor ini masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya serta mampu menyediakan lapangan serta peluang pekerjaan bagi orang lain (Dwi Sadono,
63). Dinamika perkembangan teknologi dari masa ke masa mengalami kemajuan yang signifikan.
Seiring dengan perjalanan waktu, berbagai kemudahan yang terjadi sangat berdampak langsung
terhadap multi sektor. Karenanya perkembangan teknologi tersebut memicu untuk dapat
mengembangkan dan memanfaatkan teknologi yang ada. Hal tersebut dimaksudkan agar sektor
tersebut dapat meningkat serta maju, sehingga tetap berjalan dengan dinamis. Peran teknologi
informasi mengakibatkan pada pengaturan sistem informasi yang lebih terstruktur dalam berbagai
program termasuk pertanian (Jurnal KOMINFO). Seiring dengan hal itu, maka program edukasi
pertanian juga mesti menggunakan teknologi, untuk mewujudkan masyarakat yang melek digital sedini
mungkin dimulai dari anak-anak. Pemanfaatan teknologi informasi secara inovatif akan lebih
meningkatkan dan mendukung jalanya revolusi industri 5.0 sektor pertanian (Rendra, 279).
Sebagai salah satu solusi dalam menjawab peluang dan tantangan tersebut dalam upaya
menanggulangi eksploitasi anak dalam memahami pertanian secara utuh. Diantaranya yaitu dengan
mengembangkan aplikasi digital Family Farm berbasis android, untuk memudahkan anak-anak dalam
mengakses berbagai macam pengetahuan melalui permainan mengenai wawasan serta praktik dalam
berkebun sederhana. Aplikasi Family Farm mempunyai peranan yang besar dalam memberikan
informasi wawasan dan pesan-pesan dalam mempengaruhi anak-anak di Padukan untuk dapat
membuka lebih luas wawasan dan kemampuanya dalam bertani sederhana akibat eksploitasi
pendidikan pertanian oleh orang tua. Lebih dari itu, aplikasi ini juga diharapkan menjadi salah satu
media andalan dalam pengembangan teknologi di pedesaan bagi anak-anak (Kartika Mayasari, 176).
Sehingga alih teknologi yang positif melalui serangkaian eksperimen, dapat meningkatkan
pengetahuanya tentang berkebun. Maka berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memfokuskan
penelitian ini pada: Aplikasi Family Farm: Inovasi Teknologi Berbasis Digital Sebagai Edukasi
Mengenai Pertanian untuk Menanggulangi Eksploitasi Anak dalam Pendidikan (Studi di Lingkungan
Padukan, Kota Serang, Provinsi Banten).
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang diatas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran empiris tentang pemanfaatan inovasi teknologi berbasis digital Game Family
Farm sebagai sumber edukasi bagi Anak untuk menanggulangi eksploitasi dalam pendidikan yaitu:
1. Untuk mengetahui Pemanfaatan Aplikasi Family Farm dan Integrasinya Sebagai Media
Edukasi Anak Mengenai Pertanian
2. Untuk mengetahui Internalisasi Sikap Edukasi bagi Anak Melalui Game Family Farm 3. Untuk
mengetahui Penanggulangan Eksploitasi Pendidikan Anak Melalui Game Family Farm
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah kegiatan yang berlandaskan ilmiah yang terstruktur dan mempunyai
12. 10
sistematika serta terdapat tujuan yang teoritis dan praktis (Conny R, 5). Dalam sebuah penelitian metode
mempunyai peranan penting dalam pengumpulan serta analisis data. Penelitianlini menggunakan
metode R&D (Research land Development). Bord and Gall (1988) mengemukakan bahwasanya metode
penelitian dan pengembangan (research and development), ialah metode penelitian yang dipergunakan
untuk memvalidasi produk-produk dalam pendidikan serta pembelajaran. Dalam hal ini
pengembangannya terletak pada metode pendidikan yang bersifat luring ke daring, dengan pendekatan
aplikasi yang berbasis pada edukasi.l Metode lini bertujuan luntuk lmenghasilkan lsebuah produk ldan
meninjau sejauh mana keberhasilan produk tersebut. Penelitian lini ldilaksanakan lpada bulan
Maretlsampai April 2022. Subjek dalam lpenelitian lini ladalah anak-anak ldengan lrentang lusia l5-12
ltahun. Objek lpenelitian lini ladalah aktifitas lanak-anak dalam bermain game Family Farm serta
kaitanya dengan proses edukasi yang terdapat didalamnya luntuk ldipilih kemudian ldiobservasi
lberdasarkan kriteria dan pertimbangan ltertentu.
Teknik pengumpulan data yang akan peneliti pakai dalam peneltian adalah:
1. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang sedang
diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi partisipatif pasif yaitu peneliti datang ke
tempat yang akan diteliti, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 203). Dalam
penelitian ini penulis datang ke tempat kegiatan yang akan diamati, kemudian mengadakan pengamatan
serta melakukan pencatatan terhadap objek penelitian yaitu di Padukan. Pada observasi ini penelliti
meninjau anak-anak dengan rentang usia 5-12 yang gemar bermain game Family Farm, kondisi
pertanian yang luas, penduduk mayoritas bermata pencaharian petani, serta kondisi objektif agraris
lainya.
2. Wawancara
Wawancara menurut W. Gulo adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dengan tatap muka (Nikmal Perdana,
14). Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi struktur (in-depth interview).
Wawancara secara terstruktur merupakan wawancara yang pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan
problematika isu secara lebih terbuka. Adapun yang menjadi responden yaitu Orang Tua Anak, Tokoh
Masyarakat, serta melakukan perbincangan dengan beberapa anak-anak. Wawancara dilakukan secara
bergiliran, dengan melakukan pencatatan pada setiap informan, untuk kemudian dianalisis. Hasil dari
wawancara dengan beberapa informan secara singkat yaitu anak-anak di Lingkungan Padukan, sudah
gemar bermain game, namun peneliti tidak ingin meninjau secara dampak negatif, tetapi lebih kepada
sisi output edukasi yang anak-anak dapatkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu informasi yang berasal dari catatan penting baik dari
lembaga ataupun organisasi maupun perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan
gambar oleh peneliti yang digunakan sebagai penguat hasil penelitian (Albi Aggito, 255). Dalam
penelitian ini data yang diperoleh oleh peneliti berupa arsip serta foto-foto hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan penulis ketika dalam melakukan penelitian.
KAJIAN PUSTAKA
1. Eksploitasi Anak
Anak sebagai seorang individu yang terus mengalami perkembangan dari struktur tubuh hingga
13. 11
psikisnya, serta pada kondisi tersebut sedang dalam masa pertumbuhan. Dalam kacamata sejarah
dinamika upaya perlindungan terhadap anak terus dilakukan salah satunya dengan mengadakan
Konvensi Hak Anak pada tahun 1989 yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Hasil dari
Konvensi Hak Anak yaitu mengajak setiap negara meninjau anak sebagai individu manusia yang utuh
dan memiliki hak asasi yang melekat serta tidak dapat diambil oleh siapapun. Kemudian dalam kaitanya
mengenai Indeks Komposit Kesejahteraan Anak (IKKA) terdapat beberapa indikator didalamnya yaitu:
a. Hak kelangsungan hidup, yaitu hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup serta hak
memperoleh kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
b. Hak perlindungan, yaitu hak untuk memperoleh perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi,
kekerasan dan keterlantaran yang diwakili dengan indikator persentase imunisasi dasar
lengkap.
c. Hak tumbuh kembang, yaitu hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup yang
layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
d. Hak berpartisipasi, yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi
anak.
e. Hak anak atas identitasnya yang diwakili oleh indikator persentase kepemilikan akta kelahiran.
Salah satu hak anak yang harus dipenuhi yaitu hak tumbuh kembang yang didalamnya yaitu hak
untuk memperoleh pendidikan. Hak tersebut diukur berdasarkan beberapa indikator yaitu persentase
anak yang berusia 5-17 tahun, persentase anak pada usia 5-17 tahun yang mengikuti kursus (selain
bimbingan belajar), persentase anak yang masih bersekolah dan yang pernah mengikuti ekstrakulikuler
dan yang terlibat dalam kesenian. Dewasa ini kegiatan pendampingan belajar terhadap anak merupakan
salah satu alternatif pendidikan diluar bangku sekolah formal. Melalui pendampingan belajar, anak-
anak dapat memperoleh wawasan dan keahlian yang bermanfaat dalam menjalani kehidupanya.
Kemudian persentase anak yang usia 5-17 tahun yang mengikuti kegiatan ini menurut data
KPAI sebesar 7,15 persen pada tahun 2018 dan naik menjadi 9,29 persen pada tahun 2019. Meskipun
terdapat peningkatan yang signifikan, namun angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan
yakni sebesar 20%.13
Angka tersebut salah satu faktor penyebabnya adalah ketidakmampuan orang tua
dalam mengedukasi anaknya, sehingga terjadinya eksploitasi pendidikan. Namun seringkali eksploitasi
anak yang didefinisikan sebagai kejahatan terselubung yang dapat menimbulkan ancaman serius bagi
anak, memiliki dampak signifikan terhadap masa depanya. Bentuk kejahatan ini banyak menyita masa
kecil anak, sehingga mereka yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan penuh kegembiraan
dan kesukacitaan, namun yang didapatkan justru sebaliknya. Mengacu pada pendapat Suharto, F, A.
(2014) Eksploitasi Anak adalah bentuk pemanfaatan anak secara tidak manusiawi, untuk kebaikan serta
keuntungan dari yang mengeksploitasinya, bisa dilakukan oleh orang tuanya ataupun orang lain (Jurnal
KemenPPPA, 79).
2. Teknologi
Kemajuan dunia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ldan lteknologi, lmenciptakan ruang
bagi setiap individu untuk dapat mampu menjawab fenomena lyang lterjadi ldan memecahkanya
dengan analisislserta daya dukung alatlyang memadai. Maka dalamlhal ini yang menjadilpokok
persoalan adalah apakah setiap individulsaatlinildengan berbagai kelebihan sertalkekuranganya
akanlmampu menghadapi serta melakukan revolusilyang lebih pragmatis? Seiringldengan kemajuan
zamanlyang semakinltidak terbendungllagi, ternyatalilmu pengetahuanlserta teknologildapat
mendorong serta memotivasi setiap individulagar memaksanya luntuk ldapat lmenguasainya kemudian
lmengembangkanya.
Sebutlsaja penguasaan lilmu lpengetahuan ldan teknologi olehlgenerasi z saat lini,
sudahlkianlhari berbagailinovasi dan kreasi terus dilakukanldibandingkanldengan generasi generasi
14. 12
sebelumnya, meskipun memang awalnya mengambillintisarildarileralsebelumnya. Tetapi dapat diakui
bahwa perkembanganlsaatlini tentu sangatlsignifikan.lDilera yang penuh digitalisasildan
persainganlsaat lini. Pemuda yang diregenerasikan melaluilberbagai
kreasildanlinovasiluntuklmenjawab persoalanlisuldanltantangan pada masyarakat. Kemudian juga
konsep dari teknologi itu sendiri adalah inovasi yang digunakan untuk memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, serta memanipulasi data dengan prosedur dan Serangkaian cara, untuk
menghasilkan informasi yang cepat dan tepat. Hal tersebut didukung oleh perspektif dari Tony Bates
(1995) yang menyatakan bahwasanya teknologi akan meningkatkan pengembangan berbagai sistem,
baik pendidikan, ekonomi, politik serta bidang lainya, jika digunakan secara bijak.
3. Pendidikan dan Pertanian
Menurut Becker bahwasanya pendidikan serta pelatihan adalah modal dasar dalam investasi
terpenting untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan adalah kebutuhan primer di era
ini yang harus dipenuhi, serta memerlukan perhatian serius. Dalam mengembangkan model pendidikan
juga harus mengedepankan sikap kesabaran, yang merupakan kunci utama dalam mendorong bakat
serta keterampilan anak. Kemudian juga aspek yang tidak dapat terpisahkan yaitu kreativitas dan
inovasi, kemampuan ini adalah salah satu indikator penting dalam membentuk pola pikir serta
memanfaatkan dan menciptakan sesuatu yang baru, sehingga dapat menjadi media menyenangkan bagi
anak (Padilah, 7).
Pengembangan sektor pertanian dapat meningkatkan pendapatan bagi negara. Menurut
Tjitropranoto, urgensi peningkatan sektor pertanian dipicu oleh adanya pertumbuhan jumlah penduduk,
serta adanya desakan untuk kesejahteraan masyarakat yang semakin hari harus dipenuhi. Kesejahteraan
Masyarakat tidak hanya menyangkut orang tua saja didalamnya, namun lebih luas termasuk juga anak-
anak. Mereka pada usia tersebut dengan pikiran yang masih jernih, sangat memungkinkan untuk
dilakukan proses internalisasi pemahaman melalui berbagai media, termasuk juga dalam media belajar
bertani. Busono (2003) menyebutkan bahwa optimalisasi proses diseminasi teknlogi informasi di masa
yang akan datang, harus terus dilakukan pembenahan. Aliran serta pengetahuan informasi teknologi
yang bersumber dari proses penelitian, mesti disampaikan oleh penyuluh (Sri Nuryanti, 116). Maka
agar anak-anak mendapatkan edukasi sedini mungkin dalam bidang pertanian terutama mengenai
berkebun, maka mesti diadakan program pendampingan setelah mereka bermain game Family Farm,
dalam melakukan praktik berkebun sederhana. Sehingga, aktifitas bermain game dapat menjadi lebih
bermanfaat.
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
Lingkungan Padukan terletak di Kelurahan Sayar, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Banten.
Berkaitan dengan sejarah Lingkungan Padukan, memang tidak ada tulisan dan sumber yang pasti.
Tetapi, ada satu hal yang menarik dari sejarah Padukan (sebagaimana wawancara yang telah peneliti
lakukan dengan beberapa warga disana), bahwa Padukan ini pada mulanya adalah satu kesatuan (secara
administratif), artinya tidak terdiri dari beberapa RT dan beberapa RW. Namun perlu diketahui, bahwa
saat ini, Lingkungan Padukan terdiri dari 2 RW dan 6 RT. Kondisi geografis Kelurahan Sayar,
khususnya Lingkungan Padukan berada di dataran tinggi. Terdapat beberapa petak persawahan dan
ladang untuk berkebun. Oleh karena itu, masyarakat setempat memanfaatkan letak geografis yang
sangat menguntungkan untuk bertani sebagai salah satu sumber mata pencaharian pada umumnya.
Untuk hasil pertanian di Lingkungan Padukan sendiri dapat dibilang berpotensi dan subur. Karena di
lingkungan tersebut tanahnya sangat bagus. Selain itu, Lingkungan Padukan sangat asri dan tergolong
lingkungan yang cukup bersih. Kuantitas anak-anak juga terbilang banyak, dengan rentang usia sekitar
6-12 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
15. 13
2. Aplikasi Family Farm dan Integrasinya Sebagai Media Edukasi Anak
Aplikasi Family Farm adalah game berbasis android dalam melakukan simulasi berkebun
dengan berbagai fitur didalamnya yang menarik, terbagi ke dalam 83 Level dari mulai yang termudah
hingga tersulit. Aplikasi Family Farm dapat diunduh di Playstore, serta mempunyai rating, ulasan dan
komentar yang positif dari user. Pada aplikasi ini mempunyai kelebihan yaitu sedikit menggunakan
ruang penyimpanan, dapat digunakan dengan tidak terhubung pada internet, serta tidak memerlukan
proses update aplikasi secara lanjutan. Namun terlepas dari kelebihan itu aplikasi ini mempunyai
kelemahan diantaranya kadangkala ikon pada game tidak bisa disentuh, lahan simulasi berkebun yang
relatif sempit.
Dalam aplikasi, terdapat beberapa fitur diantaranya yaitu Farm yang meliputi Production. Pada
fitur ini anak-anak melakukan kegiatan bermain penanaman berbagai macam benih, misalnya padi.
Kegiatanya yaitu anak-anak mengklik ikon benih, kemudian mengklik ikon lahan, serta dengan
otomatis benih tersebut menyebar ke seluruh lahan tersebut. Dalam kegiatan ini pada dasarnya anak
diajarkan untuk dapat membedakan berbagai benih yang tersedia, sehingga mereka dapat mengetahui
media benih yang akan ditanam. Kemudian kegiatan selanjutnya anak-anak diarahkan pada ikon
menyiram, pada fitur ini mereka melakukan aktivitas menyiram atau memberikan pupuk kepada
tanaman, diawali dengan mengklik ikon alat siram, kemudian mengarahkannya ke tanaman. Proses
internalisasi pengetahuan pada tahapan ini, adalah menanamkan sikap untuk selalu menyiram tanaman,
agar dapat tumbuh dengan baik. Setelah itu, mereka diarahkan pada ikon sabit rumput, fungsinya yaitu
untuk mengambil tanaman yang telah siap dipanen, tahapannya yaitu dengan mengklik ikon sabit
rumput, kemudian mengarahkan ke tanaman yang akan diambil, dan dimasukan ke dalam truk.
Kemudian selanjutnya yaitu fitur distribution, pada fitur ini user diarahkan pada proses distribusi
hasil panen, pada tahapannya yaitu user mengklik ikon hasil panen, kemudian dimasukan ke dalam truk,
setelah itu akan mendapatkan poin, dan akan beranjak level. Pada tahapan ini internalisasi sikap yang
tertanam yaitu anak-anak dapat memahami proses panen sederhana melalui kegiatan pengambilan hasil
panen dengan menggunakan alat sabit rumput. Kemudian juga mereka dapat memahami proses alur
distribusi yang dilakukan setalah mengalami panen untuk dapat dipasarkan dalam pangsa yang lebih
luas. Family Farm dapat menjadi solusi bagi anak-anak dalam mewujudkan kebun impiannya sesuai
dengan keinginan serta imajinasinya, untuk menanam berbagai jenis tanaman, melalui fitur dan ikon
yang mudah dimengerti. Sehingga motivasi dan minat mereka dalam berkebun dapat lebih meningkat.
Keahlian dalam berkebun merupakan modal dasar dalam mengembangkan metode pertanian berikutnya
bagi anak-anak. Mereka bisa berimajinasi melalui serangkaian kegiatan berkebun dalam game Family
Farm, sehingga di kemudian hari dapat mempraktikannya di kehidupan nyata.
3. Internalisasi Sikap Edukasi bagi Anak Melalui Game Family Farm
Inovasi yang telah dirumuskan peneliti adalah bentuk realisasi guna mendukung program
penguatan edukasi pendidikan pada anak terutama mengenai pertanian. Dalam upaya memberikan
dukungan serta realisasi tersebut maka bentuk nyatanya yaitu dengan menanamkan/internalisasi nilai
karakter pada anak, serta dengan mengacu pada pendapat B. S Bloom (1956) bahwasanya tujuan
edukasi itu harus berlandaskan pada tiga ranah yang melekat yaitu proses berfikir (kognitif), sikap atau
nilai (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) (Lorenzo M, 1).
a. Aspek Kognitif
Proses internalisasi nilai pada tahapan ini adalah anak-anak yang diberi informasi,
pengetahuan, serta pemahaman tentang konsep berkebun serta berbagai prosedur di dalamnya,
sehingga pada akhirnya membentuk anak-anak yang mempuni dalam bertani. Aspek ini
menekankan pada sikap ilmiah pada nilai wawasan, topik, serta pengetahuan agar dapat
mengidentifikasi sejauh mana pemahaman anak terhadap satu materi tertentu (Desty Putri H,
12). Pada aspek ini yang menjadi objek nilai pemahaman yaitu pengetahuan pertanian
sederhana. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwasannya aplikasi Family Farm yang
16. 14
berisi tentang aspek pengetahuan berupa penjelasan pada berbagai ikon, bacaan, video tutorial,
yang membahas tentang berkebun dapat meningkatkan pengetahuan anak mengenai prosedur
pertanian. Peneliti meninjau pada aspek ini yaitu ketika anak-anak diberi pertanyaan mengenai
kegiatan pertanian, nama alat dan bahan sederhana yang dilakukan oleh orang tuanya, itu
mereka mengetahui nama kegiatan, alat dan bahan tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya
pengaruh dari berbagai permainan yang mereka lakukan.
b. Aspek Afektif
Aspek afektif adalah aspek pada edukasi yang berupa adanya stimulus-respon, agar
dapat mengembangkan serta menanamkan sikap, setelah dilakukan proses internalisasi nilai.
Adapun untuk indikator aspek ini yaitu intensitas objek ketika perasaanya itu positif atau
negatif, misalnya ketika diberikan materi pembelajaran melalui permainan anak akan senang
atau sebaliknya. Diantara berbagai upaya yang dilakukan dalam menamankan sikap afektif
yaitu dengan memberikan kesadaran terhadap anak akan urgensinya mengenai implementasi
kegiatan berkebun sederhana, yang disediakan dalam aplikasi Family Farm yang berupa
animasi, dan video. Sehingga dengan adanya hal tersebut dapat membuat anak-anak di era
digital saat ini memahami dan mengerti serta ketika melihat satu kegiatan berkebun di
kehidupan nyata, mereka akan merangsang otaknya untuk berfikir dan mengingat kegiatan
yang terdapat dalam permainan Family Farm, serta kemudian dapat mempraktikkannya dalam
lingkungannya sehari-hari.
c. Aspek Psikomotorik
Psikomotorik dapat juga didefinisikan sebagai implementasi wawasan dan
pengetahuanya yang diwujudkan dalam bentuk perilaku serta keterampilanya dalam kehidupan
(Fitriani Nur Alifah, 73). Tindakan ini adalah indikator keluaran dari aspek kognitif dan afektif.
Dalam mengetahui terkait dengan dorongan individu dalam melakukan perilaku yang baik
maka dapat ditinjau dari tiga aspek lain dari karakter, yaitu keinginan, kebiasaan dan
kompetensi. Pada indikator sikap ini, peneliti meninjau anak-anak di Lingkungan Padukan,
ketika mereka sedang senggang bermain dengan teman sebayanya. Anak-anak tersebut dapat
mempraktikan kegiatan berkebun sederhana dengan alat seadanya, yang kemudian jika dilihat
aktifitas tersebut hampir menyerupai, meskipun tidak sepenuhnya. Peneliti berasumsi anak-
anak memahami kegiatan tersebut dari hasil bermain game Family Farm.
4. Menanggulangi Eksploitasi Pendidikan Anak Melalui Game Family Farm
Menurut Terry E. Lawson dalam Teori eksploitasi anak menyebutkan bahwasanya eksploitasi
anak mengacu pada bentuk sikap diskriminatif oleh orang tua secara sewenang wenang terhadap
anaknya. Kemudian menurut Alfred Schutz dalam teori fenomenologinya, dapat disimpulkan
bahwasanya eksploitasi anak sebagai permasalahan yang terjadi oleh orang tua terhadap anaknya, akibat
tuntutan zaman yang semakin kompleks. Eksploitasi anak sebagai bentuk penelantaran anak oleh orang
tua, yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya faktor ekonomi, sosial, dan lainya. Timbulnya
eksploitasi dipengaruhi oleh kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah, tingkat pendidikan
kemudian kurangnya lapangan pekerjaan. Pengeksploitasian anak oleh orang tua, mempunyai berbagai
motif didalamnya (Emy Sukrun N, 2-3)
Kemudian juga faktor lainya yaitu kondisi kultur masyarakat yang berada pada bawah garis
kecukupan, kemalaratan hingga tindak kriminal. Anak yang tereksploitasi membutuhkan berbagai
pendekatan agar dirinya menjadi lebih berdaya, sehingga dapat mencapai kecukupan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sehingga diperlukan pola pengasuhan dan pendampingan dari orang tua untuk
dapat memenuhi kebutuhan hak dasarnya (Anonim, 136). Dalam merepresentasikan eksploitasi
kadang kita mengartikan secara sempit sebagai tindakan penelantaran anak oleh orang tua secara bebas
di jalanan, namun peneliti berpandangan lebih dari itu, bahwasanya eksploitasi dalam konteks ini
berfokus pada tindakan orang tua yang tidak memberikan edukasi pendidikan mengenai wawasan
17. 15
dalam berbagai bidang termasuk pertanian terhadap anaknya, sehingga penulis berinisiatif melakukan
penelitian mengenai aplikasi game Family Farm sebagai media belajar anak dalam edukasi bertani
melalui berbagai fitur didalamnya.
Dalam konteks ini, meninjau kondisi di Lingkungan Padukan, yang mayoritas orang tuanya
bermata pencaharian sebagai petani, namun saat ini anak-anak nampaknya lebih menghindari untuk
mengikuti jejak orang tuanya sebagai petani. Sejak tahun 2015 saja dinamika milenial yang menggarap
lahan milik orang tuanya itu menurun. Kondisi tersebut terbalik dengan anak-anak di Lingkungan
tersebut yang gemar bermain game, namun nampaknya kondisi sosial-ekonomi juga mempengaruhi
anak-anak tersebut untuk memainkan game bergenre simulasi pertanian terutama berkebun melalui
Aplikasi Family Farm. Sikap eksploitasi yang dilakukan terletak pada fokusnya orang tua terhadap
pekerjaan yang dilakukan misalnya dengan bertani, sehingga anaknya tidak mendapatkan edukasi lebih
melalui melihat langsung orang tuanya dalam melakukan kegiatan pertanian. Maka dari itu diharapkan
game ini sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi eksploitasi pendidikan bertani bagi anak.
KESIMPULAN
Anaklsebagai lsebuah lkelompok lumur ldengan lrentang ltertentu, lpada lusia tersebut
memiliki potensi lserta lkemampuan lyang ltinggi ldalam lmelakukan berbagai aktifitas mendasar
dalam kehidupanya. Anak sebagai objek asuh orang tua harus dipenuhi haknya namun kadangkala
sering terjadi bentuk penyimpangan yang terjadi salah satunya tindakan eksploitasi. Dalam
merepresentasikan eksploitasi kadang kita mengartikan secara sempit sebagai tindakan penelantaran
anak oleh orang tua secara bebas di jalanan, namun penulis berpandangan lebih dari itu, bahwasanya
eksploitasi dalam konteks ini berfokus pada tindakan orang tua yang tidak memberikan edukasi
pendidikan mengenai wawasan dalam berbagai bidang termasuk pertanian terhadap anaknya, sehingga
fokus penelitian ini mengenai aplikasi game Family Farm sebagai media belajar anak dalam edukasi
bertani melalui berbagai fitur yang terdapat didalamnya serta bentuk penyerapan materi, sikap, dan
tindakan yang dilakukan oleh anak. Kemudian internalisasi sikap edukasi bagi anak melalui Aplikasi
Family Farm terbagi menjadi 3 aspek yaitu kognitif (pengetahuan dan wawasan), afektif (sikap dan
nilai), serta psikomotorik (keterampilan dan perilaku).
REKOMENDASI
Banyaknya berbagai faktor yang menyebabkan kekurangan dalam penelitian ini misalnya
keterbatasan penulis dalam kemampuan pengumpulan, penyusunan serta analisis, membuat tulisan ini
jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari akademisi maupun
praktisi. Maka adapun rekomendasi yang diajukan oleh peneliti kepada berbagai pihak yaitu:
1. Pemerintah sebagai lokomotif pelaksana dalam mengatur perlindungan pada eksploitasi anak,
harus mampu untuk menjadi solusi dalam berbagai penanganan dan pencegahan yang lebih
memihak serta koperatif.
2. Orang tua sebagai garda terdepan dalam mengasuh dan mengurus anak, harus mampu untuk
menjadi rumah bagi anak-anak dalam memenuhi hak-haknya, agar terhindar dari perbuatan
eksploitasi.
3. Masyarakat sebagai lingkungan dalam bernaung anak juga harus dapat menjadi tempat yang
nyaman dan aman, serta menjadi tempat perlindungan dalam menanggulangi serta mencegah
perbuatan eksploitasi.
Ketiga elemen ini harus meningkatkan sinergi melalui berbagai program agar eksploitasi
terhadap anak dapat dicegah dan tidak terjadi lagi. Sehingga anak-anak dapat menikmati masanya
dengan nyaman dan bahagia. Kemudian Lingkungan Padukan sebagai representasi kawasan dengan
18. 16
demografi kearifan lokal berbasis pertanian, masyarakat beserta pihak terkait harus melakukan
pendampingan dan mampu membuat wadah bagi anak-anak melalui penyediaan wahana edukasi
pertanian dengan metode fun game, yang dikombinasikan dengan game Family Farm, sehingga anak-
anak dapat menyalurkan kreativitasnya. Pendampingannya difoksukan pada mendorong dan membantu
anak dalam mengembangkan edukasinya dari sisi karakter, identitas sosial dan kondisi lingkungan
pertanian sebagai aktifitas belajar secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Aggito, Albi dan Setiawan, Johan. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jawa Barat: CV Jejak,
cetakan pertama.
Andika, I Made. (2012) Materi Konsep Teknologi.
Anonim. (2013). Perlindungan Anak, PT Permata Press.
Anonim. (2012). Sistem Peradilan Pidana Anak dan Perlindungan Anak, PT Citra Umbara.
Azmi, Fachruddin, dkk. (2017). “Pelaksanaan Pembimbingan Belajar Aspek Kognitif, Afektif dan
Psikomotorik Siswa di Madrasah Ibtidaiyah Swasta Amal Shaleh Medan”, Jurnal At-Tazakki,
1(1), 16. Dzafina, Calya. (2021). Desa Maju, Negara Maju, Temanggung: Literasi Desa
Mandiri. Hanifah. Desty Putri. (2016) “Pengaruh Kemampuan Kognitif, Kreativitas, dan
Memecahkan Masalah Terhadap Sikap Ilmiah Siswa SD”, Journal of Primary Education, 5(1),
12. Junaedi, Tokoh Masyarakat Lingkungan Padukan, wawancara tentang profil Lingkungan
Padukan, di Serang, 29 Maret 2022.
Kasenda. Lorenzo M. (2016) “Sistem Monitoring Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Siswa Berbasis
Android”, Jurnal Kasenda, 9(1).
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2015), Pemanfaatan dan
Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada Petani dan Nelayan (Survey Rumah
Tangga dan Best Practice), BPPSDM Kemkominfo. Jakarta.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2020), Indeks Perlindungan Anak
(IPA) Pemenuhan Hidup Anak (IPHA) Perlindungan Khusus Anak (IPKA) Indonesia, Kemen
PPA, Jakarta.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2020), Pedoman Umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2016, KPAI, Jakarta.
Mayasari, Kartika. (2020). “Kepuasan Pengguna Informasi Pertanian dan Strategi dan Strategi
Diseminasi Teknologi Pertanian Melalui Pemanfaatan Aplikasi iTani, Jurnal Penyuluhan,
16(1), 176. Padilah (2018). “Peningkatan Kreativitas Melalui Metode Pembelajaran Inkuiri”,
Jurnal Caksana: Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 7.
Machmud, Hadi. (2020). “Eksploitasi Anak di Kota Layak Anak (Studi di Kota Kendari)”, Jurnal
Pemikiran Islam, 6(1), 79.
Nur Alifah, Fitriani. (2019). “Pengembangan Strategi Pembelajaran Afektif”, Jurnal Tadrib, 5 (1), 73.
Nihayah, Emy Sukrun. (2016). “Eksploitasi Anak Jalanan (Studi Pada Anak Jalanan di Surabaya)”,
Journal Paradigma, 4(1), 2-3.
Nuryanti, Sri. (2011) “Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Pertanian”, Jurnal Forum
Penelitian Agro Ekonomi, 29(2), 116.
Perdana, Nikmal. (2017). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kegiatan Daur Ulang Sampah Oleh
Bank Sampah Berlian Kelurahan Lenteng Agung”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19. 17
Rendra. (2019). “Pelatihan Penggunaan Aplikasi Penyuluhan Berbasis Android bagi PPL dan
Ketua Kelompok Tani di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kec. Hamparan Rawang Kota Sungai
Penuh”, Jurnal Karya Abdi Masyarakat, 3(2), 279.
Sadono, Dwi. (2008). “Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Indonesia”,
Jurnal Penyuluhan, 4(1), 65.
Semiawan, Conny R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grasindo
Sugiyono. (2019) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods),
Bandung: Alfabeta cetakan pertama.
LAMPIRAN
Gambar 1. Wawancara dengan perwakilan
orang tua anak
Gambar 2. Wawancara dengan tokoh
masyarakat setempat
20. 18
Gambar 3. Kondisi geografis padukan Gambar 4. Wawancara dengan anak
Gambar 5. Anak-anak sedang bermain
game
Gambar 6. Edukasi kepada anak-anak
Gambar 7. Foto penulis dengan anak
disekitar
Gambar 8. Tampilan menu menanam
Gambar 9. Tampilan bermain pertanian
sederhana
Gambar 10. Tampilan bermain perternakan
21. 19
Desain Program Penanganan Anak Korban Perundungan Di Kota Bandung
Melalui Forum Anak
Aris Tristanto
Program Studi Magister Kesejahteraan Sosial
Pascasarjana FISIP Universitas Bengkulu
Yunilisiah
Program Studi Magister Kesejahteraan Sosial
Pascasarjana FISIP Universitas Bengkulu
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai desain program penanganan
anak korban perundungan. Sumber data dalam penelitian menggunakan sumber data sekunder. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan studi dokumentasi dan wawancara
mendalam. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan Uji kepercayaan (credibility), Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Berdasarkan
hasil wawancara diketahui bahwa kasus perundungan anak di Kota Bandung, banyak tidak terselesaikan
dengan baik karena anak yang menjadi korban perundungan tidak tahu dan paham bagaimana cara
mereka untuk mendapatkan layanan dalam penyelesaian masalah. Padahal apabila sebuah masalah tidak
diselesaikan dengan baik maka akan menjadi masalah yang lebih besar di kemudian harinya. Selain itu,
peneliti juga melihat belum adanya optimalnya peran forum anak dalam menampung memberikan
ruang dan peluang bagi anak anak dalam menyampaikan aspirasi, kebutuhan, kepentingan, dan
keinginannya dalam pembangunan sesuai dengan program partisipasi anak yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2011.
Dalam menangani masalah tersebut peneliti merancang sebuah mendesain sebuah program dengan
nama Hotline Dukungan Sosial Anak. Tujuan umum dari program ini yaitu dengan media daring
diharapkan dapat mengatasi hambatan yang berkaitan dengan jarak dan akses dalam penanganan
masalah perundungan yang terjadi pada anak. Melalui penelitian ini peneliti berharap dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang akademik.
Kata Kunci : Perundungan, Forum Anak, Hotline Dukungan Sosial
PENDAHULUAN
Perundungan merupakan persoalan serius pada anak-anak di hampir sebagian besar negara di Asia.
Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 79% siswa
di Vietnam dan Nepal pernah menjadi korban perundungan. Penelitian yang sama juga pernah
dilakukan di Indonesia dengan hasil yang sangat mengejutkan yaitu 84% anak-anak Indonesia pernah
menjadi korban perundungan (Sindo Weekly, 2017).
KONFERENSI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK 2022
“Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia Pasca Pandemi COVID-19”
Jakarta, 18-19 Mei 2022
22. 20
Data tersebut sangat mengejutkan karena menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat
perundangan tertinggi di antara negara-negara Asia lainnya. Hal ini selaras dengan data yang dimiliki
oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada periode 2011-2017, dimana KPAI menerima
26.000 kasus permasalahan anak, dan 34% dari kasus tersebut adalah kasus perundungan. (Novianto,
2018).
Salah satu daerah di Indonesia dengan tingkat perudungan tertinggi adalah Jawa Barat (Tristanto,
2019). Berdasarkan Survei internasional yang dilakukan oleh Children’s Worlds yang bekerjasama
dengan dengan Universitas Islam Bandung (UNISBA) pada tahun 2019 melakukan survei terkait
dengan kasus perundungan anak di Jawa Barat. Dalam survei tersebut diketahui bahwa angka kejadian
perundungan pada anak-anak di 27 Kota/ Kabupaten di Jawa Barat tergolong tinggi (Ihsana & Erlang,
2019).
Salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki kasus perundungan tertinggi berdasarkan hasil data
yang dialiri oleh Children’s Worlds adalah Kota Bandung. Menurut data dari Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota
Bandung, pada tahun 2018 tercatat ada terdapat delapan kasus perundungan yang ditangani. Kedelapan
kasus tersebut terjadi di sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP)
tanpa memandang sekolah tersebut merupakan sekolah negeri maupun swasta (Assyifa, 2020).
Langkah yang dilakukan oleh DP3APM dalam menangani kasus perundungan adalah
menyediakan tempat penanganan korban perundungan yaitu Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung. Di tempat tersebut
dihadirkan psikolog dan konselor untuk melayani konsultasi korban perundungan, termasuk menangani
pelaku perundungan.
Selain menyediakan UPT, DP3APM juga telah melakukan upaya pencegahan dengan cara
membentuk Forum Anak di tingkat kelurahan. Dari forum tersebut anak dapat sharing sekaligus
melaporkan langsung kejadian apapun terkait dengan perundungan. Anak-anak yang tergabung dalam
forum anak menjadi penghubung dan mendeteksi kemungkinan terjadinya perundungan di kalangan
anak-anak.
Berdasarkan hasil tinjauan awal yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa kerjasama dan
pelayanan yang diberikan oleh forum anak keluhan belum dapat dikatakan optimal. Hal tersebut
karena forum anak kelurahan hanya sebatas menjadi mata dan telinga atas berbagai desas-desus
kejadian yang ada disekitar mereka. Selain itu mereka juga belum optimal dalam menyampaikan
aspirasi akan ketidakpuasan anak tentang perundungan.
Berpijak dari hal tersebut maka penting untuk mengoptimalkan fungsi forum anak kelurahan. Hal
dapat dilakukan melalui keterlibatan langsung forum anak dalam pencegahan dan penanganan
perundungan anak di daerahnya. Atas dasar pemikiran diatas, maka peneliti ingin melakukan kajian dan
analisis untuk membuat “Desain program penanganan anak korban perundungan di Kota Bandung
melalui Forum Anak.
KAJIAN TEORI
Keterlibatan langsung anak-anak mengacu pada metode social group work dengan pendekatan
lingkungan. Menurut Garvin (2000) metode social group work dengan pendekatan lingkungan
23. 21
dijelaskan bahwa perubahan lingkungan dapat dilakukan oleh individu secara individual, oleh individu
bekerjasama dengan kelompok, dan oleh kelompok itu sendiri. Dalam hal ini yang akan menjadi pelaku
perubahan adalah anak yang tergabung dalam forum anak kelurahan melalui kerjasama dengan
DP3APM dan berbagai pihak.Secara umum kerjasama Forum anak, DP3APM dan berbagai pihak
merupakan implementasi dari teori sistem.
Didalam teori tersebut dijelaskan bahwa suatu hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan
sistem sebagai suatu unit. Apabila suatu sub sistem tidak berfungsi, maka sistem tidak akan berjalan
maksimal. Intinya, setiap bagian berpengaruh terhadap keseluruhan atau sesuatu tidak dapat ada tanpa
keberadaan yang lain. Dalam hal ini terlihat bahwa, pada awal nya Forum Anak Kelurahan belum
optimal dalam melaksanakan pencegahan dan penanganan perundungan karena tidak dibantu oleh pihak
lain. Dengan ada nya pihak-pihak yang saling bekerja sama membentuk satu sistem penanganan
diharapkan masalah perundungan anak ini dapat terselesaikan dengan baik.
Teori sistem banyak memberikan sumbangan pada praktek pekerjaan sosial mikro dan makro. Pada
praktek mikro teori sistem dapat digunakan untuk menggali masalah anak dengan keluarga. Sedangkan
sumbangan teori sistem terhadap praktik pekerjaan sosial makro adalah untuk mengetahui pengaruh
dari suatu sub sistem terhadap subsistem lainnya atau terhadap sistem yang menyebabkan terjadinya
permasalahan sosial, baik dilihat dari aspek objektif, seperti masyarakat, maupun aspek subyektif,
seperti nilai-nilai budaya, agama, dan lain sebagainya. Dalam program ini teori sistem menjadi model
penghubung antar sub sistem seperti forum anak, DP3APM dan berbagai pihak melalui media daring.
Dalam implementasinya, keterlibatan anak yang tergabung dalam forum anak kelurahan dapat
dilakukan melalui media dalam jaringan (daring). Pemilihan media daring dalam program ini karena
anak atau remaja lebih suka menggunakan media daring untuk mendapatkan bantuan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal tersebut didukung dengan hasil analisis yang dilakukan
oleh Anaway Irianti Mansyur, Aip Badrujaman, Rochimah Imawati dan Dini Nur Fadhillah (2019)
dengan menggunakan Alat Ungkap Masalah (AUM). Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa anak
muda memerlukan konseling akan masalah yang masalah yang mereka miliki. Namun keinginan
melakukan konseling terhadap siapa, sebagian dari mereka mengatakan akan lebih nyaman untuk
bercerita di media sosial. Padahal media sosial bukan lah wadah yang tepat untuk bercerita terkait
masalah yang sedang dihadapi karena media sosial tidak akan dapat memberikan solusi yang sesuai.
METODE
Metode dalam penelitian ini menggunakan penelitian sekunder (Metode Analisis Data Sekunder).
Menurut M. Katherine Mc. Caston (2005) menyatakan bahwa analisis data sekunder itu mencakup dua
proses pokok, yaitu mengumpulkan data dan menganalisisnya. Penelitian analisis data sekunder
merupakan kerangka kerja garis besar mengenai hasil akhir seperti apa yang ingin dilaporkan, daftar
data yang dirasa perlu dikumpulkan. Wallace Foundation merumuskan proses penelitian analisis data
sekunder sebagai berikut :
Bagan 1
Proses Penelitian Analisis Data Sekunder Wallace Foundation
24. 22
Berdasarkan bagan 1 tersebut, analisis data sekunder tentang penanganan program penanganan
perundungan anak menggunakan proses penelitian sebagai berikut:
1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi penanganan perlindungan anak berbasis
masyarakat
2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam bentuk dokumen yang berkaitan dengan model
penanganan perlindungan anak berbasis masyarakat
3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan membuat data dari berbagai sumber
sesegera mungkin menjadi satu bentuk yang sama.
4. Menganalisis data dengan memetakan data-data atau membandingkan berbagai peraturan maupun
model-model yang berkaitan dengan penanganan perundungan anak.
Sumber data dalam penelitian menggunakan sumber data sekunder. Peneliti menggunakan data yang
sudah dikumpulkan oleh orang lain atau sudah didokumentasikan dan atau dipublikasikan oleh orang
lain yang berkaitan dengan penanganan perlindungan anak berbasis masyarakat. Data sekunder dapat
dibedakan menjadi dua macam. Pertama data hasil penelitian orang lain dan kedua data administratif
kelembagaan yang berkaitan dengan penanganan perlindungan anak berbasis masyarakat di Kota
Bandung.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan studi dokumentasi, yaitu
dengan cara mempelajari data sekunder yang dilakukan penelitian terdahulu. Studi dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data dan informasi berupa catatan tulisan maupun gambar yang berkaitan
dengan penanganan perundungan anak di Kota Bandung. Selain studi teknik pengumpulan data juga
dilakukan dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan tujuan untuk menggali informasi
secara langsung dan mendalam kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, tokoh masyarakat, dan pilar-pilar sosial yang
peduli penanganan perundungan anak di Kota Bandung.
Identifying sources of
information
2. Gathering existing data
3. Normalizing data if needed
4. Analyzing data
25. 23
Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan Uji kepercayaan. Hal ini dilakukan untuk untuk
mengetahui kebenaran hasil penelitian yang berkaitan dengan model penanganan perundungan anak di
Kota Bandung. Peneliti dalam menguji kebenaran dan data yang diperoleh menggunakan beberapa alat
penguji, antara lain 1) Perpanjangan pengamatan dilakukan untuk mengetahui kebenaran data yang
peneliti dapatkan dari subjek sekunder dari penelitian penanganan perundungan anak di Kota Bandung,
dimana peneliti melakukan pengecekan kembali pada sumber data asli atau sumber data lain secara
mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. 2) Triangulasi digunakan oleh peneliti
dengan melakukan pengecekan informasi dari beberapa sumber data apakah data tersebut sudah benar
atau tidak. Hal-hal yang di triangulasi akan disesuaikan dengan pedoman yang dibuat oleh peneliti,
antara lain meliputi informasi dari wawancara serta studi dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif.
Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan oleh peneliti melalui pengumpulan data,
pengorganisasian data, yang kemudian diolah dan dikelola, sehingga menemukan pola tentang sesuatu
yang dipelajari. Pada pelaksanaannya, peneliti melakukan proses analisis secara rinci terhadap
komponen-komponen yang ditemukan tentang penanganan perundungan di Kota Bandung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi
Pada saat peneliti akan melakukan penelitian ini, Indonesia dilanda oleh wabah Coronavirus
disease 2019 (Covid-19) sehingga Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers terkait perkembangan
penyebaran Covid-19 mengajak masyarakat Indonesia untuk mengurangi aktivitas di luar rumah dan
membiasakan diri melakukan kegiatan bekerja, belajar, hingga ibadah dari rumah (Tristanto, 2021a).
Pemerintah berpandangan bahwa mengurangi aktivitas di luar di rumah merupakan langkah yang sangat
penting untuk meratakan kurva atau mencegah penyebaran Covid-19 (Tristanto et al, 2022). Hal
tersebut karena apabila masyarakat tetap berada tempat-tempat publik dan transportasi publik maka
akan beresiko terpapar oleh virus tersebut (Tristanto, 2021b).
Mengikuti anjuran tersebut maka peneliti tidak dapat melakukan wawancara langsung pada
pihak terkait. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan gambaran awal terkait model penanganan
perundungan di Kota Bandung, peneliti melakukan kajian pustaka yang mendalam. Dari beberapa
kajian pustaka yang peneliti lakukan maka diketahui bahwa pihak terdepan yang melakukan
penanganan terhadap perundungan di Kota Bandung adalah DP3APM atas pemerintah Kota Bandung.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh DP3APM adalah menyediakan tempat penanganan
korban perundungan yaitu Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung. Di tempat tersebut dihadirkan psikolog dan konselor
untuk melayani konsultasi masyarakat korban perundungan, termasuk menangani pelaku perundungan.
Menurut sekretaris DP3APM, Irma Nuryani di Balai Kota Bandung, bagi orang tua yang
kebingungan dengan sikap anak lantaran kerap menjadi pelaku perundungan bisa berkonsultasi ke
P2TP2A Kota Bandung. Nanti tim akan melakukan assesment dan tindakan untuk menangani
korban bullying, bahkan ada pengacara untuk mendampingi korban. Selain itu, Irma mengungkapkan
DP3APM juga melakukan pendekatan kepada para orang tua. Dia mengimbau agar orang tua jangan
sampai menelantarkan anaknya atau malah menjadi pelaku perundungan, justru harus menjadi orang
26. 24
yang pertama memperhatikan perilaku anaknya. Irma menekankan agar orang tua harus menjalin
komunikasi secara intens bersama anaknya ketika berada di rumah. Selain itu, Irma juga menyampaikan
bahwa DP3APM mensosialisasikan kepada orang tua agar selalu memperhatikan reaksi dan kondisi
anak ketika pulang sekolah. Irma menekankan agar anak diajak bercerita supaya apa saja yang terjadi
di sekolah agar orang tua dapat tahu (Budiana, 2020)
Selain menyediakan UPT, DP3APM juga telah melakukan upaya pencegahan dengan cara
membentuk Forum Anak di tingkat kelurahan. Dari forum tersebut anak dapat sharing sekaligus
melaporkan langsung kejadian apapun terkait dengan perundungan. Forum anak berfungsi sebagai
forum komunikasi antar anak di Kota Bandung dengan pemerintah Kota Bandung. Anak-anak yang
tergabung dalam Forum anak menjadi penghubung dan mendeteksi kemungkinan terjadinya
perundungan di kalangan anak-anak. Tugas anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak adalah
menjadi mata dan telinga atas berbagai desas-desus dan ketidakpuasan anak tentang perundungan.
Hal lain yang tidak kalah penting yang dilakukan oleh DP3APM adalah meningkatkan
sosialisasi tentang perlindungan kepada masyarakat. Tujuannya agar meningkatkan kepekaan dari
masyarakat terhadap perilaku anak yang mengalami (korban) dan melakukan perundungan (pelaku).
Selain itu DP3APM juga melakukan program penguatan yang dilakukan melalui seminar atau
workshop tentang parenting skill.
b. Mengumpulkan data yang sudah tersedia
Berdasarkan hasil wawancara dan kajian pustaka, terlihat bahwa pelayanan yang diberikan oleh
forum anak Keluhan belum dapat dikatakan optimal. Hal tersebut disebabkan karena forum anak hanya
sebatas menjadi mata dan telinga atas berbagai desas-desus dan ketidakpuasan anak tentang
perundungan tanpa terlibat langsung dalam sistem penangan tersebut. Padahal akan lebih baik apabila
anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Kota Bandung dapat menawarkan kepada anak korban
perundungan bentuk penyaluran keluhan keresahan baik itu dalam bentuk informal, semi-formal,
hingga formal.
c. Menormalisasikan data
Bertitik tolak dari hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk mendesain sebuah program
yang melibatkan kelompok masyarakat yaitu forum anak kelurahan dengan bekerjasama dengan dinas
atau pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap penanganan perundungan anak di Kota
Bandung. Program tersebut dilakukan melalui media dalam jaringan (daring).
Pemilihan media daring disebab karena anak atau remaja lebih suka menggunakan media
daring untuk mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal tersebut
didukung dengan hasil analisis yang dilakukan oleh Anaway Irianti Mansyur, Aip Badrujaman,
Rochimah Imawati dan Dini Nur Fadhillah (2019) dengan menggunakan Alat Ungkap Masalah (AUM).
Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa anak muda memerlukan konseling akan masalahnya.
Namun keinginan melakukan konseling terhadap siapa, sebagian dari mereka mengatakan akan lebih
nyaman untuk bercerita di media sosial.
Harapan peneliti terkait program penanganan yang dilakukan melalui media daring ini adalah.
Untuk mewujudkan hal tersebut, peneliti merancang program dengan nama “Hotline Dukungan Sosial
27. 25
Anak”. Agar lebih memperjelas gagasan desain yang dimaksud peneliti menuangkan dalam bagan 2
berikut ini:
Bagan 2
Desain Awal Alur Pelayanan Hotline Dukungan Sosial Anak
Dari bagan 2 terlihat bahwa dalam penanganan perundungan anak di Kota Bandung melalui
program Hotline Dukungan Sosial Anak melibatkan pihak masyarakat (forum anak) dan pemerintah.
Kegiatan penanganan anak korban perundingan dengan media daring ini melalui beberapa tahap mulai
dari pengaduan sampai rujukan. Anak dapat melakukan pengaduan langsung kepada nomor yang
tersedia baik melalui telepon maupun WhatsApp. Pengaduan dari anak akan diterima oleh tim
administrator yang merupakan anggota forum anak kelurahan yang telah dilatih sebelumnya. Setelah
tim administrator menerima pengaduan tersebut, tim administrator akan meminta manajer kasus untuk
menghubungi anak yang bersangkutan. Manajer kasus akan memberikan pelayanan pada anak dalam
bentuk dukungan sosial awal. Apabila dukungan sosial awal tersebut merujuk pada konselor untuk
menerima pelayanan lanjutan. Konselor dapat memberikan pelayanan dalam bentuk konseling online
ataupun terapi ringan. Apabila pelayanan dirasa belum cukup untuk menangani masalah anak tersebut
konselor dapat merujuk anak tersebut ke lembaga rujukan yang bekerjasama dengan pusat layanan.
Segala kegiatan yang dilakukan oleh petugas layanan berada dibawah pengawasan supervisor.
Tujuan umum dari program ini yaitu dengan media daring diharapkan dapat mengatasi
hambatan yang berkaitan dengan jarak dan akses dalam penanganan masalah perundungan yang terjadi
pada anak. Tujuan khusus dari program ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan rasa aman dan nyaman pada anak koran perundungan.
2) Memberikan informasi yang dibutuhkan.
3) Memberikan akses bagi anak korban perundungan kepada layanan lanjutan / rujukan yang
dibutuhkan.
4) Melibatkan peran aktif masyarakat terutama anak dalam penanganan masalah tersebut.
Sasaran dari program ini adalah anak dan keluarga yang mengalami masalah terkait dengan
perundungan. Pemberian layanan dilaksanakan selama 10 jam dalam 7 hari, dengan pembagian waktu
kerja tenaga layanan terbagi dalam tiga shift yakni Shift I yaitu 13.00-17.00 WIB dan Shift II yaitu
17.00- 22.00 WIB.
Menerima
Pengaduan melalui
Hot line (Telp/Wa)
diterima oleh
Administrator
Pemberian
Dukungan sosial
awal
(manajer kasus)
Konseling Online
(Apabila
diperlukan)
(konselor)
Akses ke Lembaga
Rujukan
(Apabila
diperlukan)
28. 26
4. Menganalisis data dengan memetakan data-data
Desain akhir program penanganan anak korban perundungan di Kota Bandung diwujudkan
dalam desain program yang disempurnakan melalui diskusi dengan beberapa oleh ahli. Hal tersebut
dilakukan oleh peneliti karena penelitian terkait tentang upaya menangani masalah perdagangan melalui
media daring masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu dibutuhkan analisis yang
mendalam sebelum menerapkan program tersebut. Hasil diskusi dengan beberapa oleh ahli melahirkan
model akhir yang dapat dilihat melalui bagan dibawah ini:
Bagan 3
Desain Akhir Alur Pelayanan Hotline Dukungan Sosial Anak
PENUTUP
Pemilihan media daring dalam program ini disebab karena anak atau remaja lebih suka
menggunakan media daring untuk mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Selain menggunakan media daring, program ini juga melibatkan kelompok anak yaitu
Forum Anak Kota Bandung dalam kegiatan program dengan tujuan untuk menjadikan anak sebagai
garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan masalah perundungan di kalangan anak-anak.
Dalam desain akhir alur pelayanan hotline dukungan sosial anak, terlihat ada penambahan
tenaga layanan yaitu tim lapangan yang merupakan bagian dari satuan bakti pekerja sosial (Sakti
Peksos) Kota Bandung. Tim lapangan bertugas untuk melakukan penanganan langsung di lapangan
setelah mendapatkan instruksi dari manajer kasus maupun konselor. Tim lapangan tetap berada dibawah
pengawasan supervisor. Dilibatkannya Sakti Peksos dalam program ini karena peneliti dan ahli
beranggapan bahwa Sakti Peksos merupakan tenaga kesejahteraan sosial yang paling tahu mengenai
permasalahan anak yang terjadi di lapangan. Selain itu dengan adanya tim lapangan dapat mendampingi
anak korban perundungan secara langsung dilapangan setelah mendapatkan pelayanan dari manajer
kasus maupun konselor.
29. 27
Desain akhir penting untuk diperjelas karena akan berpengaruh pada penerapan di lapangan.
Apabila pelaksana kegiatan tidak paham dengan desain program maka tujuan dari program tidak dapat
terwujud. Selain itu, dengan adanya desain terlihat dengan jelas tugas dan fungsi dari masing-masing
tim pelaksana kegiatan sehingga saat di lapangan tidak ada tumpang tindih pekerjaan dan tanggung
jawab.
30. 28
DAFTAR PUSTAKA
Anaway I.M., Aip, B., Rochimah, I., & Dini, N.F. (2019). Konseling Online Sebagai Upaya Menangani
Masalah Perundungan Di Kalangan Anak Muda. Diakses dari
file:///C:/Users/USER/Downloads/8501-26652-1-PB%20(1).pdf
Aning A.Z., & Ahmad L.A. (2019). Intensi Pelaku Perundungan (Bullying): Studi Fenomenologis
Pada Pelaku Perundungan Di Sekolah. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/331979504_intensi_pelaku_perundungan_bullying_studi
_fenomenologis_pada_pelaku_perundungan_di_sekolah
Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif menanggulangi kekerasan pada anak. Jakarta:
Grasindo.
Assyifa. (2020). Kasus Perundungan di Kota Bandung Rawan Terjadi di Sekolah.
https://kumparan.com/bandungkiwari/kasus-perundungan-di-kota-bandung-rawan-terjadi-di-
sekolah-1snDcwrT41F/full
Budiana (2020) Bandung Perangi Bullying Pada Anak. Diakses dari http://kabarbandung.id/bandung-
perangi-bullying-pada-anak/
Bhuiya, Farida A. Emergency department visits for chest pain and abdominal pain: United States,
1999-2008. No. 43. US Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and
Prevention, National Center for Health Statistics, 2010.
Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Edi Suharto. (2011). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung: PT Refika
Aditama.
Heaton, J. (2004). Reworking qualitative data. Sage.
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2014). Bullying beyond the schoolyard: Preventing and responding to
cyberbullying. Corwin Press.
Hinds, P. S., Vogel, R. J., & Clarke-Steffen, L. (1997). The possibilities and pitfalls of doing a
secondary analysis of a qualitative data set. Qualitative health research, 7(3), 408-424.
Ihsana, S.B., & Erlang, G. (2019). Kasus Perundungan Anak di Jawa Barat: Temuan Awal Children’s
Worlds Survey di Indonesia. Diakses dari file:///C:/Users/USER/Downloads/4439-13972-2-
PB%20(1).pdf
Garvin, P. A. M. C. D. (2000). The handbook of social work direct practice. Sage.
Johnston, Melissa P. (2014). Secondary Data Analysis: A Method that which a Time Has Come.
Quantitative and Qualitative Methods in Library (QQML) 3
Katherine, L. Harrington, “Ethics And Public Policy Analysis; Stakeholder Interest. Diakses dari
https://link.springer.com/article/10.1007/BF00380358
Lestari, S. (2016). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanaman Konflik dalam Keluarga.
Prenada Media.
Lexy J. Moleong. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Litwiller, B. J., & Brausch, A. M. (2013). Cyber bullying and physical bullying in adolescent suicide:
the role of violent behavior and substance use. Journal of youth and adolescence, 42(5), 675-684.
31. 29
Novianto, R. D. (2018). Catatan KPAI bidang pendidikan: Kasus bullying paling banyak. Diakses dari
https://nasional.sindonews.com/read/1324346/15/catatan-kpai-bidangpendidikan-kasus-bullying-
palingbanyak-1532346331
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 3 Tahun 2011
Raharjo, W. (2018). Perlindungan Khusus Bagi Anak Yang Mengalami Eksploitasi Secara Ekonomi Di
Kota Semarang Berdasarkan Pasal 66 Uu Ri Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo
Pasal 59a UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Uu Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (Studi Kasus Yayasan Setara) (Doctoral dissertation, Unika Soegijapranata
Semarang). Diakses dari http://repository.unika.ac.id/16326/
Sejiwa, Y. S. J. A. (2008). Bullying. Mengatasi Kekerasan. Jakarta: PT Grasindo.
Smith, P. K. (2014). Understanding school bullying: Its nature and prevention strategies. Sage.
Solberg, M. E., & Olweus, D. (2003). Prevalence estimation of school bullying with the Olweus
Bully/Victim Questionnaire. Aggressive Behavior: Official Journal of the International Society for
Research on Aggression, 29(3), 239-268.
Syed, N. (2018). How can school curb bullying. Diakses dari
https://www.theeducatoronline.com/asia/news/how-can-schoolscurbbullying/24689
Tristanto, A., Marbun, J., & Ismudiyati, Y. S. (2019). Penguatan Kelompok Bantu Diri Anak Jalanan
Korban Penyalahguna Napza Di Kelurahan Setiamanah Kecamatan Cimahi Tengah Kota
Cimahi. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial, 1(2).
Tristanto, A. (2021a). Kontribusi Pekerja Sosial Di Sumatera Barat Pada Masa Pandemi. Jurnal
Penelitian Kesejahteraan Sosial, 20(3), 281-292.
Tristanto, A. (2021b). Peran Pekerja Sosial Di Sumatera Barat Pada Masa Pandemi. Jurnal Papua
ASK Me. Volume 15. Nomor 2, 99-11
Tristanto, A., & Maizuar, A. (2022). Strategi Perubahan Perilaku Masyarakat pada Masa Pandemi
COVID-19 Melalui Bidang Penyiaran. Jurnal Studi Inovasi, 2(1), 26-32.
Verlinden, S., Hersen, M., & Thomas, J. (2000). Risk factors in school shootings. Clinical psychology
review, 20(1), 3-56.
Webb, S & Gray, M., Plath, D. (2009). Evidence-based social work: A critical stance. Routledge.
32. 30
Implementasi Nilai Kebudayaan Lokal Bugis Dalam Penggunaan Internet Secara Bijak
Pada Anak sebuah Kajian Literatur
M. Arie Rifky Syaifuddin,
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar
St. Risky Muthmainnah Ansar
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Teknologi internet dapat membantu kaum muda seperti anak-anak menemukan informasi dan
referensi akademik dengan mudah, mempermudah komunikasi jarak jauh, dan mengakses berbagai
media hiburan seperti media sosial dan game online. Dengan banyaknya kemudahan yang diperoleh
dari penggunaan Internet, telah membawa semakin banyak pengguna Internet di kalangan anak-anak
yang rentan menggunakan internet secara tidak bijak. Pendidikan karakter menjadi salah satu alternatif
yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan menerapkan nilai-nilai
kearifan lokal Indonesia. Salah satunya adalah nilai luhur suku Bugis yang dikenal dengan 3S
(Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge). Sipakatau artinya memposisikan manusia sebagai makhluk
yang mulia dan membangun tatanan kehidupan, sipakalebbi artinya bisa saling menghormati dan
memuliakan, dan sipakainge artinya saling mengingat. Karena ketiga budaya tersebut dapat diajarkan
kepada anak sejak dini, diharapkan akan tercipta kepribadian dan moral yang baik. Metode penelitian
yang digunakan adalah literature search atau penelusuran kepustakaan, termasuk teori-teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian, terutama dari berbagai artikel yang dipublikasikan di berbagai
jurnal ilmiah. (APAKAH ADA METODE KHUSUS DALAM PENELUSUAN LITERATURNYA>?
HARUS DIJELASKAN) Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus dampak era digital
terkhusus bagi anak di Indonesia dari data sekunder meliputi buku, jurnal, artikel online dan sebagainya
untuk mencari data dan yang sesuai dalam mengkaji penelitian ini. Oleh karena itu, metode ini
memungkinkan penulis untuk dengan mudah menyelesaikan masalah yang sedang diselidiki. Adapun
kearifan lokal diyakini mampu menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat, termasuk pemanfaatan
internet secara bijak.
Kata kunci: kebudayaan, bugis, bijak, internet, anak
PENDAHULUAN
Seiring dengan adanya perkembangan zaman, teknologi informasi dan komunikasi pada era digital
sekarang ini juga mengalami perkembangan yang begitu pesat. Adanya perkembangan tersebut
membuat masyarakat dari segala kalangan baik dewasa maupun anak anak, kapan dan dimanapun dapat
mengakses segala informasi yang dibutuhkannya melalui internet. Bagi kalangan muda seperti anak-
anak, teknologi internet menawarkan berbagai kemudahan untuk mereka seperti kemudahan dalam
mencari informasi atau referensi tugas sekolah, memudahkan berkomunikasi dengan jarak yang jauh,
dan mengakses berbagai media hiburan seperti media sosial maupun game online. Dengan banyaknya
KONFERENSI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK 2022
“Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia Pasca Pandemi COVID-19”
Jakarta, 18-19 Mei 2022
33. 31
kemudahan yang ditimbulkan dari penggunaan internet mengakibatkan semakin banyaknya pengguna
internet dari kalangan anak-anak.
Sejak Maret 2020, dunia masih terus menghadapi pandemi COVID-19. Sejalan dengan hal
tersebut, seluruh dunia termasuk Indonesia memberlakukan berbagai macam bentuk pembatasan fisik
antar manusia sebagai langkah dalam mencegah penyebaran COVID-19. Kondisi tersebut memaksa
masyarakat untuk beraktivitas di rumah dengan menggunakan teknologi digital, mulai dari bekerja,
belajar, mencari hiburan, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga berdampak pada
peningkatan penggunaan media sosial di semua kalangan usia secara signifikan dan dalam waktu yang
cukup singkat. Berdasarkan laporan We Are Social, jumlah pengguna media sosial secara global terus
meningkat setiap tahunnya. Pada Januari 2021, angkanya mencapai 4,2 miliar atau tumbuh 13,2%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dirinci, rata-rata lebih dari 1,3 juta pengguna
baru di media sosial setiap harinya sejak 2020. Angka tersebut setara dengan 155 ribu pengguna baru
setiap detik. Selain itu, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia tercatat sebanyak 191 juta
orang pada Januari 2022, dimana whatsapp mencapai 88,7% atau menjadi media sosial yang paling
banyak digunakan di Indonesia. Setelahnya ada Instagram dan Facebook dengan persentase masing-
masing sebesar 84,8% dan 81,3%. Sementara, proporsi pengguna TikTok dan Telegram berturut-turut
sebesar 63,1% dan 62,8%.
Berdasarkan data (BPS, 2021) menunjukkan persentase penduduk usia 5-12 tahun yang mengakses
internet dalam 3 bulan terakhir pada tahun 2018 hingga 2020 mengalami peningkatan setiap tahunnya
dimana pada tahun 2018 sebanyak 5,69%, pada tahun 2019 sebesar 7,93% dan pada tahun 2020
mencapai 9,55 % dari total penduduk Indonesia. Selain itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan
Komisi Perlindungan Anak tercatat bahwa anak yang bermain gadget pada masa pandemi lebih banyak
menggunakannya dalam mengakses internet untuk menonton youtube 52%, chatting bersama teman
52%, mencari informasi sebanyak 50%, bersosial media 42%, dan lainnya (KPAI, 2020). Hal ini
menandakan bahwa penggunaan internet pada anak sebagian besar dilakukan bukan untuk keperluan
pembelajaran.
Berkembangnya penggunaan internet pada era digitalisasi sekarang ini bagaikan dua sisi mata
uang, dimana dampak yang ditimbulkannya dapat berupa dampak positif maupun negatif tergantung
pada bagaimana seseorang menggunakannya. Terlepas dari serangkaian manfaat yang ditimbulkan dari
adanya kemajuan informasi dan pembelajaran, penggunaan internet memiliki banyak sekali dampak
yang kurang baik sehingga menyebabkan timbulnya perilaku buruk bagi kalangan anak-anak. Berbagai
kasus penyalahgunaan internet yang terjadi di antara lain adanya cyber bullying atau intimidasi pada
anak di dunia maya, sexting, penculikan, berkeliarannya pedofil di dunia maya, orang tidak dikenal,
aktivitas ilegal seperti penyalahgunaan hak cipta, penculikan, dan penyebaran kebencian. Menurut data
yang didapatkan dari Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) tercatat bahwa sejumlah 1.022 anak
pada tahun 2015 telah menjadi korban pornografi dan kejahatan online, dimana dari data tersebut
sebanyak 11% merupakan anak korban kekerasan seksual online, 20% prostitusi anak online, 21%
pornograsi online, 24% memiliki materi pornografi, dan 28% merupakan pornografi online, dan 15%
objek CD porno (Roza dkk., 2018).
Generasi sekarang atau dikenal dengan sebutan post generasi Z yakni anak kelahiran tahun 2013
hingga sekarang mencapai 1 juta jiwa di Sulawesi Selatan (BPS, 2021). Untuk membentuk generasi
yang berkualitas, maka anak-anak sekarang ini perlu dipersiapkan baik itu secara fisik, mental maupun
spiritual. Pemahaman terkait kesehatan reproduksi merupakan hal penting bagi anak, agar mereka dapat
tumbuh menjadi individu yang sehat dari segala aspek. Pada kenyataannya, dilihat dari data beberapa
tahun sebelumnya di kota Makassar mengenai perkawinan pada usia di bawah 21 tahun terdapat
sebanyak 3,22% pada tahun 2015 dan 9,62% pada tahun 2016 (Ratnaningsih dkk., 2020). Selain itu,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azis dan Pratiwi (2019), sebagian besar siswa SMP di Kota
Makassar memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi pada kategori kurang dan hanya sebagian kecil
anak dengan kategori baik. Dalam menjawab rasa penasaran terkait kesehatan reproduksi dan perubahan
tubuh selama masa pubertas, anak seringkali memanfaatkan media internet sebagai sumber informasi.
Namun, paparan informasi tersebut dapat disalahgunakan jika tak ada pengawasan dari orang tua atau
guru sehingga dapat berujung pada pornografi. Padahal anak merupakan generasi penerus yang harus
34. 32
menjadi generasi unggul sehingga dapat merubah bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan bagi
Indonesia pada masa yang akan datang. Keterbatasan media informasi yang tepat juga menyebabkan
rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi di kalangan usia anak Indonesia.
Berdasarkan sejumlah data tersebut, maka sebaiknya orang tua dapat memberikan pendampingan
pada saat anak mengakses internet yang umumnya mereka akses melalui gadget. Namun, pada faktanya
orang tua cenderung tidak bisa melakukan pendampingan secara intens pada anak-anak mereka dengan
alasan pekerjaan. Sehingga alternatif solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menanamkan
pendidikan karakter sejak usia dini pada anak dengan tujuan untuk menanggulangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari adanya perkembangan teknologi seperti internet, agar pada saat anak menggunakan
teknologi tersebut mereka dapat menyaring dan memilah informasi yang ada.
Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan penerapan nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia, salah
satunya nilai luhur suku bugis yang dikenal dengan 3S (Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge).
Dimana sipakatau memiliki makna mampu memposisikan manusia sebagai makhluk yang mulia dalam
membangun tatanan kehidupan, sipakalebbi yang artinya mampu menghormati dan memuliakan antara
sesama manusia satu dan yang lainnya, dan sipakainge yang berarti saling mengingatkan (Salim dkk.,
2018). Ketiga budaya ini dapat diajarkan kepada anak anak sejak dini agar diharapkan dapat tercipta
karakter dan moral yang baik. APAKAH RELEVAN UNTUK GENERASI Z YANG DISEBUTKAN
DI ATAS?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak
Anak adalah seseorang dengan usia dibawah 14 tahun, yang dimana kebutuhan fisik dan
psikologisnya masih bergantung kepada lingkungan (Khusni, 2018). Anak juga sering disebut dengan
generasi penerus bangsa yang memiliki potensi mengubah Negara Indonesia menjadi Negara yang lebih
maju serta sebagai penentu sejarah bangsa dan negara di masa yang akan datang (Juliana & Arifin,
2019). Untuk itu, dalam perkembangannya anak perlu diberi perhatian khusus terutama pada era
globalisasi saat ini. Di era ini, budaya yang ada kadangkala tidak sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia sehingga dapat berpengaruh kepada karakter anak (Susilo, & Isbandiyah, 2019). Sehingga,
penting untuk dilakukannya pendidikan karakter untuk menangani masalah tersebut.
Pendidikan karakter merupakan hal yang paling mendasar dalam pembekalan anak di era
digitalisasi agar tidak terpengaruh oleh budaya luar yang tidak tepat jika diadopsi di Indonesia.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menyelaraskan antara ilmu pengetahuan (IPTEK) dan ilmu
agama sehingga individu akan memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul serta mampu
bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut (Fitriyani, 2018). Pendidikan karakter memiliki
keterkaitan dengan nilai, moral dan akhlak serta perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan (Suyitno,
2017).
Pendidikan karakter sangat perlu diberikan buat membekali siswa terkait pengetahuan dan
keterampilan pengambilan keputusan yang bijak dalam menghadapi dilema hidupnya. Dalam
pengambilan keputusan tentu berdasarkan dalam baik buruknya mengontrol kecerdasan emosional.
Pendidikan karakter juga dimaksudkan untuk mengakibatkan seorang berperilaku baik pada segala hal
(Komara, 2018). Pemerintah Indonesia dianggap perlu fokus pada pendidikan karakter dikarenakan
beberapa alasan yakni salah tujuan pemahaman terhadap nilai Pancasila, keterbatasan atau
ketidakmaksimalan perangkat kebijakan dalam menanamkan nilai Pancasila, bergesernya nilai dan
etika pada diri pemuda Indonesia lantaran adanya arus globalisasi, memudarnya nilai integrasi bangsa,
serta melemahnya kemandirian bangsa (Dhiu dan Bate, 2018).
B. Internet
Internet adalah akronim dari interconnection networking dan merupakan sistem global dari seluruh
jaringan komputer atau sekumpulan jaringan yang saling berhubungan dan berfungsi melayani seluruh
pengguna di dunia untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan standar Protocol Suite (TCP/IP)
(Muslim dan Dayana, 2016). Internet memiliki banyak sekali manfaat apabila digunakan secara bijak,
35. 33
berbagai manfaat tersebut antara lain sebagai sumber informasi dengan menyediakan berbagai macam
artikel yang tidak terbatas jumlahnya sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi orang
yang mengaksesnya, dapat memicu ide dan gagasan seseorang karena internet memberikan informasi
yang mudah dicari dan didapatkan, dapat bermanfaat sebagai sumber referensi dan data yang kredibel
melalui situs-situs resmi yang telah disediakan sehingga dapat memudahkan para pengakses dalam
mencari referensi yang diperlukan (Tobing, 2019). Adapun berbagai cara bijak yang dapat dilakukan
pada saat mengakses internet untuk menghindarkan dari berbagai dampak negatif antara lain dengan
melakukan proteksi terhadap informasi pribadi, memperhatikan etika dan sopan santun dalam
berkomunikasi pada media sosial, menyebarkan informasi yang berguna, bermanfaat serta menghindari
penyebaran SARA dan pornografi, serta memperhatikan terlebih dahulu informasi yang akan
disebarkan kepada orang lain dengan melakukan kroscek kebenaran berita atau informasi (Anwar,
2017).
Era digital memberikan dampak positif utamanya kemudahan dalam berkomunikasi. Namun, tanpa
adanya filter akan menimbulkan suatu permasalahan baru. Majunya era digital juga memberikan efek
negatif dalam kehidupan anak misalnya meningkatnya sikap individual, apatis, kurangnya etika dan
sebagainya (Widyaningsih dkk., 2014). Fenomena tersebut menjadi tugas baru yang besar dalam bidang
pendidikan sehingga diperlukan kebijakan yang mampu mendorong anak untuk menggunakan internet
secara sehat atau bijak. Penggunaan internet sehat dengan cara yang bijak adalah penggunaan internet
yang dapat bermanfaat bagi diri pengguna, bernilai positif, sesuai dengan norma, etika, agama yang
berlaku, dan memiliki keamanan bagi pengaksesnya. Cara ini dimaksudkan agar orang dewasa maupun
anak anak mengakses situs-situs yang baik dan tidak merugikan penggunanya. Penggunaan internet
secara bijak akan sangat diperlukan bagi anak-anak agar mereka dapat mengetahui dan terhindarkan
dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan internet (Harahap dan Adeni, 2021; Montanesa dan
Karneli, 2021).
C. Kebudayaan
Kebudayaan atau kearifan lokal adalah segala bentuk perilaku manusia yang didasarkan pada nilai
dan norma kebaikan yang secara turun temurun diterapkan, dipercaya, dan dijaga keberlangsungannya
oleh sekelompok orang pada suatu wilayah dan menjadi tuntunan dalam menghargai segala ketentuan
hidup. Kearifan lokal dapat terwujud dalam beberapa bentuk perilaku positif yaitu rasa nasionalisme
terhadap tanah kelahiran, bentuk sifat, sikap, tabiat masyarakat yang tetap melekat meskipun sudah
lama di perantauan atau berbaur dengan masyarakat di daerah lain, falsafah yang sudah mendarah
daging dan telah melekat meski telah lama hidup di perantauan, pola pikir masyarakat yang
mengandung nilai, adab, tata krama, berbudi pekerti yang baik, dan keinginan besar untuk tetap
menjalankan adat dan tradisi yang telah melekat secara turun temurun. Dimana semua perilaku tersebut
menunjukkan hubungan yang bersumber dari nilai, adat istiadat maupun norma dari para leluhur yang
terbentuk secara alamiah dalam suatu masyarakat (Susiati dkk., 2020)
Adanya proses pembiasaan di masyarakat terhadap kearifan lokal yang terpelihara dengan baik
dapat menjadi sebuah pedoman yang membantu seseorang dalam menjalani tatanan kehidupan yang
baik di masyarakat. Nilai-nilai kearifan lokal dapat berguna dalam membentengi diri dari pengaruh
modernisasi serta menyaring nilai-nilai baru yang berkembang pesat akibat adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada masyarakat, yang dimana hal tersebut dapat bertentangan dengan nilai-
nilai ilahi dan kemanusiaan (Aziz, 2018). Salah satu etnik mayoritas yang berada di Sulawesi Selatan
adalah suku bugis. Membicarakan suatu etnik, tentunya tidak terlepas dari norma, adat istiadat,
kebiasaan serta pedoman dan pandangan hidup yang secara turun temurun telah digunakan dan
dipercayai oleh masyarakat sejak lama. Pada etnik Suku Bugis pandangan hidup tersebut termanifestasi
dalam nilai 3S (Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge)
Sipakatau adalah konsep yang berpandangan bahwa setiap manusia harus diperlakukan
sepantasnya dan selayaknya manusia seutuhnya. Konsep ini menyatakan bahwa setiap orang harus
diperlakukan sama dan sepantasnya sebagaimana individu memandang dirinya sebagai sesama
manusia, tanpa memandang bagaimana kondisi sosial, fisik yang dimilikinya seseorang. Sipakalebbi
36. 34
mengandung makna bahwa setiap manusia harus saling menghargai dan saling memuji satu sama lain.
Konsep ini memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang senang untuk dipuji dan diperlakukan
dengan baik satu sama lain. Sehingga dalam etnik Bugis manusia tidak akan memperlakukan manusia
lain dengan seadanya, tapi cenderung memandang manusia dengan segala kelebihannya. Saling memuji
dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga siapapun yang berada dalam kondisi tersebut
akan senang dan bersemangat. Sementara konsep Sipakainge mengacu kepada arti saling mengingatkan
antara satu sama lain. Dalam hal ini, manusia harus saling mengingatkan kepada saudara, kerabat,
teman, pasangan dalam hal kebaikan dan mengingatkan apabila terjerumus kepada perbuatan yang tidak
baik dan melanggar norma (Halima dkk., 2021). Apabila seorang individu telah ditanamkan dalam
dirinya nilai nilai tersebut maka apabila melakukan setiap perbuatan apalagi berada dalam sebuah
masyarakat maka individu tersebut akan memiliki karakter yang kuat dan tidak mudah terjerumus dalam
perbuatan yang tidak terpuji (Rahim, 2019).
METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu
berisi teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian, terutama dari berbagai artikel yang
dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep
dan teori yang digunakan berdasarkan literatur yang tersedia. Kajian atau studi pustaka berfungsi untuk
membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian. Sehingga dengan
menggunakan metode penelitian ini, penulis dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang hendak
diteliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus dampak era digital terkhusus bagi anak
di Indonesia dari data sekunder meliputi buku, jurnal, artikel online dan sebagainya untuk mencari data
dan yang sesuai dalam mengkaji penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Arti dari nilai atau prinsip yang pertama dari 3S yaitu Sipakatau yang diterapkan oleh masyarakat
suku Bugis adalah sikap memanusiakan manusia dan saling menghargai. Konsep dari Sipakatau adalah
memperlakukan setiap manusia sebagai seorang manusia. Konsep ini mendalami setiap manusia akan
hak-hak asasi yang terdapat pada setiap individu tanpa memperhatikan status ekonomi, status sosial,
maupun kondisi fisik yang dimiliki oleh masing-masing orang. Prinsip memanusiakan manusia dan
saling menghormati jika diimplementasikan dalam pendidikan karakter saat ini adalah upaya untuk
bagaimana seorang peserta didik mampu mempunyai jiwa kesadaran dalam menghargai dan
menghormati setiap individu dalam kehidupannya. Terutama dalam ruang lingkup sekolah sebagai
institusi pendidikan yang mempunyai peran untuk menanamkan nilai-nilai moral siswanya. Di sekolah,
anak perlu saling menghormati antara guru, teman dan pemangku kepentingan yang mereka temui
(Anggraeni dkk., 2020).
Sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, sudah hal yang wajib untuk mempunyai rasa
saling menghormati antar sesama manusia dan menjadikan sikap saling menghargai menjadi kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam budaya Sipakatau yang harus
dimengerti dan diterapkan dalam interaksi bermasyarakat secara tatap muka maupun daring sehingga
dapat membawa mereka untuk berperilaku semestinya (Safitri dan Suharno, 2020). Konsep Sipakatau
diharapkan dapat tertanam dengan baik ke dalam karakter seorang anak ketika ada kewajiban utama
untuk menghormati para guru. Dalam dunia pendidikan, efektifitas proses pembelajaran tidak terlepas
dari pentingnya saling menghormati, baik dari siswa ke guru maupun dari guru ke siswa (Hendayani,
2019). Di sisi lain, makna Sipakatau memiliki area yang luas dan mendalam jika nilai tersebut dapat
diimplementasikan dengan baik di lingkungan pendidikan, salah satunya untuk meminimalisir
cyberbullying yang merupakan peristiwa yang sering terjadi. Salah satu penyebab bullying yang paling
umum di lingkungan sekolah adalah pihak sekolah bersifat tidak peduli kepada anak sehingga
kurangnya kesadaran akibat memberikan hukuman yang tidak mendidik. Hal ini dapat dijadikan sebagai
penyemangat bagi pelaku intimidasi untuk mengintimidasi temannya (Zakiyah dkk., 2017).
37. 35
Dampak negatif globalisasi memunculkan pemahaman baru di kalangan milenial bahwa ada
kemerosotan kepribadian yang kemungkinan besar akan mempengaruhi masyarakat. Hal ini tercermin
dalam sikap individualis generasi penerus negeri ini. Individualisme adalah budaya yang menekankan
gagasan bahwa individu terpisah dan independen dari individu lain, didefinisikan sebagai independen
dari kelompok, di mana tujuan individu lebih diutamakan daripada tujuan kelompok. Mereka cenderung
mencari jati diri, meninggalkan kelompok dan memprioritaskan urusan mereka. Dapat juga dikatakan
bahwa ada kecenderungan tumbuhnya ego dalam masyarakat, khususnya di sekolah, tanpa
mempertimbangkan kepentingan orang lain. Hal ini menyebabkan terkikisnya adat istiadat masyarakat
Indonesia yang mendukung nilai-nilai gotong royong, persatuan, keramahan dan kerukunan dalam
kehidupan sehari-hari (Fisikawati dkk., 2018). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas
generasi penerus bangsa melalui penerapan budaya Sipakalebbi untuk menggunakan internet
seperlunya saja dan tetap peduli dengan lingkungan sekitar serta mampu untuk saling mengingatkan
jika terjadi berbagai macam penyimpangan dalam kehidupan.
Nilai budaya lokal masyarakat bugis yang memiliki arti saling mengingatkan dikenal dengan istilah
Sipakainge (Kaddi dan Dewi, 2017). Sipakainge diartikan sebagai nilai luhur yang menekankan bahwa
manusia adalah makhluk yang jauh dari kata sempurna atau pasti pernah melakukan kesalahan. Oleh
karena itu, diperlukan sarana untuk saling mengingatkan guna meminimalisir terjadinya pelanggaran
normatif dalam kehidupan masyarakat yang dapat diadopsi dalam bentuk pemberian saran maupun
kritikan untuk perubahan perilaku manusia ke arah yang lebih baik (Sari dan Razak, 2015). Nilai
Sipakainge ditekankan sebagai upaya dalam mengingatkan seseorang namun tidak dengan tujuan
membuka aib atau kejelekan seseorang di hadapan orang banyak, melainkan dengan cara yang baik
yakni secara empat mata. Memberikan nasihat kepada orang lain dapat menjadi suatu alat pengawasan
bagi seseorang agar terhindar dari perilaku diluar batas norma dalam masyarakat (Rahim, 2019).
Sipakainge bermakna bahwa memberikan sugesti dan pandangan positif untuk berperilaku lebih
baik dari sebelumnya. Nilai ini juga memiliki peran untuk mencegah maksiat atau perilaku menyimpang
di masyarakat. Prinsip saling mengingatkan di lingkungan sekolah dapat dimanifestasikan dalam bentuk
larangan membuang sampah sembarangan yang akan berimplikasi pada terjadinya banjir, saling
mengingatkan untuk belajar setiap waktu, saling mengingatkan agar menghormati dan menghargai
sesama manusia, saling mengingatkan agar tidak terlambat datang ke sekolah, dan saling mengingatkan
untuk selalu mematuhi peraturan sekolah. Pengimplementasian secara massif nilai luhur masyarakat
bugis yang salah satunya Sipakainge akan memberikan dampak positif bagi seseorang khususnya siswa
di era pesatnya dunia digital ini. Menerapkan nilai-nilai budaya lokal penting untuk menciptakan
benteng perilaku anak (Anggraeni dkk., 2020). Oleh karena itu, kearifan lokal dianggap dapat
membantu berbagai permasalahan yang timbul di masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi termasuk dalam bijak menggunakan internet.
KESIMPULAN
Pada era digital yang sangat besar secara global termasuk di Indonesia, pendidikan karakter adalah
sesuatu yang harus dilakukan. Era digital memberikan dampak positif bagi anak-anak, namun terkadang
ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi masa tumbuh kembang anak termasuk dalam berperilaku
di dunia maya. Oleh karena itu, perlu segera dilaksanakan dengan implementasi nilai-nilai budaya
sipakatau, sipakalebbi dan sipakainge tersebut di atas. Diharapkan dengan memanfaatkan kearifan lokal
pada masing-masing daerah seperti nilai kebudayaan lokal bugis dapat menciptakan karakter anak yang
bermartabat dan beretika dalam menghadapi masa yang dipenuhi dengan teknologi. Namun,
pelaksanaannya membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk memastikan hasilnya.
REKOMENDASI
Perlunya dilakukan pemahaman terkait kesehatan reproduksi sedini mungkin untuk
mempersiapkan generasi berkualitas Indonesia. Hal ini juga perlu dibarengi dengan pendidikan karakter
38. 36
yang baik dikarenakan isu tersebut dapat menjadi hal yang berbau pornografi atau anak menggunakan
internet secara tidak sehat. Pemahaman dan pembelajaran terkait seksualitas biasanya pertama kali
diberikan oleh orang tua, namun ada beberapa orang tua yang bersikap tidak terbuka kepada anaknya
apalagi jika membahas mengenai permasalahan seksualitas. Saat ini pembelajaran mengenai kesehatan
reproduksi masih minim didapatkan remaja baik itu di rumah maupun di sekolah sehingga anak rentan
mencari ilmu tersebut melalui internet tanpa pendampingan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, R.P., Zahro, V., dan Taniady, V. (2020). Internalisasi Nilai Kebudayaan Lokal Bugis
(Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge): Upaya Meningkatkan Pendidikan Karakter di Era
Digital. Jurnal Pakar Pendidikan, 18(1): 35-45.
Anwar, F. (2017). Perubahan dan Permasalahan Media Sosial. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora,
Dan Seni, 1(1): 137–144. https://doi.org/10.24912/jmishumsen.v1i1.343
Azis, A. A., dan Pratiwi, A.C. (2019). Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Kota
Makassar. Seminar Nasional LP2M UNM. 16 November 2019, Makassar, Indonesia. pp. 210-213.
Aziz, H. (2018). Analisis Kebijakan Pemerintah Purwakarta tentang Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal di Kabupaten Purwakarta. Golden Age: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1):
11–18. https://doi.org/10.29313/ga.v2i1.4167
BPS. (2021). Hasil Sensus Penduduk 2020. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Indonesia.
Dhiu, K. D., dan Bate, N. (2018). Pentingnya Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi: Kajian Teoritis
Praktis. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 172–176.
Fitriyani, Pipit (2018). Pendidikan Karakter Bagi Generasi Z. Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7
Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA), 307–
314.
Halima, A., Khumas, A., dan Zainuddin, K. (2021). Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi: Sebuah Nilai
Budaya untuk Upaya Pencegahan Bullying dengan Memaksimalkan Peran Bystander. Indonesian
Psychological Research, 3(2): 82–90. https://doi.org/10.29080/ipr.v3i2.549
Harahap, M. A., dan Adeni, S. (2021). Aksesibilitas Anak Terhadap Media : Internet Sehat Bagi Anak.
Jurnal Profesional FIS UNIVED, 8(1): 1–7.
Hendayani, M. (2019). Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 7(2): 183–198. https://doi.org/10.36667/jppi.v7i2.368
Juliana, R., dan Arifin, R. (2019). Anak dan Kejahatan (Faktor Penyebab dan Perlindungan Hukum).
Jurnal Selat, 6(2): 225-234. https://doi.org/10.31629/selat.v6i2.1019
Kaddi, S. M., dan Dewi, R. S. (2017). Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi, Sipattokong (Studi
Komunikasi Antarbudaya Perantau Bugis di Kota Palu, Sulawesi Tengah) Sitti. Konferensi
Nasional Komunikasi, 1(1): 347–357. https://doi.org/10.25008/pknk.v1i1.101
Khusni, M. F. (2018). Fase Perkembangan Anak dan Pola Pembinaannya dalam Perspektif Islam.
Jurnal Perempuan dan Anak, 2(2): 361-382.
Komara, E. (2018). Penguatan Pendidikan Karakter dan Pembelajaran Abad 21. SIPATAHOENAN:
South-East Asian Journal for Youth, Sports & Health Education, 4(1): 17–26.
https://doi.org/10.2121/sip.v4i1.991.g889
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (2020). Hasil Survei Pemenuhan Hak Dan Perlindungan
Anak Pada Masa Pandemi Covid-19. Jakarta Pusat.
Montanesa, D. dan Karneli, Y. (2021). Pemahaman Remaja Tentang Internet Sehat Di Era Globalisasi.
Edukatif. Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(3): 1059–1066. https://edukatif.org/index.php/edukatif/
article/view/509
Muslim, B., dan Dayana, L. (2016). Sistem Informasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Pagar Alam
Berbasis Web. Jurnal Ilmiah Betrik, 7(1): 36-49.
Rahim, A. (2019). Internalisasi Nilai Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge’ Dalam Upaya Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Al-Himayah, 3(1): 29–52.
Ratnaningsih, M., Utami, R., dan Waksi, F. 2020. Status Kesehatan Remaja Perempuan yang
Mengalami Perkawinan Anak. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 7 (1): 27-40.
Roza, Emilia, Mia Kamayani., dan PH Gunawan. (2018). Pelatihan Memantau Penggunaan Gadget
Pada Anak. Jurnal SOLMA, 7(2): 208–14.
39. 37
Salim, A., Salik, Y., dan Wekke, I. S. (2018). Pendidikan Karakter Dalam Masyarakat Bugis. Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam, 11(1): 41–62.
Susiati, S., Masniati, A., Iye, R., dan Buton, L. H. (2020). Kearifan Lokal Dalam Perilaku Sosial Remaja
Di Desa Waimiting Kabupaten Buru. Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah
Buton, 7(1): 8–23. https://doi.org/10.35326/pencerah.v7i1.747
Susilo, A., dan Isbandiyah. (2019). Peran Guru Sejarah dalam Pembentukan Pendidikan Karakter Anak
Era Globalisasi. Indonesian Journal of Social Science Education, 1(2), 171-180.
Suyitno, I. (2017). Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa Berwawasan Kearifan
Lokal. Jurnal Pendidikan Karakter, 2: 1–13.
Tobing, S. M. (2019). Pemanfaatan Internet Sebagai Media Informasi Dalam Kegiatan Belajar
Mengajar Pada Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 4(1):
64–73. https://doi.org/10.31932/jpk.v4i1.376
Widyaningsih, T. S., Zamroni, Z., dan Zuchdi, D. (2014). Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai
Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi, 2(2): 181–195. https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i2.2658
We Are Social & Hootsuite. (2022). Digital Data Indonesia 2022. In Data Reportal. Retrieved from
https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-capai-191-juta-pada-
2022