Pengujian agregat halus dilakukan untuk mengetahui karakteristiknya seperti kadar debu, berat jenis, dan gradasi guna memastikan bahwa agregat tersebut layak digunakan sebagai bahan penyusun beton yang berkualitas."
1. LAPORAN PRAKTIKUM
BAHAN BANGUNAN II
PENGUJIAN BETON SEGAR
TANPA BAHAN TAMBAH
Dosen :
Drs. Agus Santoso M.Pd
Disusun Oleh :
Nisa Nur H. (15505241005 )
Frans Harjuno P. (15505241006)
Rozan Pajri S.s (15505241012)
Fahri Nuha M. (15505241013)
Bawon (15505241020)
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul Laporan Praktikum
Bahan Bangunan II. Penulisan laporan praktikum ini, bukan semata-mata bertujuan untuk
memenuhi tugas kelompok praktikum Bahan Bangunan, namun juga untuk menambah
penngetahuan yang belum kami ketahui.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunya laporan ini bukan hanyaatas
kemampuan dan usaha penulis semata, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis mengucapkan terimah kasih kepada Bapak Agus Santoso M.Pd. selaku dosen mata
kuliah praktikum Bahan Bangunan yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan
dalam penyusunan laporan ini. Ucapan terimahkasih tak lupa kepada Bapak Darman selaku
tekniisi laboratorium Bahan Bangunan yang telah banyak membantu selama praktikum
berlangsung. Dan semua pihak terutama teman-teman sekalian yangsaling membantu dalam
kegiatan praktikum berlangsung dan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penulisan laporan ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat dipelukan demi
memperbaiki laporan ini. Akhirnya, semoga laporan ini nantinya bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 05 Juni 2016
Nisa Nur H. Frans Harjuno P. Rozan Pajri S.s
(15505241005) (15505241006) (15505241012)
Fahri Nuha M.R Bawon
(15505241013) (15505241020)
3. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENGUJIAN AGREGAT KASAR
BAB II : PENGUJIAN AGREGAT HALUS
BAB III : PERHITUNGAN MIX DESIGN
BAB IV : PENGUJIAN BETON SEGAR
BAB V : PENGUJIAN KUAT TEKAN, TARIK BELAH, Dan KUAT
LENTUR
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENGUJIAN AGREGAT KASAR
1.1 Latar Belakang
Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang banyak digunakan pada pekerjaan
struktur bangunan di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan diantaranya
adalah bahan pembentuknya mudah diperoleh, mudah dibentuk, mampu memikul beban
yang berat, tahan terhadap temperatur yang tinggi, biaya pemeliharaan yang kecil.Beton
terbentuk dari campuran agregat halus, agregat kasar, semen dan air dengan
perbandingan tertentu.
Untuk mengisi volume pada beton diperlukan agregat. Tanpa agregat beton itu
tidak akan terbentuk. Maka agregat memiliki peran dan fungsi sangat penting pada beton.
Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang bersih, kuat, keras, dan memiliki
gradasi yang baik. Agregat merupakan penyusun terbesar dalam struktur beton.
Dengan melakukan beberapa pengujian agregat, maka bisa diketahui apakah
agregat tersebut layak pakai atau tidak. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengujian
agregat agar beton yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus.
1.2 Tujuan
1. Menentukan kadar air kerikil alam
2. Menentukan kadar air kerikil SSD
3. Menentukan berat jenis kerikil
4. Menentukan MKB kerikil
1.3 Manfaat
1. Mengetahui kadar air yang terkandung dalam kerikil alam, sehingga dapat
menghitung penambahan atau pengurangan air dalam campuran beton.
5. 2. Mengetahui kadar air pada kerikil SSD, sehingga bisa menghitung penambahan atau
pengurangan air dalam campuran beton.
3. Mengetahui berat jenis kerikil dalam kondisi SSD, sehingga bisa menentukan volume
yang diisi oleh agregat yang kemudian digunakan untuk menentukan berat jenis
beton, dengan demikian banyaknya campuran agregat dapat diketahui.
4. Mengetahui Modulus Kehalusan Butir kerikil, dan mengetahui gradasi kerikil
sehingga bisa diketahui kelecakan campuran beton.
1.4 Kajian Teori
1.4.1. Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintegrasi
dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah
batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di
ayakan 4,76 mm, yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan
besar butir lebih dari 5 mm.
1.4.2. Keadaan air dalam agregat dapat dibedakan menjadi 4 macam,yaitu keadaan
jenuh air, keadaan jenuh kering muka (SSD), keadaan kering udara, dan keadaan
kering mutlak.Agregat dikatakan jenuh air bila seluruh rongga udara agregat terisi
oleh air.Keadaan jenuh kering muka adalah keadaan dimana permukaan agregat
kering sementarabagian dalam jenuh air.Keadaan kering udara adalah keadaan
agregat sesuai kondisi sekitar, bisa jadi banyak air ataupun kering. Kondisi kering
mutlak apabila kadar air 0% ditandai dengan berat agregat yang tetap dan tidak
berubah-ubah lagi. Kadar air yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kuat
tekan beton atau dengan kata lain faktor air semen (fas) dapat mempengaruhi kuat
tekan beton. Dalam rancangan campuran beton kondidi agregat dalam keadaan
jenuh (Saturated Surface Dry/SSD). Oleh karena itu kadar air agregat harus
diperiksa sebelum dipergunakan. Jika agregat tidak jenuh air, maka agregat akan
menyerap air campuran beton yang menyebabkan kurangnya air untuk proses
pengerasan. Dengan mengetahui kadar air dari agregat dapat diperhitungkan
untuk penambahan maupun pengurangan air dalam suatu campuran beton.
6. 1.5 Metode Pelaksanaan
1.5.1 Pengujian Kadar Air Kerikil Alam
a. Alat:
Neraca
Piring seng
Oven
b. Bahan :
Kerikil Alami
c. Langkah Kerja :
1. Mengambil kerikil alam kemudian melakukan sampling dengan cara
quartering sampai di dapat pasir sebanyak kurang lebih 200 gram.
2. Menimbang kerikil sebanyak 200 gram dan masukkan pada piring
lalu oven. Lakukan dengan dua sampel.
3. Memasukkan benda uji kedalam oven dengan suhu ±105 0 C hingga
kering mutlak ( berat tetap ).
4. Mengeluarkan benda uji dari oven, kemudian ditmbang.
5. Menghitung kadar air dengan rumus :
Kadar Air =
𝐴−𝐵
𝐵
Ket:
A : berat kerikil sebelum di oven
B : berat kerikil setelah di oven
1.5.2 Pengujian Kadar Air Kerikil SSD
a. Alat :
Neraca
Oven
7. Ember
Kain lap
Piring seng
b. Bahan :
Kerikil alam
c. Langkah Kerja :
1. Membuat kerikil dalam keadaan SSD dengan cara merendam kerikil
dalam air sampai jenuh ( tidak ada lagi gelembung udara ).
Ditiriskan lalu dikeringkan dengan cara di lap-lap dengan kain.
2. Mengambil kerikil SSD sebanyak 200 gram dan masukkan dalam
piring seng. Lakukan dengan dua sampel.
3. Masukkan kerikil kedalam oven dengan suhu 100 kurang lebih 5
derajat celcius sampai beratnya tetap.
4. Benda uji dikeluarkan di timbang.
5. Menghitung kadar air dengan rumus :
Kadar Air =
𝐴−𝐵
𝐵
Ket:
A : berat kerikil sebelum di oven
B : berat kerikil setelah di oven
1.5.3 Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD
a. Alat :
Neraca
Gelas ukur
Piring seng
8. b. Bahan :
Kerikil SSD
c. Langkah Kerja :
1. Mengambil 2× 200 gram kerikil SS.
2. Mengisi gelas ukur dengan air 200 ml
3. Kerikil dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu dihitung pertambahan
volume yang terjadi
4. Volume kerikil dihiung dengan cara Vakhir – Vair
5. Hitung berat jenis kerikil dengan cara:
Berat Jenis =
𝑚
𝑉
Ket:
m : berat kerikil
V : volume kerikil
1.5.4 Pengujian MKB Kerikil
a. Alat :
Ayakan
Ember
Timbang
b. Bahan :
Kerikil
c. Langkah Kerja :
1. Menyiapkan kerikil sebanyak 5000 gram.
2. Mengayak dengan ayakan 60mm, 40mm; 25mm; 20mm; 9,6mm;
4,8mm; 2,4mm; 1,2mm; 0,6mm; 0,3mm; 0,15mm
3. Ayakan digoyangkan dengan mesin penggoyang selama 5 menit
4. Ayakan diputar 90˚ lalu digoyang kembali selama 5 menit.
9. 5. Menuangkan setiap butiran kerikil dan pasir yang tertinggal pada
masing-masing ayakan ke dalam piring seng.
6. Masing-masing kerikil ditimbang kemudian dihitung berat tertinggal,
persen tertinggal, dan persen tertinggal kumulatifnya. Kemudian
digambar dalam diagram.
1.7 Analisis Data
1. Kadar Air Kerikil Alam
Berat kerikil A sebelum di oven = 200 gram
Berat kerikil A setelah di oven = 198,41 gram
Kadar Air 1 =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100%
=
200 −198,41
198,41
× 100%
= 0,8 %
Berat kerikil B sebelum di oven = 200 gram
Berat kerikil B setelah di oven = 198,37 gram
Kadar Air 2 =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100%
=
200 −198,37
198,37
× 100%
= 0,82 %
Rata-rata =
0,8+0,82
2
= 0,81 %
Jadi, Kadar air kerikil alam adalah 0,81 %
2. Kadar Air Kerikil SSD
Berat kerikil sebelum di oven, kerikil A = 200,93 gram
kerikil B = 202 gram
10. Berat kerikil setelah di oven, kerikil A = 199,1 gram
kerikil B = 200,16 gram
Kadar Air 1=
𝐴−𝐵
𝐵
× 100% =
200,93−199,1
199,1
× 100% = 0,51 %
Kadar Air 2 =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100% =
202,16−200 ,16
200,16
× 100% = 0,92 %
Rata-rata=
0,51+0,92
2
= 0,71 %
Jadi, kadar air kerikil SSD yaitu 0,71%
3. Berat Jenis Kerikil SSD
Berat kerikil, kerikil A=201,71 gram
kerikil B= 202,37 gram
Volume kerikil, A = 285 gram
B = 280 gram
Volume awal = 200 ml
Berat jenis 1=
𝑚
𝑣
=
201,71
85
= 2,37 gr/ml
Berat jenis 2=
𝑚
𝑣
=
202,37
80
= 2,53 gr/ml
Rata- rata =
2,37+2,53
2
= 2,4 gr/ml
Jadi, berat jenis kerikil SSD yaitu 2,4 gr/ml.
11. 1.8 Kesimpulan
1. Berdasarkan pengujian kadar air kerikil alam diperoleh hasil 0,81% dengan
demikian pengujian tersebut memenuhi persyaratan sehingga kerikil dapat
digunakan dalam mix design beton.
2. Berdasarkan pengujian kadar air kerikil SSD diperoleh hasil 0,71 % pengujian
tersebut memenuhi standar sehingga dapat digunakan dalam mix design beton
3. Berdasarkan pengujian berat jenis kerikil SSD diperoleh hasil 2,4 gr/ml,
pengujian tersebut menunjukkan bahwa kerikil merupakan agregat normal yang
dapat digunakan untuk membuat beton
12. BAB II
PENGUJIAN AGREGAT HALUS
2.1 Latar Belakang
Proses pemilihan bahan baku penyusun beton merupakan hal yang mutlak
dilakukan untuk menentukan kualitas beton yang akan dihasilkan. Setiap bahan penyusun
beton memiliki karakteristik dan penggolongannya yang berbeda-beda, yaitu tergantung
dari mana bahan tersebut berasal.
Pengujian material yang akan dijadikan sebagai bahan penyusun beton sangat
diperlukan karena bagus buruknya suatu beton sangat tergantung dari bahan utama
penyusunnya.Untuk mengisi volume pada beton dibutuhkan agregat. Tanpa agregat beton
itu tidak akan terbentuk. Maka agregat memiliki fungsi dan peranan sendiri yang sangat
penting pada beton.Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang bersih, kuat,
keras, dan memiliki gradasi yang baik.
Dengan melakukan beberapa pengujian agregat tersebut, maka bisa diketahui
apakah agregat tersebut layak pakai atau tidak.Oleh karena itu, sangat diperlukan
pengujian agregat agar beton yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus.
2.2 Tujuan
1. Menentukan kadar air pasir alam
2. Menentukan kadar air pasir SSD
3. Menentukan berat jenis pasir SSD
4. Menentukan MKB pasir
2.3 Manfaat
1. Mengetahui kadar air yang terkandung dalam pasir alam, sehingga dapat
menghitung penambahan atau pengurangan air dalam campuran beton.
13. 2. Mengetahui kadar air pasir SSD, sehingga bisa mengetahuipenambahan atau
pengurangan air dalam campuran beton.
3. Mengetahui berat jenis pasir dalam kondisi SSD, berat jenis dari agregat pada
akhirnya akan menentukan berat jenis beton sehingga secara langsung
menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Jadi berat jenis
pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri.
4. Mengetahui Modulus Kehalusan Butir pasir, sehingga bisa mengetahui kelecakan
beton segar.
2.4 Kajian Teori
2.4.1 Pasir adalah contoh bahan material butiran, butiran pasir umumnya 0,0625-2 mm.
Penggunaannya sebagai mortar atau spesi, biasanya digunakan sebagai adukan
untuk lantai kerja, pemasangan pondasi batu kali, pemasangan dinding bata, spesi
untuk keramik lantai dan lain-lain. Selain itu, pasir digunakan untuk bahan
campuran beton.
2.4.2 Kadar Air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air
agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis. (1) kadar air kering oven yaitu
keadaan yang benar-benar tidak berair. (2) kadar air kering udara, yaitu kondisi
agregat yang keadaan permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dalam
porinya dan masih dapat menyerap air. (3) jenuh kering permukaan (SSD) yaitu
keadaan dimana tidak ada air dipermukaan agregat, tetapi rongga udara terisi air,
dalam kondisi ini air dalam agregat tidak akan mempengaruhi air pada campuran
beton. (4) kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak
mengandung air, sehingga akan menyebabkan penambahan kadar air pada
campuran beton.
2.4.3 Berat Jenis adalah perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu
material terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperature yang
ditentukan. Nilai-nilainya tanpa dimensi. Volume yang dimaksud disini adalah
besarnya volume benda yang ditimbang itu sendiri.
14. Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat
jenis pada agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga
secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran
beton. Jadi, berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri.
Berdasarkan PUBI, 1982 pasal 11 Pasir Beton “Syarat berat jenis pasir yang baik
adalah 2,4 – 2,9”.
2.5 Metode Pelaksanaan
2.5.1 Pengujian kadar air pasir alam
a. Alat :
Neraca
Oven
Piring seng
Sendok
b. Bahan :
Pasir Alam
c. Langkah Kerja :
1. Mengambil sampel pasir dengan metode quarter
2. Menimbang pasir seberat 200 gram dan masukkan ke dalam piring
seng (dua kali)
3. Memasukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu 105˚C hingga
kering mutlak (berat tetap)
4. Mengeluarkan benda uji dari oven kemudian di timbang
5. Menghitung kadar air dengan rumus:
Kadar Air =
𝐴 − 𝐵
𝐵
× 100%
Ket:
A: berat kerikil sebelum di oven
B: berat kerikil setelah di oven
15. 2.5.1 Kadar Air Pasir SSD
a. Alat :
Timbangan
Oven
Piringseng
Sendok
b. Bahan :
PasirSSD, air
c. Langkah Kerja :
1. Menimbang pasir SSD sebanyak 100 gram, 2 kali
2. Masukkan pasir ke dalam piring seng lalu dioven dalam suhu 100±5˚C
sampai kering mutlak
3. Setelah kering oven, benda uji dikeluarkan dari oven lalu ditimbang
4. Menghitung hasil pengujian dengan rumus :
Kadar Air =
𝐴 − 𝐵
𝐵
× 100%
Ket:
A: berat pasir sebelum di oven
B: berat pasir setelah di oven
2.5.2 MKB Agregat Halus
a. Alat :
Seperangkatayakan pasir
Mesinpenggoyang
Timbangan
Piringseng
Sendok
Ember
16. b. Bahan :
Pasir alam
c. Langkah Kerja :
1. Mengambil pasir sebanyak 1000 gram dalam keadaan kering
2. Memasukkan benda uji ke dalam ayakan pasir
3. Memasang ayakan pasir pada mesin penggoyang, lalu digoyangkan
selama 5 menit
4. Ayakan diputar 90˚ kemudian digoyangkan lagi 5 menit
5. Menuangkan pasir yang lolos dari masing-masing ayakan ke dalam
piring seng, lalu ditimbang satu per satu
6. Menghitung modulus kehalusan butir berdasarkan data yang telah
diperoleh
7. Memasukkan data dalam grafik distribusi ukuran untuk
menentukan zona agregat halus.
2.7 Analisi Data
1. Kadar Air Pasir Alam
Berat pasir A sebelum di oven= 100 gram
Berat pasir A setelah di oven= 96,93 gram
Kadar Air 1 =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100%
=
100−96,93
96,93
× 100%
= 3,16%
Berat pasir A sebelum di oven= 100 gram
Berat pasir A setelah di oven= 96,72 gram
Kadar Air 2 =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100%
=
100− 96,72
96,72
× 100%
= 3,39%
17. Rata-rata=
3,16+3,39
2
= 3,27%
Jadi, rata rata untuk kadar air pasir alam adalah 3,27%
2. Kadar Air pasir SSD
Berat kerikil sebelum di oven, kerikil A = 100 gram
Kerikil B = 100 gram
Berat kerikil setelah di oven, kerikil A = 97,57 gram
Kerikil B = 97,69 gram
Kadar Air 1=
𝐴−𝐵
𝐵
× 100% =
100−97,57
97.57
× 100% = 2,49%
Kadar Air 2= =
𝐴−𝐵
𝐵
× 100% =
100−97,69
97,69
× 100% = 2,36%
Rata-rata=
2,49+23,6
2
= 2,42 %
Jadi, rata-rata dari pengujian kadar air pasir SSD yaitu 2,42%
3. Berat Jenis Pasir SSD
Berat pasir, pasir A = 100 gram
pasir B = 100 gram
Volume air ( A ) : 200 ml
( B ) : 200 ml
Volume pasir, A = 35 gram
B = 35 gram
Berat jenis 1 =
𝑚
𝑣
=
100
35
= 2,85 gr/ml
18. Berat jenis 2=
𝑚
𝑣
=
100
35
= 2,85 gr/ml
Rata- rata=
2.85 + 2,85
2
= 2,85 gr/ml
Jadi, rata-rata dari pengujian berat jenis pasir SSD yaitu 2,85 gram/ml.
4. MKB dan Gradasi Agregat Kasar
a. MKB kerikil
Tabel 1.2 perhitungan MKB kerikil
Lubang
Ayakan
(mm)
Berat
Tertinggal (gr)
Persen
Tertinggal (%)
Persen
tertinggal
Kumulatif
%
Persen
tembus
Kumulatif
%
9,6 0 0 0 99,98
4,8 94 9,55 9,55 90,43
2,4 51,18 5,20 14,75 85,23
1,2 170,99 17,37 32,12 67,86
0,6 331,22 33,65 65,77 34,21
0,3 167,61 17,03 82,8 17,18
0,15 147,56 14,99 97,79 2,19
<0,15 21,58 2,19 99,98 0,02
jumlah 984,14 99,98 402,76 -
*Pasir yang mejadi debu atau hilang sebanyak 15,86 gram.
Mencari MKB (Modulus Kehalusan Butir) =
A =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙
=
=
402 ,76
99,98
= 4,03%
Jadi, MKB dari pasir tersebut sebanyak 4,03%.
19. b. Gradasi Agregat Halus
2.8 Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan oleh kelompok kami, maka dapat kami
simpulkan sebagai berikut :
1. Kadar air pasir alam rata-rata 3,27 %
2. Kadar air pasir SSD rata-rata adalah 2,42 %Memenuhi persyaratan sehingga pasir
dapat digunkan dalam adukan beton.
3. Berat jenis rata-rata pasir SSD 2,85 gr/ml sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasir yang kami uji merupakan agregat normal yang dapat digunakan untuk
membuat beton.
4. Modulus kehalusan butir pasir masuk pada zona 1, Kondisi pasir kasar tetapi
masih dapat digunakan dalam adukan beton tanpa harus ada pencampuran
agregat.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6
PersentaseLolosAyakan(%)
Ukuran Lubang Ayakan (mm)
Analisis Gradasi Agregat Halus
I Bawah
I Atas
II Bawah
II Atas
III Bawah
III Atas
IV Bawah
IV Atas
Gradasi
20. BAB III
PERHITUNGAN MIX DESIGN
3.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi beton dimasa ini menuntut dilakukannya usaha untuk
meningkatkan kinerja beton yang dihasilkan, baik dari segi mutu, bahan maupun cara
yang diterapkan. Bahan yang digunakan dalam pengerjaan beton sangat mempengaruhi
mutu beton dan jenis beton yang dihasilkan.
Teknologi pembuatan beton ini dapat dimulai dari menghitung pembandingan
antara agregat kasar (kerikil), agregat halus (pasir), semen, dan air secara teoritis. Setelah
didapat perbandingan , barulah praktikum dilakukan dengan menimbang setiap material
yang telah dihitung secara teoritis. Setelah proses pengukuran massa, proses
pencampuran material-material dalam mixer dilakukan, sampai pada proses mencetak
beton dalam silinder dan proses perawatan sehingga diharapkan saat melakukan
pengujian mutu beton yang dihasilkan bisa sesuai dengan yang direncanakan.
Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa dapat menerapkan
caramembuat beton dan bisa menerapkannya dalam dunia pekerjaan nanti dengan
menghasilkan beton dengan kualitas tinggi
1.2 Tujuan
Mencampur bahan-bahan beton semen, pasir, kerikil, dan air dengan mesin beton molen
sampai merata atau homogin dan beton mencapai workability yang dikehendaki.
1.3 Manfaat
Mengetahui komposisi dari agregat halus, agregat kasar, semen dan air sebagai
pedoman dalam pembuatan beton dengan mutu tertentu, sehingga beton memiliki kualitas
dan kuantitas yang sebaik-baiknya.
21. 1.4 Kajian Teori
3.4.1 Menurut SNI 03-2834 : 2000
A. Ketentuan berdasarkan SNI 03-2834 : 2000
1. Proporsi campuran beton harus menghasilkan beton yang memenuhi
persyaratan berikut :
a. Kekentalan yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan,
pemadatan, dan perataan) dengan mudah dapat mengisi acuan dan
menutup permukaan secara serba sama (homogen)
b. Keawetan
c. Kuat tekan
d. Ekonomis
2. Beton yang dibuat harus menggunakan bahan agregat normal tanpa
bahan tambah
3. Bahan yang digunakan dalam perencanaan harus mengikuti persyaratan
berikut :
a. Bila pada bagian konstruksi yang berbeda akan digunakan harus
direncanakan secara terpisah
b. Bahan untuk campuran coba harus mewakili bahan yang akan
digunakan dalam pekerjaan yang diusulkan
4. Perencanaan campuran beton harus memenuhi persyaratan berikut :
a. Perhitungan perencanaan campuran beton harus didasarkan pada
data sifat-sifat bahan yang akan dipergunakan dalam produksi beton.
b. Susunan campuran beton yang diperoleh dari perencanaan ini harus
dibuktikan melalui campuran coba yang menunjukkan bahwa
proporsi tersebut dapat memenuhi kekuatan beton yang disyaratkan.
22. B. Perancangan campuran tanpa berdasarkan data lapangan atau campuran
percobaan
1. Jika data yang disyaratkan tidak tersedia, maka proporsi campuran
beton harus ditentukan berdasarkan percobaan atau informasi
lainnya, bilamana hal tersebut disetujui oleh Pengawas Lapangan.
Kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) beton, yang dihasilkan dengan bahan
yang mirip dengan yang akan digunakan, harus sekurang-kurangnya
8,5 MPa lebih besar daripada kuat tekan (f’c) yang disyaratkan.
Alternatif ini tidak boleh digunakan untuk pengujian kuat tekan yang
disyaratkan lebih besar dari 28 MPa.
2. Campuran beton yang dirancang menurut butir ini harus memenuhi
persyaratan keawetan dan kriteria pengujian kuat tekan.
1.5 Metode Pelaksanaan
3.5.1 Pengujian Beton Tanpa Menggunakan Bahan Tambah
1. Menentukan kuat tekan yang disyaratkan (F’c) pada umur 28 hari
2. Menentukan Standar Deviasi (SD)
Jika tidak ada catatan hasil uji dari pembuatan beton serupa sebelumnya, maka
Standar Deviasi tidak digunakan namun langsung mengambil nilai margin
yang telah ditetapkan dalam SNI 2847 : 2013
3. Menghitung nilai tambah/ margin (m)
Jika tidak ada catatan hasil uji terdahulu untuk penghitungan Deviasi Standar
yang memenuhi ketentuan, maka nilai margin didasarkan pada peraturan SNI
2847 : 2013.
4. Menentukan kuat tekan rata-rata yang direncanakan
Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
F’cr = F’c + M
5. Menetapkan Jenis Semen Portland
6. Menetapkan Jenis Agregat
7. Menentukan Nilai Faktor air semen (Fas)
23. Penetapan nilai Fas ditentukan berdasarkan kuat tekan rata-rata silinder beton
yang direncanakan pada umur tertentu.
8. Menetapkan Nilai Faktor Air semen (FAS) maksimum
Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak, maka perlu ditetapkan nilai
factor air semen maksimum berdasarkan tujuan dari lingkungan dimana beton
itu akan diaplikasikan pada keadaan sekeliling non korosif serta terlindungi
dari hujan dan terik matahari langsung.
Tabel 3.1 menentukan FAS maksimum
Jenis Pembetonan FAS maksimum
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan sekeliling non korosif
b. Keadaan sekeliling korosif akibat
kondensasi atau uap korosi
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan matahari
langsung
0,55
0,60
Beton di luar ruang bangunan
a. Mengalami keadaan basah & kering
bergantian
b. Mendapat pengaruh sulfat & alkali
dari tanah
0,55
Tabel 7
Beton yang selalu berhubungan dengan air
tawar/payau/laut.
Tabel 6
9. Menentukan nilai FAS yang dipilih
10. Penetapan Nilai Slump
11. Menetapkan Ukuran Maksimum Agregat
Berdasarkan hasil praktikum modulus kehalusan butir agregat kasar yang
telah dilakukan sebelumnya.
12. Menentukan kebutuhan air untuk setiap m3 beton
Kebutuhan air ditetapkan berdasarkan ukuran maksimum agregat jenis batuan,
serta nilai slump.
13. Menentukan Kebutuhan Semen Portland
24. Kebutuhan semen Portland diperoleh dengan cara membagi jumlah kebutuhan
air dengan nilai FAS.
14. Menentukan Kebutuhan Semen Minimum
Kebutuhan semen minimum ditetapkan untuk mendapatkan beton yang awet
dan tahan terhadap zat agresif yang terdapat di lingkungan sekitarnya.
Tabel 3.2 Menentukan semen minimum
Jenis pembetonan Semen min
(kg/m3)
Beton di dalam ruang bangunan:
a. Keadaan sekeliling non korosif
b. Keadaan sekeliling korosif akibat
kondensasi/uap korosi
275
325
Beton di luar ruangan :
a. Tidak terlindung dari hujan dan
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
325
275
Beton diluar ruang bangunan :
a. Mengalami keadaan basah & kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat & alkali
dari tanah
325
Tabel 7
Beton yang selalu berhubungan dengan air
tawar/payau/laut
Tabel 6
Kebutuhan semen minimum : 275 kg/m3
15. Penyesuaian Kebutuhan Semen
Berbeda dengan penentuan kebutuhan air, kebutuhan semen dipilih yang
besar. Karena dari hasil penghitungan diperoleh kebutuhan semen sebanyak.
16. Menentukan Daerah Gradasi Agregat Halus
Dari hasil praktikum pengujian modulus kehalusan butir kerikil diperoleh
hasil bahwa kerikil yang akan digunakan dalam mix design beton masuk
dalam zona 1.
17. Menentukan Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Nilai banding dibutuhkan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang
baik, pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat
25. agregat campuran.Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir
maksimum agregat kasar, nilai slump, FAS, daerah gradasi agregat halus.
18. Menentukan Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus
BJ Campuran =
𝑃
100
× 𝐵𝐽ℎ +
𝐾
100
𝐵𝐽𝑘
Dimana dari uji agregat halus dan agregat kasar sebelumnya diperoleh hasil
berat jenis pasir sebesar 2,705 sementara berat jenis kerikil 2,6
19. Menentukan Berat Jenis Beton
Setelah menentukan berat jenis campuran maka langkah selanjutnya adalah
menentukan berat jenis beton dengan menarik garis pada grafik.
20. Menentukan Berat Agregat Campuran
Dihitung berdasarkan pengurangan berat beton per m3 oleh berat semen dan
air.
21. Menentukan Kebutuhan Berat Agregat Halus yang Diperlukan
Diperoleh dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan
presentase berat agregat halus.
22. Menentukan Berat Agregat Kasar yang Diperlukan
Diperoleh dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan
presentase berat agregat kasar.
26. 1.6 Hasil Percobaan
3.6.1 Pengujian Beton Tanpa Menggunakan Bahan Tambah
Tabel 3.2 Formulir perancangan adukan beton
FORMULIR PERANCANGAN ADUKAN BETON
NO URAIAN NILAI
1.
Kuat tekan yang disyaratkan pada umur
28 hari (f'c)
25
2. Deviasi Standar (s) tidak diketahui
3. Nilai tambah (m) 12
4. Kuat tekan rata-rata yang direncanakan 37
5. jenis semen Tipe 1
6. jenis agregat batu pecah dan alami
7. faktor air semen 0.5
8. faktor air semen maksimum 0.6
9. faktor air semen yang digunakan -
10. nilai slump 60 mm
11. ukuran maksimum agregat 30 mm
12. kebutuhan air 170 kg/m3
13. kebutuhan semen Portland 284 kg/m3
14. kebutuhan semen portland minimum 275
15.
kebutuhan semen portland yang
digunakan
-
16. penyesuaian jumlah air dan Fas Tetap
17. daerah gradasi agregat halus zona 1
18. Persen agregat halus 40%
19. berat jenis relative agregat (SSD) 2,6 kg/m3
20. berat isi beton 2390 kg/m3
21. Kadar agregat gabungan 1937 kg/m3
22. kebutuhan agregat halus 775 kg/m3
23. kebutuhan agregat kasar 1162 kg/m3
27. Koreksi kebutuhan bahan (dalam keadaan alami)
Semen pasir kerikil air
Kebutuhan 1 M3 284kg 775 kg 1162 kg 170 lt
Kebutuhan 0,0384 M3 10,91 kg 30,01 kg 44,22 kg 6,67 lt
1.7 Analisis Data
3.7.1 Pengujian Beton Tanpa Menggunakan Bahan Tambah
1. Menentukan kuat tekan yang disyaratkan (F’c) pada umur 28 hari
F’c= 20 Mpa
2. Menentukan Standar Deviasi (Sd)
Jika tidak ada catatan hasil uji dari pembuatan beton serupa sebelumnya, maka
Standar Deviasi tidak digunakan namun langsung mengambil nilai margin
yang telah ditetapkan dalam SNI 2847 : 2013
3. Menghitung nilai tambah/ Margin (M)
Jika tidak ada catatan hasil uji terdahulu untuk penghitungan Deviasi Standar
yang memenuhi ketentuan, maka nilai margin didasarkan pada peraturan SNI
2847 : 2013. F’c yang diambil yaitu 25 MPa (<21), maka berdasarkan SNI
2013 nilai margin ditetapkan 12.
Tabel 3.4 Menghitung margin
Kekuatan tekan disyaratkan,
Mpa
Kekuatan tekan rata-rata perlu,
MPa
f’c < 21 f’cr = f’c + 7,0
21 ≤ f’c ≤ 35 f’cr = f’c + 8,3
f’c > 35 f’cr = 1,10f’c + 5
4. Menentukan kuat tekan rata-rata yang direncanakan
Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
F’cr = F’c + M
F’cr = 25 + 12 = 37 Mpa
28. 5. Menetapkan Jenis Semen Portland
Ditetapkan semen tipe 1.
6. Menetapkan Jenis Agregat
a. Agregat halus (pasir) : alam
b. Agregat kasar (kerikil) : batu pecah
c. Menentukan Nilai Faktor air semen (Fas)
7. Penetapan nilai Fas ditentukan berdasarkan kuat tekan rata-rata silinder beton
yang direncanakan pada umur tertentu.
F’cr : 37 MPa, Semen : tipe 1, Usia : 28 hari
Gambar 3.1 Menentukan nilai FAS
29. Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak, maka perlu ditetapkan nilai
factor air semen maksimum berdasarkan tujuan dari lingkungan dimana beton
itu akan diaplikasikan pada keadaan sekeliling non korosif serta terlindungi
dari hujan dan terik matahari langsung, maka nilai FAS maksimumnya adalah
0,6.
Tabel 3.5 menentukan FAS maksimum
Jenis Pembetonan FAS maksimum
Beton di dalam ruang bangunan
c. Keadaan sekeliling non korosif
d. Keadaan sekeliling korosif akibat
kondensasi atau uap korosi
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
c. Tidak terlindung dari hujan dan
matahari langsung
d. Terlindung dari hujan dan matahari
langsung
0,55
0,60
Beton di luar ruang bangunan
c. Mengalami keadaan basah & kering
bergantian
d. Mendapat pengaruh sulfat & alkali
dari tanah
0,55
Tabel 7
Beton yang selalu berhubungan dengan air
tawar/payau/laut.
Tabel 6
8. Menentukan nilai FAS yang dipilih
Nilai FAS yang dipilih adalah yang terkecil, karena dari hasil perhitungan
diperoleh nilai FAS sebesar 0,54. Sementara nilai FAS maksimum lebih besar
yaitu 0,6. Maka digunakan FAS hasil perhitungan yaitu 0,54.
9. Penetapan Nilai Slump
Ditentukan nilai slump = 60 mm
10. Menetapkan Ukuran Maksimum Agregat
Berdasarkan hasil praktikum modulus kehalusan butir agregat kasar yang
telah dilakukan sebelumnya, maka ukuran maksimum agregat yang dipilih
adalah 30 mm.
30. 11. Menentukan kebutuhan air untuk setiap m3 beton
Kebutuhan air ditetapkan berdasarkan ukuran maksimum agregat jenis batuan,
serta nilai slump. Berdasarkan ketetapan sebelumnya, ukuran maksimum
agrgat adalah 30 mm, jenis agregat alami dan batu pecah, serta nilai slump 60
mm. Maka jumlah kebutuhan air tiap m3 adalah 170 liter.
Tabel 3.6 menentukan kebutuhan air setiap m3
beton
Ukuran
agregat
maksimum
(mm)
Jenis
batuan
Slump (mm)
0-10 10-30 30-60 60-
180
10 Alami
Batu
pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 Alami
Batu
pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 Alami
Batu
pecah
115
155
140
175
160
190
175
205
12. Menentukan Kebutuhan Semen Portland
Kebutuhan semen Portland diperoleh dengan cara membagi jumlah kebutuhan
air dengan nilai FAS.
Wsemen = Wair / Fas
= 170/0.6
= 284 kg/m3
13. Menentukan Kebutuhan Semen Minimum
Kebutuhan semen minimum ditetapkan untuk mendapatkan beton yang awet
dan tahan terhadap zat agresif yang terdapat di lingkungan sekitarnya.
31. Tabel 3.7 menentukan kebutuhan semen
Jenis pembetonan Semen min (kg/m3)
Beton di dalam ruang bangunan:
c. Keadaan sekeliling non korosif
d. Keadaan sekeliling korosif akibat
kondensasi/uap korosi
275
325
Beton di luar ruangan :
c. Tidak terlindung dari hujan dan matahari
langsung
d. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
Beton diluar ruang bangunan :
c. Mengalami keadaan basah & kering berganti-
ganti
d. Mendapat pengaruh sulfat & alkali dari tanah
325
Tabel 7
Beton yang selalu berhubungan dengan air
tawar/payau/laut
Tabel 6
14. Penyesuaian Kebutuhan Semen
Berbeda dengan penentuan kebutuhan air, kebutuhan semen dipilih yang
besar. Karena dari hasil penghitungan diperoleh kebutuhan semen sebanyak
15. Menentukan Daerah Gradasi Agregat Halus
Dari hasil praktikum pengujian modulus kehalusan butir kerikil diperoleh
hasil bahwa kerikil yang akan digunakan dalam mix design beton masuk
dalam zona 1
16. Menentukan Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Nilai banding dibutuhkan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang
baik, pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat
agregat campuran.Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir
maksimum agregat kasar, nilai slump, FAS, daerah gradasi agregat halus.
Dari hasil penetapan sebelumnya, diketahui bahwa nilai slump yang dipilih
adalah 60, ukuran max butir agregat 30 mm, nilai FAS 0,54 dan agregat halus
berada pada zone 1.
32. 17. Menentukan Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus
BJ Campuran =
𝑃
100
× 𝐵𝐽ℎ +
𝐾
100
𝐵𝐽𝑘
Dimana dari uji agregat halus dan agregat kasar sebelumnya diperoleh hasil
berat jenis pasir sebesar 2,85 sementara berat jenis kerikil 2,38.
18. Menentukan Berat Jenis Beton
Setelah menentukan berat jenis campuran maka langkah selanjutnya adalah
menentukan berat jenis beton dengan menarik garis pada grafik.
19. Menentukan Berat Agregat Campuran
Dihitung berdasarkan pengurangan berat beton per m3 oleh berat semen dan
air.
20. Menentukan Kebutuhan Berat Agregat Halus yang Diperlukan
Diperoleh dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan
presentase berat agregat halus.
21. Menentukan Berat Agregat Kasar yang Diperlukan
Diperoleh dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan
presentase berat agregat kasar.
3.6 Kesimpulan
3.7.1 Pengujian Beton Tanpa Menggunakan Bahan Tambah
Tabel 3.13 Komposisi material beton
Komposisi
No Material
Kebutuhan
material/m3
Kebutuhan
material adukan
Satuan
1 Air 170 6,67 Liter
2 Pasir 775 30,01 Kg
3 Kerikil 1162 44,22 Kg
4 Semen 284 10,91 Kg
33. BAB IV
PENGUJIAN BETON SEGAR
4.1 Latar Belakang
Pengujian sifat beton segar dilakukan sesaat setelah beton selesai diaduk
sebelum dicetak. Pengujiannya disebut uji slump yang bertujuan untuk
mengetahui kelecakan beton segar, kelecakan ini akan berpengaruh pada tingkat
workability beton.
Sifat workabilitas beton sangat penting karena mempengaruhi pengerjaan
beton tersebut.Adukan beton yang terlalu kering sukar dikerjakan, baik dituang,
dibentuk maupun dipadatkan. Setelah mengeras akan terdapat banyak rongga
karena pemadatannya kurang baik, sehingga akan menurunkan mutu betonnya.
Adukan beton yang terlalu encer juga tidak baik karena bisa menyebabkan
terjadinya segregasi maupun bleeding. Ini juga akan mengurangi mutu beton.
Untuk mengetahui mengetahui tingkat workability dari beton, perlu
dilakukan pengujian sebelum beton tersebut dikerjakan. Salah satu pengujian
workability pada beton segar yaitu uji slump menggunakan kerucut Abrams, yakni
untuk mengetahui tingkat kelecakan dari adukan beton.
4.2 Tujuan
Menentukan kelecakan beton segar
4.3 Manfaat
Mengetahui kelecakan beton segar yang berpengaruh pada workability beton.
4.4 Kajian Teori
Pengujian nilai slump beton merupakan metode pemeriksaan kelecakan beton
yang paling sering dilaksanakan karena mudah dilakukan dilapangan dengan alat
uji sederhana dan hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat
kemudahan beton segar untuk diaduk, dituang, dan dipadatkan.
1. Faktor yang mempengaruhi tingkat kelecakan beton :
a. Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton, sampai batas
air semen tertentu. Semakin banyak air yang digunakan, semakin mudah
beton segar untuk dikerjakan.
34. b. Jumlah semen yang digunakan, penambahan semen sampai batas tertentu
juga dapat meningkatkan kelecakan beton. Untuk mempertahan nilai
faktor air semen, penambahan semen dalam campuran harus diikuti
penambahan air.
c. Gradasi campuran pasir dan kerikil .jika gradasi agregat yang digunakan
dalam daerah gradasi yang disarankan dalam peraturan, maka campuran
adukan beton akan mudah dikerjakan.
d. Bentuk butiran agregat yang digunakan. Jika batuan yang digunakan
berbentuk bulat, maka campuran beton akan mudah digunakan.
e. Ukuran maksimum agregat. Semakin besar ukuran agregat, semakin
sedikit jumlah air yang diperlukan untuk memperoleh tingkat kelecakan
yang baik. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran agregat, semakin
besar luasan permukaan yang harus dibasahi.
2. Terdapat tiga macam kemungkinan bentuk penurunan slump yang ditemui
saat pengujian slump yaitu :
a. Slump ideal : terjadi apabila kerucut beton mengalami penurunan yang
seimbang di setiap sisinya.
b. Slump geser : terjadi apabila sebagian kerucut beton meluncur ke bawah
di sepanjang bidang miring. Apabila bentuk ini ditemui, maka pengujian
slump harus diulangi, dan jika bentuk penurunan ini tetap terjadi maka
kohesifitas campuran beton kurang baik.
c. Slump runtuh : dapat terjadi pada campuran beton normal yang kurang
kohesif.
4.5 Metode Pelaksanaan
4.5.1 Pelaksanaan pembuatan benda uji
1. Menyiapkan alat dan bahan sesuai dengan perencanaan
a. Alat :
1) 6 buah cetakan silinder (dilapisi oli di bagian dalam)
35. 2) Alat pengaduk (molen)
3) Neraca
4) Ember
5) Cetok
6) Tempat untuk menuang adukan (setelah diaduk
menggunakan molen)
7) Seperangkat alat uji slump
8) Meteran
9) Kain lap
10) Gelas ukur
b. Bahan :
1) PC = 10,91 Kg
2) Air = 6,67 Liter
3) Pasir = 30,01 Kg
4) Kerikil = 44,22 Kg
c. Langkah kerja :
1) membuat pasir dan kerikil dalam keadaan SSD
2) menimbang seluruh bahan yang dibutuhkan sesuai
perencanaan
3) menyiapkan alat pengaduk (molen), isi pengaduk dengan air
lalu putarkan untuk membasahi dinding-dinding dalam molen
agar air beton tidak terserap ke dalam molen. Setelah semua
basah, air dalam molen dibuang
4) masukkan 1/3 air takaran ke dalam mesin pengaduk sambil
diputar, lalu masukkan 1/3 pasir, 1/3 kerikil, dan 1/3 semen.
Diaduk hingga homogen
5) memasukkan 1/3 air, 1/3 pasir, 1/3 kerikil, 1/3 semen, diaduk
lagi hingga homogen
6) memasukkan 1/3 air, 1/3 pasir, 1/3 kerikil, 1/3 semen, diaduk
lagi hingga homogen.
36. 7) setelah adukan homogen seluruhnya, mesin pengaduk
dimatikan lalu adukan beton dituangkan ke tempat yang telah
disediakan. Pastikan beton dituang sampai bersih.
4.5.2 Pengujian Slump
1. Mempersiapkan seluruh peralatan pengujian. Kerucut Abrams
diletakkan diatas landasan dengan posisi diameter besar terletak
dibawah.
2. Memasukkan adukan beton ke dalam kerucut Abrams sebanyak 1/3 dari
tinggi kerucut. Penuangan dilakukan dengan hati-hati dan corong
dipegang erat agar kerucut tidak bergerak serta tidak ada air yang
keluar dari bagian bawah kerucut.
3. Memasukkan adukan kedalam kerucut hingga 1/3 bagian lalu
memadatkan adukan beton dengan cara ditusuk-tusuk menggunakan
tongkat baja sebanyak 25 kali, sampai menyentuh bagian bawah
lapisan.
4. Memasukan adukan beton hingga kerucut terisi 2/3 bagian lalu
dipadatkan sebanyak 25 kali tusukan.
5. Memasukkan adukan beton hingga kerucut terisi penuh kemudian
dipadatkan sebanyak 25 kali tusukan.
6. Mengisi penuh kerucut kemudian meratakan bagian atasnya serta
membersihkan semua sisa kotoran disekitar benda uji. Didiamkan 30-
50 detik.
7. Mengangkat cetakan tegak lurus ke atas dengan perlahan-lahan,
kemudian dibalik dan diletakkan disamping benda uji.
8. Mengukur nilai slump (penurunan permukaan atas adukan beton setelah
corong diangkat), menggunakan meteran.
37. 4.6 Hasil
Tabel 4.1 Hasil pengujian slump
No Percobaan Nilai slump yang
ditetapkan (mm)
Hasil percobaan
(mm)
1 Menurut SNI 03-2834 : 2000 100 118
2 Menurut SNI 7656 : 2012 75 110
4.7 Pembahasan
Dari percobaan dengan metode SNI 03-2834 : 2000 didapatkan nilai slump
sebesar 118 mm, masuk range yaitu 100±20 mm.
Percobaan dengan metode SNI 7656 : 2012 didapatkan nilai slump sebesar 110
mm, tidak masuk range 25-75 mm. Beton terlalu banyak air, hal ini mungkin
dikarenakan pengambilan air yang kurang teliti atau kurang bersih ketika
membuang air untuk membasahi dinding mesin pengaduk sehingga masih ada air
yang tersisa.
4.8 Kesimpulan
Dari percobaan dengan metode SNI 03-2834 : 2000 didapatkan nilai slump
sebesar 118 mm masuk range 100±20 mm. Percobaan dengan metode SNI 7656 :
2012 didapatkan nilai slump sebesar 110 mm, tidak masuk range 25-75 mm.
38. BAB V
PENGUJIAN KUAT TEKAN,
TARIK BELAH Dan KUAT LENTUR
5.1 Latar Belakang
Hingga saat ini beton banyak digunakan sebagai bahan
bangunan.Kemajuan pesat di bidang konstruksi harus diimbangi pula oleh
kemajuan teknologi beton sebagai sarana pendukungnya. Dengan kemajuan
konstruksi dewasa ini, dituntut pula dengan perkembangan pengujian-pengujian
yang berhubungan dengan kelayakan beton itu sendiri, baik pengujian secara
umum atau pengujian secara mendetail.
Salah satu pengujian beton yang utama ialah pengujian kuat tekan, karena
sesuai keunggulan sifat beton yaitu dapat menahan tekan yang sangat
kuat.Dengan pengujian ini dapat diketahui besarnya kekuatan tekan beton
lapangan melelui pengujian sampel, sehingga dapat ditentukan apakah beton
tersebut sesuai kuat tekan rencana dan layak dalam penggunaannya di lapangan.
5.2 Tujuan
Menentukan besar kuat tekan beton yang di uji.
5.3 Manfaat
Mengetahui besarnya kekuatan tekan beton, sehingga dapat ditentukan
apakah beton tersebut sesuai kuat tekan rencana dan layak dalam penggunaannya
di lapangan.
5.4 Kajian Teori
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang
menyebabkan beton hancur.Semakin tinggi tingkat kekuatan tingkat struktur yang
dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.
39. Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur.Semakin
tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton
yang dihasilkan. Kuat tekan beton dinotasikan sebagai berikut :
f’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = Kuat tekan beton yang didapatkan dari dari hasil uji (MPa)
f’cr = Kuat tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar
pemilihanperancangan campuran beton (MPa)
s = Standar Deviasi (MPa)
beton harus dirancang sesuai proporsi campurannya agar menghasilkan
kuat tekan yang telah direncanakan. Besarnya kuat tekan beton dapat
dihitungdengan rumus :
f’c =
𝑷
𝑨
ketengan :
f’c = Kuat tekan beton (MPa)
P = beban tekan maksimum (N)
A = luas permukaan benda uji (mm2)
Terdapat banyak parameter yang mempengaruhi nilai kuat tekan beton.
Berikut adalah beberapahal yang mempengaruhi nilai kuat tekan pada beton
antara lain :
a. Faktor Air Semen (FAS)
Faktor air semen harus dihitung sehingga campuran air dan semen menjadi
pasta yang baik, artinya tidak kelebihan air dan tidak kelebihan
semen.Apabila nilai factor air semen tinggi maka berat air tinggi. Sehingga
kelebihan air yang mengakibatkan air akan merembes keluar membawa
sebagian pasta semen. Pasta semen yang tidak cukup mengikat agregat dan
mengisi rongga dan menyebabkan beton tidak kuat.
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah
mutu kekuatan beton.
40. Namun demikian, nilai FAS yang rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi.Ada batas-batas dalam hal ini.
b. Segregasi (pemisahan)
Beton dikatakan mengalami segresi (pemisahan) apabila agregat kasar
terpisah dari campuran selama pengangkutan, pengecoran dan pemadatan
sehingga sukar dipadatkan, berongga-rongga tidak homogen, beton yang
berongga-rongga kurang kuat atau mudah pecah.
c. Bleeding
Bleeding adalah pemisahan air dan campuran beton yang merembes ke
permukaan betonaktu di angkut, dipadatkan atau setelah
dipadatkan.Bleeding pada umumnya terjadi karena pemakaian air yang
berlebihan, kurangnya semen pada campuran beton atau agregat kasar
turun karena beratnya sendiri dan air naik ke permukaan dengan sendirinya
akibat capillary pressure (gaya yang menggambarkan pergerakan fluida
melalui pori)
5.5 Metode Pelaksanaan
5.5.1 Alat : jangka sorong, neraca, kompor listrik, alat capping,
mesin tekan ELE
5.5.2 Bahan : beton
5.5.3 Langkah kerja :
1. Mengambil benda uji dari tempat perendaman, satu hari sebelum
dilakukan uji tekan
2. Mengukur dimensi benda uji meliputi massa, diameter, dan tinggi
silinder
3. Melakukan capping pada bagian alas atau bagian atas benda uji yang
tidak rata, dengan cara :
a. Lelehkan belerang padat diatas kompor listrik
b. Belerang yang telah leleh dituangkan ke dalam alat capping kira-
kira 2/3 bagian.
41. c. Meletakkan beton diatas belerang, pastikan sisi beton menempel
pada alat capping
d. Setelah belerang mengeras, angkat beton dari alat capping
4. Melakukan uji tekan beton dengan mesin tekan ELE
5. Menghitung kuat tekan beton
f’c = P/L
ket :
P = beban terbaca alat
L = luas alas benda uji
5.6 Hasil
Hasil pengujian kuat tekan beton
a. Kuat tekan beton silinder yaitu sebesar 22,3MPa.
b. Kuat tarik belah beton silinder yaitu sebesar 24 MPa.
c. Kuat Lentur balok silinder yaitu sebesar 6,275 kN
5.7 Pembahasan
a. Perhitungan kuat tekan beton
1. Beton silinder 1 : d : 14,9 cm
T : 30,16 cm
B : 12,53 kg
P : 35,5 Ton
F1 : 1/4 x π x(D2
)
¼ x 22/7 x (14,92
)
= 174,436 cm2
Maka T1 = P/F
35500/174,436 = 203,513/0,88 =23,1 MPa.
42. 2. Beton silinder 2 d : 15,12 cm
t : 30,17 cm
B : 12,79 kg
P : 34 ton
F1 : 1/4 x π x(D2
)
= ¼ x 22/7 x (15,122
)
= 179,626 cm2
Maka T1 = P/F
= 34000/179,626
= 189,282/0,88
= 21,5 MPa.
Rata-rata =
23,1+21,5
2
= 22,3 MPa.
Jadi, rata rata kuat tekan balok silinder tersebut yaitu 22,3 MPa.
b. Perhitungan kuat tarik belah beton silinder
1. Beton silinder 1 : d : 15,17 cm
L : 30,14 cm
B : 12,679 kg
P : 18 Ton
𝜋𝑙𝐷 = 22/7 x 30,14 x 15,17
= 1436,98 cm2
Maka kuat tarik belah :
2 𝑥 𝑃
𝜋𝑙𝐷
=
2 𝑥 18000
1436,98
= 28, 5 MPa.
43. 2. Beton silinder 2 d : 15,8 cm
L : 30,33 cm
B : 12,559kg
P : 13 Ton
𝜋𝑙𝐷 = 22/7 x 30,33 x 15,8
= 1506,10 cm2
Maka kuat tarik belah :
2 𝑥 𝑃
𝜋𝑙𝐷
=
2 𝑥 13000
1506,10
= 19,62 MPa
Rata-rata =
28,5+19,62
2
= 24 MPa.
Jadi, rata-rata tarik belah silinder yaitu sebesar 24 MPa.
c.Untuk kuat lentur
1. Kuat lentur balok 1 menghasilkan Max Load : 7,20 kN
2. Kuat lentur balok 2 menghasilkan Max Load : 5,35 Kn
Jadi, rata-rata untuk kuat lentur balok sebesar 6,275 kN
5.8 Kesimpulan
1. Rata-rata kuat tekan 22,3 MPa, kurang dari kuat tekan yang direncanakan yaitu 37
MPa.
2. Kuat lentur balok beton 6,275 Kn , masuk criteria karena berada dalam range 10-
15%.
44. 3. Beton memiliki kekuatan yang kurang bagus karena kekuatannya kurang dari
yang direncanakan.
Hal ini mungkin dikarenakan adukan beton yang terlalubanyak air. ( uji slump
18cm) sehingga kekuatannya menjadi berkurang. Kemungkinan kedua adalah
kesalahan dalam pengeraan pembuatan pencetakan beton, kurang padat dalam
pengisiannya. Namun, beton masih bisa digunakan.
*Kendala praktikum
Selama kegiatan praktikum bahan bangunan II berlangsung, ada beberapa kendala
:
1. Jumlahnya alat yang terlalu minim, sehingga harus bergantian
2. Kondisi alat yang kurang beres sehingga sering terjadi ketidakakuratan selama
pengujian berlangsung.
3. Keamanan benda uji kurang terjamin.
5.9 Saran – saran
Setelah melakukan praktikum bahan bangunan II , ada beberapa saran yaitu
1. Sebaiknya jumlah alat diperbanyak sehingga saat akan melakukan pengujian
apat berlangsung tanpa harus mengantri terlebih dahulu.
2. Sebaiknya keakuratan alat dijamin perhitungannya.
3. Sebaiknya dalam proses pembuatan dilakukan penimbangan dan analisi secara
teliti lagi.