SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 

ANALISIS KEKUATAN TARIK KOMPOSIT SERAT BAMBU LAMINAT HELAI
DAN WOOVEN YANG DIBUAT DENGAN METODE MANUFAKTUR HAND
LAY-UP
Arfie Armelia Erissonia Ifannossa,ST, Dr.Ir.Bambang Kismono Hadi, Ir.Muhammad Kusni,MT
Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
ABSTRAKSI
Penelitian mengenai penggunaan serat alam di berbagai bidang rekayasa sedang marak berkembang.
Penelitian yang berkembang menginginkan suatu material yang memenuhi suatu kriteria yang diinginkan
serta ramah lingkungan. Sehingga penelitian-penelitian mengenai serat mulai mengarah ke serat alami.
Pada bidang keilmuan komposit, penelitian penggunaan serat juga bergerak ke arah serat alami.
Penggunaan serat alami, seperti serat rami, serat nanas, serat kelapa dan lainnya, mulai dikembangkan
untuk kemudian diaplikasikan dalam berbagai rekayasa struktur.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik penggunaan serat bambu dalam komposit, baik
laminat maupun sandwich. Bambu yang digunakan adalah jenis bambu tali (gigantochloa apus), jenis
bambu yang tersedia sangat banyak di alam Indonesia. Serat bambu yang digunakan bermacam-macam, ada
yang wooven dan ada yang helai. Matriks yang digunakan adalah resin epoxy dengan katalis epoxy
hardener. Pada beberapa spesimen digunakan aerosil yang dicampurkan ke dalam resin.
Kata kunci: Komposit, Serat Alam, Bambu, Karakteristik, Properti Material

LATAR BELAKANG
Melimpahnya jenis tanaman di dunia, khususnya di
Indonesia, membuat para peneliti tertarik untuk
mengembangkan material komposit menggunakan bahan
dari serat alam. Material komposit yang berasal dari serat
alam kekuatannya tidak kalah dengan material komposit
dari logam seperti Aluminum. Tapi serat alam pun
memiliki
kekurangan
masing-masing
sehingga
menyebabkan proses manufaktur yang berbeda-beda.
Tanaman bambu sebagai salah satu tanaman yang
jumlahnya melimpah di Indonesia, merupakan salah satu
tanaman yang seratnya dapat digunakan sebagai bahan
dasar material komposit. Bambu yang memiliki bentuk
batang yang terdiri dari serat-serat panjang dan beruas-ruas
memungkinkan bambu untuk dapat berdiri tegak. Hal ini
lah yang dapat membuat bambu merupakan suatu material
yang kokoh, kuat sekaligus ringan.
Dari proses manufaktur komposit, banyak metode
yang dapat digunakan, seperti dari yang paling sederana
yaitu metode hand lay-up sampai metode yang
memerlukan alat-alat canggih seperti autoclave. Metode

yang digunakan pada penelitian ini adalah metode yang
paling sederhana dan tidak memerlukan banyak biaya,
yaitu metode hand lay-up. Cetakan dapat dibuat dari bahan
kayu agar lebih murah, mudah dibuat serta didapat.

DASAR TEORI
1. Tumbuhan Bambu
Jenis serat alam terbagi menjadi tiga bagian, yaitu serat
alam dari tumbuhan, serat alam dari hewan, dan serat alam
dari mineral. Serat alam dari tumbuhan yang dapat
dimanfaaatkan yaitu buah, daun dan batangnya. Untuk
serat bambu sendiri, pengklasifikasiannya secara umum
tidak ada karena penelitian mengenai serat bambu masih
sedikit. Produk yang dihasilkan dari serat bambu pun masih
sangat sedikit sekali.
Tumbuhan bambu termasuk ke dalam keluarga
rumput, memiliki sebutan “The Giant Grass”. Sebagai
tumbuhan yang mampu tumbuh cepat, bambu memiliki
keunikannya sendiri yaitu berbunga sekali seumur
hidupnya lalu langsung ditandai dengan kematian setelah
berbunga. Daur hidup tumbuhan bambu yaitu 4 hingga 100

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 35   
  
 
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 
tahun lamanya. Bambu adalah sejenis tumbuhan berkayu
yang memiliki batang berongga dan beruas-ruas.
Diperkirakan terdapat 1000 spesies bambu di dunia ini.
Berikut klasifikasi ilmiah bambu:
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan
Plantae
Divisio
Magnoliophyta
Kelas
Liliopsida
Ordo
Poales
Familia
Poaceae
Subfamilia
Bambusoideae
Super Tribus Bambusodae
Tribus
Bambuseae

Bahan komposit dibentuk dari dua unsur yaitu penguat
(reinforcement) dan pengikat (matrix). Penguat merupakan
unsur utama dalam komposit. Penguat memberikan
pengaruh terbesar terhadap sifat material komposit.
Penguat berfungsi untuk menambah kekuatan, kekakuan
dan keliatan bahan, sedangkan pengikat berfungsi untuk
melindungi penguat, mentransfer gaya, temperatur dan
chemical resistance.

3. Lamina dan Teori Laminat Klasik
Lamina adalah lapisan komposit tunggal dengan satu
arah serat. Lamina merupakan elemen pembangun struktur
komposit, dimana dengan mengetahui sifat-sifat mekaknik
lamina, maka sifat-sifat struktur komposit dapat diketahui
lebih lanjut.

Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Tumbuhan Bambu
Bambu terdiri dari serat-serat kecil yang diikat oleh
hemi-selulosa. Kandungan kimia bambu didominasi oleh
selulosa, hemi-selulosa, dan lignin yang mencakup 90%
massa bambu. Sedangkan unsur minor pada bambu terdiri
atas resin, tannim, wax, dan garam inorganik. Selain unsur
selulosa dan lignin ada komposisi organik lain seperti zat
tepung (2-6%), deoxide sacharized (2%), lemak (2-4%),
dan protein (0,8-6%).
Berikut adalah data sifat mekanik dari tumbuhan
bambu:
Sifat Mekanik Tumbuhan Bambu
Modulus Young (GPa)

18

Tensile Strength (MPa)

150

Compressive Strength (MPa)

39

Bending Strength (MPa)

76

Density (kg/m³)

300-400

Tabel 2. Kekuatan Mekanik Tumbuhan Bambu

2. Komposit
Bahan komposit didefinisikan sebagai bahan yang
terdiri dari gabungan dua bahan atau lebih secara
makroskopis. Dalam bahan komposit sifat-sifat bahan
pembentuknya masih terlihat. Hal ini berbeda dengan
bahan paduan (alloy) di mana sifat-sifat bahan
pembentuknya tidak dapat lagi terlihat.

Gambar 1. Lamina
Sedangkan laminat adalah dua atau lebih lamina yang
digabungkan membentuk elemen struktur yang integral.
Hal ini dimaksudkan agar elemen struktur tersebut mampu
menahan beban multiaksial, sesuatu yang tidak bisa dicapai
dengan lamina tunggal. Kekuatan laminat berada pada arah
seratnya, laminat hanya mampu menahan beban pada arah
ini. Dan sebaliknya, laminat sangat lemah pada arah tegak
lurus seratnya. Untuk menahan beban multiaksial, laminat
dirancang untuk memiliki beberapa orientasi serat.

4. Metode Manufaktur Hand Lay-Up
Proses manufaktur bahan komposit dengan metode
hand lay-up adalah proses manufaktur yang paling
sederhana. Berikut adalah langkah-langkah pengerjaan
pada metode hand lay-up:
a. Membentuk cetakan sesuai dengan hasil akhir yang
diinginkan.
b. Mengolesi bagian bawah cetakan dengan resin.
c. Meletakkan serat pada cetakan.

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 36   
  
 
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 
menggunakan hairdryer. Hal ini dilakukan agar
lapisan lilin pada bambu dapat berkurang sehingga
ketika proses laminasi, resin dapat diserap oleh bambu.
Pemberian alkohol 90% perlu dilakukan berulang kali
sampai bambu menjadi basah seluruhnya. Pemberian
alkohol juga perlu dilakukan untuk bambu anyam dan
setelah itu juga dikeringkan dengan menggunakan
hairdryer.

d.
e.
f.

Mengolesi resin pada bagian atas serat.
Meratakan resin dengan roller.
Menutup cetakan dan membiarkannya mengalami
curing dengan tekanan dan temperatur ruangan.
Berikut adalah ilustrasi hand lay-up:

Gambar 3. Serat Bambu Helai

Gambar 2. Proses Hand Lay-Up

PROSES MANUFAKTUR
1. Pembuatan Spesimen Uji
Dengan alat dan bahan yang sudah disiapkan maka
kita dapat memulai pembuatan spesimen uji dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pembuatan cetakan
Cetakan dibuat dengan memotong triplek sesuai
dengan geometri yang diinginkan, lalu dipaku dan
pinggir cetakan dibor untuk dimasukkan baut. Setelah
itu cetakan didempul agar di dalam cetakan tidak ada
udara yang masuk serta untuk meratakan dalam
cetakan. Lalu seluruh cetakan dilakban agar dapat di
olesi dengan wax, sehingga ketika bahan-bahan telah
dimasukkan ke dalam cetakan dapat di ambil dengan
mudah dan tidak menempel di cetakan serta tidak
merusak cetakan. Cetakan dibuat untuk spesimen uji
laminat.
2. Persiapan bambu
Bambu yang akan digunakan untuk proses
laminasi harus dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan
yang dilakukan adalah menjemur bambu-bambu yang
telah dipotong-potong menjadi helaian di bawah sinar
matahari selama 24 jam, setelah itu bambu-bambu
tersebut diberi alkohol 90% lalu dikeringkan dengan

Gambar 4. Serat Bambu Anyam

3.

4.

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 37   
  
 

Proses laminasi yang dilakukan setelah persiapan
sebagai berikut :
a. Oleskan wax di seluruh permukaan cetakan yang
telah diberi lakban.
b. Ukur volume resin epoxy dan hardener-nya
dengan menggunakan gelas ukur secara terpisah.
Perbandingan volumenya 1:1, sesuai kebutuhan.
c. Lalu campurkan resin epoxy dan hardener-nya ke
dalam gelas plastik dan aduk dengan sumpit kayu.
Proses vacuum.
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 

2. Geometri dan Data Spesimen Uji
Geometri spesimen memenuhi persyaratan dari
ASTM D3039. Data spesimen laminat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
a. S2, spesimen ini dibuat dari laminasi bambu helai
setebal enam lapis. Spesimen ini rata-rata memiliki
ketebalan 0,4-0,5 cm dan memiliki arah serat 0o.

Gambar 7. Spesimen S5
d.

S6, spesimen keenam terbuat dari bambu anyam
dengan ketebalan rata-rata 0,2 cm. Spesimen ini
terdiri dari empat lapis bambu anyam dengan arah
serat +45˚/-45˚.

Gambar 5. Spesimen S2
b.

S3, spesimen ini dibuat dari bambu helai dengan
ketebalan rata-rata 0,3 cm. Spesimen ini terdiri dari 4
lapis bambu. Memiliki arah serat 0°.

Gambar 8. Spesimen S6
e.

S7, spesimen keenam terbuat dari bambu anyam
dengan ketebalan rata-rata 0,4 cm. Spesimen ini
terdiri dari empat lapis bambu anyam dengan arah
serat 0˚/90˚.

Gambar 6. Spesimen S3
c.

S5, spesimen ini terbuat dari bambu helai dengan
ketebalan rata-rata 0,2-0,3 cm. Spesimen ini terdiri
dari 4 lapis bambu yang disusun dengan arah serat
tegak lurus atau dengan arah 90º.

Gambar 9. Spesimen S7

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 38   
  
 
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 

ANALISIS PENGUJIAN TARIK
1. Pengujian Tarik
Mesin uji yang digunakan adalah mesin “Instron
1195” kapasitas 10 ton. Kecepatan tarik yang digunakan
adalah 2 mm/menit. Mesin ini terhubung dengan komputer
yang mencatat harga beban yang diberikan dan harga
perpindahan yang terjadi untuk setiap satuan waktu.

2. Data Hasil Pengujian Tarik
a. Untuk spesimen S2, data yang didapat adalah
Nomor
Spesime
n

Displace
ment
[mm]

S2-A

0,4923

S2-B

0,6164

S2-C

0,377

S2-D

0,332

Load
[kg]
760,
7
854,
1
670,
9
547,
6

Ultimate
Strength
[Mpa]

Modulus
Young
[Mpa]

92,09

10620

93,06

7677

73,1

28370

59,66

8994

Rata-rata
79,48
13920
Tabel 8. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit
Bambu Helai dengan Arah Serat 0º

Gambar 10. Mesin Uji Tarik
Pada pengujian didapatkan spesimen dengan arah
serat 0˚ dan tidak anyam, lebih mampu menahan beban
tarik arah longitudinal dan lebih kuat dibandingkan dengan
arah serat 90˚. Dan untuk komposit bambu anyam arah
+45°/-45° sebelum benar-benar terputus terjadi necking.

Gambar 12. Grafik hasil pengujian spesimen S2

Gambar 11. Necking

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 39   
  
 
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 
b. Untuk spesimen S3, data yang didapat adalah
Nomor
Spesime
n

Displace
ment
[mm]

S3-A

0,9346

S3-B

0,5327

S3-C

0,6829

S3-D

0,6

S3-E

0,9833

S3-F

0,5221

S3-G

0,9001

S3-H

0,4854

Loa
d
[kg]
515,
4
487,
6
720,
8
620,
1
809,
8
527,
1

Ultimate
Strength
[MPa]

Modulus
Young
[MPa]

140,4

7762

687
599,
6

Patahan banyak terjadi pada daerah dekat penjepit karena
adanya konsentrasi tegangan yang cukup besar di daerah
tersebut.

c. Untuk spesimen S5, data yang didapat adalah

88,54

7762

130,9

11730

119,2

12650

147,1

7605

101,3

11650

144,9

14750

115,3

25370

Rata-rata
123,5
12410
Tabel 9. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit
Bambu Helai dengan Arah Serat 0º
Patahan terdapat di pangkal spesimen namun patahan
yang terjadi acak, seperti yang terlihat di gambar di bawah
ini :

Nomor
Spesime
n

Loa
Ultimate
Modulus
d
Strength
Young
[kg]
[MPa]
[MPa]
38,2
S5-A
0,5802
11,03
1171
5
20,9
S5-B
0,3245
5,701
3424
3
34,6
9,988
3217
S5-C
0,3668
3
35,8
S5-D
0,356
10,33
4247
3
37,0
S5-E
0,3693
10,68
1705
4
14,8
4,563
763
S5-F
0,5478
9
36,6
S5-G
0,5655
10,57
1725
4
Rata-rata
8,981
2333
Tabel 10. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit
Bambu Helai dengan Arah Serat 90º

Gambar 14. Terjadi patahan secara acak pada daerah dekat
penjepit
Patahan terjadi secara acak karena resin tidak kuat
menahan beban geser sehingga serat tercabut secara acak.

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 40   
  
 

Displace
ment
[mm]

Gambar 15. Grafik hasil pengujian spesimen S5
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 
d. Untuk spesimen S6, data yang di dapat adalah
Nomor
Spesime
n

Displace
ment
[mm]

Loa
Ultimate
Modulus
d
Strength
Young
[kg]
[MPa]
[MPa]
69,2
S6-A
0,8663
19,98
3440
6
57,1
16,49
2485
S6-B
0,9097
7
35,4
S6-C
0,3998
10,22
1484
3
69,6
S6-D
0,069
20,09
2434
6
Rata-rata
16,695
2460,75
Tabel 11. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit
Bambu Anyam dengan Arah Serat +45º/-45º

Gambar 17. Patahan pada Komposit Bambu Anyam dengan
Arah Serat +45º/-45º
e. Untuk spesimen S7, data yang didapat adalah
Nomor
Spesime
n

Displace
ment
[mm]

Loa
Ultimate
Modulus
d
Strength
Young
[kg]
[MPa]
[MPa]
458,
S7-A
0,5188
66,08
8273
2
422,
63,59
6683
S7-B
0,5383
8
333,
S7-C
0,6442
48,08
4296
4
402,
S7-D
0,3151
58,01
9118
3
Rata-rata
58,94
7092,5
Tabel 11. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit
Bambu Anyam dengan Arah Serat 0º/90º

Gambar 16. Grafik hasil pengujian spesimen S6
Pada pengujian, ditemukan bahwa spesimen mengalami
necking sebelum terjadi kegagalan. Komposit serat bambu
dengan arah serat +45˚/-45˚ tidak cukup kuat menahan
beban tarik arah longitudinal sehingga nilai modulus dan
ultimate strength yang diperoleh kecil.

Gambar 18. Grafik hasil pengujian spesimen S7

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 41   
  
 
 
 
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9 
Palembang, 13‐15 Oktober 2010 
 
3. Analisis
Jadi dari hasil pengujian tarik dapat di analisis bahwa :
a. Kekuatan komposit serat bambu dapat dipengaruhi
ikatan antara serat dan matriks, seifat mekanik serat
bambu dan sifat mekanik matriks.
b. Cara pengawetan bambu juga dapat mempengaruhi
kekuatannya.
c. Pemotongan specimen komposit dapat menyebabkan
terjadinya tegangan interlaminar sehingga kegagalan
mikroskopis dapat terjadi sebelum dilakukan
pengujian.
d. Patahan yang banyak terjadi di sekitar daerah penjepit
dikarenakan adanya konsentrasi tegangan yang tinggi
di daerah tersebut.

e. Adanya tegangan interlaminar yang tidak dapat
diabaikan juga menyebabkan penurunan kekuatan
spesimen.
f. Kandungan lilin pada serat bambu dapat
menyebabkan bambu kaku sehingga spesimen
bersifat getas. Kandungan lilin ini juga menyebabkan
resin tidak meresap sepenuhnya pada serat bambu
sehingga ikatan antara serat dan matriks tidak cukup
kuat dan mempengaruhi kekuatannya ketika
pengujian tarik dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

KESIMPULAN
Dari pengujian tarik di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Nilai modulus young untuk komposit serat bambu
helai dengan arah 0º dan komposit serat bambu
anyam dengan arah 0º/90º cukup besar. Namun untuk
spesimen komposit serat bambu helai dengan arah 90º
dan komposit serat bambu anyam dengan arah +45º/45º, modulus young yang didapat nilainya kecil
karena arah serat 90º dan +45º/-45º tidak kuat
menahan beban tarik longitudinal.
b. Kegagalan yang terjadi pada spesimen disebabkan
oleh adhesive yang berupa resin epoxy tidak kuat
menahan beban geser sehingga pada saat pengujian
resin terlepas dari serat. Patahan terjadi di dekat
penjepit karena adanya konsentrasi tegangan yang
tinggi di sekitar daerah penjepit dan spesimen tidak
dapat menahannya.
c. Ultimate strength untuk komposit serat bambu helai
dengan arah 0° dan komposit serat bambu anyam
dengan arah 0°/90° memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan komposit serat bambu helai
dengan arah 90° dan komposit serat bambu anyam
dengan arah +45°/-45º. Hal ini menyatakan nilai
ultimate strength akan lebih tinggi jika pada
pengujian diberikan beban tarik yang searah dengan
serat.
d. Pada saat pemotongan spesimen, terjadi kegagalan
mikroskopis sebelum dilakukannya pengujian tarik
sehingga menyebabkan penurunan kekuatan spesimen
dan nilai modulus young dan ultimate strength yang
didapat kecil.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 42   
  
 

Hadi, Bambang.K. (2006). Diktat Kuliah Mekanika
Struktur Komposit. Bandung : Penerbit ITB.
Abimantara, Intar. (2008). Analisis Kekuatan Tarik
Serat Rami Hand Lay-Up dan Vacuum Assisted Resin
Transfer Molding (VARTM). Bandung: Program Studi
Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin
dan Dirgantara.
Subianto, Nicky. (2009). Analisis Kekuatan Tarik
Komposit Serat Bambu Dibuat dengan Metode
Manufaktur Hand Lay-Up. Bandung: Program Studi
Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin
dan Dirgantara.
Purnawijaya, Yudi. (2009). Analisis Kekuatan Lentur
Komposit Serat Bambu Arah Lengthwise dan
Crosswise dengan Uji Three Bending Point. Bandung:
Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas
Teknik Mesin dan Dirgantara.
Darda, Handrita. (2009). Analisis Kekuatan Tarik
Batang Komposit Serat Bambu. Bandung: Program
Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik
Mesin dan Dirgantara.
(2000). ASTM D 3039/D 3039M – 00 Standard Test
Method for Tensile Properties of Polymer Matrix
Composite Materials. Annual book of ASTM
Standards ASTM International, United States.
Okuba K, Fujii T. and Yamamoto Y., 2004,
“Development of bamboo-based polymer composites
and their mechanical properties”, Composite Part A:
Applied Science and Manufacturing , (35), pp377383.
Ismail H., Edyham M.R. and Wirjosentono B., 2002,
“Bamboo fibre filled natural rubber composites: the
effects of filler loading and bonding agent”, Polymer
testing, Vol:21, pp139-144.

More Related Content

What's hot

PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTAN
PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTANPRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTAN
PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTANaji indras
 
Serat tumbuhan dan hewan
Serat tumbuhan dan hewanSerat tumbuhan dan hewan
Serat tumbuhan dan hewanNaila N. K
 
Kerajinan serat alam (smpn6sby)
Kerajinan  serat alam (smpn6sby)Kerajinan  serat alam (smpn6sby)
Kerajinan serat alam (smpn6sby)r4n4dum4
 
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuMakalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuعفان الغفري
 
PPT Prakarya Bahan dasar tekstil
PPT Prakarya Bahan dasar tekstilPPT Prakarya Bahan dasar tekstil
PPT Prakarya Bahan dasar tekstilSenior High School
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonBPA_ADMIN
 
Sifat bahan dan manfaatnya
Sifat bahan dan manfaatnyaSifat bahan dan manfaatnya
Sifat bahan dan manfaatnyamamadila
 
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan serat
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan seratPk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan serat
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan seratAgus Tri
 
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdf
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdfPk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdf
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdfAgus Tri
 
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alam
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alamPk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alam
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alamAgus Tri
 
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian kompositpemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian kompositRama Prangeta
 
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...Rama Prangeta
 
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdf
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdfPk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdf
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdfAgus Tri
 
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19YosEpPldSinaGa
 

What's hot (18)

PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTAN
PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTANPRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTAN
PRAKTEK PENGELANTANGAN KAIN CAMPURAN (TC) SECARA SIMULTAN
 
Serat tumbuhan dan hewan
Serat tumbuhan dan hewanSerat tumbuhan dan hewan
Serat tumbuhan dan hewan
 
Mutu kokon
Mutu kokonMutu kokon
Mutu kokon
 
Simultan polyester
Simultan polyesterSimultan polyester
Simultan polyester
 
Kerajinan serat alam (smpn6sby)
Kerajinan  serat alam (smpn6sby)Kerajinan  serat alam (smpn6sby)
Kerajinan serat alam (smpn6sby)
 
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuMakalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
 
PPT Prakarya Bahan dasar tekstil
PPT Prakarya Bahan dasar tekstilPPT Prakarya Bahan dasar tekstil
PPT Prakarya Bahan dasar tekstil
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokon
 
Sifat bahan dan manfaatnya
Sifat bahan dan manfaatnyaSifat bahan dan manfaatnya
Sifat bahan dan manfaatnya
 
Lap 10. cap busa
Lap 10. cap busaLap 10. cap busa
Lap 10. cap busa
 
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan serat
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan seratPk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan serat
Pk7 kd 4.1. m 2 produk dan proses kerajinan bahan serat
 
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdf
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdfPk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdf
Pk7-KD6T2. Produk dan Proses kerajinan bahan Serat.pdf
 
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alam
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alamPk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alam
Pk9 s2 kd4.1.t1. proses produksi kerajinan bahan keras alam
 
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian kompositpemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit
pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit
 
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...
Pengaruh panjang serat_terhadap_kekuatan_impak_komposit_enceng_gondok_dengan_...
 
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdf
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdfPk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdf
Pk7-KD5T3. Pengertian Jenis dan Karateristik Serat Buatan.pdf
 
Eval 1
Eval 1Eval 1
Eval 1
 
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19
Ri desain media pembelajaran yosep p. sinaga ptb-a'19
 

Similar to Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Laminat Helai dan Wooven

PRESENTASI SDE.pptx
PRESENTASI SDE.pptxPRESENTASI SDE.pptx
PRESENTASI SDE.pptxekooke12
 
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...Repository Ipb
 
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSA
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSAPROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSA
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSAaji indras
 
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...Repository Ipb
 
Rbt3120 murni gold course modul jahitan & pertanian
Rbt3120   murni gold course modul jahitan & pertanianRbt3120   murni gold course modul jahitan & pertanian
Rbt3120 murni gold course modul jahitan & pertaniannanisaaid
 
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...Mirmanto
 
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2aji indras
 
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG aji indras
 
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINPENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINaji indras
 
Persentasi tanaman karet
Persentasi tanaman karetPersentasi tanaman karet
Persentasi tanaman karetHerry Mulyadie
 
2 karakterstik serapan suara komposit polyester
2 karakterstik serapan suara komposit polyester2 karakterstik serapan suara komposit polyester
2 karakterstik serapan suara komposit polyesterMirmanto
 
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdf
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdfpanduan praktikum phhk_221021_182542.pdf
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdfDaniyaKhadijahRosyad
 
makalah kapas
makalah kapasmakalah kapas
makalah kapasUmi Dahr
 
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptx
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptxPEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptx
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptxAdam Superman
 

Similar to Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Laminat Helai dan Wooven (20)

PRESENTASI SDE.pptx
PRESENTASI SDE.pptxPRESENTASI SDE.pptx
PRESENTASI SDE.pptx
 
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...
Analisa struktur mikro pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi nanopartikel se...
 
komposit pdf.pptx
komposit pdf.pptxkomposit pdf.pptx
komposit pdf.pptx
 
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSA
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSAPROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSA
PROSES PERSIAPAN PENYEMPURNAAN PADA KAIN RAYON VISKOSA
 
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
 
Rbt3120 murni gold course modul jahitan & pertanian
Rbt3120   murni gold course modul jahitan & pertanianRbt3120   murni gold course modul jahitan & pertanian
Rbt3120 murni gold course modul jahitan & pertanian
 
Jahitan
JahitanJahitan
Jahitan
 
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...
10 karakteristik sifat mekanik komposit serat bambu resin polyester tak jenuh...
 
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
 
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basahMakalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
 
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG
LAPORAN PRAKTEK PENGANJIAN (SIZING) PADA BENANG
 
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINPENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
 
8. karet
8. karet8. karet
8. karet
 
Persentasi tanaman karet
Persentasi tanaman karetPersentasi tanaman karet
Persentasi tanaman karet
 
Komposit
KompositKomposit
Komposit
 
2 karakterstik serapan suara komposit polyester
2 karakterstik serapan suara komposit polyester2 karakterstik serapan suara komposit polyester
2 karakterstik serapan suara komposit polyester
 
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdf
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdfpanduan praktikum phhk_221021_182542.pdf
panduan praktikum phhk_221021_182542.pdf
 
makalah kapas
makalah kapasmakalah kapas
makalah kapas
 
Lap 8. cap bo
Lap 8. cap boLap 8. cap bo
Lap 8. cap bo
 
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptx
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptxPEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptx
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KERTAS NANO KARBON SEBAGAI PEMBUNGKUS WORTEL.pptx
 

More from Alen Pepa

Sumber daya alam
Sumber daya alamSumber daya alam
Sumber daya alamAlen Pepa
 
Problem of seafarers in indonesia
Problem of seafarers in indonesiaProblem of seafarers in indonesia
Problem of seafarers in indonesiaAlen Pepa
 
Presentation3 partial differentials equation
Presentation3  partial differentials equationPresentation3  partial differentials equation
Presentation3 partial differentials equationAlen Pepa
 
Perpindahan panas bu lidia
Perpindahan panas bu lidiaPerpindahan panas bu lidia
Perpindahan panas bu lidiaAlen Pepa
 
Pengantar manajemen bisnis
Pengantar manajemen bisnisPengantar manajemen bisnis
Pengantar manajemen bisnisAlen Pepa
 
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010Alen Pepa
 
Mgg 3 morfologi phn
Mgg 3 morfologi phnMgg 3 morfologi phn
Mgg 3 morfologi phnAlen Pepa
 
Metode surveylalu lintas
Metode surveylalu lintasMetode surveylalu lintas
Metode surveylalu lintasAlen Pepa
 
Met num3 persnonl-inier_baru
Met num3 persnonl-inier_baruMet num3 persnonl-inier_baru
Met num3 persnonl-inier_baruAlen Pepa
 
Met num1 pendahuluan-new
Met num1 pendahuluan-newMet num1 pendahuluan-new
Met num1 pendahuluan-newAlen Pepa
 
Met num s1 (2)
Met num s1 (2)Met num s1 (2)
Met num s1 (2)Alen Pepa
 
Mesin ketam dan mesin serut
Mesin ketam dan mesin serutMesin ketam dan mesin serut
Mesin ketam dan mesin serutAlen Pepa
 
Menggambar mrsin
Menggambar mrsinMenggambar mrsin
Menggambar mrsinAlen Pepa
 
Material teknik 00
Material teknik 00Material teknik 00
Material teknik 00Alen Pepa
 
Materi+kewirausahaan
Materi+kewirausahaanMateri+kewirausahaan
Materi+kewirausahaanAlen Pepa
 

More from Alen Pepa (20)

Sumber daya alam
Sumber daya alamSumber daya alam
Sumber daya alam
 
Rotax
RotaxRotax
Rotax
 
Problem of seafarers in indonesia
Problem of seafarers in indonesiaProblem of seafarers in indonesia
Problem of seafarers in indonesia
 
Presentation3 partial differentials equation
Presentation3  partial differentials equationPresentation3  partial differentials equation
Presentation3 partial differentials equation
 
Pp jadi
Pp jadiPp jadi
Pp jadi
 
Perpindahan panas bu lidia
Perpindahan panas bu lidiaPerpindahan panas bu lidia
Perpindahan panas bu lidia
 
Pengantar manajemen bisnis
Pengantar manajemen bisnisPengantar manajemen bisnis
Pengantar manajemen bisnis
 
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010
Modul manajemen-stratejik-bab-12-mei-2010
 
Mgg 3 morfologi phn
Mgg 3 morfologi phnMgg 3 morfologi phn
Mgg 3 morfologi phn
 
Metode surveylalu lintas
Metode surveylalu lintasMetode surveylalu lintas
Metode surveylalu lintas
 
Metnum 2006
Metnum 2006Metnum 2006
Metnum 2006
 
Met num3 persnonl-inier_baru
Met num3 persnonl-inier_baruMet num3 persnonl-inier_baru
Met num3 persnonl-inier_baru
 
Met num1 pendahuluan-new
Met num1 pendahuluan-newMet num1 pendahuluan-new
Met num1 pendahuluan-new
 
Met num s1
Met num s1Met num s1
Met num s1
 
Met num s1 (2)
Met num s1 (2)Met num s1 (2)
Met num s1 (2)
 
Mesin ketam dan mesin serut
Mesin ketam dan mesin serutMesin ketam dan mesin serut
Mesin ketam dan mesin serut
 
Menggambar mrsin
Menggambar mrsinMenggambar mrsin
Menggambar mrsin
 
Mekanisme
MekanismeMekanisme
Mekanisme
 
Material teknik 00
Material teknik 00Material teknik 00
Material teknik 00
 
Materi+kewirausahaan
Materi+kewirausahaanMateri+kewirausahaan
Materi+kewirausahaan
 

Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Laminat Helai dan Wooven

  • 1.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    ANALISIS KEKUATAN TARIK KOMPOSIT SERAT BAMBU LAMINAT HELAI DAN WOOVEN YANG DIBUAT DENGAN METODE MANUFAKTUR HAND LAY-UP Arfie Armelia Erissonia Ifannossa,ST, Dr.Ir.Bambang Kismono Hadi, Ir.Muhammad Kusni,MT Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung ABSTRAKSI Penelitian mengenai penggunaan serat alam di berbagai bidang rekayasa sedang marak berkembang. Penelitian yang berkembang menginginkan suatu material yang memenuhi suatu kriteria yang diinginkan serta ramah lingkungan. Sehingga penelitian-penelitian mengenai serat mulai mengarah ke serat alami. Pada bidang keilmuan komposit, penelitian penggunaan serat juga bergerak ke arah serat alami. Penggunaan serat alami, seperti serat rami, serat nanas, serat kelapa dan lainnya, mulai dikembangkan untuk kemudian diaplikasikan dalam berbagai rekayasa struktur. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik penggunaan serat bambu dalam komposit, baik laminat maupun sandwich. Bambu yang digunakan adalah jenis bambu tali (gigantochloa apus), jenis bambu yang tersedia sangat banyak di alam Indonesia. Serat bambu yang digunakan bermacam-macam, ada yang wooven dan ada yang helai. Matriks yang digunakan adalah resin epoxy dengan katalis epoxy hardener. Pada beberapa spesimen digunakan aerosil yang dicampurkan ke dalam resin. Kata kunci: Komposit, Serat Alam, Bambu, Karakteristik, Properti Material LATAR BELAKANG Melimpahnya jenis tanaman di dunia, khususnya di Indonesia, membuat para peneliti tertarik untuk mengembangkan material komposit menggunakan bahan dari serat alam. Material komposit yang berasal dari serat alam kekuatannya tidak kalah dengan material komposit dari logam seperti Aluminum. Tapi serat alam pun memiliki kekurangan masing-masing sehingga menyebabkan proses manufaktur yang berbeda-beda. Tanaman bambu sebagai salah satu tanaman yang jumlahnya melimpah di Indonesia, merupakan salah satu tanaman yang seratnya dapat digunakan sebagai bahan dasar material komposit. Bambu yang memiliki bentuk batang yang terdiri dari serat-serat panjang dan beruas-ruas memungkinkan bambu untuk dapat berdiri tegak. Hal ini lah yang dapat membuat bambu merupakan suatu material yang kokoh, kuat sekaligus ringan. Dari proses manufaktur komposit, banyak metode yang dapat digunakan, seperti dari yang paling sederana yaitu metode hand lay-up sampai metode yang memerlukan alat-alat canggih seperti autoclave. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode yang paling sederhana dan tidak memerlukan banyak biaya, yaitu metode hand lay-up. Cetakan dapat dibuat dari bahan kayu agar lebih murah, mudah dibuat serta didapat. DASAR TEORI 1. Tumbuhan Bambu Jenis serat alam terbagi menjadi tiga bagian, yaitu serat alam dari tumbuhan, serat alam dari hewan, dan serat alam dari mineral. Serat alam dari tumbuhan yang dapat dimanfaaatkan yaitu buah, daun dan batangnya. Untuk serat bambu sendiri, pengklasifikasiannya secara umum tidak ada karena penelitian mengenai serat bambu masih sedikit. Produk yang dihasilkan dari serat bambu pun masih sangat sedikit sekali. Tumbuhan bambu termasuk ke dalam keluarga rumput, memiliki sebutan “The Giant Grass”. Sebagai tumbuhan yang mampu tumbuh cepat, bambu memiliki keunikannya sendiri yaitu berbunga sekali seumur hidupnya lalu langsung ditandai dengan kematian setelah berbunga. Daur hidup tumbuhan bambu yaitu 4 hingga 100 ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 35        
  • 2.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    tahun lamanya. Bambu adalah sejenis tumbuhan berkayu yang memiliki batang berongga dan beruas-ruas. Diperkirakan terdapat 1000 spesies bambu di dunia ini. Berikut klasifikasi ilmiah bambu: Klasifikasi Ilmiah Kerajaan Plantae Divisio Magnoliophyta Kelas Liliopsida Ordo Poales Familia Poaceae Subfamilia Bambusoideae Super Tribus Bambusodae Tribus Bambuseae Bahan komposit dibentuk dari dua unsur yaitu penguat (reinforcement) dan pengikat (matrix). Penguat merupakan unsur utama dalam komposit. Penguat memberikan pengaruh terbesar terhadap sifat material komposit. Penguat berfungsi untuk menambah kekuatan, kekakuan dan keliatan bahan, sedangkan pengikat berfungsi untuk melindungi penguat, mentransfer gaya, temperatur dan chemical resistance. 3. Lamina dan Teori Laminat Klasik Lamina adalah lapisan komposit tunggal dengan satu arah serat. Lamina merupakan elemen pembangun struktur komposit, dimana dengan mengetahui sifat-sifat mekaknik lamina, maka sifat-sifat struktur komposit dapat diketahui lebih lanjut. Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Tumbuhan Bambu Bambu terdiri dari serat-serat kecil yang diikat oleh hemi-selulosa. Kandungan kimia bambu didominasi oleh selulosa, hemi-selulosa, dan lignin yang mencakup 90% massa bambu. Sedangkan unsur minor pada bambu terdiri atas resin, tannim, wax, dan garam inorganik. Selain unsur selulosa dan lignin ada komposisi organik lain seperti zat tepung (2-6%), deoxide sacharized (2%), lemak (2-4%), dan protein (0,8-6%). Berikut adalah data sifat mekanik dari tumbuhan bambu: Sifat Mekanik Tumbuhan Bambu Modulus Young (GPa) 18 Tensile Strength (MPa) 150 Compressive Strength (MPa) 39 Bending Strength (MPa) 76 Density (kg/m³) 300-400 Tabel 2. Kekuatan Mekanik Tumbuhan Bambu 2. Komposit Bahan komposit didefinisikan sebagai bahan yang terdiri dari gabungan dua bahan atau lebih secara makroskopis. Dalam bahan komposit sifat-sifat bahan pembentuknya masih terlihat. Hal ini berbeda dengan bahan paduan (alloy) di mana sifat-sifat bahan pembentuknya tidak dapat lagi terlihat. Gambar 1. Lamina Sedangkan laminat adalah dua atau lebih lamina yang digabungkan membentuk elemen struktur yang integral. Hal ini dimaksudkan agar elemen struktur tersebut mampu menahan beban multiaksial, sesuatu yang tidak bisa dicapai dengan lamina tunggal. Kekuatan laminat berada pada arah seratnya, laminat hanya mampu menahan beban pada arah ini. Dan sebaliknya, laminat sangat lemah pada arah tegak lurus seratnya. Untuk menahan beban multiaksial, laminat dirancang untuk memiliki beberapa orientasi serat. 4. Metode Manufaktur Hand Lay-Up Proses manufaktur bahan komposit dengan metode hand lay-up adalah proses manufaktur yang paling sederhana. Berikut adalah langkah-langkah pengerjaan pada metode hand lay-up: a. Membentuk cetakan sesuai dengan hasil akhir yang diinginkan. b. Mengolesi bagian bawah cetakan dengan resin. c. Meletakkan serat pada cetakan. ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 36        
  • 3.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    menggunakan hairdryer. Hal ini dilakukan agar lapisan lilin pada bambu dapat berkurang sehingga ketika proses laminasi, resin dapat diserap oleh bambu. Pemberian alkohol 90% perlu dilakukan berulang kali sampai bambu menjadi basah seluruhnya. Pemberian alkohol juga perlu dilakukan untuk bambu anyam dan setelah itu juga dikeringkan dengan menggunakan hairdryer. d. e. f. Mengolesi resin pada bagian atas serat. Meratakan resin dengan roller. Menutup cetakan dan membiarkannya mengalami curing dengan tekanan dan temperatur ruangan. Berikut adalah ilustrasi hand lay-up: Gambar 3. Serat Bambu Helai Gambar 2. Proses Hand Lay-Up PROSES MANUFAKTUR 1. Pembuatan Spesimen Uji Dengan alat dan bahan yang sudah disiapkan maka kita dapat memulai pembuatan spesimen uji dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pembuatan cetakan Cetakan dibuat dengan memotong triplek sesuai dengan geometri yang diinginkan, lalu dipaku dan pinggir cetakan dibor untuk dimasukkan baut. Setelah itu cetakan didempul agar di dalam cetakan tidak ada udara yang masuk serta untuk meratakan dalam cetakan. Lalu seluruh cetakan dilakban agar dapat di olesi dengan wax, sehingga ketika bahan-bahan telah dimasukkan ke dalam cetakan dapat di ambil dengan mudah dan tidak menempel di cetakan serta tidak merusak cetakan. Cetakan dibuat untuk spesimen uji laminat. 2. Persiapan bambu Bambu yang akan digunakan untuk proses laminasi harus dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan yang dilakukan adalah menjemur bambu-bambu yang telah dipotong-potong menjadi helaian di bawah sinar matahari selama 24 jam, setelah itu bambu-bambu tersebut diberi alkohol 90% lalu dikeringkan dengan Gambar 4. Serat Bambu Anyam 3. 4. ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 37         Proses laminasi yang dilakukan setelah persiapan sebagai berikut : a. Oleskan wax di seluruh permukaan cetakan yang telah diberi lakban. b. Ukur volume resin epoxy dan hardener-nya dengan menggunakan gelas ukur secara terpisah. Perbandingan volumenya 1:1, sesuai kebutuhan. c. Lalu campurkan resin epoxy dan hardener-nya ke dalam gelas plastik dan aduk dengan sumpit kayu. Proses vacuum.
  • 4.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    2. Geometri dan Data Spesimen Uji Geometri spesimen memenuhi persyaratan dari ASTM D3039. Data spesimen laminat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : a. S2, spesimen ini dibuat dari laminasi bambu helai setebal enam lapis. Spesimen ini rata-rata memiliki ketebalan 0,4-0,5 cm dan memiliki arah serat 0o. Gambar 7. Spesimen S5 d. S6, spesimen keenam terbuat dari bambu anyam dengan ketebalan rata-rata 0,2 cm. Spesimen ini terdiri dari empat lapis bambu anyam dengan arah serat +45˚/-45˚. Gambar 5. Spesimen S2 b. S3, spesimen ini dibuat dari bambu helai dengan ketebalan rata-rata 0,3 cm. Spesimen ini terdiri dari 4 lapis bambu. Memiliki arah serat 0°. Gambar 8. Spesimen S6 e. S7, spesimen keenam terbuat dari bambu anyam dengan ketebalan rata-rata 0,4 cm. Spesimen ini terdiri dari empat lapis bambu anyam dengan arah serat 0˚/90˚. Gambar 6. Spesimen S3 c. S5, spesimen ini terbuat dari bambu helai dengan ketebalan rata-rata 0,2-0,3 cm. Spesimen ini terdiri dari 4 lapis bambu yang disusun dengan arah serat tegak lurus atau dengan arah 90º. Gambar 9. Spesimen S7 ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 38        
  • 5.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    ANALISIS PENGUJIAN TARIK 1. Pengujian Tarik Mesin uji yang digunakan adalah mesin “Instron 1195” kapasitas 10 ton. Kecepatan tarik yang digunakan adalah 2 mm/menit. Mesin ini terhubung dengan komputer yang mencatat harga beban yang diberikan dan harga perpindahan yang terjadi untuk setiap satuan waktu. 2. Data Hasil Pengujian Tarik a. Untuk spesimen S2, data yang didapat adalah Nomor Spesime n Displace ment [mm] S2-A 0,4923 S2-B 0,6164 S2-C 0,377 S2-D 0,332 Load [kg] 760, 7 854, 1 670, 9 547, 6 Ultimate Strength [Mpa] Modulus Young [Mpa] 92,09 10620 93,06 7677 73,1 28370 59,66 8994 Rata-rata 79,48 13920 Tabel 8. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit Bambu Helai dengan Arah Serat 0º Gambar 10. Mesin Uji Tarik Pada pengujian didapatkan spesimen dengan arah serat 0˚ dan tidak anyam, lebih mampu menahan beban tarik arah longitudinal dan lebih kuat dibandingkan dengan arah serat 90˚. Dan untuk komposit bambu anyam arah +45°/-45° sebelum benar-benar terputus terjadi necking. Gambar 12. Grafik hasil pengujian spesimen S2 Gambar 11. Necking ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 39        
  • 6.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    b. Untuk spesimen S3, data yang didapat adalah Nomor Spesime n Displace ment [mm] S3-A 0,9346 S3-B 0,5327 S3-C 0,6829 S3-D 0,6 S3-E 0,9833 S3-F 0,5221 S3-G 0,9001 S3-H 0,4854 Loa d [kg] 515, 4 487, 6 720, 8 620, 1 809, 8 527, 1 Ultimate Strength [MPa] Modulus Young [MPa] 140,4 7762 687 599, 6 Patahan banyak terjadi pada daerah dekat penjepit karena adanya konsentrasi tegangan yang cukup besar di daerah tersebut. c. Untuk spesimen S5, data yang didapat adalah 88,54 7762 130,9 11730 119,2 12650 147,1 7605 101,3 11650 144,9 14750 115,3 25370 Rata-rata 123,5 12410 Tabel 9. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit Bambu Helai dengan Arah Serat 0º Patahan terdapat di pangkal spesimen namun patahan yang terjadi acak, seperti yang terlihat di gambar di bawah ini : Nomor Spesime n Loa Ultimate Modulus d Strength Young [kg] [MPa] [MPa] 38,2 S5-A 0,5802 11,03 1171 5 20,9 S5-B 0,3245 5,701 3424 3 34,6 9,988 3217 S5-C 0,3668 3 35,8 S5-D 0,356 10,33 4247 3 37,0 S5-E 0,3693 10,68 1705 4 14,8 4,563 763 S5-F 0,5478 9 36,6 S5-G 0,5655 10,57 1725 4 Rata-rata 8,981 2333 Tabel 10. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit Bambu Helai dengan Arah Serat 90º Gambar 14. Terjadi patahan secara acak pada daerah dekat penjepit Patahan terjadi secara acak karena resin tidak kuat menahan beban geser sehingga serat tercabut secara acak. ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 40         Displace ment [mm] Gambar 15. Grafik hasil pengujian spesimen S5
  • 7.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    d. Untuk spesimen S6, data yang di dapat adalah Nomor Spesime n Displace ment [mm] Loa Ultimate Modulus d Strength Young [kg] [MPa] [MPa] 69,2 S6-A 0,8663 19,98 3440 6 57,1 16,49 2485 S6-B 0,9097 7 35,4 S6-C 0,3998 10,22 1484 3 69,6 S6-D 0,069 20,09 2434 6 Rata-rata 16,695 2460,75 Tabel 11. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit Bambu Anyam dengan Arah Serat +45º/-45º Gambar 17. Patahan pada Komposit Bambu Anyam dengan Arah Serat +45º/-45º e. Untuk spesimen S7, data yang didapat adalah Nomor Spesime n Displace ment [mm] Loa Ultimate Modulus d Strength Young [kg] [MPa] [MPa] 458, S7-A 0,5188 66,08 8273 2 422, 63,59 6683 S7-B 0,5383 8 333, S7-C 0,6442 48,08 4296 4 402, S7-D 0,3151 58,01 9118 3 Rata-rata 58,94 7092,5 Tabel 11. Data Hasil Pengujian Tarik untuk Komposit Bambu Anyam dengan Arah Serat 0º/90º Gambar 16. Grafik hasil pengujian spesimen S6 Pada pengujian, ditemukan bahwa spesimen mengalami necking sebelum terjadi kegagalan. Komposit serat bambu dengan arah serat +45˚/-45˚ tidak cukup kuat menahan beban tarik arah longitudinal sehingga nilai modulus dan ultimate strength yang diperoleh kecil. Gambar 18. Grafik hasil pengujian spesimen S7 ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 41        
  • 8.     Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke‐9  Palembang, 13‐15 Oktober 2010    3. Analisis Jadi dari hasil pengujian tarik dapat di analisis bahwa : a. Kekuatan komposit serat bambu dapat dipengaruhi ikatan antara serat dan matriks, seifat mekanik serat bambu dan sifat mekanik matriks. b. Cara pengawetan bambu juga dapat mempengaruhi kekuatannya. c. Pemotongan specimen komposit dapat menyebabkan terjadinya tegangan interlaminar sehingga kegagalan mikroskopis dapat terjadi sebelum dilakukan pengujian. d. Patahan yang banyak terjadi di sekitar daerah penjepit dikarenakan adanya konsentrasi tegangan yang tinggi di daerah tersebut. e. Adanya tegangan interlaminar yang tidak dapat diabaikan juga menyebabkan penurunan kekuatan spesimen. f. Kandungan lilin pada serat bambu dapat menyebabkan bambu kaku sehingga spesimen bersifat getas. Kandungan lilin ini juga menyebabkan resin tidak meresap sepenuhnya pada serat bambu sehingga ikatan antara serat dan matriks tidak cukup kuat dan mempengaruhi kekuatannya ketika pengujian tarik dilakukan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. KESIMPULAN Dari pengujian tarik di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Nilai modulus young untuk komposit serat bambu helai dengan arah 0º dan komposit serat bambu anyam dengan arah 0º/90º cukup besar. Namun untuk spesimen komposit serat bambu helai dengan arah 90º dan komposit serat bambu anyam dengan arah +45º/45º, modulus young yang didapat nilainya kecil karena arah serat 90º dan +45º/-45º tidak kuat menahan beban tarik longitudinal. b. Kegagalan yang terjadi pada spesimen disebabkan oleh adhesive yang berupa resin epoxy tidak kuat menahan beban geser sehingga pada saat pengujian resin terlepas dari serat. Patahan terjadi di dekat penjepit karena adanya konsentrasi tegangan yang tinggi di sekitar daerah penjepit dan spesimen tidak dapat menahannya. c. Ultimate strength untuk komposit serat bambu helai dengan arah 0° dan komposit serat bambu anyam dengan arah 0°/90° memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit serat bambu helai dengan arah 90° dan komposit serat bambu anyam dengan arah +45°/-45º. Hal ini menyatakan nilai ultimate strength akan lebih tinggi jika pada pengujian diberikan beban tarik yang searah dengan serat. d. Pada saat pemotongan spesimen, terjadi kegagalan mikroskopis sebelum dilakukannya pengujian tarik sehingga menyebabkan penurunan kekuatan spesimen dan nilai modulus young dan ultimate strength yang didapat kecil. 3. 4. 5. 6. 7. 8. ISBN: 978‐602‐97742‐0‐7                            MIV‐ 42         Hadi, Bambang.K. (2006). Diktat Kuliah Mekanika Struktur Komposit. Bandung : Penerbit ITB. Abimantara, Intar. (2008). Analisis Kekuatan Tarik Serat Rami Hand Lay-Up dan Vacuum Assisted Resin Transfer Molding (VARTM). Bandung: Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara. Subianto, Nicky. (2009). Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Dibuat dengan Metode Manufaktur Hand Lay-Up. Bandung: Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara. Purnawijaya, Yudi. (2009). Analisis Kekuatan Lentur Komposit Serat Bambu Arah Lengthwise dan Crosswise dengan Uji Three Bending Point. Bandung: Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara. Darda, Handrita. (2009). Analisis Kekuatan Tarik Batang Komposit Serat Bambu. Bandung: Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara. (2000). ASTM D 3039/D 3039M – 00 Standard Test Method for Tensile Properties of Polymer Matrix Composite Materials. Annual book of ASTM Standards ASTM International, United States. Okuba K, Fujii T. and Yamamoto Y., 2004, “Development of bamboo-based polymer composites and their mechanical properties”, Composite Part A: Applied Science and Manufacturing , (35), pp377383. Ismail H., Edyham M.R. and Wirjosentono B., 2002, “Bamboo fibre filled natural rubber composites: the effects of filler loading and bonding agent”, Polymer testing, Vol:21, pp139-144.