Teknologi produksi padi pada lahan rawa pasang surut membutuhkan pengelolaan yang tepat, termasuk penataan lahan, pengelolaan air, pemilihan varietas padi yang adaptif, dan teknik budidaya yang sesuai. Pengelolaan lahan dan air penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi di lahan rawa.
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
TEKNOLOGI PADA LAHAN RAWA
1. TEKNOLOGI PRODUKSI PADI
PADA LAHAN RAWA PASANG
SURUT
Nama Kelompok 2
Kriston Alfredo E1J016001
Yeti Kusniti E1J016053
Diana Eureka Anugrah E1J016098
KELAS : A
PRODI : Agroekoteknologi
2. Pendahuluan
Diketahui luas lahan di Indonesia yang
keseluruhannya berjumlah 162.4 juta ha, sekitar
39.4 juta ha berupa lahan rawa pasang surut
(24.2 %).
Didorong persoalan pemenuhan kebutuhan beras
yang terus meningkat.
Lahan rawa pasang surut di Indonesia mulai
memperoleh perhatian, kajian dan garapan
secara serba cukup (comprehensive) sebagai
potensi cukup besar untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian berbasis tanaman
pangan dalam menunjang ketahanan pangan
nasional.
3. Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak
pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan
adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang
surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air
tanah.
4.
5. Permasalahan
Kendala fisik
a. Rendahnya kesuburan tanah,
b. pH tanah rendah,
c. Adanya zat beracun Fe dan Al,
d. Genangan air
e. Tingkat kematangan dan ketebalan gambut
Kendala biologi seperti hama dan penyakit, dan
Kendala sosial ekonomi, yaitu keterbatasan petani
dalam penguasaan teknologi dan permodalan.
6. Padi tergolong cocok ditanam di lahan rawa
pasang surut karena didukung oleh :
1. Kondisi rawa yang berlimpah air hampir
sepanjang tahun dengan muka air tanah yang
dangkal,
2. Topografi lahan datar,
3. Kondisi tanah bertekstur liat dan lunak, dan
4. Warisan budaya sebagai petani padi (Noor dan
Jumberi 2008).
7.
8. Pengelolaan lahan rawa pasang
surut
Meningkatkan
produktivitasnya ,
melestarikan
kesuburan tanah
sehingga pertanian
berkelajutan
(sustainable
agricultural) dapat
dicapai
Berakibat fatal dan
memerlukan biaya
dan waktu yang
lama untuk
memperbaikinya ,
gagalnya panen
rusaknya tanah
dan lingkungan.
Pengelolaan tepat Jika salah kelola
9. Ada empat kunci pengelolaan
lahan rawa pasang surut
1. Penataan lahan
2. Pengelolaan air
3. Pemilihan komoditas adiktif dan prospektif
4. Penerapan teknik budidaya yang sesuai
10. Penataan lahan
Tujuan penataan lahan adalah untuk :
(1) mengurangi resiko kegagalan total dalam usaha
tani;
(2) meningkatkan keragaman usaha tani melalui
difersifikasi tanaman;
(3) meningkatkan pendapatan usaha tani melalui
difersifikasi tanaman;
(4) mempertahankan kesuburan tanah. Penataan
lahan di lahan rawa pasang surut dapat dilakukan
berdasarkan kepentingan dan keadaan tipologi
lahan.
12. Sistem sawah
Penataan lahan dengan sistem sawah dianjurkan
untuk lahan-lahan tipe luapan A atau dekat dengan
muara sungai dimana luapan pasang baik pasang
besar (pasang tunggal) maupun pasang kecil
(pasang ganda) terasa hingga lahan pertanaman
atau pada lahan dengan kedalaman pirit dangkal
(< 50 cm).
13. Sistem sawah-surjan
Penataan lahan dengan sistem Sawah Surjan
dianjurkan pada lahan baik tipe luapan A, B, dan
C dengan catatan memiliki kedalaman pirit > 60
cm. Surjan dibuat dengan cara meninggikan
sebagian lahan dengan menggali atau mengeruk
tanah di sekitarnya. Bagian lahan yang
ditinggikan disebut tembokan (raise beds),
sedang wilayah yang digali atau di bawah disebut
tabukan (sunkens beds).
14.
15.
16. Sistem Sawah Tukungan
Sistem sawah-tukungan dianjurkan untuk lahan tipe B
atau C Tukungan dibuat dengan ukuran 1 x 1 m
dengan tinggi 60×75 cm, kemudian setiap tahun
diperlebar sedikit demi sedikit setiap habis panen
sehingga lambat laun akan terlihat seperti surjan.
Penggalian tanahnya tidak boleh sampai mengangkat
lapisan pirit ke permukaan tanah.
Keuntungan membuat sistem tukungan adalah dapat
menghemat tenaga dibandingkan sistem surjan,
walaupun kemudian sistem tukungan ini lambat laun
akan dirubah umumnya secara bertahap menjadi
sistem surjan.
17.
18. Sistem tegalan/ kebun
Dianjurkan pada lahan dengan tipe luapan C atau
D karena lahan ini umumnya tidak terluapi oleh air
pasang, namun jika dikehendaki lahan ini juga
dapat ditata sebagai lahan sawah tadah hujan.
19. Pengelolaan air
Pengelolaan air di lahan rawa pasang surut
dibedakan ke dalam:
(1) Pengelolaan air makro,
(2) Pengelolaan air mikro, dan
(3) Pengelolaan air tingkat tersier yaitu
mengaitkan antara pengelolaan air makro dan
pengelolaan air mikro (Widjaja-Adhi dan Alih
amsyah 1998).
20. TUJUAN PENGELOLAAN AIR
(1) Memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan,
(2) Memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman,
(3) Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi
pertumbuhan tanaman dengan mengatur tinggi muka air
tanah,
(4) Memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah dengan cara
mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman,
(5) Mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi
pirit pada tanah sulfat;
(6) Mencegah terjadinya proses kering tak balik pada
gambut,
(7) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah
(subsidence) terlalu cepat; dan
(8) Mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.
21. Penerapan sistem tata air satu arah pada lahan tipe
luapan A dan B dapat dilakukan dengan menggunakan
pintu air otomatis pada tingkat saluran sekunder/
tersier yang berfungsi untuk memisahkan fungsi
saluran antara sekunder/tersier untuk saluran irigasi
dan untuk saluran drainase.
22.
23.
24. Pada lahan dengan tipe C dan D pengelolaan air
dilakukan dengan sistem konservasi dengan
menggunakan Tabat.
Pada awal musim penghujan, tabat dibiarkan
terbuka dengan tujuan agar air hujan yang jatuh
setempat akan mendorong racun-racun hasil
oksidasi besi selama musim kemarau.
Setelah puncak musim hujan tabat dipasang agar air
hujan insitu dapat dipertahankan pada tingkat lahan
maupun pada saluran dan watertable (muka air
tanah) dapat dipertahankan tinggi agar oksidasi
lapisan pirit dapat dicegah.
25. (1) Tabat dari beton pada tingkat saluran
sekunder/tersier;
(2) Tabat sederhana dari Kayu Ulin pada tingkat
saluran tersier/kuarter
26. Pemilihan Komoditas adaptif dan
prospektif
Introduksi varietas unggul padi di lahan rawa pasang
surut. Penelitian di Kabupaten Merauke varietas
Inpara 2 dan Inpara 4 memberikan rata rata hasil
lebih tinggi dari 2 varietas pembanding pada lahan
pasang surut.
27. Penganekaragam komoditas dapat dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan dan mengurangi resiko
kegagalan usahatani.
Adapun ke empat pertimbangan adalah
(1) agroteknis,
(2) ekonomis,
(3) sosial, dan
(4) pemasaran.
28. Selain tanaman padi pada bagian sawah atau tabukan,
dengan sistem surjan tanaman palawija seperti jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-umbian
bisa dikembangkan pada bagian surjan.
29. Penerapan teknik budidaya yang
sesuai
Teknologi budidaya dimaksud meliputi penyiapan
lahan, pemberian bahan amelioran atau bahan
pembenah tanah, penggunaan varietas yang adaptif,
pemupukan, pengaturan tanam, pemberantasan
hama penyakit dan lain-lain.
Abu sekam seringkali digunakan petani lahan
pasang surut sebagai pupuk, terutama pada saat
tanaman padi fase vegetatif . Silikat dapat
memperbaiki daya tumbuh, meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan
penyakit, memperlancar penyerapan hara, dan
membantu penghematan pemakaian air oleh
tanaman.
30. Pemeliharaan
Budidaya padi di lahan pasang surut cukup menarik
karena dengan frekuensi penggunaan insektisida yang
rendah.
Hal ini karena :
Waktu tanam serempak,
Cara tanam dengan cara memotong turiang padi dan
mem-biarkannya sampai membusuk,
Tanam pindah dan memotong daun padi pada saat
tanam.
Penggunaan pupuk nitrogen dosis rendah tidak
mendukung perkembangan pen ggerek batang,
penggunaan abu sekam meningkatkan tingkat
kekerasan batang padi.
Keberadaan gulma purun tikus (Eleocharis dulcis)