1. 1 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia merujuk kepada hak dimiliki oleh semua insan. Konsep
hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang sama sebagai yang
dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi oleh asal, ras, dan warga
negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak-
hak yang telah lahir dan merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi
manusia itu sendiri adalah : hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pendidikan, hak
untuk hidup bersama seperti orang lain hak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama, hak untuk mendapatkan pekerjaan.
Dalam hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi
pada penghormatan terhadap hak asasi manusia maka akan lebih “menggugah”
masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri. Dalam hubungannya dengan
hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi moral dan segi perundangan.
Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan suatu tanggapan moral
yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan segi ini anggota
masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus dinikmati oleh setiap
individu, yang dianggap sebagai sebagian dari sifat manusia, walaupun tidak
tercantum dalam undang-undang. Jadi, masyarakat pun mengakui secara moral akan
eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.
Dalam konteks nasional, tak dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan
budaya yang ada di Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari
seorang manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia
sudah memiliki pola dasar dalam pengakuan terhadap hak asasi manusia. Dasar-dasar
hak asasi manusia di Indonesia terletak pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan
tentu saja dalam Pembukaan UUD 1945.
Sedangkan pada masa orde lama dan orde baru hak asasi manusia (HAM)
banyak menyisakan pelanggaran yang begitu memprihatinkan dan sungguh sangat
memilukan bagi rakyat bangsa Indonesia . Pelanggaran yang pertama dilakukan oleh
pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut,
lemahnya penegakan hukum, banyaknya terjadi pelanggaran HAM di seluruh
nusantara yang sulit di kendalikan sehingga rakyat kecillah yang tertindas dan
menjadi korban.
B. Maksud Dan Tujuan
Dalam pembahasan makalah ini saya mencoba mencari tahu tentang bentuk
pelanggaran HAM pada Masa Orde Lama, bagaimana tentang pelaksanaan HAM
pada saat itu. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan oleh Bapak Drs. Murtamadji,M.Si.
2. 2 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Bab II Pembahasan
A. Masa Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat diterapkan
karena pada saat itu belum terbentuknya lembaga legislatif dan pada masa itu seakan-akan
presiden memiliki kekuasaan disegala bidang.
Presiden memegang kekuasaan pada saat itu meliputi :
1. Presiden adalah pelaksana kedaulatan rakyat
2. Presiden berwewenang menetapkan dan mengubah UUD
3. Presiden melaksanakan kekuasaan pemerintahan
4. Presiden berwenang menetapkan GBHN
5. Presiden berwenang membuat segala bentuk peraturan perundangan
Pada saat itu jabatan-jabatan yang telah ada yaitu :
1. Jabatan Presiden
2. Jabatan Wakil Presiden
3. Menteri – Menteri
4. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Pada saat itu Presiden memiliki kekuasaan yang sangat luas sehingga cenderung
bersifat diktator maka terbitlah maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober
1945. Isinya sebagai berikut :
1. KNIP ikut menetapkan GBHN bersama Presiden
2. KNIP bersama Presiden menetapkan UU
3. Karena keadaan yang genting maka BP KNIP menjalankan tugas dan
kewajibannya bertanggung jawab pada KNIP
4. Sejak saat itu BP KNIP tidak boleh ikut campur dalam kebijakan pemerintah
sehari – hari
5. Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut maka kekuasaan Presiden menjadi
berkurang karena beralih sebagian menjadi tugas KNIP yang semula sebagai
pembantu presiden berubah menjadi badan yang berkedudukan sebagai
perlemen (Badan Perwakilan Rakyat)
Pada tanggal 17 Agustus 1950-6 Juli 1959 Presiden Soekarno mulai menerapkan
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Sebelum Republik Indonesia Serikat
dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara
Kesatuan. Maka melalui tiga Negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara
Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950 sejak saat itu Indonesia menganut sistem
Pemerintahan Parlementer.
Pada tahun 1959 Presiden Soekarno memberikan tugas kepada Konstituante untuk
membuat Undang-Undang Dasar yang baru sesuai dengan amanat UUDS 1950, tetapi belum
dapat terlaksana sehingga Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi mengenai Demokrasi
3. 3 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali lagi ke UUD 1945.
Akhirnya Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang salah satu
isinya membubarkan Konstituante, berlakunya UUD 1945 dan dibentuknya MPRS dan
DPAS.
Kekurangan pada Masa Orde Lama Terjadi Perubahan Sistem Pemerintahan dari
Presidensial menjadi Sistem Pemerintahan Parlementer dan kembali lagi ke UUD 1945. Hal
ini menyebabkan terjadi ketidakseimbangan dalam dunia perpolitikan dimana terjadinya
pergantian kabinet hingga 7 kali antara lain :
1. 1950-1951 - Kabinet Natsir
2. 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
3. 1952-1953 - Kabinet Wilopo
4. 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5. 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
6. 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7. 1957-1959 - Kabinet Djuanda
Kabinet-kabinet di atas dapat dikatakan belum berhasil dalam melaksanakan program
kerjanya karena kabinet-kabinet di atas baru terbentuk belum berapa lama sudah dibubarkan
oleh presiden. Akibat yang dapat dirasakan dari pergantian kabinet dalam waktu yang singkat
menyebabkan masyarakat Indonesia pada saat itu hilang kepercayaan karena program-
program kerja kabinet tidak dapat direalisasikan. Penyimpangan pada masa itu yaitu
Preseiden Soekarno diakui sebagai presiden seumur hidup. Hal ini jelas-jelas bertentangan
dengan UUD 1945. Selain itu kedudukan Presiden seolah-olah lebih tinggi daripada MPR
dan mulai bermunculan gerakan separatis.
Hubungan politik luar negeri Indonesia yaitu Indonesia mengganggap negaranya
paling baik dan paling hebat tanpa membandingkannya dengan Negara tetangga lainnya ini
biasa kita kenal dengan “Politik Mercusuar”. Indonesia cenderung mengikuti kelompok
NEFO (New Emergining Forces) kelompok Negara-negara baru yang sedang bermunculan
yang berhaluan komunis, Indonesia terlibat konflik dengan Malaysia, dan munculnya politik
poros.
Presiden Soekarno banyak menyumbangkan gagasan-gagasan dalam politik luar
negeri. Mengadakan Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung. Konferensi
tersebut membuahkan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.
Presiden Soekarno mulai mengalami berbagai penyakit yang dikonsultasikan kepada
dokter China dari Beijing. Ada beberapa kelompok yang diisukan berebutan kekuasaan ketika
itu, kelompok Dewan Jenderal yang akan menggulingkan Presiden Soekarno di satu pihak,
dan kelompok Dewan Revolusi yang setia kepada Presiden Soekarno.
Meningkatnya suhu politik pada tahun 1965, dikaitkan dengan siapa pengganti
Presiden Soekarno kalau yang bersangkutan wafat, karena sejak Indonesia merdeka, hanya
beliau seorang yang menjadi presiden bahkan wakil presiden tidak pernah ditunjuk, dipilih
ataupun diangkat sejak Bung Hatta meninggalkan kabinet.
4. 4 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Hanya dua tokoh yang disebut-sebut sebagai pengganti Presiden Soekarno ketika itu,
yaitu Jendral Abdul haris Nasution dan Letnan Jederal Ahmad Yani, kedua tokoh tersebut
sangat dibenci oleh PKI karena kedua tokoh tersebut dianggap menghalang-halangi PKI
mendekati Soekarno. Puncaknya terjadi pembantaian pada tanggal 30 September 1965 di
Lubang Buaya Jakarta dengan sasaran para jendral yang selama ini paling keras menentang
dipersenjatainya kaum buruh tani.
Jenderal DR. A. H. Nasution luput dari pembunuhan karena yang tertembak adalah
putrinya dan ajudan beliau Letnan Piere Tandean yang disangka adalah beliau. Jenderal-
jendral yang terbunuh antara lain yaitu Ahmad Yani, M. T Haryono, S. Parman, Suprapto, D.
I. Panjaitan, Sutoyo. Kekosongan pimpinan angkatan darat membuat Presiden Soekarno
mengumumkan Jenderal Pranoto untuk memimpin AD, tetapi Soeharto mengumumumkan
dirinya sebagai penguasa keadaan padahal beliau sebagai pemimpin Kostrad. Soeharto
mendapat perintah untuk memusnahkan PKI dan berhasil sehingga Soeharto diangkat
menjadi pejabat presiden. Masa jabatan Presiden Soekarno berakhir pada tanggal 22 Februari
1967.
B. Pengertian Ham
Hak-hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena martabatnya
sebagai manusia dan bukan diberikan oleh masyarakat atau negara. Semua manusia
sebagai manusia memiliki martabat dan derajat yang sama dan dengan demikian memiliki
hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang sama. hak asasi manusia adalah
memepertahankan hak-hak manusia dengan sarana kelembagaan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat Negara dan pada waktu yang
bersamaan mendorong perkembangan pribadi manusia yang multidimensional.
Disini nilai penting yang dapat kita ambil bahwa hak asasi manusia berfungsi untuk
melindungi jati diri seseorang serta menghargai keberadaan setiap insan manusia yang
lahir dibumi ini. Pentingnya bagi setiap individu untuk mempunyai sikap toleransi
terhadap setiap hak asasi yang dimiliki sesamanya dengan adanya saling menghargai
maka memperkecil terjadinya konflik, peperangan, dan kesalahpahaman antar individu.
Hal ini menjadi harapan setiap manusia yang lahir didunia ini untuk hidup bahagia
dan diakui satu sama lain. Pada hakikatnya hak asasi manusi memiliki dua dasar yang
paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Kedua hak inilah yang
menjadi patokan bermunculan hak-hak lainnya karena menjadi kebutuhan primer setiap
individu untuk dianggap sama dengan individu lainnya dan setiap manusia membutuhkan
kebebasan untuk bergerak serta mengekpresikan jati dirinya.
Hak-hak warga Negara di Indonesia diakui dan dijunjung tinggi tetapi dalam
kerangka solidaritas Indonesia, dalam konteks gotong royong. Masalah-masalah yang
tumbuh berkisar HAM di Indonesia cukup kompleks, baik secara teoritis maupun yuridis
terdapat tiga macam pandangan:
1. Kelompok yang pertama berpendirian : Indonesia dengan ideology Pancasila
menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan peradaban. Kecuali itu UUD 1945
secara eksplisit menjamin sejumlah hak fundamental untuk para warga Negara.
5. 5 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
2. Kelompok yang kedua : Menentang HAM, sebab menurut mereka HAM
menyusahkan penyelenggara pemerintahan yang beriktikad baik.
Kelompok yang ketiga: Mempertahankan HAM, mereka menunjukkan adanya fakta
yang membuktikan adanya pelanggaran terhadap HAM. Mereka berusaha
menyadarkan rakyat akan hak-hak fundamental mereka.
C. HAM Pada Masa Orde Lama ( Pemerintahan Soekarno)
a. Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka,
hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak
kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM
telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk
kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci
tentang HAM. Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana
tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya
KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini
memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat
tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
b. Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan
tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat
demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit
politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM
pada periode ini mengalami periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada
periode ini menapatkan momen “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin
banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing.
Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya.
Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan
rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai
wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima,
wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini
hanya satu konvernsi HAM yang dirativikasikan yaitu Hak politik wanita.
c. Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada
6. 6 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
sistem ini (demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden.
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional
baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan
dan hak politik.
D. Bentuk Pelanggaran Ham Pada Masa Orde Lama Dan Contohnya
a. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di era Soekarno antaranya :
Pada 1 Disember 1956 Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil
Presiden. karena merasa tidak sehaluan lagi, juga orang-orang dekat Bung Karno seperti
Sjahrir, Amir Syarifuddin, Tan Malaka, Moh Natsir, dan lainnya, satu-persatu menjauh
darinya. Soekarno berjalan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai formatif untuk
membentuk kabinet tanpa adanya campur tangan parti politik. Soekarno juga menutup
media yang dianggap sebagai anti revolusioner. Beberapa tokoh Islam politik
dipenjarakan dan parti Islam Masyumi dibekukan, karena dianggap mengancam stabiliti
bangsa dan kekuasaan Soekarno. Dan memang selama Orde lama kepimpinan dalam
masyarakat Indonesia lebih banyak mengandung sifat autoriter (memerintah tidak dengan
cara demokrasi, tetapi selalu memaksakan kehendak) daripada demokrasi.
Pada saat itu hanya ada tiga kekuatan yaitu PKI (Partai Komunis Indonesia), ABRI
(angkatan bersenjata republik Indonesia) dan Soekarno sebagai pengimbang. Demokrasi
terpimpin ini diperlakukan karena Soekarno trauma dengan “Demokrasi Liberal” multi
parti yang menurutnya banyak mendatangkan masalah. Soekarno tidak menyukai
demokrasi liberal dengan mengatakan “Demokrasi yang kita jalani selama 11 tahun ini
adalah demokrasi import, demokrasi yang bukan demokrasi Indonesia”. Pada 18 Mei
1963 dengan keputusan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara)
No.14/MPRS/1963 Soekarno diangkat menjadi Presiden seumur hidup, beliau tidak
menolak. Inilah yang mendorong tokoh-tokoh lain yang berpotensi untuk juga menjadi
pemimpin bangsa terpaksa menyingkir atau tersingkir.
Muhammad Hatta menyifatkan demokrasi terpimpin sebagai `diktator`. Demokrasi
tidak berjalan dengan baik tanpa adanya kebebasan media, kebebasan bersidang dalam
lembaga DPR/MPR, kebebasan berkumpul dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Pada
era ini orang yang berbeza pendapat, (walaupun tidak melanggar Undang-undang) maka
ia akan diasingkan, dipandang berbahaya atau subversif atau kontra produktif oleh
pemerintah Soekarno
Karena tidak adanya kebebasan Pers Pada masa Demokrasi terpimpin, maka Hatta
meminta agar ordinan Pers yang baru terbit di Indonesia ketika itu dicabut kembali.
Karena tidak setuju dengan demokrasi terpimpin, Mohammad Hatta menulis sebuah
artikel bertajuk “Demokrasi Kita” yang kemudian tulisan itu ditarik dari peredaran dan
7. 7 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
menyebabkan dicabutnya izin berbagai media oleh Soekarno ketika itu. Walaupun ditarik,
secara diam-diam rakyat mencari tulisan Hatta juga.
Pilihan raya pertama kali di Indonesia dilaksanakan tahun 1955 (bererti tiada pilihan
raya selama 10 tahun pertama pemerintahan Soekarno) yang diikuti oleh multi parti dan
ketika itu, parti Masyumi dengan suara majoriti kedua. Tetapi dalam Sidang konstituante,
Masyumi diseret oleh PKI dan PNI ke dalam kancah pertentangan ideologi. Masyumi
menginginkan syariah Islam sebagai dasar negara. Akhirnya kemelut ini dihentikan
Soekarno dengan membekukan Parti Masyumi dan tidak lama kemudian membubarkan
Konstituate melalui Dekrit Presiden 5 Julai 1959. Sesudah itu, barulah Sukarno
membentuk MPRS (Majlis Permusyawaratan Rakyat Sementara) tanpa melalui pilihan
raya.
Pada era Demokrasi terpimpin orang yang bertentangan pendapat dengan pemerintah
(walaupun tidak melanggar Undang-undang) dianggap musuh, karena bertentangan
dengan semangat revolusi dan segala pelanggaran HAM terhadap mereka adalah
dibolehkan oleh Soekarno. Hal ini berlaku pada 44 orang tahanan politik ketika itu yang
termasuk daripadanya Sutan Sjahrir (sebagai orang ketiga RI selepas Soekarno, Hatta dan
kemudian Sjahrir ketika itu), Muhammad Natsir dan Hamka. Sebanyak 21 surat khabar,
52 majalah dilarang terbit pada 17 Disember 1964 karena dianggap sebagai kontra
revolusi, membubarkan parti politik serta menangkap para tokoh mereka. Demonstrasi
anti PKI dan RRC (Republik Rakyat China) yang digerakkan oleh pemuda Islam dan
KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam) pun ditanggapi oleh Soekarno dengan keras dan
perintah tembak kalau perlu.
Keadaan ekonomi di waktu demokrasi terpimpin sangat lemah. Korupsi berlaku di
lembaga-lembaga negara, ada korupsi di Pengadilan, kejaksaan juga menjadi sangat
korup, polis pun tidak terkecuali. Korupsi pada masa ini seolah-olah dibenarkan oleh
pemerintah untuk menutupi gaji pegawai yang sangat sedikit, tetapi yang di korupsi
ketika itu adalah rakyat sendiri. (http://politik.kompasiana.com)
b. Contoh Kasus Pelanggaran Ham Pada Masa Orde Lama (Pembantaian Komunis)
Pembantaian 1965-1966, yang menjadi korban adalah orang-orang yang menjadi
bagian dari PKI serta orang-orang yang dituduh sebagai komunis. Meski banyak spekulasi
menyebut, si anu dan si anu, namun dalang di balik pembantaian massal itu hingga kini masih
belum dirilis secara resmi. Pembantaian di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa
pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah
terjadinya Gerakan 30 September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang
dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini
merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia
(PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden Soekarno, dan kekuasaan
selanjutnya diserahkan kepada Soeharto. Kudeta yang gagal menimbulkan kebencian
terhadap komunis karena kesalahan dituduhkan kepada PKI.
8. 8 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Komunisme dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan
sebagai partai terlarang. Pembantaian dimulai pada Oktober 1965 dan memuncak selama sisa
tahun sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu kota
Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante
(orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat
menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun
pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di benteng-
benteng PKI di Jawa Tengah, Timur, Bali, dan Sumatera Utara.
Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya
memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional. Partai
Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia. Kadernya
berjumlah sekitar 300.000, sementara anggotanya diperkirakan sebanyak dua juta orang.
Selain itu PKI juga mengatur serikat-serikat buruh. Dukungan terhadap kepresidenan
Soekarno bergantung pada koalisi “Nasakom” antara militer, kelompok agama, dan komunis.
Perkembangan pengaruh dan kemilitanan PKI, serta dukungan Soekarno terhadap partai
tersebut, menumbuhkan kekhawatiran pada kelompok Muslim dan militer. Ketegangan mulai
menyelimuti perpolitikan Indonesia pada awal dan pertengahan tahun 1960-an. Upaya PKI
untuk mempercepat reformasi tanah menggusarkan tuan-tuan tanah dan mengancam posisi
sosial para kyai.
Pada sore tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal dibunuh oleh kelompok
yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September. Maka pemimpin-pemimpin utama militer
Indonesia tewas atau hilang, sehingga Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan
bersenjata. Pada 2 Oktober, Soeharto mengendalikan ibu kota dan mengumumkan bahwa
upaya kudeta telah gagal. Angkatan bersenjata menuduh PKI sebagai dalang peristiwa
tersebut. Pada tanggal 5 Oktober, jenderal-jenderal yang tewas dimakamkan. Propaganda
militer mulai disebarkan, dan menyerukan pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini
berhasil meyakinkan orang-orang Indonesia dan pemerhati internasional bahwa dalang dari
semua peristiwa ini adalah PKI. Penyangkalan PKI sama sekali tidak berpengaruh. Maka
ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak. Pemimpin-
pemimpin militer yang diduga sebagai simpatisan PKI dicabut jabatannya. Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan kabinet dibersihkan dari pendukung-pendukung Soekarno.
Pemimpin-pemimpin PKI segera ditangkap, bahkan beberapa dihukum mati. Petinggi
angkatan bersenjata menyelenggarakan demonstrasi di Jakarta. Pada 8 Oktober, markas PKI
Jakarta dibakar. Pembersihan dimulai pada Oktober 1965 di Jakarta, yang selanjutnya
menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, dan Bali. Pembantaian dalam skala kecil dilancarkan
di sebagian daerah di pulau-pulau lainnya, terutama Sumatra. Pembantaian terburuk meletus
di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Korban jiwa juga dilaporkan berjatuhan di Sumatra Utara
dan Bali. Petinggi-petinggi PKI diburu dan ditangkap: petinggi PKI, Njoto, ditembak pada 6
November, ketua PKI Dipa Nusantara Aidit pada 22 November, dan Wakil Ketua PKI
M.H.Lukman segera sesudahnya. Kebencian terhadap komunis dikobarkan oleh angkatan
darat, sehingga banyak penduduk Indonesia yang ikut serta dalam pembantaian ini. Peran
angkatan darat dalam peristiwa ini tidak pernah diterangkan secara jelas. Di beberapa tempat,
9. 9 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
angkatan bersenjata melatih dan menyediakan senjata kepada milisi-milisi lokal. Di tempat
lain, para vigilante mendahului angkatan bersenjata, meskipun pada umumnya pembantaian
tidak berlangsung sebelum tentara mengenakan sanksi kekerasan. Beberapa cabang PKI
melancarkan perlawanan dan pembunuhan balasan, tetapi sebagian besar sama sekali tidak
mampu melawan. Tidak semua korban merupakan anggota PKI. Seringkali cap “PKI”
diterapkan pada tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang beraliran kiri. Dalam
kasus-kasus lainnya, para korban merupakan orang-orang yang hanya dituduh atau diduga
komunis. Warga keturunan Tionghoa juga turut menjadi korban. Beberapa dari mereka
dibunuh, dan harta benda mereka dijarah. Di Kalimantan Barat, sekitar delapan belas bulan
setelah pembantaian di Jawa, orang-orang Dayak mengusir 45.000 warga keturunan
Tionghoa dari wilayah pedesaan. Ratusan hingga ribuan di antara mereka tewas dibantai.
Metode pembantaian meliputi penembakan atau pemenggalan dengan menggunakan pedang
samurai Jepang. Mayat-mayat dilempar ke sungai, hingga pejabat-pejabat mengeluh karena
sungai yang mengalir ke Surabaya tersumbat oleh jenazah. Di wilayah seperti Kediri,
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama menyuruh orang-orang komunis berbaris. Mereka
lalu menggorok leher orang-orang tersebut, lalu jenazah korban dibuang ke sungai.
Pembantaian ini mengosongkan beberapa bagian desa, dan rumah-rumah korban dijarah atau
diserahkan ke angkatan bersenjata. Pembantaian telah mereda pada Maret 1966, meskipun
beberapa pembersihan kecil masih berlangsung hingga tahun 1969. Penduduk Solo
menyatakan bahwa meluapnya sungai Bengawan Solo yang tidak biasa pada Maret 1966
menandai berakhirnya pembantaian. Di Jawa, banyak pembunuhan dilakukan oleh simpatisan
aliran. Militer mendorong para santri Jawa untuk mencari anggota PKI di antara orang-orang
abangan Jawa. Pembunuhan meluas sampai pada orang-orang yang bukan anggota PKI. Di
Jawa, contohnya, banyak orang yang dianggap “PNI kiri” dibunuh.
Yang lainnya hanya dituduh atau merupakan korban fitnah dengan sedikit atau tanpa motif
politik. Pada pertengahan Oktober, Soeharto mengirim sejumlah pasukan komando
kepercayaannya ke Jawa tengah, daerah yang memiliki banyak orang komunis, sedangkan
pasukan yang kesetiaannya tak jelas diperintahkan pergi dari sana. Pembantaian terhadap
orang komunis kemudian dilakukan oleh para pemuda, dengan dipandu oleh angkatan
bersenjata, memburu orang-orang komunis. Konflik yang pernah pecah pada tahun 1963
antara partai Muslim Nahdlatul Ulama (NU) dan PKI berubah menjadi pembantaian pada
minggu kedua Oktober.
Kelompok Muslim Muhammadiyah menyatakan pada awal November 1965 bahwa
pembasmian “Gestapu/PKI” merupakan suatu Perang Suci. Pandangan tersebut didukung
oleh kelompok-kelompok Islam lainnya di Jawa dan Sumatra. Bagi banyak pemuda,
membunuh orang komunis merupakan suatu tugas keagamaan. Di tempat-tempat adanya
pusat komunis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kelompok-kelompok Muslim menganggap
bahwa mereka adalah korban serangan komunis supaya mereka memperoleh pembenaran atas
pembantaian yang mereka lakukan. Mereka biasanya mengungkit-ungkit Peristiwa Madiun
pada tahun 1948. Para pelajar Katolik di daerah Yogyakarta meninggalkan asrama mereka
pada malam hari untuk ikut membunuh orang-orang komunis yang tertangkap. Untuk
10. 10 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
sebagian besar daerah, pembantaian mereda pada bulan-bulan awal tahun 1966, namun di
daerah-daerah tertentu di Jawa Timur pembantaian berlangsung sampai bertahun-tahun.
Tidak banyak yang tahu mengenai pembantaiannya dan jumlah pasti korban meninggal
hampir tak diketahui pasti. Hanya ada sedikit wartawan dan akademisi Barat di Indonesia
pada saat itu. Angkatan bersenjata merupakan satu dari sedikit sumber informasi, sementara
rezim yang melakukan pembantaian berkuasa sampai tiga dasawarsa. Dalam waktu 20 tahun
pertama setelah pembantaian, muncul tiga puluh sembilan perkiraan serius mengenai jumlah
korban. Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500
telah meninggal sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma, perkiraan awalnya
mencapai 2 juta korban jiwa. Di kemudian hari, angkatan bersenjata memperkirakan jumlah
yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang.
Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000
orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari 500,000 sampai 1 juta orang.
Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai, lebih
banyak dari peristiwa manapun dalam sejarah Indonesia.[38] Suatu komando keamanan
angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai. Para
korban dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan
bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara “tatap muka”, tidak
seperti proses pembantaian massal oleh Khmer Merah di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di
Eropa (Antonius,Program Studi Ilmu Hukum Universitas Kanjuruhan Malang)
Dalam hal ini kasus pembantaian komunis ini adalah kasus pelanggaran HAM yang terbesar
pada masa Orde Lama.
11. 11 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
Jadi dalam tugas makalah ini akan disimpulkan setelah adanya diskusi tentang
pelanggaran-pelanggaran HAM pada saat Orde Lama yaitu :
a.1. Penyimpangan HAM pada masa Orde Lama dalam hal konstitusi
1. Adanya penyimpangan ideologis, yaitu penerapan konsep Nasionalis, Agama dan
Komunis (Nasakom)
2. Pemusatan kekuasaan pada presiden sehingga kewenangannya melebihi ketentuan
yang diatur UUD 1945. Misalnya, pembentukan Penetapan Presiden (Penpres)
yang setingkat dengan Undang-undang.
3. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
4. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR-GR
tanpa melalui pemilu.
5. Adanya jabatan rangkap yaitu Pimpinan MPRS dan DPR dijadikan menteri
negara, sehingga berkedudukan sebagai pembantu presiden.
6. Negara Indonesia masuk dalam salah satu poros kekuasaan dunia yaitu poros
Moskwa-Peking sehingga bertentangan dengan politik bebas aktif.
7. Dsb.
a.2. Penyimpangan HAM pada masa Orde Lama dalam hal kemanusiaan
1. Pembantaian komunis dengan banyak korban ataupun sebaliknya pembantaian
yang dilakukan komunis terhadap rakyat dan para petinggi angkatan darat.
2. Hukuman terhadap seseorang yang dianggap tidak taat pada Negara kala itu.
3. dsb.
a.3. Penyimpangan HAM pada masa Orde Lama dalam hal Pers
1. Karena tidak setuju dengan demokrasi terpimpin, Mohammad Hatta menulis
sebuah artikel bertajuk “Demokrasi Kita” yang kemudian tulisan itu ditarik dari
peredaran dan menyebabkan dicabutnya izin berbagai media oleh Soekarno ketika itu.
Walaupun ditarik, secara diam-diam rakyat mencari tulisan Hatta juga.
2. Pada era Demokrasi terpimpin orang yang bertentangan pendapat dengan
pemerintah (walaupun tidak melanggar Undang-undang) dianggap musuh, karena
bertentangan dengan semangat revolusi dan segala pelanggaran HAM terhadap
mereka adalah dibolehkan oleh Soekarno.
3. dsb.
12. 12 | M A K A L A H H A M P A D A M A S A O R D E L A M A K E L . 1 3 A
B. Saran
Kita sebagai masyarakat yang kritis tidak dilarang untuk mempelajari tentang HAM
pada masa Orde Lama. Hal tersebut untuk menjadi pedoman kita dalam pelaksanaan
praktek penegakan HAM di Indonesia ke depannya agar lebih baik karena kita sebagai
calon penerus bangsa. Jangan hanya terfokus untuk mempelajari HAM dan mengkritik
HAM pada masa Orde Lama saja, tanpa ada partisipasi secara aktif dalam upaya menjaga
agar penegakan HAM di Indonesia bisa berjalan sesuai dengan UUD 1945.