1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
Mental Health Services Patients and Caregivers Want
1. What do Patients and Caregivers want from
Mental Health Services
Bagus Utomo
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia
utomo.bagus@gmail.com
2. Peraturan Perundang-undangan
• Undang-Undang nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
• UU nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
• UU nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on
The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-
hak Penyandang Disabilitas)
• Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
• Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
dimana Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52
• Pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Hak konsumen menurut pasal 4 UU no.8/1999
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
4. f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
5. Pasal 52 UU No. 29 Tahun 2004
Hak-hak Pasien:
a) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b) Meminta pendapat dokter atau dokter lain;
c) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d) Menolak tindakan medis;
e) Mendapatkan isi rekam medis.
6. Puskesmas
• Kunjungan dari petugas kesehatan buat ODGJ yang sulit sekali
diajak konsultasi. Apakah itu saat pertama kali sakit, atau saat
rawat jalan.
• Petugas kesehatan di puskesmas baik dokter atau perawat yang
tidak peka dan kurang pengetahuan terhadap isu keswa. Masih
banyak dokter umum dan perawat yang menyuruh pasien
berhenti tergantung pada obat dan mendekatkan diri pada Tuhan
saja. Ada perawat yang menggunakan kata gila atau sikapnya
merendahkan pada ODGJ.
• Pengobatan di rumah buat ODGJ yang sulit sekali diajak berobat.
• Dibantu pendaftaran BPJS Kesehatan pada ODGJ yang belum
terdaftar BPJS Kesehatan. Upaya lintas sektor harus dimulai dari
tingkat puskesmas.
7. • Tersedianya layanan kesehatan jiwa di puskesmas dan obat-
obatan jiwa yang memadai. Sehingga ODGJ tidak terlalu lama
mengantri konsul dan obat di RS Jiwa.
• Upaya penghapusan stigma secara sistematis dengan sosialisasi
pengetahuan kesehatan jiwa dan isu disabilitas mental kepada
masyarakat di level terbawah.
• Kerjasama lintas sektor harus dimulai dari sekarang dan dimulai
dari puskesmas. Khususnya melibatkan pekerja sosial dan
relawan sosial, aparat desa dan petugas keamanan.
• Kemudahan meminta rujukan ke RS atau RS Jiwa
8. Rumah Sakit Umum Daerah
• Masih banyak teman-teman ODGJ yang merasa malu saat mengantri
dipanggil masuk ruang konsultasi ke poliklinik psikiatri.
• Karena itu RS yang memiliki layanan Poliklinik Psikiatri perlu melakukan
edukasi kesehatan jiwa terus-menerus pada masyarakat yang dilayani
• Dokter mengkomunikasikan pada pasien dan keluarga bila tidak praktek
pada hari yang dijadwalkan
• Kebutuhan psikolog untuk curhat karena ke psikiater waktunya sangat
singkat. Atau konseling dengan perawat kesehatan jiwa?
• Perlunya edukasi terkait diagnosa gangguan jiwa yang dialami. Lebih baik
diberitahukan terbuka agar keluarga dan pasien lebih berdaya
menghadapi kondisi yang baru.
9. Rawat Paksa
• Perlu diterapkan prosedur Advance Directives di Rumah Sakit tidak perlu
menunggu adanya regulasi turunan UU Kesehatan Jiwa, agar hak pasien,
keluarga dan petugas keamanan terjaga.
• Tersedianya layanan hotline gawat darurat kesehatan jiwa yang bisa
merespon kebutuhan masyarakat
• Ada ambulans gawat darurat yang bisa membantu evakuasi ODGJ yang
dalam kondisi kedaruratan jiwa
• Adanya regulasi yang melindungi pasien, keluarga, petugas kesehatan dan
masyarakat ketika ada pelaksanaan rawat paksa, Karena keluarga takut
apabila ODGJ marah saat dirawat paksa. Pasien merasa dilanggar hak nya
karena tiba-tiba dibawa rawat paksa ke RS Jiwa.
10. • ODGJ berhak menolak perawatan, sesuai Hak-hak
pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah: d)
menolak tindakan medis
• Negara harus memberikan pelayanan alternatif bagi
ODGJ yang menolak pengobatan medis
• Mekanisme tribunal buat menentukan rawat paksa
sebagai dukungan perlindungan hukum pada keluarga
dan petugas kesehatan yang melaksanakan rawat paksa
bagi ODGJ yang membahayakan dirinya dan orang lain.
11. RS Jiwa
• UGD RS Jiwa dibuat lebih nyaman, nggak seram dan nggak merasa malu
saat kita dibawa ke UGD RS Jiwa
• Pengekangan adalah upaya terakhir. Yang diingat pasien antara lain tangan
dan kaki sakit diikat, merasa direnggut kebebasannya, betapa tidak nyaman
buang air di celana karena diikat saat di UGD
• Di RS Jiwa sikat gigi sering dipakai pasien lain
• Keluhan terkait apakah bisa dibesuk saat rawat inap
• Satpam di RS wajib mendapatkan edukasi soal etika saat menghadapi
ODGJ. Bagaimana tetap memperlakukan pasien dengan hormat dan
bermartabat.
• ODGJ jangan diperlakukan seperti anak TK, karena di rumah mereka sudah
dianggep kayak anak kecil, di RS disuruh nyanyi Ayam Ayam Ayam Bebek.
Katanya pengen agar ODGJ bisa mandiri dan lebih dewasa. Masa
diperlakukan seperti anak kecil.
12. • ODGJ kabur saat dirawat inap. Tanggung jawab siapa untuk membawa lagi
rawat inap.
• Ketersediaan obat yang bagus dan lengkap serta sesuai kebutuhan sebulan
sungguh sangat didambakan oleh pasien dan keluarga.
• Demikian juga tersedianya pilihan obat tetes dan obat suntik bagi yang
membutuhkan.
• Kerjasama dengan kelompok dukungan keluarga dan pasien. Setelah pulang
rawat inap dihubungkan ke komunitas pendukung agar bisa membantu
penerimaan di masyarakat.
• Kebutuhan dukungan spiritual selama di RS sesuai keyakinan masing-masing
• Kebutuhan psikolog untuk curhat karena ke psikiater waktunya sangat
singkat. Atau konseling dengan perawat kesehatan jiwa?
13. Tambahan
• Perlu ada mekanisme menyampaikan pelaporan atau pengaduan, kritik dan
saran kepada Puskesmas, RSUD atau RS Jiwa. Tentunya yang sungguh-
sungguh direspon dan ada tindak lanjutnya berupa perbaikan fasilitas atau
layanan rumah sakit.
• Perlindungan privasi pasien dan keluarganya baik rekam medis dan lain-lain.
Kami menemukan ada perawat puskesmas membuat channel youtube saat
melaksanakan tugas pelayanan kesehatan jiwa masyarakat. Apalagi bila
channel tersebut dimonetisasi.
• Kalau pasien pulang ke rumah apa bisa keluarganya diberikan semacam
booklet terkait diagnosa yang isinya pengetahuan tentang bagaimana
mengelola penyakit. Agar keluarga lebih berdaya.
• Kendala berobat pada pemegang KIS dari Jamkesda yang pindah domisili
karena merantau masih terjadi.
14. • Edukasi tentang bagaimana mengelola efek samping
yang menimbulkan resiko kesehatan lainnya, contohnya
kegemukan, resiko koleteror tinggi, darah tinggi dll.
• Akses kepada pengujian kondisi masalah kesehatan
akibat efek samping pengobatan psikiatri
15. References:
• Good Practical Guide: Human Rights in Mental Health
Services
https://www.mwcscot.org.uk/sites/default/files/2019-
06/human_rights_in_mental_health_services.pdf
• https://www.who.int/mental_health/policy/legislation/en/
• Mental health and human rights in the 21st century
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6313250/
• Human rights of persons with mental illness in Indonesia:
More than legislation is needed
16. Terima kasih
• Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia
Jl. Jatinegara Timur 99 Balimester
Kampung Melayu, Jakarta Timur
Indonesia
6221-8579618
info.kpsi@gmail.com
Youtube: @peduliskizofrenia