Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang penanganan ikan di darat mulai dari pra-kematian hingga pasca-kematian untuk menjaga kualitas dan keamanan seafood, termasuk proses penanganan crustacean, mollusca, serta pengembangan metode untuk menjamin kualitas dan keamanan seafood.
2. Buku bahan ajar
• Boziaris, I.S. 2014. Seafood Processing: Technology,
Quality and Safety. John Wiley & Sons, Ltd. UK.
• Huss, H. (1995). Quality and quality changes in fresh
fish. Food and Agriculture Organization of the United
Nations. Rome, Italy.
3. Daftar Isi
Crustacean Handling and Primary Processing
Mollusca Handling and Primary Processing
Assuring Quality and Safety of Seafood (finfish)
4. Quality and safety of seafood
• Tujuan utama dalam fish handling adalah menjaga kualitas
dan keamanan seafood raw material.
• Handling atau primary processing (washing, gutting, filleting,
shucking, etc.) dilakukan terhadap raw material untuk
menjaga kualitas dan keamanan raw material sebelum main
processing.
• Tujuan utama seafood processing adalah preservation, tujuan
lainnya adalah menghambat aktivitas mikroba dan enzyme.
• Setiap langkah, metode atau alur produksi di sebuah industry
perikanan diharuskan dapat menghasilkan produk dengan
kualitas dan keamanan yang tinggi.
5. Seafood Spoilage 1
• Seafood mudah busuk melalui berbagai mekanisme (aktivitas
metabolik mikroba, aktivitas enzyme, oksidasi lemak dsb.).
• Daging seafood mempunyai NPN (non-protein nitrogeneus)
tinggi, dimana dapat membantu pertumbuhan mikroba yang
menghasilkan metabolit dan berakibat terhadap sensory.
• Kematian ikan akan diikuti oleh proses autolysis (endogeneus
enzyme) dan peningkatan aktivitas mikroba yang menurunkan
kualitas bau dan rasa kesegaran ikan serta penurunan tingkat
kekenyalan daging (kenyal - lembek, berair).
• Reaksi oksidasi pada lemak berperan penting dalam
penurunan sensory, khususnya pada ikan berlemak.
• Mikroba seperti Shewanella putrefaciens dan Photobacterium
phosphoreum dapat menurunkan kualitas sensory (odor).
6. Seafood Spoilage 2
Mikroorganisme spesifik Karakteristik metabolit
Shewanella putrefaciens TMA, H2S, CH3SH, (CH3)2S, Hx
Photobacterium phosphoreum TMA, Hx
Pseudomonas spp. Ketones, aldehydes, esters, non-H2S
sulphides
Vibrionaceae TMA, H2S
Anaerobic spoilers NH3, acetic, butyric dan propionic acid
Karakteristik bakteri pembusuk pada ikan segar disimpan secara
aerob atau dikemas di dalam es pada suhu ruang.
7. Seafood Hazards 1
• Kontaminasi pada habitat ikan (bahan kimia, marine toxins
dan bahaya mikrobiologi) dapat mengakibatkan bahaya untuk
mengkonsumsi seafood.
• Logam berat dan bahan kimia lainnya yang mengkontaminasi
perairan beresiko terhadap food safety (keamanan pangan).
• Bakteri patogen seperti Vibrio spp., Clostridium botulinum,
Aeromonas hydrophilla (hidup alami di habitat ikan),
Salmonella spp., Escherichia coli (sebagai kontaminan di
perairan), Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus
(kontaminan selama processing) beresiko terhadap kesehatan
konsumen.
8. Seafood Hazards 2
• Marine toxins seperti diarrhoeic shellfish poisoning (DSP),
paralytic shellfish poisoning (PSP), neurotoxic shellfish
poisoning (NSP), amnesic shellfish poisoning (ASP) dan
ciguatera poisoning mengakibatkan banyaknya laporan
mengenai food borne poisoning dari seluruh penjuru dunia.
• Tiap negara maju mengembangkan sistem pencegahan
terhadap seafood hazard yang ketat sebagai perlindungan
konsumen.
9. Pre-mortem Handling
• Pre-mortem handling merupakan penanganan ikan sebelum
mati, bertujuan untuk menjaga kualitas seafood dan shelf life
(masa simpan).
• Untuk ikan yang ditangkap perlunya alat tangkap yang tidak
mengakibatkan ikan stress dan mengeluarkan banyak energi,
ikan yang dipanen perlunya dilakukan starvation (puasa),
sistim panen dan mematikan ikan yang meminimalkan stress
guna memaksimalkan kualitas seafood dan shelf life.
10. Post-mortem Handling 1
• Post-mortem handling merupakan penanganan seafood
setelah mati, bertujuan untuk menjaga kualitas seafood dan
shelf life (masa simpan).
• Pada ikan, minimal post-mortem handling yang biasa
dilakukan pada industry adalah washing, gutting dan filleting.
• Filleting dilakukan pada produk ikan bertujuan untuk
menambah nilai ekonomi.
• Praktek filleting dilakukan pada saat ikan dalam fase pre-rigor
guna menghindari gaping dan rendahnya yield.
• metode filleting dikembangkan untuk berbagai ikan dengan
nilai ekonomis tinggi.
20. Quality, Safety and Authenticity Assurance
• Kualitas kesegaran dan keamanan pangan ikan dapat
ditentukan menggunakan metode kimia, mikrobiologi dan
sensory.
• TVB-N dan TMA merupakan parameter kimia yang
mempunyai hubungan dengan perkembangan mikroba
(Pseudomonas spp., Shewanella putrefaciens dan
Photobacterium phosphoreum).
• Guna melindungi konsumen dari resiko economic fraud
(HACCP concept) maka dikembangkanlah metode deteksi
menggunakan PCR.
22. Mollusca
• Mollusca merupakan salah satu jenis seafood yang diminati
konsumen (gurita, cumi-cumi, siput, dsb.).
• Mollusca dibagi menjadi 3 kelas yaitu bivalvia, chephalopoda
dan gastropoda.
• Cumi-cumi dikenal dengan 3 jenis di Indonesia (bekutak,
sotong dan cumi-cumi).
• Indonesia mengekspor komoditas ini dalam bentuk
pre-cooked dan raw.
23. Health hazards consuming bivalves
Bacterial pathogens. Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio
vulnificus merupakan bakteri halofilik yang hidup pada
lingkungan tempat hidup jenis kerang. Kontaminasi bakteri pada
makanan mentah mengakibatkan gejala gastroenteritis akut.
Marine toxins. Saxitoxin yang diproduksi alga (dinoflagellata)
mengakibatkan gejala PSP seperti sulit berbicara, numbness,
tingling dan burning. Brevetoxins yang diproduksi dinoflagellata
(Gymnodinium breve) mengakibatkan gejala NSP
(gastrointestinal) seperti pusing, muntah, sakit pada otot, dsb.
Okadaic acid yang diproduksi dinoflagellata mengakibatkan
gejala DSP (gastrointestinal). Domoic acid yang diproduksi oleh
diatom (Pseudo-nitzchia spp.) mengakibatkan gejala ASP
(gastrointestinal).
24. Bivalves depuration
• Depuration adalah proses pelepasan kontaminan oleh jenis
kerang-kerangan dari saluran pencernaan menggunakan
media air bersih.
• Tujuan utama depuration adalah untuk mengurangi
kontaminan bakteri pathogen.
• Pelepasan pollutant yang ada di dalam daging kerang (kerang
yang hidup di daerah polusi tingkat tinggi) bukan tujuan dari
depuration.
• Berbagai pengembangan metode depuration telah dipelajari
seperti penambahan desinfektan.
• Faktor yang mempengaruhi depuration diantaranya filtration,
UV, sanitizers, ozone dan sanitasi.
25. Bivalves depuration
Filtration. Proses filtrasi ditujukan untuk menyaring partikel-
partikel kecil dan bakteri menggunakan membran.
Ultraviolet (UV) light. Sinar UV dihasilkan oleh mercury-vapour
pressure lamps yang dapat menginaktifkan bakteri dengan
memecah ikatan DNA dan merusak membran sel.
Sanitizers. Sanitizers yang mengandung klorin seperti klorin cair,
hypochlorites, chlorine dioxide biasa digunakan di dalam proses
depuration.
Ozone. Ozone dicampurkan pada air pembersih karena
mempunyai sifat antibakteri.
Sanitation. Sistim pengolahan limbah sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan proses depuration.
26. Shucking
• Shucking merupakan proses pemisahan daging kerang dari
cangkang.
• Shucking dapat menggunakan panas maupun high-pressure
process (HPP).
• Faktor kritis proses shucking menggunakan panas adalah:
₋ Tipe dan size kerang
₋ Waktu dan suhu
₋ Rasio air dan kerang