1. VII – 1
Pekerjaan Penyusunan Kajian Status Kerusakan Lahan Dan/AtauTanah Untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Pelalawan LAPORAN AKHIR
PT. BENNATIN SURYACIPTA
7.1. KESIMPULAN
Luas Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Pelalawan berdasarkan Kabupaten Pelalawan Dalam Angka
Tahun 2008 mencapai 13.256,7 km2 (1.325.670 ha) dibagi menjadi 13 kecamatan.
Arel Kerja Efektif
Berdasarkan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005 - 2010 dan Peta
Penggunaan Lahan, luas wilayah kerja efektif untuk Pekerjaan Kajian Status Kerusakan
Lahan Dan/Atau Tanah Untuk Produksi Biomassa mencapai 1.284.906,30 Ha, sisanya
seluas 40.763,7 ha merupakan areal yang tidak termasuk wilayah kerja efektif dengan
penggunaan lahan berupa kawasan HPH, HP, Kawasan Lindung dan wilayah perairan.
Kondisi Tanah Awal
Berdasarkan hasil interfretasi terhadap empat peta tematik (Peta Tanah, Peta
Kemiringan Lahan, Peta Penggunaan Lahan dan Peta Sebaran Hujan) yang dijadikan
2. VII – 2
Pekerjaan Penyusunan Kajian Status Kerusakan Lahan Dan/AtauTanah Untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Pelalawan LAPORAN AKHIR
PT. BENNATIN SURYACIPTA
dasar penetapan status kerusakan tanah luas masing-masing variabel adalah sebagai
berikut :
1. Tanah
− Ordo Histosols seluas 615.863,12 ha (47,94 %).
− Ordo Entisols seluas 132.636,86 ha (10.32 %).
− Ordo Iceptisols seluas 306.997,30 ha (23,89 %).
− Ordo Ultisols seluas 229.508,03 ha (17,85 %).
2. Kemiringan Lahan/Lereng
− 0 – 8 % seluas 1.03.4255,45 ha (80,49 %).
− 9 – 15 % seluas 171.709,79 ha (13,36 %).
− 16 – 25 % seluas 57.699,24 ha (4,49 %).
− 26 – 40 % seluas 21.241,83 ha (1,60 %).
3. Penggunaan/Penutupan Lahan
4. Curah Hujan
Kelas 1.000 – 2.000 mm/tahun seluas 742.798,5 ha.
Kelas 2.000 – 3.000 mm/tahun seluas 542.107,8 ha.
Berdasarkan hasil penyusunan peta tanah awal, lokasi kerja efektif terbagi ke dalam 2
(dua) sistem lahan yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah dibagi menjadi 7
unit lahan seluas 748.499,98 ha (58,25 %) dan lahan kering dibagi menjadi 8 unit lahan
seluas 536.406,24 ha (41,75 %).
Hasil verifikasi lapangan dari empat ordo tanah yang ada di lokasi studi terbagi menjadi
....jenis tanah dengan padanan dan luasan masing-masing jenis tanah seperti disajikan
dalam tabel di bawah ini :
3. VII – 3
Pekerjaan Penyusunan Kajian Status Kerusakan Lahan Dan/AtauTanah Untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Pelalawan LAPORAN AKHIR
PT. BENNATIN SURYACIPTA
Tabel 7.1.
Jenis Tanah Di Lokasi Studi
No. Ordo
Macam Tanah Luas
Soil Taxonomy USDA,
1998
FAO/UNESCO,
1985
PPT, 1983 Ha %
1. Histosols
Typic Sulfohemists
Typic Haplohemists
Typic Haplosaprists
HemicHistosols
ThionicHistosols
SapricHistosols
OrganosolHemik
OrganosolHemik
OrganosolSaprik
43.478,36
523.110,31
49.274,46
3,38
40,71
3,83
2. Entisols
HaplicSulfaquents
Typic Udifluvents
Aeric Endoaquents
ThionicFluvisols
Dystric Fluvisols
Eutic Fluvisols
Aluvial Tionik
Aluvial Distrik
Aluvial Eutrik
12.617,28
4.099,79
115.919,79
0,98
0.32
9,02
3. Inceptisols
Typic Dystrudepts
OxicDystrudepts
ChromicCambisols
Dystric Cambisols
KambisolKromik
KambisolDistrik
285.755,47
21.241,83
22,24
1,65
4. Ultisols
Typic Hapludults
RhodicKanhapludults
Typic Kanhapludults
HaplicAcrisols
UmbricAcrisols
UmbricAcrisols
PodsolikHaplik
PodsilikRodik
PodsolikKromik
57.540,27
57.699,24
114.168,52
4,48
4,49
8,89
Jumlah 1.284.906,30 100,0
Sumber Data : Analisis Tim Survei, 2010
Berdasarkan hasil penyusunan peta tanah awal, hasil verifikasi lapangan dan analisis
tanah di laboratorium lokasi kerja efektif terbagi ke dalam 2 (dua) sistem lahan yaitu
lahan basah dan lahan kering. Lahan basah dibagi menjadi 20 unit lahan seluas
748.499,98 ha (58,25 %) dan lahan kering dibagi menjadi 16 unit lahan seluas
536.406,24 ha (41,75 %).
Status Kerusakan Tanah
Berdasarkan hasil penetapan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa dengan
menggunakan Metoda Skoring Dan Frekwensi Relatif Kerusakan Tanah, status
kerusakan tanah di lokasi studi termasuk pada status kerusakan ringan (R-1) seluas
217.323,31 ha (16,91 %) dan status kerusakan sedang (R-2) seluas 1.067.583,00 ha
(83,09 %).
Status kerusakan tanah pada lahan basah adalah : status kerusakan ringan (R1) seluas
116.215,67 ha (15.53%) dan status kerusakan sedang (R2) seluas 632.284,31 ha
(84.47%). Status kerusakan tanah pada lahan kering adalah : status kerusakan ringan
4. VII – 4
Pekerjaan Penyusunan Kajian Status Kerusakan Lahan Dan/AtauTanah Untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Pelalawan LAPORAN AKHIR
PT. BENNATIN SURYACIPTA
(R1) seluas101.107,64 ha (18.85%) dan status kerusakan sedang (R2) seluas
435.298,69 ha (81.15%).
Faktor Pembatas
Berdasarkan parameter kerusakan tanah, status kerusakan tanah di lokasi studi
penyebabnya didominasi oleh kemasaman tanah (pH) tinggi, kedalaman air tanah
dangkal yang dalam pada lahan basah dan rendahnya kandungan mikroba tanah.
Kemasaman tanah (pH) tinggi diduga karena sifat bahan induk tanah itu sendiri dan
pemupukan kontinyu dengan mengguakan jenis pupuk kimia yang mengandung sulfur.
Kedalaman air tanah dangkal yang dalam pada lahan basah terutama lahan gambut
(tanah organik) disebabkan oleh perlakuan drainase tanah yang terlalu dalam dan tidak
adanya upaya pengaturan tata air. Adapun rendahnya kandungan mikroba tanah diduga
diakibatkan oleh penggunaan pestisida jenis herbisida yang terus-menerus dilakukan
dalam menekan pertumbuhan gulma.
Pensegahan Erosi dan Subsidensi Tanah
Dari hasil peninjauan lapangan, upaya konservasi tanah dari erosi dan subsidensi
gambut dan pada areal budi daya tanaman, baik perkebunan maupun hutan tanaman
belum dilakukan, sehingga pada lahan miring terjadi jenis erosi percikan (spash erosion)
dan erosi lembar (sheet erosion) serta sedimentasi pada wilayah pelembahan.
Sedangkan subsidensi pada lahan gambutdicirikan oleh munculnya akar besar dan akar
serabut pada permukaan tanah.
Berdasarkan hasil penilaian secara keseluruhan, kondisi tanah pada areal yang
dikembangkan untuk produksi biomassa telah mengalami kerusakan pada tingkat ringan
sampai sedag.
7.2. REKOMENDASI
5. VII – 5
Pekerjaan Penyusunan Kajian Status Kerusakan Lahan Dan/AtauTanah Untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Pelalawan LAPORAN AKHIR
PT. BENNATIN SURYACIPTA
Untuk mencegah lajunya kerusakan lahan pada lahan basah diperlukan manajemen
pengelolaan tata air untuk mencegah terjadinya penurunan lahan dan kebakaran lahan.
Pembatasan penggunaan pestisida dalam pengendalian gulma yang tumbuh di atas
permukaan tanah pada areal perkebunan dan hutan tanaman, agar kehidupan mikro
organisma yang dapat membantu memantapkan strutur tanah tidak terganggu, selain itu
gulma berfungsi dalam mencegah atau menghambat laju erosi tanah.
Pentingnya ada upaya pelestarian tanah/lahan dengan upaya konervasi pada lahan
perkebunan dan hutan tanaman dengan cara penanaman tanaman penutup tanah
(cover crop) dengan tanaman jenis Leguminosea atau penanaman rumput penutup
tanah dan penterasan pada lahan-lahan berlereng.
Untuk mengukur lajunya subsidensi lahan gambut yang diakibatkan oleh drainase lahan
dan laju erosi pada lahan kering, diperlukan adanya pemasangan alat ukur berupa patok
subsidensi dan patok erosi, sehingga kerusakan tanah pada arel produksi biomassa
dapat dievaluasi.