Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Penutup
1. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa para ilmuan muslim itu
telah memiliki pandangan ilmiah yang integral, yang melandasi penggunaan
metode-metode ilmiah di berbagai cabang pengetahuan. Terutama tentang
ilmu matematika dan ilmu alam. Hal demikian disebabkan oleh karakteristik
pemikiran ilmiah yang dimiliki mereka yang telah menyingkapkan ‘gudang-
gudang’ pengetahuan yang menunjukan warisan ilmu bersifat original.
Kontribusi mereka di bidang metodologi pada ilmu matematika dan
ilmu alam merupakan bukti terbesar atas kemampuan para ilmuan muslim itu
di bidang pengetahuan lainnya. Juga menunjukkan kepeloporan mereka
dalam penyingkapan metode ilmiah dengan seluruh karakteristiknya. Adalah
suatu metode ilmiah yang tidak jauh berbeda dari metode ilmu modern saat
menyelesaikan berbagai persoalan ilmu. Merupakan hal yang menuntut
perhatian di bidang kontribusi atau sumbangan pemikiran yang
mengungkapkan semangat metode ilmiah modern, juga tentang konteks
metode ilmiah modern yang bercirikan bahasa kuantitatif dan bukan
kualitatif, selian sebagai ungkapan tentang teori-teori (epistemologi) ilmiah
di berbagai cabang pengetahuan manusia.
Para ilmuan Barat pun telah menyatakan penilaiannya atas prestasi-
prestasi ini. Misalnya para Orientalis yang objektif adalah mengakui
kepeloporan ilmuan muslim, yang bila tanpa sumbangan ilmuan itu maka
Eropa tidak akan menemukan masa pencerahannya. Melainkan akan tetap
diliputi masa kebodohan selama berabad-abad.
Karena itu, para ilmuan muslim sangat berjasa. Mereka telah
melestarikan warisan ilmu itu yang kemudian diterima oleh peradaban kuno
lalu diperliharanya lagi dan kemudian dikoreksi hingga ditemukan ilmu yang
belum pernah dikenalnya. Kemudian ilmu itu berpindah ke Eropa pada masa
awal kebangkitannya hingga mendorong perkembangan ilmu pengetahuan
seperti disaksikan sekarang ini.
2. Metodologi Penelitian Imiah Islami
Prof. Dr. Ahmad Fuad Basya
Penelitian ilmiah merupakan kegiatan pelik yang dilakukan para
ilmuan, dengan penelitian metodologis guna menambah sejumlah
pengetahuan ilmiah dan mekanismenya. Akan tetapi kebanyakan para
ilmuan penelitian ilmiah di bidang ilmu-ilmu alam adalah meyakini bahwa
kajian ilmiah apa pun tentang cara-cara melakukan penelitian ilmiah, tidak
mungkin menghasilkan manfaat yang sebanding dengan latihan diri sang
peneliti itu, selain merespon pengalaman-pengalaman para ilmuan
sebelumnya saat melaksanakan prosefur-prosedur penelitian.
Adapun para sejarahwa ilmu (pengamat) kerap berpendapat bahwa
proses penelitian ilmiah, bila benar-benar meninggalkan pengalaman-
pengalaman pribadi dan praktik penelitian yang menyita banyak waktu serta
menguras pikiran, adalah semuanya tak menjamin dapat membuahkan hasil
yang diharapkan. Karenanya, para pengamat itu, menganalisis metode-
metode yang digunakan oleh para ilmuan maupun filosof bahkan ahli logika.
Adalah metode yang teah menyingkapkan berbagai ilmu, termasuk
menganalisa sebagian aturan-aturan berupa pendapat para ilmuan yang telah
berhasil, untuk dijadikan kemudian sebagai kaidah umum maupun
metodologi penelitian ilmiah. Tentu saja berbagai cabang ilmu kerap
menuntut berbagai metode. Sekalipun ada sebagian prinsip-prinsip dasar dan
pola pikir yang disepakati bersama di kalangan ilmuan penelitian ilmiah.
Ilmu yang diperoleh dengan metode penelitian guna mencapai hakikat atau
pembuktiannya adalah dinamakan metodologi. Biasanya dimasukan ke
dalam bahasan filsafat ilmu yang ruang lingkupnya di masa sekarang
mencakup kajian dan analisa terhadap apa saja tentang ilmu, bahasanya,
perkembangannya, maupun mekanismenya dari berbagai askpenya
(keilmuan, metode, nilai, ontologi, dimensi sosial maupu historisnya).
Adalah bertujuan mengetahui posisi ilmu dalam kehidupan kita serta
peranannya dalam membentuk pandangan manusia yang menyeluruh
terhadap berbagai persoalan hidup.
Cara yang digunakan dalam pembentukan metodologi sejak
kemuculannya di masa modern adalah biasanya penggabungan pengalaman
ilmuan spesialis ilmu tertentu dengan kegeniusan filosof atau ahli logika,
yang mengkaji perkembangan akal manusia dan mengetahui berbagai
kemampuannya. Kemudian melakukan perumusan kesimpulan umum
3. tentang karakteristik metode yang digunakan. Selanjutnya diakhiri dengan
perumusan aliran pola pikir manusia dari aspek karakteristik penelitian
ilmiahnya. Namun penggabunga yang ideal antara pendapat ilmuan dengan
pendapat filosof ahli logika itu adalah masih jauh dari kenyataan. Malah
muncul pencampuran antar pemahaman itu hingga pondasi-pondasi metode
penelitian itu tidak jelas sama sekali di kalangan para intelektual. Apalagi di
kalangan orang-orang awam termasuk membingungkan para penulis maupun
para pengajar metodologi ilmiah.
Sebagai bukti atas kegalauan ran kerancuan pada ilmu penelitian
ilmiah di masa sekarang ialah sejumlah pertanyaan masalah penggunaan
istilah “metode” ( )المنهجdan “metodologi” ( )المنهجيةselain istilah “ mode/stile
ilmiah” ( ) اللسلوب العلمىdalam berbagai naskah akademik yang memaparkan
persoalan-persoalan pemikiran islami. Apakah maksudnya adalah membatasi
makna-makna istilah itu pada kerangka proses argumentasi logis berupa
analogi, induksi, dan deduksi ..? ataukah maksudnya sebagai cara maupun
langkah-langkah prosedural yang dilaksanakan oleh seorang peneliti, dari
satu tahap ke tahap berikutnya dalam penelitian ? Cara ini tentunya berbeda
sesuai perbedaan setiap ilmu ? Ataukah maksud metodologi ilmiah adalah
jalan yang ditempuh oleh setiap peneliti dan digunakannya untuk
melontarkan rumusan masalah (pertanyaan) fokus penelitian ?
Tiga rumusan pertanyaan di atas merupakan hubungan subjek
(peneliti) dengan objek penelitiannya. Apakah disyaratkan peneliti harus
melepaskan ideologi yang dianutnya dan kemudian menuruti kecenderungan
teoretiknya dalam ruang lingkup pengetahuan yang dikajinya. Selanjutnya
apakah peneliti harus sadar pada komitmen filosofi yang dipilihnya dan
diutamakan daripada persfektif yang lain. Lalu apakah peneliti harus selaras
dengan aliran keilmuan yang diikutinya sehingga tak ada netralitas filosofis
dalam merumuskan berbagai fokus penelitian maupun hipotesanya ? Ataukah
peneliti sesuai metode ilmiah harus melepaskan aliran pemikiran papa pun
yang dapat mempengaruhi alur penelitiannya ?
Lalu bagaimana kerancuan maupun kesimpangsiuran pendapat-
pendapat para pakar muslim, yang tersebar pada tulisan-tulisan mereka, saat
mencampuradukan antara metodologi dengan metode ? Apakah kita memiliki
satu metode islami ataukah lebih banyak ? Manakah yang merupakan pola
islami bagi metode ilmiah yang bisa digunakan rujukan dalam berbagai
cabang ilmu ? Mungkinkan kita mengajarkannya kapada para mahasiswa di
berbagai perguruan tinggi negara Arab maupun muslim lainnya, secara
4. berdampingan dengan pola Barat yang mengklaim mampu menjelaskan
gerak sejarah ilmu maupun pengetahuan dan menyangka tidak menghalangi
peluang penemuan baru bagi teori-teori baru ? Padahal pola Barat itu
kenyataannya telah memaksakan sudut pandang tertentu terhadap berbagai
hal, selain telah memilih logika yang ‘lunak’ bagi penemuan ilmiah, dan
konteks tertentu bagi pengalaman manusia. Misalnya saja, Pola Thomas
Kuhn (tentang paradigma laju pengetahuan) dan ‘logika penemuan ilmiah’
dari Carl Poper yang kerap dipopulerkan saat memaparkan teori-teori dan
metodologi (epistemologi). Apakah benar pendapat para ilmuan metodologi
bahwa persoalan metode telah final hingga tak perlu dikoreksi.
Apakah bila kita hendak menghasilkan penemuan ilmu baru –
sebagaimana dilakukan Barat- harus mengenal terlebih dahulu metode
Bacon, John Stuart Mill, dan Rene Descartes, sampai-sampai kita melihatnya
laksana daftar menu aturan yang tidak boleh melanggarknya (mengoreksi),
seakan-akan resep mujarab yang mengharuskan setiap peneliti
mematuhinya di bidang kajian penelitian ilmiah.
Akhirnya, apa penyebab kerancuan tersebut yang telah menimpa
timbangan produk pemikiran dalam hal ini, sekira cenderung tulisan-tulisan
para pakar ilmu memaparkan metode penelitian itu dari sudut pandang
filosofis dan menapikan yang lain misalnya sosiologi penelitian ilmiah dan
pengalaman-pengalaman pribadi ilmuan, harus diperbandingkan dengan
persfektif Islam.
Berbagai rumusan masalah di atas (pertanyaan-pertanyaan) adalah
menunjukkan sejauh mana jurang pembeda antara persfektif idealis dengan
realita pada metodologi penelitian pada berbagai cabang ilmu, khususnya
matematika dan ilmu alam. Kritik yang tajam lah terhadap tulisan-tulisan di
bidang ilmu dan filsafat yang memungkinkan kita menemukan bahwa
metodologi penelitian ilmiah bukanlah kaidah sakral untuk dikoreksi.
Melainkan berubah-rubah sesuai tuntutan ilmu dan alat-alat penemuannya,
kaidah itu bisa saja diganti hingga mampu mengayomi tuntutan-tuntutan
ilmu baru. Kalau tidak direspon dengan koreksi maka akan menjadi beban
bagi gerak ilmu dan perkembangannya.
Ilmu-ilmu modern memang telah menjadi integral dan saling terkait
membentuk jejaring hingga sulit dipisahkan antara pondasinya yang tetap
dari cabang-cabangnya yang dilandasi dialektika hubungan yang berubah-
rubah antara observasi eksperimental dengan penafsiran ilmiah atau
logisnya. Rincian cabang-cabang metodologi ilmiah itu masih terus
5. berkembang dan berubah serta tergantung kepada situasi mekanik di
laboratorium penelitian selain tergantung kepada karakteristik objek
penelitiannya yang berbeda-beda, dan terkadang berbeda pula meski pada
satu ruang lingkup ilmu. Itulah metodlogi ilmiah yang mendorong laju
penemuan ilmiah, kemajuan ilmu dan teknologi. Yang menjadi norma dalam
mengukur kebenaran suatu metode adalah nilai yang sebenarnya yang
diperoleh oleh ilmu itu. Karena itu, harus memegang aksioma yang tetap
selain melanjutkan koreksi terhadap hubungan antara subjek peneliti dengan
objek penelitiannya pada alam semesta yang maha luas ini.1
Itulah sebagian latar belakang yang mendorong kami mengkaji akar
sejarah ilmu ini guna merumuskan persfektif Islami yang dapat mengatur
berbagai metodologi penelitian ilmiah. Untuk kemudian kita merumuskan
karakteristik umum dari persfektif Islam, serta mengambil unsur-unsur
utamanya dari realita problematika penelitian ilmiah dan sejarahnya. Kita
juga dapat membentuk unit-unit ilmu itu di atas pondasi yang kuat maupun
perubahan-perubahan konteks pemikiran beserta praktik ilmu-ilmu alam dan
teknologi. Agar kemudian kita menyediakan peluang seluas-luasnya bagi
penyiapan penelitian ilmiah yang tepat sambil memanfaatkan pengalaman
atau cara-cara yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu.
Islamisasi Metode Ilmiah
1 . untuk lebih rinci tentang perkembangan ilmu penelitian ilmiah juga sebagian
pemikirannya, silahkan rujuk: Abdurrahman Badawi ( )مناهج البحث اللمىKuwait: 1977;
Pol Moi, ( )المنطق وفلسفة العلومterj. Fuad Zakaria, Kuwait: 1981; Shalah Qansuwah, (
)فلسفة العلمCairo: 1981; I B Yafrdig, ( )فن البحث العلمىterj Darul Iqra, Kuwait: 1983; Mahir
Abd. Qadir, ( , )فلسفة العلومBeirut: 1984