5. 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan
Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi
Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden
Republik Indonesia.
29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik
oleh Kasman Singodimedjo.
6. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Badan
ini bertujuan untuk membantu tugas
Presiden. Hasilnya antara lain :
1) Terbentuknya 12 departemen
kenegaraan dalam pemerintahan yang
baru.
2) Pembagian wilayah pemerintahan RI
menjadi 8 provinsi yang masing-
masing terdiri dari beberapa karesidenan.
7. Namun, kebebasan dan kemerdekaan
berdemokrasi di dalam KNIP justru
mengusung pemerintah RI kepada sistem
parlementer untuk menghindari
kekuasaan Presiden yang terpusat.
Akibatnya,
suara rakyat terpecah-pecah ke dalam
banyak partai dampak negatifnya adalah
adanya sikap politik yang saling
menjatuhkan antara partai yang satu
dengan partai yang lainnya.
8. Peristiwa jatuh bangunnya kabinet dapat di lihat
sebagai berikut :
Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April1951-3 April
1952)
Kabinet Wilopo (3 April-3 juni 1953)
Kabinet Ali sastrowijoyo I (31 juli1953-12
Agustus 1955)
Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1953-
12 Agustus 1955)
Kabinet Ali II ( 20 Maret 1955-14 Maret 1957)
Kabinet Juanda (9 April 1957)
9. 7 Oktober 1945 lahir memorandum yang
ditandatangani oleh 50 orang dari 150
orang anggota KNIP.
Isinya antara lain :
10. 1) Mendesak Presiden untuk segera
membentuk MPR.
2) Meminta kepada Presiden agar anggota-
anggota KNIP turut berwenang
melakukan fungsi dan tugas MPR,
sebelum badan tersebut terbentuk.
16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil
Presiden No. X tahun 1945,
yang isinya :
11. “Bahwa komite nasional pusat, sebelum
terbentuk MPR dan DPR diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan
GBHN,
3 November 1945, keluar maklumat untuk
kebebasan membentuk banyak partai
atau multipartai sebagai persiapan pemilu
yang akan diselenggarakan bulan Juni
1946.
12. 14 November 1945 terbentuk
susunan kabinet berdasarkan
sistem parlementer (Demokrasi
Liberal).
Sejak berlakunya UUDS 1950
pada 17 Agustus 1950 dengan
sistem demokrasi liberal selama 9
tahun tidak menunjukkan adanya
hasil yang sesuai harapan rakyat.
13. Bahkan,
muncul disintegrasi bangsa.
Antara lain :
1) Pemberontakan PRRI, Permesta, atau
DI/TII yang ingin melepaskan diri dari
NKRI.
2) Konstituante tidak berhasil menetapkan
UUD sehingga negara benar-benar
dalam keadaan darurat.
14. Untuk mengatasi hal tsb dikeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Hal ini menandakan bahwa Sistem
demokrasi liberal tidak berhasil
dilaksanakan di Indonesia, karena tidak
sesuai dengan pandangan hidup dan
kepribadian bangsa Indonesia.
16. Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka demokrasi liberal diganti dengan
demokrasi terpimpin.
UUD yang digunakan adalah UUD 1945
dengan sistem demokrasi terpimpin.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap
MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan.
17. Musyawarah
Sama seperti yang tercantum pada sila ke
empat Pancasila, demokrasi terpimpin
adalah dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, akan tetapi presiden
menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan
terletak di tangan “Pemimpin Besar
Revolusi”.
18. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan
presiden menimbulkan penyimpangan dan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD
1945, yaitu :
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin
partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak
ke RRC (Blok Timur)
19. Situasi politik pada masa demokrasi
terpimpin diwarnai tiga kekuatan politik
utama yaitu
Soekarno,
PKI, dan
angkatan darat
20. Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul
satu sama lain.
Terutama PKI membutuhkan Soekarno
untuk menghadapi angkatan darat
yang menyainginya
dan meminta perlindungan.
Begitu juga angkatan darat,
membutuhkan Soekarno
untuk legitimasi keterlibatannya
di dunia politik.
21. Dalam demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi
mufakat di sidang legislatif, maka permasalahan
itu diserahkan kepada presiden sebagai
pemimpin besar revolusi untuk dapat diputuskan
dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat
(sesuai Peraturan Tata Tertib Peraturan
Presiden).
Jadi,
rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki
peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin.
22. Akhirnya,
S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti
krisis ekonomi yang cukup parah
hingga dikeluarkannya Supersemar
(SuPemerintahan Orde Lama
beserta Demokrasi terpimpinnya
jatuh setelah terjadinya Peristiwa G
30 rat perintah sebelas Maret).
25. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi
yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
26. Berdasarkan pengalaman Orde Lama,
pemerintahan Orde Baru berupaya
menciptakan stabilitas politik dan
keamanan untuk menjalankan
pemerintahannya.
Namun kenyataannya justru mengekang
kelompok-kelompok kepentingan dan
parpol lain yang menginginkan perubahan
demokrasi dg merangkul AD sbg kekuatan
birokrasi di proses politik.
27. Namun demikian perjalanan demokrasi
pada masa orde baru ini dianggap gagal
sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir
dikatakan tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat
demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
28. Terlebih dengan krisis ekonomi yang
hampir terjadi di seluruh dunia.
Pada masa Orde Baru, krisis ekonomi
yang melanda Indonesia mulai terasa
pada pertengahan 1977. Hal ini
menyebabkan :
1) Menurunkan legitimasi pemerintahan
Orde Baru.
2) Mendorong meluasnya gerakan massa
untuk menuntut perubahan tata
pemerintahan.
29. Sebab jatuhnya Orde Baru :
1. Hancurnya ekonomi nasional (krisis
ekonomi)
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat
kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat
menuntut Presiden Soeharto untuk turun
jadi Presiden
5. Pelaksanaan demokrasi pada masa
Reformasi 1998 s/d sekarang.
30. Akibat adanya tuntutan massa untuk
diadakan reformasi di dalam segala
bidang, rezim Orde Baru tidak mampu
mempertahankan kekuasaannya.
Dan terpaksa Soeharto mundur dari
kekuasaannya dan kekuasaannya
dilimpahkan kepada
B. J. Habibie.
32. Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945,
dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan
perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis,
dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga
tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan
fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan
tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
33. Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis
antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No.
X/MPR/1998
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998
5. Amandemen UUD 1945
34. Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J.
Habibie tidak ada legitimasi dan tidak
mendapat dukungan sosial politik dari
sebagian besar masyarakat.
Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu
mempertahankan kekuasaannya.
Kemudian, melalui pemilu presiden yang
ke-4 K. H. Abdurrahman Wahid terpilih
secara demokratis di parlemen sebagai
Presiden RI.
35. Akan tetapi, karena K. H. Abdurrahman
Wahid membuat beberapa kebijakan yang
kurang sejalan dengan proses
demokratisasi itu sendiri, maka
pemerintahan sipil K. H. Abdurrahman
Wahid terpaksa tersingkir dengan melalui
proses yang cukup panjang serta
melelahkan di parlemen.
Transisi menuju demokratisasi beralih dari
K. H. Abdurrahman Wahid ke Megawati
Soekarnoputri melalui pemilihan secara
demokratis di parlemen.
36. Proses pemerintahan demokrasi pada
masa Megawati Soekarnoputri masih
cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui
secara optimal.
Akibatnya, ketidakpuasaan akan
pelaksanaan pemerintahan dirasakan
kembali oleh rakyat dan hampir terjadi
krisis kepemimpinan.
Rakyat merasa bahwa siapa yang
berkuasa di pemerintahan hanya ingin
mencari keuntungan semata, bukan untuk
kepentingan rakyat.