Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
1. Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak
Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya
Latar Belakang
UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas
dalam Pasal 28B ayat (1), yang menentukan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dengan adanya perkawinan maka akan
terbentuk sebuah keluarga. Keluarga ter diri dari ayah, ibu dan anak. Negara juga menjamin
adanya perlindungan terhadap anak. Hal ini diatur dalam Pasal 28B ayat (2), yang menentukan
bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan disriminasi.
Pengaturan mengenai perlindungan anak tidak hanya cukup diatur dalam UUD 1945 saja akan
tetapi juga membutuhkan sebuah peraturan yang lebih khusus yang mengatur mengenai
perlindungan anak. Dengan demikian maka Negara membentuk sebuah peraturan khusus yang
mengatur mengenai perlindungan anak, yakni dengan mengesahkan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, dijelaskan bahwa Anak adalah
amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam
dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia yang harus di junjung tinggi.
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang Undang
Dasar 1945 dan Konfensi Perserikatan Bangsa – Bangsa tentang Hak- Hak Anak. Dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-
cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak
sipil dan kebebasan.
Anak harus mendapatkan perlindungan baik dari segi fisik maupun mental. Segi fidik di sini
maksudnya dalah tidak mendapatkan perlakuan kasar seperti dipukul, ditendang. Sedangkan segi
mental di sini maksudnya tidak mendapatkan tekanan dari siapapun dan juga berhak tahu asal
usul anak tersebut. Saat sekarang dapat kita jumpai banyak terjadi ’pembuangan’ anak. Banyak
anak yang sengaja ’dibuang’ oleh keluarganya, sehingga tidak dapat diketahui asal usul anak
tersebut. Hal ini melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 23
tahun 2002, yang menentukan bahwa setiap anak berhal atas suatu nama sebagai identitas diri
dan status kewarganegaraan. Selain itu juga melanggar Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 tahun
2002 yang menentukan bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan
dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.
Permasalahannya saat ini adalah bagaiman dengan pencatatan nama orang tua bagi anak yang
tidak diketahui asal usulnya?
2. Pembahasan
1. Pengertian
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 23 Tahun 2003 menentukan bahwa anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam KUHPerdata, anak adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
anak adalah keturunan ayah dan ibu (keturunan yang kedua); manusia yang berusia sedikit
manusia yang masih kecil; orang yang dilahirkan dari suatu negeri atau daerah; orang yang
termasuk dalam suatu golongan keluarga atau pekerjaan.
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 menentukan bahwa perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 menentukan bahwa keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai dengan derajat ketiga.
Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menetukan bahwa orang tua adalah ayah
dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
2. Macam-macam anak.
a. Anak kandung
Anak kandung dibedakan menjadi:
1) Anak sah
Anak sah merupakan anak yang dilahir dan dibuahi di dalam perkawinan yang sah; anak yang
dibuahi di luar perkawinan dan dilahirkan di dalam perkawinan; dan anak yang dibuahi di dalam
perkawinan dan dilahirkan di luar perkawinan.
2) Anak luar kawin
Anak luar kawin di sini hanya memiliki hubungan hokum dengan ibunya saja jika ayahnya tidak
mengakui anak tersebut. Jika mengakuinya maka anak tersebut memiliki hubungan hokum
dengan ke dua orang tuanya. Dalam hal untuk mengakui status anak luar kawin maka dibuktikan
dengan adanya akta pengakuan.
3. b. Anak bukan anak kandung
Anak bukan anak kandung dibedakan menjadi:
1) Anak tiri
Anak tiri merupakan anak dari pasangan orang tua kandung baik ayah atau ibunya yang menikah
lagi dengan orang lain. Pasangan dari orang tua kandung ini tidak berkewajiban untuk
mewariskan hartanya kepada anak tiri tersebut dan tidak memiliki kewajiban untuk merawatnya.
Anak tiri hanya punya hak mewaris dari orang tua kandungnya saja.
2) Anak adopsi
Secara huku, anak adopsi tidak sama dengan anak angkat dan anak asuh. Anak adopsi ditetapkan
melalui putusan pengadilan. Dalam hal kedudukan anak kandung dengan anak adopsi dalam
suatu keluarga, statusnya sama, sehingga anak adopsi juga memiliki hak waris dari orang tuanya
(orang tua adopsi). Dalam KUHPerdata, anak adopsi ini hanya ditujukan untuk Tionghoa saja.
Dalam Hukum Islam, tidak diperkenankan adanya anak adopsi sebab akan memtus hubungan
nasb dengan orang tua kandungnya.
Seringkali dalam hal mengadopsi anak dilakukan oleh orang tua yang belum atau tidak
mempunyai keturunan. Dalam hal belum mempunyai keturunan, dapat dikatakan bahwa anak
adopsi ini sebagai sarana untuk mendapatkan anak, sedangkan yang tidak dapat memiliki
keturunan, anak adopsi ini sebagai penerus generasi/keturunan.
Untuk mendapatkan anak adopsi dilakukan dengan cara mengajukan permohonan pengadopsian
anak kepada pengadilan dimana anak yang akan diadopsi bertempat tinggal. Permohonan ini
dapat dilakukan secara tertulis maupu lisan yang diajukan kepada panitera pengadilan setampat
(tempat anak yang akan diadopsi bertempat tinggal).
3) Anak angkat
Anak angkat merupakan anak dari salah seorang kerabat yang diangkat menjadi anak oleh
keluarga kerabat yang lain. Hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus
sehingga anak angkat tersebut hanya berhak mewaris dari warisan orang tua kandungnya saja
bukan dari orang tua angkatnya.
Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa anak angkat
adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak
tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan
pengadilan.
Pengangkatan anak ini tidak memtutuskan hubungan anak dengan orang tua kandungnya serta
orang yang hendak mengangkat seorang anak, agamanya harus sama dengan anak yang akan
diangkat tersebut dan juga orang tua anak berhak memberitahu asal usuk dan orang tua kandung
anak angkat tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 40 Undang-
undang Nomor 23 tahun 2002.
4. 4) Anak asuh
Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 menentukan bahwa anak asuh adalah
anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak
mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
Dalam hal pengasuhan anak, pengasuhan anak ini ditujukan kepada anak yang tidak dapat
menajmin tumbuh kembang dari anak tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 37 ayat (1) undang-
udang Nomor 23 tahun 2002. Dalam hal pengasuhan anak, dapat dilakukan melalui lembaga
yang berwenang. Pengasuah anak ini dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial, sperti
yang telah diatur dalam Pasal 37 ayat (2) dan ayat (5). Dalam hal pengasuhan anak ini tudaj
diperkenankan adanya pembedaan agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Hal tesbut
diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002.
3. Hak dan Kewajiban Anak
Diatur dalam Pasal 4 sampai pasal 19 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, yakni:
Pasal 4: Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5: Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6: Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7 ayat (1): Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri.
Pasal 8: Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9 (1): Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Pasal 10: Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11: Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12: Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial,
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
5. Pasal 13 (1): Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dariperlakuan:
a.diskriminasi;
b.eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.penelantaran;
d.kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
Pasal 14: Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15: Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16: (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17: (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18: Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Pasal 19: Setiap anak berkewajiban untuk:
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
6. 4. Identitas Anak
Setiap anak berhak mengetahui identitas dan asal usulnya. Hal ini diatur dalam Pasal 5 dan Pasal
7 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Mengenai identitas, diatur lebih lanjut dalam
pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, yakni:
Ayat (1): Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
Ayat (2): Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Ayat (3): Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang
menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.
Ayat (4): Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak
diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada
keterangan orang yang menemukannya.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, bahwa setiap anak berhak mendapatkan identitas, mengatahui asal
usulnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun
2002. Dalam hal seorang tidak diketahui identitas serta asal usulnya, anak terseidentitasnya tetap
berhak mendapatkan identitas diri. Dalam hal pembuatan identitas, seorang anak yang tidak
diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan
dari orang menemukannya.