1. Kelompok 2
(1) M. Angga Saputro
(4411410004)
(2) Adtri Kusfitasari
(4411413025)
(3) Agustin Dian K.
(4411413022)
(4) Siti Wijayanti
2. • Paku Equisetum atau paku ekor kuda merupakan anggota dari divisi
Sphenophyta. Paku ekor kuda adalah garis keturunan tumbuhan tak
berbiji kuno lainnya yang beralih sampai ke radiasi tumbuhan
vaskuler awal pada masa Devon. Kelompok tersebut mencapai masa
kejayaannya selam masa Karboniferus, Ketika banyak spesiesnya
tumbuh hingga setinggi 15 cm. Yang bertahan hidup dari divisi
tumbuhan ini hanyalah sekitar 15 spesies dari genus tunggal yang
tersebar sangat luas. Equisetum adalah yang paling umum
ditemukan di Bumi Belahan Utara.
• Equisetum berasal dari kata equus yang berarti kuda dan saeta
yang berarti rambut tebal dalam bahasa Latin. Sehingga tumbuhan
yang termasuk genus ini disebut juga paku ekor kuda. Spesies dari
genus ini umumnya tumbuh di lingkungan yang basah seperti kolam
dangkal, daerah pinggiran sungai, atau daerah rawa.
3. Sistem reproduksi pada Equisetum ialah
sporangiumnya terdapat pada sporangiosfor
yang tidak lain adalah sporofil. Karena
pendeknya ruas-ruas pendukung sporofil maka
rangkaian tersebut menyerupai suatu kerucut di
ujung batang. Sporofil atau sporangiosfor
berbentuk perisai dengan satu kaki di tengah
dan beberapa sporangium (5-10) berbentuk
kantung pada sisi bawah. Spoeangium berasal
dari sebuah sel pada permukaan, karena
pertumbuhan dari jaringan tengah sporangia
terdesak ke bawah sehingga akhirnya terdapat
pada sisi bawah dan mengelilingi tangkai
4. Spora mempunyai dinding yang terdiri atas
endo dan eksosoprangium, dan disamping
itu masih mempunyai perisporium yang
berlapis-lapis. Lapisan perisporium yang
paling luar terdiri atas dua pita sejajar yang
dalam keadaan basah membalut spora.
Pita itu ujungnya agak melebar meperti
lidah. Jika spora menjadi kering, pita itu
terlepas dari gulungannya, akan tetapi di
tengah-tengahnya tetap melekat pada
eksosporium. Dengan adanya pita atau
yang dinamakan kepala kaptera yang
memperlihatkan gerakan higroskopik itu.
5. Strobili biasanya panjangnya sekitar 2
sampai 4 cm (0,75 sampai 1,5 inci).
Berbentuk heksagonal, seperti piring
dovetailing pada permukaan srobilus yang
memberikan tampilan dari permukaan
berbentuk elips. Segi enam masing-masing
menandai puncak sporangiospore yang
memiliki pemanjangan 5 sampai 10
sporangia yang saling terhubung.
Batang dari sporangiophores melekat pada
poros tengah dari strobilus. Sporangia
mengelilingi tangkai sporangiophore dan
berada titik ke dalam. sporangia ini
tersembunyi tidak terlihat sampai jatuh
apabila sporangiophores terpisah sedikit.
Spora ini akan dilepaskan
6. Siklus hidup dari Equisetum terdiri dari tahap sporofit
dan gametofit. Pada tahap sporofit, tunas fertil
yang didalamnya terdapat strobilus dan si dalam
strobilus terdapat kantung-kantung sporangiospore
yang nantinya akan mengeluarkan spora dari
sporangium. Selanjutnya terjadi tahap meiosis untuk
memproduksi spora dan berkembang menjadi
Rhizoid. Pada Rhizoid nanti akan menghasilkan
gamet jantan dan gamet betina. Gamet jantan
(sperm) dihasilkan oleh Antheridium, sedangkan
gamet betina (sel telur) dihasilkan oleh
Archegonium. Pada tempat yang cocok keduanya
akan bersatu ( fertilisasi) dan tumbuh menjadi zigot
yang merupakan gametofit dan berkembang
menjadi tunas yang vegetatif.
7. Strobilus (jamak strobili) yang terletak pada
ujung batang (apical). Pada banyak
spesies (misalnya E. arvense), batang
penyangga strobilus tidak bercabang dan
tidak berfotosintesis (tidak berwarna hijau)
serta hanya muncul segera setelah musim
salju berakhir. Jenis-jenis lain tidak memiliki
perbedaan ini (batang steril mirip dengan
batang pendukung strobilus), misalnya E.
palustre dan E. debile. Batang fertil E.
arvense dengan strobilus di ujungnya.
Batang ini muncul pada akhir musim salju,
sebelum munculnya batang steril yang
fotosintetik
8.
9. Sporofil pada Equisetum sp. tersusun dalam
rangkaian yang berseling, dan karena
pendeknya ruas-ruas pendukung sporofil,
maka rangkaian sporofil terkumpul
menyerupai suatu kerucut pada ujung
batang.
Sporofil berbentuk perisai atai meja
dengan satu kaki ditengah, dengan
beberapa sporangium (5-10) berbentuk
kantung pada sisi bawahnya.
10. Jaringan sporogen mula-mula diliputi oleh
dinding yang terdiri atas beberapa lapis sel.
Jika spora telah masak sporangium hanya
mempunyai dinding yang terdiri atas selapis
sel saja.
Sel-selnya mempunyai penebalan
berbentuk spiral atau cincin.
Sporangium yang telah masak pecah
menurut suatu retak pada bagian
dindingyang menghadap ke dalam.
Retak itu terjadi karena pengaruh kekuatan
kohesi air yang menguap dan berkerutnya
dinding sel yang tipis pada waktu
mengering
11. Spora mempunyai dinding yang terdiri atas
endo dan eksosporium dan di samping itu
masih mempunyai perisporium yang berlapis-
lapis. Lapisan perisporium yang paling luar
terdiri atas dua pita sejajar yang dalam
keadaan basah membalut spora. Jika spora
menjadi kering , pita itu terlepas dari
gulungannya, akan tetapi kurang lebih
ditengah-tengahnya tetap melekat pada
eksosporium. Dengan adanya pita yang
memperlihatkan gerakan higroskopis itu
pemencaran spora dipermudah dan selain itu
kemungkinan adanya beberapa spora yang
selalu bergandeng-gandengan amatlah
besar, dan bila spora jantan dan betina jatuh
ditempat yang berdekatan. Tentulah dalam
perkembangan selanjutnya protalium jantan
berdekatan pula dengan protalium betina.
12. Pada perkecambahan spora, rizoid keluar
dari bagian yang tidak menghadap sinar
matahari. Sel-sel lainnya berkembang terus
menjadi bagian protalium yang berwarna
hijau. Protalium berupa talus yang
bercabaang-cabang, dapat berumah
satu, tetapi biasanya berumah dua.
Anteridium terbenam dalam protalium
jantan dan mengeluarkan spermatozoid
berbentuk sekrup dengan banyak bulu-
bulu cambuk.
Zigot mula-mula membelah menjadi dua
sel, tetapi tidak terbentuk suspensor
melainkan kedua sel itu membelah-belah
lagi. Tunas mempunyai sel ujung bentuk
piramid. Bakal akar terletak di bagian
samping sumbu panjangnya.