Dokumen tersebut membahas tentang kontroversi seputar pandangan terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di kalangan ulama. Dokumen menjelaskan bahwa banyak tuduhan yang ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah, namun banyak pula ulama besar yang memujinya."
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Menurut Pandangan Ulama-Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Kumpulan Ringkasan Biografi Syaikhul Ibnu Taimiyyah
Disusun Oleh:
ABDULLAH ABU HAFSHAH
KOLEKSI PRIBADI MAKTABAH PUSTAKA ASY-SYAUKANI
KALIJATI 2013
2.
3. HARUSKAH MEMBENCI IBNU TAIMIYYAH??
(Padahal Ibnu Hajar Al-Asqolaani dan para ulama syafi'iyah terkmuka lainnya telah memuji Ibnu
Taimiyyah dengan pujian se nggi langit)
Terlalu banyak tuduhan-tuduhan dusta ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah untuk
memudarkan cahaya kebaikan beliau rahimahullah. Kedustaan-kedustaan ini sebagian
besarnya telah dibantah dalam sebuah disertasi untuk meraih gelar doktoral yang
berjudul ( دﻋﺎوى اْﻟﻣَﻧﺎوﺋِْﯾن ﻟِﺷْﯾﺦ اﻹِﺳﻼَم اْﺑن َﺗْﯾﻣﯾﺔTuduhan-Tuduhan Musuh-Musuh Ibnu Taimiyyah)
َْ ِ ِ ِﱠ ِ َ َ ِ ُ َ َ َ
yang ditulis oleh As-Syaikh Abdullah bin Sholeh bin Abdul Aziiz al-Gushn. (silahkan di
download di http://waqfeya.net/book.php?bid=1876). Bahkan yang lebih sadis dari
sekedar-sekedar tuduhan dusta, ternyata ada sebagian orang yang menggabungkan
antara tuduhan dusta dan sekaligus mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Abu Salafy yang telah menuduh Ibnu Taimiyyah dengan tuduhan
palsu sekaligus menuduh Ibnu Taimiyyah sebagai gembong kaum munafik (lihat
kembali http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/117-tipu-muslihat-abu-
salafy-cs-3-qtuduhan-ustadz-abu-salafy-bahwasanya-ibnu-taimiyyah-mencela-ali-dan-
umarq). Disinyalir Abu Salafy dialah si Idahram yang juga tukang dusta. Ternyata gaya-
gaya Abu Salafy ini hanyalah mengikuti gurunya Habib Hasan Saqqoof yang juga
telah menuduh dengan tuduhan-tuduhan dusta serta mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Hal
ini telah ditegaskan oleh Habib Wahabi Alawi bin Abdil Qodir As-Saqoof, beliau
berkata : "Dahulu saya pernah membaca beberapa buku karya Hassaan bin Ali As-
Saqqoof, akan tetapi seingatku saya tidak pernah selesai membaca satu bukupun dari
buku-buku tersebut karena saya terasa muak dan merinding tatkala melihat celaan,
ejekan, hinaan, dan makiannya terhadap para imam Ahlus Sunnah. Kemudian terakhir-
terakhir ini tatkala saya mendengar suatu tayangan di channel Mustaqillah dimana dia
telah mengkafirkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah maka sayapun turut
berpartisipasi untuk membantahnya…" ('Abats Ahil Ahwaa' bi Turoots al-Ummah hal 5-
6, silahkan download di http://waqfeya.net/book.php?bid=5414
Ternyata isu tentang pencelaan Ibnu Taimiyyah sudah ada sejak dulu. Ada salah seorang
musuh Ibnu Taimiyyah yang berkata bahwasanya barangsiapa yang mengatakan Ibnu
Taimiyyah adalah Syaikhul Islam maka ia telah kafir. Bukan hanya Ibnu Taimiyyah yang
dikafirkan, bahkan semua yang mengatakan Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul islam
maka telah kafir.
1
4. (Hal ini mengingatkan saya pada Abu Salafy dan konco-konconya yang sering menuduh
kaum wahabi sebagai khawarij, ternyata justru mereka yang begitu mudah
mengkafirkan kaum wahabi). Untuk membantah perkataan ini maka tegaklah seorang
ulama dari madzhab As-Syafi'iah yang bernama Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqi
(wafat 842 H) menulis sebuah risalah yang sangat baik dengan judul
اﻟرﱡد اْﻟَواﻓِر ﻋ َﻠﻰ ﻣن زﻋم أَن ﻣن ﺳ ﱠﻣﻰ اْﺑن َﺗْﯾﻣﱠﯾﺔ ﺷْﯾﺦ اﻹِﺳﻼَم ﻛﺎﻓِر
ٌ َ ِ ْ َ َ َ ِ َ َ ْ َ َْ َ ََ ﱠ َ ُ ﱠ
(Bantahan yang cukup terhadap orang yang menyangka barang siapa yang menggelari
Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam maka telah kafir- bisa di download di
http://kotubcom.blogspot.com/2011/02/pdf_2275.html (cetakan lama).
Dan dalam risalahnya ini Ibnu Nashiruddin As-Syafi'i menyebutkan pujian sekitar 85
ulama besar dari berbagai madzhab, madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab
Syafi'i dan madzhab Hanbali. Setelah itu Ibnu Nashiruddin berkata :
"Sungguh kami tidak menyebutkan jumlah yang banyak dari kalangan para ulama yang
menyatakan akan keimaman Ibnu Taimiyyah dan juga sikap zuhud dan waro' beliau" (Ar-
Rod al-Waafir hal 74, dan bagi para pembaca yang ingin melihat pujian-pujian para
ulama terhadap Ibnu Taimiyyah maka silahkan mendownload kitab اْﻟﺟﺎﻣﻊ ﻟِﺳْﯾرةِ ﺷْﯾﺦ اْﻹِﺳﻼ َِم اْﺑن
ِ ْ ِ َ َ ِ ُ ِ َ
َﺗْﯾﻣﱠﯾﺔ
َ ِ bisa didownload di http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1000)
Sebagaimana kitab Idahram yang berisi kedustaan terang-terangan dan tuduhan dusta
kepada wahabiyah diberi pengantar oleh DR Said Aqiel Siradj maka risalah Ar-Rod Al-
Waafir yang membela Ibnu Taimiyyah (yang dianggap dedengkot wahabi oleh para
pembenci wahabi) juga diberi pengantar oleh Ibnu Hajar Al-'Asqolaani
rahimahullah. Risalah Ar-Rod Al-Waafir selain mencantumkan sekitar 85 ulama yang
menyatakan Ibnu Taimiyyah sebagai imam, risalah ini juga diberi pengantar oleh para
ulama besar, diantaranya Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-'Asqolaaniy Asy-Syafii yang telah
memuji risalah ini, dan telah memuji kepada Ibnu Taimiyyah dengan pujian setinggi
langit. Berikut ini saya terjemahkan kata pengantar beliau
2
5. ((Segala puji bagi Allah, dan keselamatan bagi hamba-hambaNya yang telah Ia pilih.
Aku telah melihat tulisan yang bermanfaat ini, yang merupakan kumpulan untuk
maksud-maksud (tujuan-tujuan) yang telah dikumpulkan oleh pengumpulnya. Maka
jelas bagiku luasnya Imam yang telah menulis tulisan ini serta kedalamannya terhadap
ilmu-ilmu yang bermanfaat yang diagungkan dan dimuliakannya di antara para ulama.
Dan tersohornya keimaman As-Syaikh Taqiyyuddin (*Ibnu Taimiyyah) lebih
tersohor daripada matahari. Dan penggelaran beliau dengan Syaikul Islam tetap
terjaga di lisan-lisan yang suci sejak zaman beliau hingga saat ini , dan akan terus
lestari hingga hari esok sebagaimana hari yang lalu. Tidak ada yang mengingkari
hal ini kecuali hanyalah orang jahil (dungu) atau orang yang menjauhi sikap adil.
Maka sungguh berat dan betapa besar keburukan orang yang melakukan hal tersebut
(*menyatakan kafirnya orang yang menggelari Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam).
Hanya kepada Allahlah kita memohon –dengan anugerah dan karuniaNya- agar
menjaga kita dari keburukan diri-diri kita dan akibat-akibat buruk dari lisan-lisan kita
Kalau seandainya dak ada keutamaan yang dimiliki oleh Ibnu Taimiyyah kecuali hanya apa yang
diingatkan oleh Al-Haafiz yang tersohor yaitu 'Alamuddiin Al-Barzaaly dalam kitab "Taarikh" nya
(*maka sudah cukup) yaitu bahwasanya dak pernah terjadi dalam sejarah Islam seseorang
yang tatkala meninggal maka berkumpulah manusia yang begitu banyak sebagaimana pada
3
6. jenazah As-Syaikh Taqiyyuddin (Ibnu Taimiyyah). Dan beliau mengisyaratkan bahwasanya
jenazah Imam Ahmad tatkala itu dihadiri oleh sangat banyak orang (*di kota Baghdad), dihadiri
oleh ratusan ribu orang. Akan tetapi seandainya jika di kota Damaskus (*tempat wafatnya Ibnu
Taimiyyah) jumlah penduduknya seper jumlah penduduk kota Baghdad atau bahkan berlipat-
lipat ganda dari jumlah penduduk kota Baghdad maka dak seorangpun dari penduduk yang
dak menghadiri janazah Ibnu Taimiyyah. Selain itu seluruh penduduk Baghdad –kecuali hanya
sedikit-, mereka seluruhnya meyakini keimaman Imam Ahmad. Dan gubernur kota Baghdad dan
juga Khalifah/Raja pada waktu itu sangat mencintai dan mengagungkan Imam Ahmad.
Berbeda halnya dengan Ibnu Taimiyyah. Gubernur Damaskus sedang tidak ada di
tempat tatkala wafatnya Ibnu Taimiyyah, dan ( juga) mayoritas ahli fikih di Damaskus
tatkala itu menentang Ibnu Taimiyyah hingga akhirnya Ibnu Taimiyyah meninggal dalam
keadaan di penjara di Qol'ah. Meskipun demikian tidak seorangpun dari para ahli fikih
tersebut yang tidak menghadiri jenazah Ibnu Taimiyyah dan mendoakan rahmat
baginya dan turut berduka cita. Kecuali hanya tiga orang yang tidak ikut serta karena
mereka mengkhawatirkan diri mereka dari (gangguan) masyarakat umum (*karena
ketiga orang ini sangat dikenal oleh masyarakat membenci dan menentang Ibnu
Taimiyyah-pen). Dan meskipun telah berkumpul jumlah manusia yang begitu banyak
akan tetapi tidaklah ada yang mendorong mereka untuk berkumpul kecuali karena
keyakinan mereka terhadap keimaman Ibnu Taimiyyah dan keberkahannya. Mereka
berkumpul bukan karena diperintahkan oleh penguasa, dan juga bukan karena sebab
yang lain.
4
7. Dan telah shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
أَْﻧﺗم ﺷﮭداء ﷲِ ﻓِﻲ اﻷَرض
ِ ْ ُ ََُ ُْ
"Kalian adalah saksi-saksinya Allah di dunia"
Sungguh sekumpulan ulama telah berulang kali menentang As-Syaikh Taqiyyuddin Ibnu
Taimiyyah disebabkan beberapa perkara ushul maupun furu' yang mereka ingkari dari
Ibnu Taimiyyah. Bahkan telah diadakan beberapa majelis (*untuk mendebat/menyidang)
Ibnu Taimiyyah dikarenakan hal tersebut di kota Qohiroh dan Damaskus, akan tetapi
tidak diketahui ada seorangpun dari mereka yang berfatwa bahwa ibnu Taimiyyah
zindiq atau menghalalkan darah Ibnu Taimiyyah, padahal tatkala sebagian orang-orang
kerajaan begitu keras menentang beliau, hingga akhirnya beliau dipenjara di Qohiroh
kemudian dipenjara di Damaskus. Meskipun demikian seluruh mereka mengakui
keluasan ilmu beliau, tingginya sikap zuhud dan waro' beliau, kedermawanan dan
keberanian beliau, serta perkara-perkara yang lain yang merupakan bentuk
perjuangan beliau membela Islam dan berdakwah di jalan Allah ta'aala baik secara
terang-terangan maupun secara diam-diam.
Maka lantas bagaimana tidak ada pengingkaran terhadap orang yang menyatakan
bahwasanya beliau kafir??, bahkan terhadp orang yang mengkafirkan orang yang
menamakan Ibnu Taimiyyah sebagai Syaikhul Islam??. Dan tidak ada dalam penamaan
beliau dengan Syaikhul Islam menkonsekuensikan pengkafiran. Karena sesungguhnya
beliau tanpa diragukan lagi adalah salah seorang Syaikh dari para syaikh-syaikh Islam
pada masanya. Dan permasalahan-permasalahan yang diingkari dari beliau tidaklah
5
8. beliau mengucapkannya dengan hawa nafsu, dan beliau tidaklah bersih keras pendapat
dengan permasalahan-permasalahan tersebut kecuali setelah tegaknya dalil-dalil atas
pendapat beliau tersebut.
Lihatlah tulisan-tulisan karya beliau penuh dengan bantahan terhadap orang yang
menyatakan tajsiimnya Allah dan beliau berlepas diri dari orang tersebut. Meskipun
demikian beliau adalah manusia biasa, benar dan bersalah. Dan perkara-perkara yang
beliau benar lebih banyak, karenanya diambil faedah dari beliau dan dioakan rahmat
Allah bagi beliau. Adapun kesalahan-kesalahan beliau maka tidak boleh ditaqlidi, akan
tetapi beliau ma'dzuur (diberi udzur) karena para imam di masa beliau mengakui
bahwasanya telah terpenuhi pada beliau sarana-sarana untuk berijtihad. Bahkan orang
yang paling menentang beliau dan berusaha memberi kemudhorotan kepada
beliau –yaitu Syaikh Jamaaluddin Az-Zamlakaani- juga telah mengakui hal itu
(bahwasanya Ibnu Taimiyyah mujtahid). Demikian juga Syaikh Sodruddin bin Al-
Wakiil yang tidak ada yang kokoh dalam berdialog dengannya ( juga mengakui Ibnu
Taimiyyah seorang mujtahid).
Dan yang paling menakjubkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah adalah termasuk
orang yang paling gigih menentang Ahlul Bid'ah, Syi'ah Rofidhoh, Al-Hululiyah,
dan Al-Ittihaadiyah (paham wihdatul wujud). Tulisan-tulisan beliau tentang hal ini
banyak dan terkenal, serta fatwa-fatwa beliau tentang mereka tidak terhingga. Maka
sungguh akan menyenangkan mereka jika mereka mendengar akan kafirnya Ibnu
Taimiyyah, dan sungguh mereka akan bergembira jika mereka melihat ada ahli ilmu
yang mengkafirkan ibnu Taimiyyah. Maka wajib bagi orang yang memiliki ilmu dan
memiliki akal untuk mengamati perkataan-perkataan Ibnu Taimiyyah dari buku-buku
karya beliau yang tersohor. Atau dari Ahlus Sunnah yang tsiqoh (terpercaya) dari
kalangan ahli periwayatan/penukilan sehingga ia bisa benar-benar memperoleh
6
9. perkara-perkara yang ia ingkari dari Ibnu Taimiyyah, lalu hendaknya ia memperingatkan
umat dari kesalahan-kesalahan tersebut, dengan maksud untuk memberi nasehat, serta
memuji Ibnu Taimiyyah dengan menyebutkan keutamaan-keutamaan beliau pada
perkara-perkara yang Ibnu Taimiyyah berada di atas kebenaran, sebagaimana kebiasaan
(yang dilakukan pada) para ulama selain Ibnu Taimiyyah (*yaitu kesalahan mereka
diperingatkan dengan tetap memuji mereka-pen).
Kalau saja Ibnu Taimiyyah tidak punya keistimewaan yang terpuji kecuali hanya
seorang muridnya yang tersohor As-Syaikh Syamsuddin Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
penulis buku-buku yang bermanfaat dan menggembirakan yang telah memberi
manfaat kepada kawan dan lawan, maka hal ini sudah sangat cukup untuk
menunjukkan agungnya kedudukan Ibnu Taimiyyah.
Lantas bagaimana lagi jika para imam di zamannya dari kalangan madzhab syafiiah dan
yang lainnya –apalagi para ulama madzhab hanbali- telah mengakui keterdepanan
beliau dalam ilmu-ilmu dan keistimewaan beliau dalam manthuq dan mafhuum. Setelah
semua kelebihan ini maka tidaklah dipandang dan tidak dijadikan pegangan orang
yang menyatakan bahwa beliau kafir atau kafirnya orang yang menamakan beliau
syaikhul Islam. Bahkan wajib untuk mencegahnya dari mengucapkan hal ini hingga ia
kembali kepada al-hak dan tunduk kepada kebenaran.
Dan Allah-lah yang berfirman dengan kebenaran dan memberi petunjuk kepada jalan
yang lurus, dan cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita dan Dialah sebaik-baik
tempat bersandar.
7
10. Diucapkan dan ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajr AsSyafi'I –
semoga Allah memaafkannya- pada hari jum'at tanggal 9 Rabiul Awwal tahun 835 H
sambil memuji Allah dan bersholawat dan bersalam kepada Rasulullah Muhammad dan
keluarganya)). Demikian kata pengantar yang ditulis oleh Ibnu Hajr Al-'Asqolaani
terhadap risalah Ar-Rod Al-Waafir hal 77-79)
Sungguh pujian setinggi langit yang diberikan oleh Al-Haafiz Ibnu Hajar kepada Ibnu
Taimiyyah. Kesimpulan dari pernyataan-peryataan beliau adalah :
Pertama : Ibnu Taimiyyah berhak untuk digelari Syaikhul Islam, dan gelar ini akan terus
lestari. Dan hanya orang dungu saja atau orang yang tidak adil yang mengingkari gelar
ini bagi beliau
Kedua : Tidak pernah ada jenazah yang dihadiri dengan jumlah yang begitu banyak
sebagaimana janazah Ibnu Taimiyyah. Disebutkan dalam Adz-Dzail 'alaa tobaqoot Al-
Hanaabilah (2/407) bahwasanya yang menghadiri janazah Ibnu Taimiyyah tatkala itu
sekitar 200 ribu kaum lelaki dan sekitar 15 ribu kaum wanita
Ketiga : Cukuplah satu saja murid beliau –yaitu Ibnul Qoyyim- menjadi bukti akan luas
dan dalamnya ilmu Ibnu Taimiyyah.
Keempat : Ibnu Taimiyyah adalah termasuk orang yang paling gigih menentang dan
membantah Ahlul Bid'ah dan Syi'ah Roofidhoh
Kelima : Ibnu Taimiyyah diakui oleh lawan-lawannya sebagai seorang mujtahid
Keenam : Lawan-lawan Ibnu Taimiyyah mengakui keterdepanan ilmu beliau, zuhud,
waro', kedermawanan, serta keberanian beliau.
Demikianlah diantara keistimewaan-keistimewaan Ibnu Taimiyyah yang disebutkan oleh
Ibnu Hajar. Tentunya masih banyak keistimewaan beliau, jihad beliau, serta karomat-
karomat beliau sebagaimana termaktub dalam buku-buku yang menjelaskan tentang
biografi beliau.
8
11. Pujian Ulama Syafi'iyah Selain Ibnu Hajar kepada Ibnu Taimiyyah
Sebagian besar warga muslim Indonesia bermadzhab As-Syafi'iyah, bahkan orang-
orang yang memusuhi kaum Wahabi di tanah air kebanyakannya juga mengaku
pengikut madzhab Asy-Syafiiyah. Tentunya Ibnu Taimiyyah adalah salah seorang ulama
yang dituduh oleh mereka sebagai dedengkot wahabi.
Karenanya saya sangat berharap agar mereka meninjau kembali permusuhan mereka.
Lihatlah Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqi yang membela habis Ibnu Taimiyyah juga dari
madzhab Syafiiyah. Kemudian Ibnu Hajar salah seorang ulama terkemuka dari madzhab
Syafii juga memuji Ibnu Taimiyyah setinggi langit dan membantah orang yang mencela
Ibnu Taimiyyah. Dan masih banyak ulama-ulama syafiiyah yang lainnya yang memuji
Ibnu Taimiyyah. Berikut ini saya akan menyampaikan pujian-pujian setinggi langit dari
para ulama besar madzhab syafiiyah, agar mereka para pembenci kaum wahabi bisa
mencontohi ulama mereka.
Pertama : Al-Haafizh Abul Fath Al-Ya'muri As-Syafii (penulis kitab ﻋﯾون اﻷََﺛر ﻓِﻲ ﻓ ُُﻧون اْﻟﻣﻐﺎزي
ِ ََ ِ ْ ِ ُ ُُْ
,واﻟﺷﻣﺎﺋِل واﻟﺳَﯾرwafat pada tahun 734 H, lihat Ad-Duror Al-Kaaminah 4/330), beliau berkata
ِ َ ﱠَ ِ ّ ﱢ
:
وﻛﺎد َﯾﺳَﺗوﻋب اﻟﺳَﻧن واﻵَﺛﺎر ﺣﻔظﺎ ً، إِن َﺗﻛﻠﱠم ِﻓﻲ اﻟﺗﻔﺳْﯾر ﻓﮭو ﺣﺎﻣل راَﯾﺗِﮫ، أ َْو أَﻓَﺗﻰ ِﻓﻲ اْﻟﻔِﻘﮫ ﻓﮭو ﻣدرك ﻏﺎَﯾَﺗﮫ، أَو ذاﻛر ﺑِﺎْﻟﺣدﯾث
ِ َ ٌ ِ َ ْ ُ َ ُ ِ ُْ َُ َ ِ ْ ْ ِ َ ُ ِ َ َُ َ ِ ِ ْﱠ َ َ ْ ِْ َ َ َ َ َ َ ْ ْ ِ ُ ﱡ
ﻓﮭو ﺻﺎﺣب ﻋﻠﻣﮫ وذو رواﯾﺗﮫ، أو ﺣﺎﺿر ﺑﺎﻟﻧﺣل واﻟﻣﻠل ﻟم ﯾر أوﺳﻊ ﻣن ﻧِﺣﻠَﺗِﮫ ﻓﻲ ذﻟك وﻻ أرﻓﻊ ﻣن دراﯾﺗﮫ، ﺑرز ﻓﻲ ﻛل ﻓن
ﱟ ْ ُ ﱢ
ﻋﻠﻰ أﺑﻧﺎء ﺟﻧﺳﮫ، وﻟم ﺗر ﻋﯾن ﻣن رآه ﻣﺛﻠَﮫ، وﻻ رأت ﻋﯾﻧﮫ ﻣﺛل ﻧﻔﺳﮫ
ِ َ ُ ْ َ ُ َ
"Beliau (*Ibnu Taimiyyah) menguasai hadits-hadits dan atsar-atsar dengan hafalan, jika
beliau berbicara tentang tafsir maka beliau adalah pembawa bendera ilmu tafsir, atau
jika beliau berfatwa dalam fikih maka beliau tahu puncak ilmu fikih, atau tatkala ia
menyebutkan hadits maka beliau adalah pemiliki ilmu hadits dan periwayatannya, atau
tatkala menyebutkan tentang ilmu aliran dan agama maka tidak dilihat ada orang yang
lebih luas ilmunya daripada beliau dan tidak ada yang lebih tinggi pengetahuannya.
Beliau unggul pada seluruh cabang ilmu di atas orang-orang yang sebangsa beliau. Dan
orang yang pernah melihatnya tidak pernah melihat orang lain yang semisalnya, dan
dia sendiri tidak pernah melihat orang yang seperti dirinya"
(Ajwibah Ibni Sayyid An-Naas Al-Ya'muri 'an su'aalaat Ibni Abiik Ad-Dimyathi 2/221
tahqiq DR Muhammad Ar-Rowandi, sebagaimana dinukil dalam Al-Jaami' li Siirh
Syaikhil Islaam hal 188)
Kedua : Abul Hajjaaj Yusuf bin Abdirrahman Al-Mizziy As-Syafi'i (salah satu Imam Al-
Jarh wa at-Ta'diil, penulis kitab Tahdziibul Kamaal, wafat 742 H)
Beliau berkata :
َﻣﺎ رأَْﯾت ﻣْﺛﻠَﮫ وﻻَ رأَى ھو ﻣْﺛل َﻧﻔﺳﮫ، وﻣﺎ رأَْﯾت أَﺣداً أَﻋﻠَم ﺑِﻛَﺗﺎب ﷲِ وﺳﻧﺔ رﺳوﻟِﮫِ وﻻَ أَْﺗَﺑﻊ ﻟَﮭﻣﺎ ﻣْﻧﮫ
ُ ِ َُ َ َ ُْ َ ِ َ ُﱠ ِ ِ َ ْ َ َ َ َ َ ِ ِ ْ َ ِ َُ َ َ ُ ِ ُ َ
9
12. "Aku tidak pernah melihat yang seperti beliau, dan dia sendiri tidak pernah melihat
orang yang semisalnya, dan aku tidak pernah melihat seorangpun lebih berilmu tentang
al-Qur'an dan sunnah Rasulullah dan lebih menjalankan Al-Qur'an As-Sunnah daripada
dia"(Tobaqoot Ulamaa Al-Hadiits 4/283)
Ketiga : Kamaaluddin Abul Ma'aali Muhammad bin Ali Az-Zamlakaani As-Syafi'i (wafat
728 H), beliu berkata :
ﻛﺎن إِذا ﺳﺋِل ﻋن ﻓن ﻣن اْﻟﻌْﻠم ظن اﻟراﺋِﻲ واﻟﺳﺎﻣﻊ أ ﱠَﻧﮫ ﻻَ َﯾﻌرف ﻏْﯾر ذﻟِك اْﻟﻔن
ِ ْ ُ َ َ َ َ َ ﱢ ُ ُ ِ َ ﱠ َ َ َ ُ َ َ ْ َ ﱟ ِ َ ِ ِ َ ﱠ ﱠ
"Jika Ibnu Taimiyyah ditanya tentang salah satu cabang ilmu maka orang yang melihat
dan mendengar (jawabannya) menyangka bahwa Ibnu Taimiyyah tidak mengetahui
cabang ilmu yang lain" (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/144), maksud beliau yaitu karena
terlalu hebatnya Ibnu Taimiyyah dalam bidang ilmu tersebut, sehingga seakan-akan
Ibnu Taimiyyah menghabiskan umurnya untuk mempelajari satu bidang ilmu saja dan
tidak mempelajari bidang ilmu-ilmu yang lain. Akan tetapi ternyata kehebatan ini
berlaku pada seluruh bidang ilmu.
Az-Zamlakaani memuji Ibnu Taimiyyah dalam syairnya :
ﻗﺎھرة ھو َﺑْﯾَﻧَﻧﺎ أ ُﻋﺟوَﺑﺔ ◌اﻟدھر
ِ ْ ُ ﱠ ُْ ْ َُ َ ِ َ ھو ﺣﺟﺔ
ٌ َُ ُ ﱠ
"Dia adalah hujjah milik Allah yang menguasai…..dia diantara kita adalah keajaiban
zaman"
Imam Ibnu Katsiir As-Syafii menyebutkan bahwasanya Az-Zamlakaani memuji Ibnu
Taimiyyah dengan syair ini padahal tatkala itu umur Ibnu Taimiyyah sekitar 30 tahun
(lihat Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 18/298)
Keempat : Abu Hayyaan Al-Andalusi An-Nahwi As-Syafi'i, penulis kitab tafsir Al-Bahr
Al-Muhiith, dahulunya beliau bermadzhab Maliki kemudian berpindah ke madzhab As-
Syafii dan mengarang sebuah kitab yang berjudul ( اﻟوھﺎج ﻓِﻲ اﺧﺗِﺻﺎر اْﻟﻣْﻧﮭﺎج ﻟِﻠﻧوويlihat
ِ َْ َ ِ ِ َ ِ ﱠ ُ َ ﱠ
muqoddimah tafsiir al-Bahr Al-Muhiith 1/57), wafat tahun 745 H. Beliau pernah berkata ;
10
13. "Kedua mataku tidak pernah melihat yang semisal Ibnu Taimiyyah", lalu beliau memuji
Ibnu Taimiyyah dalam untaian syairnya, diantaranya beliau berkata :
ﻗﺎم اﺑن ﺗﯾﻣﯾﺔ ﻓﻲ ﻧﺻر ﺷرﻋﺗَﻧﺎ ﻣﻘﺎم ﺳﯾد َﺗْﯾم إذ ﻋﺻت ﻣﺿر
ُ َ ُ ْ َ َ ْ ٍ ِِ ْ َِ َ َ َﱢ ُ
ﻓﺄظﮭر اﻟﺣق إذ آﺛﺎرهُ درﺳت وأﺧﻣد اﻟﺷر إذ طﺎرت ﻟﮫ اﻟﺷرر
ُ َ ﱠ ْ َ ﱠ ﱠ ْ َ َ ُ ْ ﱠ َ
"Tegaklah Ibnu Taimiyyah dalam memperjuangkan syari'at kita…
Sebagaimana Pemimpin Kabilah Taimi (yaitu Abu Bakar As-Shiddiq) tatkala kabilah
Mudhor membangkang (menjadi murtad)
Maka Ibnu Taimiyyahpun menampakan kebenaran tatkala atsar dari kebenaran telah
lenyap…
Dan iapun memadamkan keburukan seteleh keburukan merajalela"
Kelima : Adz-Dzhabi As-Syaafii, beliau berkata ;
ِﻓﻠَو ﺣﻠَﻔت َﺑْﯾن اﻟرﻛن واْﻟﻣﻘﺎم، َﻟﺣﻠَﻔت: أ ﱢَﻧﻲ َﻣﺎ رأَْﯾت ﺑِﻌْﯾَﻧﻲ ﻣْﺛﻠَﮫ، وأ ﱠَﻧﮫ َﻣﺎ رأَى ﻣْﺛل َﻧﻔﺳﮫ
ِ ْ َ ِ َ ُ َ ُ ِ َ ُ َ ﱠ ُ ْ َ ِ ََ َ ِ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ﱡ
"Kalau aku bersumpah diantara hajar aswad dan maqom Ibrahim maka aku sungguh
akan bersumpah : Aku tidak pernah melihat dengan dua mataku ini yang semisal Ibnu
Taimiyyah, dan diapun tidak pernah melihat yang semisal dirinya" (Adz-Dzail 'alaa
Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab 2/390)
Keenam : Ibnu Daqiiq Al-'Ieed As-Syafii, beliau pernah ditanya tentang Ibnu Taimiyyah
setelah bertemu dengan Ibnu Taimiyyah, maka beliau berkata :
رأَْﯾت رﺟﻼً ﺳﺎﺋر اْﻟﻌﻠُوم َﺑْﯾن ﻋْﯾَﻧْﯾﮫ، َﯾﺄْﺧذ َﻣﺎ ﺷء ﻣْﻧﮭﺎ وَﯾْﺗرك َﻣﺎ ﺷء
َ َﺎ ُ ُ َ َ ِ َ َﺎ ُُ ِ َ َ ِ ْ ُ ُ ِ َ ُ َ ُ َ
"Aku telah melihat seorang yang seluruh ilmu berada di hadapan kedua matanya, ia
mengambil apa yang dia sukai dari ilmu-ilmu tersebut dan meninggalkan apa yang ia
sukai" (Syadzaroot Adz-Dzahab 8/146)
11
14. Ketujuh : 'Imaadudiin Ahmad bin Ibrahim, Syaikh Al-Hazzamiyah Al-Washithy Asy-
Syafi'i (wafat 711 H), beliau berkata :
"Demi Allah kemudian demi Allah kemudian demi Allah tidak pernah terlihat di bawah
langit ini yang seperti guru kalian Ibnu Taimiyyah dari sisi ilmu, amal, kondisi, akhlak,
itiibaa', kedermawanan, kebijaksanaan, dan penegakan terhadap hak Allah ta'aala
tatkala dilanggar keharaman. Beliau adalah orang paling benar aqidahnya dan yang
paling benar ilmu dan tekadnya, dan yang paling semangat dan paling cepat dalam
membela kebenaran dan menegakkannya, dan orang yang tangannya paling pemurah,
dan yang paling sempurna ittiba'nya (keteladanannya) kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam. Kami tidak pernah melihat di zaman kami ini seseorang yang nampak
kenabian muhammadiah serta sunnah-sunnahnya dari perkataan dan perbuatannya
kecuali orang ini (Ibnu Taimiyyah), dan hati yang bersih mempersaksikan bahwasanya
ini adalah ittibaa' yang sesungguhnya" (Syadzaroot Adz-Dzahab8/144)
Kedelapan : Abdullah bin Hamid As-Syafii, beliau pernah menulis kepada Abdullah bin
Rusyaiq (warrooq/penulis Ibnu Taimiyyah/semacam sekertaris), ia berkata :
"Dan sebelum saya menemukan pembahasan-pembahasan Imam Dunia (*Ibnu
Taimiyyah) rahimahullah, saya telah menelaah kitab-kitab para penulis terdahulu, dan
aku telah melihat perkataan para mutaakhirin dari kalangan ahli filsafat, maka aku
mendapatinya terdapat kebatilan-kebatilan dan keraguan-keraguan yang tidak pantas
untuk terbetik di hati seorang muslim yang lemah apalagi seorang yang agamanya
kuat. Sungguh meletihkan dan menyedihkan hatiku tatkala aku melihat orang-orang
besar bisa terbawa ke pemikiran-pemikiran yang lemah dan rendah yang pemeluk umat
ini tidak akan meyakini kebenarannya. Akupun memeriksa sunnah yang murni di buku-
buku para ahli filsafat pengikut madzhab Imam Ahmad secara khusus karena mereka
tersohor dengan keteguhan mereka memegang perkataan-perkataan Imam mereka
(Imam Ahmad) dalam masalah pokok-pokok aqidah, akan tetapi aku tidak
mendapatkan dari mereka apa yang mencukupi. Aku melihat mereka kontradikisi
tatkala mereka menetapkan landasan-landasan yang ternyata bertentangan dengan apa
yang mereka yakini. Atau mereka meyakini perkara yang bertentangan dengan
konsekuensi dari dalil-dalil mereka. Jika aku mengumpulkan antara pendapat-pendapat
Mu'tazilah, Asya'iroh, dan Hanabilah Baghdad, serta Karomiyahnya Khurosaan maka aku
melihat bahwasanya ijmaak (consensus) para ahli filsafat dalam satu permasalahan
bertentangan dengan apa yang ditunjukkan oleh dalil akal dan naql (Al-Qur'an dan As-
Sunnah), maka hal ini membuat aku tidak suka dan menjadikanku bersedih dengan
kesedihan yang tidak mengetahui hakekat kesedihanku kecuali Allah. Hingga akupun
12
15. menderita tatkala menghadapi perkara ini dengan penderitaan yang sangat berat, yang
aku tidak mampu untuk menjelaskan sedikit penderitaanku itu.
Akupun bersandar kepada Allah ta'aala dan aku merendah kepada-Nya, lalu aku berlari
ke lahiriahnya nas-nas dan aku menemukan pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda
dan demikian pula takwilan-takwilan yang dibuat-buat, maka fitroh ini tidak mau
menerimanya. Lalu fitrohku bergantung kepada kebenaran yang jelas dalam pokok-
pokok permasalahan, akan tetapi aku tidak berani terang-terangan untuk berpendapat
dan menancapkan aqidahku diatasnya karena aku tidak menemukan adanya atsar dari
para imam dan para salaf terdahulu. Hingga akhirnya Allah mentaqdirkan aku untuk
menemukan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelang wafatnya
beliau. Maka aku mendapatkan di dalamnya sesuatu yang menakjubkanku dimana
fitrohku sepakat dengan apa yang terdapat di dalamnya, serta penyandaran kebenaran
kepada para imam sunnah dan para salaf, disertai dengan keserasian antara akal dan
dalil. Maka akupun terpaku karena sangat senang dengan kebenaran, dan gembira
dengan ditemukannya apa yang aku cari-cari yang jika hilang maka tidak ada gantinya.
Maka jadilah kecintaan terhadap Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjadi sesuatu yang
harus, yang aku tidak mampu untuk mengungkapkan kecintaanku kepadanya meskipun
hanya sedikit, walaupun aku sudah berusaha dengan sebaik-baiknya"
(Risaalah min Abdillah bin Haamid ilaa Abdillah bin Rusyaiq, dan risalah ini
terlampirkan dalam kitab al-'Uquud ad-Durriyah hal 307)
Kesembilan : Ibnu Katsiir (penulis kitab Tafsiir Al-Qur'aan al-'Adziim). Beliau berkata
:"Telah ditulis banyak buku tentang biografi beliau, dan sejumlah dari kalangan orang-
orang yang mulia dan selain mereka juga menulis biografi beliau. Dan kami akan
menuliskan biografi singkat tentang manaqib beliau, keutamaan-keutamaan beliau,
keberanian, kedermawanan, nasehat beliau, zuhudnya beliau, ibadah beliau, ilmu beliau
yang banyak…" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 18/302)
Selesai ditulis di Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 19-01-1433 H / 14 Desember
2011 M. Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
(beliau Ustadz. Firanda MA, sekarang adalah kandidat DOKTOR di Universitas Madinah)
13
16. Tazkiratul HuffaŻ- Al Imam al-Żahabi
Serial Biografi ibnu Taimiyah I
Seorang Syaikh, Imam, Ulama, al-Hâfidz[1], ahli Fiqih, Mujtahid,
Mufassir ulung, Syaikhul Islâm, Simbol Kezuhudan, langka di
zamannya.
Beliau Adalah Taqiy al-Dîn Abu al-Abbâs Ahmad bin al-Muftî
Syihâbuddîn ‘Abdu al-Halîm bin al-Imâm al-Mujtahid Syaikh al-
Islâm Majd al-Dîn Abd al-Salâm[2] bin Abdullâh bin Abi al-Qâsîm
al-Harrânî yang merupakan salah seorang ulama besar.
Lahir pada Rabîul Awwal tahun 661 Hijriah kemudian berpindah[3]
bersama keluarganya pada tahun 667 Hijriah. Ia berguru kepada
Abd al-Dâim, ibnu Abi al-Yasar, Al-Kamâl bin Abd, Ibnu al-Shairafî,
Ibn Abî al-khoir, dan banyak lagi.
Beliau sangat perhatian dengan hadits dan telah Menyalin berjuz-juz kitab, berguru
kepada banyak syaikh, Mentakhrij dan menyeleksi Hadits, pandai dalam ilmu rijal[4] dan
cacat hadits, faqih dalam seluruh bidang keilmuan Islam, Ilmu kalam, dan Ilmu-ilmu
lainnya.
Beliau adalah Samudera Ilmu, Manusia cerdas yang diperhitungkan, zuhud yang tiada
taranya, ksatria Pemberani, Mulia lagi dermawan, dipuji oleh kawan maupun lawan, dan
terkenal dengan karangannya yang mencapai 300 jilid.
Beliau menyampaikan hadits di Damaskus, Mesir, dan Tsugr[5]. Beliau telah Mendapatkan
beberpa kali Ujian dan siksaan serta pernah ditahan di sebuah benteng dimesir, kairo,
Iskandariyah, dan 2 kali ditahan di Damaskus[6]. Dibenteng tersebut beliau wafat pada
tanggal 20 Żulqa’dah tahun 728 Hijriah dalam status sebagai narapidana. Setelah itu
Jenazah beliau dimandikan dan dikafani kemudian dipindahkan ke Masjid Jami’ Milik
Negara. Tak terhitung jumlah Para pelayat yang menyaksikan pemakaman Beliau, kira-kira
enam puluh ribu orang.
Beliau dimakamkan disamping pusara saudaranya yang bernama al-
Imam Syaraf al-Dîn Abdullah di pekuburah Shufiyyah[7] –Semoga
Allah merahmati keduanya-Setelah itu banyak orang bermimpi baik
tentang beliau serta bertebaran Qasidah-qasidah (memuji beliau-
red).
Beliau pernah dicaci karena mengeluarkan fatwa yang berbeda
14
17. dengan ulama sekitarnya. Fatwanya melimpah dalam Samudera ilmunya, Allah Pasti
mengampuni dan Meridhainya, aku tidak pernah melihat orang seperti beliau.
Setiap orang bisa saja diambil dan ditinggalkan pendapatnya, apa yang perlu perlu
dirisaukan?.[8]
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits,
mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu
mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100
ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi
mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi
rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar
yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah
menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih
banyak dari yang belum dihapal. Lihat Syaikhul islam Wal Muhaddits
[2] Beliau adalah pengarang Muntaqa al-Akhbâr yang disyarahkan Oleh Imam Syaukani dengan judul Nail al-
Authâr
[3] Pindah ke Damaskus karena pada saat itu daerahnya sedang berkecamuk Perang dengan Bangsa Tartar
[4] Cabang Ilmu Hadits yang mempelajari biografi dan kedudukan rawi
[5] Iskandaria di Mesir
[6] Kegigihan beliau dalam membela yang hak dan keteguhan beliau dalam memegang Fatwanya serta
fitnah para Ahli bid’ah telah membuat beliau ditahan sebanyak 7 kali dalam hidupnya, bahkan beliau
menghembuskan nafas terakhirnya dipenjara.
[7] Sekarang Kuburan tersebut tepatnya berada dekat Fakultas kedokteran Universitas Damaskus
[8] Perlu diketahui bahwa dengan dimasukkannya Ibnu Taimiyah dalam Kitab ini Oleh az Zahabi, berarti
beliau mennyatakan bahwa Ibnu Taimiyah telah mencapai tingkatan Al Hafidz dalam ilmu hadits.
15
18. Mu’jam Mukhtash bil Muhadditsin- Al Imam al-Żahabi
Serial Biografi ibnu Taimiyah II
Ahmad bin Abdul Halîm bin Abdul al-Salâm bin Abdullâh bin Abî
al-Qâsim bin Taimiyah, Seorang Imam, Ulama dan Hâfidz, sumber
Hujjah, tiada taranya, dan lautan Ilmu.
Taqiyuddin[1] Abul Abbâs[2] al Harrânî[3] al-Dimasyqî.
Beliau Lahir di Harrân pada bulan Rabiul Awwâl tahun 661 Hijriah
[4].
Beliau pindah ke Damaskus bersama orangtuanya al-Muftî
Syihâbbuddîn[5]. Ibnu Taimiyah belajar kepada Ibnu Abd al-
Dâim, Ibnu al-Yasar, dan al-Majd bin Asâkir serta banyak lagi dari
kalangan ulama Hanabilah dan ibnu Thibrizd serta ulama setelah beliau.
Beliau menyalin kitab, membaca, serta menyeleksi hadits. Mahir dengan Ilmu-ilmu Atsar
dan Sunan. Beliau juga mengajar, berfatwa, mentafsirkan Qur’an, mengarang berbagai
karangan yang bagus serta pernah dicaci maki karena memfatwakan sesuatu yang
berbeda dengan ulama sekitarnya. Beliau adalah manusia biasa yang dapat melakukan
kesalahan dan dosa, namun demi Allah kedua mataku tak pernah menyaksikan orang
seperti beliau dan matanya tidak pernah meyaksikan yang serupa dengannya. Dia adalah
seorang Imam yang ilmu agamanya seperti samudera, cemerlang akalnya, cepat tanggap,
encer otaknya, memiliki banyak kebaikan, dikenal dengan keberanian yang luar biasa lagi
dermawan, menjauhkan diri dari syahwat terhadap makanan, pakaian, serta Jima’. Tidak
ada kelezatan baginya selain menyebarkan Ilmu, mengkodifikasinya, serta
mengamalkannya.
Abu al-Fath al-Ya’marî[6] ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan al-Hâfidz Abi al-Abbâs
al-Dimyâthî, menyatakan : “Aku mendapati bahwa beliau memiliki banyak perbendaharaan
ilmu. Beliau nyaris menghapal seluruh kitab-kitab sunan dan juga atsar, kalau dia berbicara
tafsir, maka dialah pemegang panjinya , kalau dia berfatwa tentang fiqh, maka dia seolah
paling menguasai fiqh, Kalau dia bicara tentang hadits,maka dia seolah pemilik ilmunya
dan periwayatnya, atau ketika ia menyampaikan tentang aliran-aliran maka tidak ada lagi
yang lebih luas dan lebih tinggi pembahasannya, Ibnu Taymiyah menguasai semua cabang
ilmu. mata manusia tidak pernah melihat orang seperti dia dan matanya tidak pernah
melihat orang yang menandinginya”.
16
19. Aku berkata: beliau dipenjara lebih dari sekali karena tipu muslihat musuh-musuhnya serta
untuk membatasi lisan dan tinta beliau, namun beliau tidak mau rujuk dan berbalik kepada
penasihatnya hingga ia wafat dalam keadaan terpidana di penjara Damaskus pada tanggal
20 Dzul Qa’dah tahun 728 hijriah.[7]
[1] Laqabnya
[2] Kunyahnya
[3] Daerah kelahirannya
[4] Atau tahun 1263 Masehi
[5] Syihabuddîn adalah laqab untuk ayah beliau yang bernama Abdul Halim
[6] Ibnu Sayyid al-Nâs
[7] Perlu diketahui bahwa Kitab Ini merupakan daftar nama-nama guru beliau dan orang-orang telah beliau
riwayatkan haditsnya dari kalangan Muhadditsin sebagaimana yang beliau jelaskan di Muqaddimah kitab Ini.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa Az Zahabi menggap Ibnu Taimiyah sebagai seorang Muhaddits dan
merupakan gurunya
17
20. Żail Târîkh al Islâm- Al Imam al-Żahabi-Serial Biografi ibnu Taimiyah III
Syaikh, Imam, Alim, ahli tafsir, Ahli fiqih, Mujtahid, al Hafidz[1], al
Muhaddits, Syaikhul Islam, langka di jamannya, dan pemilik
berbagai karangan yang kecerdasannya amat berkilau.
Dialah Taqiy al dîn Abu al Abbâs Ahmad bin (anak dari seorang
Mufti yang Alim) Syihab al dîn Abd al Halîm bin Syaikh al Islâm
Majd al dîn Abi al Barakât abd al Salâm (pengarang kitab al
Ahkâm) bin Abdullah bin Abi al Qâsim al Harrânî bin Taimiyah
yang merupakan laqab kakeknya yang teratas.
Dilahirkan pada tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 Hijriah di
Harrân. Ia ikut serta bersama Bapak dan kerabatnya pindah ke
Damaskus tahun 667 Hijriah ketika Rezim Tartar.
Mereka keluar mengendap-endap diwaktu malam dengan menarik sebuah kereta sapi
bermuatan penuh kitab didalam gerobak. Musuh-musuh (tartar) tidak membiarkan ada
hewan berkaki empat selain sapi untuk bertani. Sapi penarik gerobak tersebut amat lelah
karena beratnya gerobak tersebut kemudian berhenti.
Dalam keadaan khawatir tersusul oleh Musuh, merekapun meminta pertolongan kepada
Allah, kemudian sapi tersebut kembali berjalan dan Allah melindungi serta menyelamatkan
mereka hingga perbatasan dan mereka selamat.
Beliau belajar kepada Abd al Dâim, Ibnu Abi al Yusr, al Kamal bin Abd, Ibnu Abi al Khair,
Ibnu Shoyrafî, Syaikh Syamsuddîn, Al Qâsim al Irbilî, Ibnu Allân, dan banyak lagi.
Beliau Juga belajar berbagai kitab secara Otodidak, melakukan penyeleksian dan menyalin
beberapa bagian sunan Abu Daud, meneliti rijal dan cacatnya hingga menjadi salah
seorang Imam dalam Naqd (kritik rijal) dan atsar dengan bekal ketaqwaan, keturunan
terpandang, ingatan, dan Pemeliharan.
Kemudian beliau menjadi Ahli detil-detil Fiqh, Ijma, dan Ikhtilaf dengan berbagai
Hujjahnya; sampai-sampai membuat orang-orang takjub ketika dia menyebutkan masalah-
masalah khilaf. Dia menyampaikan dalil kemudian melakukan tarjih dan berijtihad. Dia
memang pantas melakukan ijtihad, karena syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid
telah ada bersamanya. Sesungguhnya aku belum pernah melihat orang yang secepat dia
18
21. dalam mengekstrak dalil untuk sebuah masalah dari ayat-ayat yang membahas tentang
masalah tersebut. Tidak juga aku pernah melihat orang yang sangat hapal terhadap
matan-matan hadits melebihi dia, kemudian ia mengaitkannya kepada kitab Sohih,
Musnad, atau Sunan. Seolah-olah kitab tersebut dan juga Sunan berada didepan mata dan
ujung lisannya dengan ungkapan-ungkapan yang tajam dan mata terbuka serta membuat
penentangnya tak berkutik karena tercengang.
Dia Adalah salah satu tanda kekuasaan Allah dalam tafsir. Pengetahuannya amat luas
dalam tafsir. Satu ayat saja membutuhkan satu atau bahkan beberapa majlis untuk
membahasnya.
Dalam hal pokok-pokok agama dan pengetahuannya tentang keadaan khawarij ,Rafidhah,
muktazilah dan berbagai ahli bid’ah; tak ada seorangpun yang mampu menandinginya.
Hal-hal diatas juga disertai dengan kemurahan beliau yang tak dapat aku temui
tandigannya, keberanian ekstrim yang tak bisa tertandingi, meninggalkan kelezatan-
kelezatan duniawi berupa pakaian yang indah, makanan enak, dan peristirahatan.
Berbagai karangan dari banyak disiplin ilmu telah tersebar luas. Jumlah karangan dan
fatwanya dalam disiplin ilmu Ushul, furu, zuhd, Tafsir, Tawakkal, ikhlas, dll mencapai kira-
kira 300 jilid, oh tidak… bahkan lebih.
Beliau senantiasa mengatakan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan tidak terpengaruh
oleh celaan para pencela. Beliau memiliki pengaruh dan kekuasaan.
Orang-orang yang mengenalnya kadang-kadang menganggapku termasuk orang yang
meremehkannya, tapi yang menentang dan menyelisihinya terkadang menganggap aku
berlebih-lebihan terhadapnya, padahal tidak demikian. Aku tidak mengi’tiqadkan
kemaksuman padanya. Tidak.. sekali-kali tidak! Sekalipun beliau memiliki keilmuan yang
luas, keberanian yang ekstrim, encer otaknya, dan mengagungkan kehormatan agama,
Beliau tetap manusia biasa, beliau bisa terpancing ketika berdebat lalu marah dan
menanamkan api permusuhan dan membuat orang lari darinya.
Kalau sekiranya beliau mau bersikap lemah lembut kepada lawan-lawan debatnya, niscaya
akan dicapai kesepakatan. Sebenarnya, lawan-lawan debat senior telah tunduk dengan
keilmuan dan kefaqihan beliau. Mereka mengakui unggulnya kecerdasan beliau. Mereka
Juga mengakui Minimnya kesalahan beliau.
Aku tidak peduli dengan sebagian ulama yang syiar dan kebiasaannya adalah
meremehkan, menghina kemuliaan, dan amat membencinya sampai-sampai
menganggapnya bodoh, kafir, dan mencacinya tanpa melihat karangan-karangannya,
memahami perkataannya, dan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan sempurna.
19
22. Namun ada juga orang alim yang terkadang mengarang dan membantah beliau dengan
ilmu.
Yang masuk akal adalah bersikap diam terhadap hal-hal yang terjadi antara dua orang
yang semasa[2]-semoga Allah merahmati mereka semua-
Aku adalah orang yang paling sedikit memperingatkan dan menjelaskan sesuai
kemampuanku dalam perkataan dan tulisan. Para Sahabat dan Musuh-musuhnya tunduk
dengan keilmuannya, mengakui kecepatan pemahamannya. Beliau adalah lautan tak
bertepi, perbendaharaan yang tak tertandingi, kemurahannya amat tinggi, dan
keberaniannya Abadi.
Hanya saja, mereka memusuhi karena perkataan dan perbuatan beliau. Karangan mereka
tentang hal tersebut akan diberi pahala, keinginan-keinginan (buruk.red) mereka akan
dimaafkan, kedzaliman-kedzaliman mereka akan ditutup, keekstriman mereka adalah
keterpedayaan, dan segala sesuatu akan kembali kepada Allah Subhanahu Wataala. Setiap
orang dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kesempurnaan adalah milik Rasul,
dan hujjah ada pada Ijma. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berbicara tentang
ulama dengan ilmu atau diam dengan kemurahan hati dan mempertimbangkan dengan
teliti dalam sedikitnya perkataan-perkataan mereka dengan perlahan-lahan dan
pemahaman, kemudian minta ampun untuk mereka, dan meluaskan ikat pinggang
pemaafaan, kalau tidak begitu,maka dia adalah orang yang tidak tahu dan tidak tahu
bahwa dia tidak tahu.
Kalau engkau memberi udzur para pemuka Imam dalam masalah-masalah yang sulit,
namun tidak memberi udzur Ibnu Taimiyah dalam hal-hal yang beliau menyendiri, maka
aku tetapkan bahwa dirimu adalah pengikut hawa nafsu dan tidak inshaf.
Kalau engkau katakan: ”aku tidak akan memberinya udzur, karena ia kafir, musuh Allah dan
Rasulnya”!, maka telah berkata banyak ahli ilmu dan Agama: “ kami (Wallâhi) hanya
mengetahui ibnu Taimiyah sebagai orang mukmin, memelihara sholat, wudhu, Puasa
Ramadhan, mengagungkan syariat secara zohir dan batin, tidak membawa paham buruk,
dan bahkan ia memiliki kecerdasan yang ekstrim. Tidak sedikit ilmunya, bahkan dia adalah
lautan yang meluap, mengerti kitab dan Sunnah, dan tak memiliki tandingan dalam hal itu.
Beliau juga tidak mempermainkan agama, karena kalau demikian niscaya itu akan
membuatnya menjadi yang paling cepat menjilat musuhnya[3], bersepakat dengan
mereka, dan melakukan nifak.
Beliau tidak menyendiri dalam masalah agama karena nafsu syahwat dan juga tidak
berfatwa semaunya, tapi beliau menyendiri dalam beberapa masalah dengan hujjah al
20
23. Qur’an atau hadits atau qiyas. Kemudian beliau membuktikannya, berdebat, menukil khilaf,
memanjangkan bahasan sesuai dengan contoh dari para Imam yang mendahuluinya
dalam masalah tersebut.”
Kalaupun dia tersalah pada masalah tersebut, maka dia berhak atas satu pahala
sebagaimana mujtahid dari kalangan ulama dan kalau ia benar,maka dia berhak atas dua
pahala.
Sesungguhnya celaan dan kebencian pantas diberikan kepada dua jenis orang: seorang
yang berfatwa tentang sebuah masalah dengan hawa nafsu dan tidak menampakkan
hujjah dan seorang yang berbicara tentang suatu masalah tanpa aroma keilmuan dan
keluasan dalil naqli. Semoga Allah menjauhkan kita dari hawa nafsu dan kebodohan.
Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dengan mencela
musuh-musuh seorang alim, sesungguhnya hawa nafsu dan kebodohan membuat mereka
tidak memiliki keinshafan dan kemauan untuk melawannya. Tidak juga ada pelajaran yang
dapat diambil dengan memuji kekayaannya dan berlebih-lebihan kepadanya. Justeru
pelajaran yang dapat diambil itu ada pada orang-orang yang wara dan bertaqwa dari dua
sisi, mereka berbicara dengan adil dan menegakkannya untuk Allah sekalipun atas diri
mereka sendiri maupun orang tua mereka.
Aku tidak sedikitpun mengharapkan dunia, harta, dan kehormatan dari laki-laki ini (Ibnu
taimiyah, red). Sekalipun aku memiliki pengetahuan yang sempurna tentangnya. Tetapi
aku tidak mampu menyembunyikan kebaikan-kebaikannya dalam agama dan akalku. Aku
juga tidak mampu mengubur keutamaan-keutamaannya dan menampakkan dosa-dosanya
yang telah diampuni dalam luasnya kemurahan Allah Taala dan ampunannya. Semua
kesalahannya telah tenggelam dalam lautan ilmu dan kelemahlembutannya. Allah telah
mengampuninya dan Ridha padanya, semoga Allah merahmati kita jika kita menjadi
sepertinya (Ibnu Taimiyah, red).
Sekalipun begitu, aku menyelisihinya dalam beberapa masalah furu dan ushul, Telah aku
jelaskan diatas bahwa kesalahannya dalam hal tersebut terampuni, bahkan semoga
Allah memberinya pahala atas niatnya yang baik dan segenap tenaga yang telah ia
kerahkan. Allahlah tempat kembali. Aku juga menderita dengan perkataanku dari sahabat-
sahabatnya dan musuh-musuhnya. Cukuplah Allah.
Syaikh berkulit putih, hitam rambut dan jenggotnya, sedikit ubannya, Rambutnya
menjuntai hingga cuping telinganya. Dua matanya seolah lisan yang berbicara, beliau
lelaki yang tegap, jauh jarak antara pundaknya, keras suaranya lagi fasih dan cepat dalam
membaca. Kata-katanya tajam kemudian ia ikuti dengan kelemahlembutan dan mudah
21
24. memaafkan. Dia memiliki keberanian, kelapangan dada, dan kecerdasan yang ekstrim. Aku
tidak pernah melihat yang sama dengan beliau dalam hal berdoa ,beristighasah, dan
banyaknya tawajjuh kepada Allah taala. Aku dibuat lelah oleh dua kelompok. Disisi para
pecintanya aku adalah orang yang meremehkannya, namun disisi musuhnya aku dianggap
melampaui batas dalam membangga-banggakannya, Demi Allah tidak!
Ibnu Taimiyah berpulang kerahmatullah Taala dalam keadaan terpidana dibenteng
Damaskus, disebuah ruangan setelah beberapa hari menderita sakit. Pada malam senin 20
Dzulqa’dah tahun 728 Hijriah.
Beliau disholatkan di masjid Jami Damaskus setelah dzuhur. Manusia memenuhi masjid
tersebut layaknya hari Jum’at, sampai-sampai manusia datang untuk melawatnya dari 4
penjuru pintu negeri. Minimal yang datang saat itu diperkirakan berjumlah lima puluh ribu
orang, dan dikatakan lebih dari itu. Beliau kemudian dibawa kekuburan Shufiyyah dan
dimakamkan disamping saudaranya al Imam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati
keduanya dan juga kita serta kaum Muslimin.
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits,
mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu
mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100
ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi
mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi
rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar
yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah
menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih
banyak dari yang belum dihapal
[2] Sepertinya beliau mengutip sebuah kaidah jarh yang mengatakan bahwa jarah antara dua orang yang
sejaman itu tidak mu’tabar
[3] Yang kita tahu (Wallahu a’lam) atas keteguhannya dalam menjaga agama dan Aqidah yang sohihlah
beliau diuji, sengsara dan dipenjara. Kalaulah beliau mau mempermainkan agama , niscaya beliau tidak akan
mau melakukan hal tersebut dan memilih untuk menjadi penjilat agar tidak dihukum
22
25. Al Bidâyah wa al nihâyah- Al Hâfiż Ibnu Katsir
Serial Biografi ibnu Taimiyah IV
[1]Berkata Alimuddin al Barzâlî dalam kitab Tarikhnya: Pada
malam senin Tanggal 20 Dzulqa’dah Wafatlah al Syaikh Al Imâm
al âlim al Allâmah al Faqîh al Hâfiz al Zâhid al âbid al Mujâhid al
Qudwah Syaikhul Islâm al Taqî al dîn Abu al Abbâs Ahmad anak
dari guru kami al alîm al Allâmah al Muftî Syihab al dîn abi al
Mahâsin Abdul Halîm bin syaikh al Islâm abu al Barâkat Abdul al
Salâm[2] bin Abdullah bin Abu al Qâsim bin Taimiyah al Harrânî
al Dimasyqî disebuah ruangan dimana ia dipenjara.
Kemudian berbondong-bondong orang datang mengunjungi
jenazah beliau kebenteng dimana ruangan penjara tersebut
berada dan mereka diizinkan masuk. Mereka duduk disisi jenazah
sebelum dimandikan. Mereka membaca qur’an dan bertabarruk dengan melihat dan
menciumnya. Mereka kemudian pergi dan digantikan rombongan lain dari kalangan
perempuan lalu kemudian mereka melakukan seperti sebelumnya kemudian digantikan
rombongan lain hingga jenazah beliau dimandikan.
Setelah selesai dimandikan, jenazah beliau dikeluarkan sedangkan massa telah berkumpul
dibenteng dan jalan menuju masjid jami. Masjid Jami’ pun telah penuh sesak begitu juga
pelatarannya. 4 pintu masuk benteng –bab al barîd, bâb al al Sâat, bab al fawrah juga
penuh sesak. Jenazah Ibnu Taimiyah dihadirkan pada sekitar jam 4 sore hari kemudian
diletakkan di Masjid Jami. Para tentara mengantisipasi ledakan pelawat karena saking
sesaknya dengan menjaga ketat jasad Ibnu Taimiyah.
Jasad Ibnu Taimiyah pertama kali disholatkan didalam benteng oleh Oleh Syaikh
Muhammad Tamâm kemudian disholatkan dimasjid Jami al Umawi setelah sholat zuhur.
Jasad beliau dibawa masuk lewat bâb al barîd dan pelayat makin berlipat ganda
sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Kemudian bertambah lagi hingga membuat
sempit celah antar rumah,jalan-jalan, dan juga pasar.
Setelah disholatkan, keranda Jenazah beliau keluar dari bab al bârid dan diusung diatas
ujung-ujung jari para pelayat. Kesesakan makin menjadi-jadi, ratap tangis meninggi, derai
air mata tumpah tak terkendali diselingi doa, pujian, dan tarahum kepada jenazah beliau.
Orang-orang melempar sapu tangan, sorban, dan baju-baju mereka keatas keranda.
Saking sesaknya, sandal-sandal merekapun hilang entah kemana namun itu tidak
membuat mereka berpaling karena sibuknya memandang jenzah beliau. Karena
23
26. diperebutkan, maka jadilah keranda tersebut kadang kedepan dan kadang kembali
kebelakang dan kadang berhenti sampai oranag-orang lewat. Massa keluar dari Masjid
Jami dari semua Pintu dan mereka amat berdesak-desakan Hingga Setiap pintu tampak
lebih sempit dan sesak dari pintu yang lain. Kemudian seluruh massa keluar dari pintu
negeri tersebut karena saking sesaknya. Kesesakkan terbesar terjadi pada 4 pintu –bab al
farj tempat keluarnya jenazah, bab al Farâdîs, bab al Nashr, dan bab al Jabiyah. Kesesakan
terparah terjadi di pasar al kholîl, massa bertambah berlipat-lipat karena jenazah
diletakkan disana dan disholatkan terlebih dahulu oleh saudaranya Zainuddin
Abdurrahman setelah itu dibawa ke pekuburan shuffiyah. Jenazah beliau dikubur
disamping saudaranya Syarafuddin Abdullah. Semoga Allah memuliakan keduanya.
Jenazah Beliau dikuburkan diwaktu Ashar atau sesaat sebelum Ashar. Hal itu disebabkan
oleh banyaknya orang yang datang untuk menyolatinya dari penduduk Basatin, ghutah,
dan penduduk negeri lainnya. Mereka menutup kandang-kandang hewan mereka dan tak
ketinggalan untuk melayat beliau kecuali segelintir orang atau karena tidak kuat berdesak-
desakan namun tetap mendoakan beliau. Sekiranya mereka kuat niscaya mereka tak akan
ketinggalan. Hadir melayat beliau dari kalangan perempuan sekitar 50 ribu orang. Jumlah
itu selain yang berada di atap-atap rumah. seluruhnya menangis dan mengucapkan
tarahum kepada Ibnu Taimiyah. Adapun jumlah pelayat laki-laki sekitar 90 puluh ribu
hingga 200 ribu orang. Sekelompok orang meminum air sisa mandi jenazah dan
membagi-bagikan daun bidara yang digunakan untuk memandikan beliau. Konon tutup
kepala yang dipakai ibnu taimiyah dijual seharga 50 dirham dan konon benang luntur
yang terdapat dilehernya terjual seharga 150 dirham. Pemakaman jenazah tersebut sangat
riuh dengan suara tangis dan memelas. Beliau mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.
Manusia berbolak-balik menziarahi kuburannya berhari-hari baik siang maupun malam
bahkan menginap. Beliau dimimpikan dengan berbagai mimpi yang baik dan banyak
orang yang membuat qasidah pujian yang melimpah untuk beliau.
Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awal di Harrân tahun 661 Hijriah kemudian
pindah ke Damaskus bersama ayah dan keluarganya ketika beliau masih kecil. Beliau
belajar Hadits dari ibnu Abd al Dâim , Ibnu abi al Yusr, ibnu Abdin, Syamsuddin al Hambali,
Qadhi Syamsuddin bin Atha al Hanafi, syaikh Jamaluddin bin Shoyrafî, Majd al dîn bin
Asâkir, syaikh Jamaluddin al Baghdaadi, Najib bin Miqdad, Ibnu abi al Khair, Ibnu Allân,
ibnu Abi Bakr al Harawi, Kamal Abdur rahim, Fakhr Ali, Ibnu Syaibân, Syaraf bin Qawwâs,
Zainab binti Makki, dan banyak lagi. Beliau juga banyak belajar secara otodidak, mencari
24
27. hadits, menulis, dan memperdengarkan sendiri. Sesedikit apapun yang ia dengar, niscaya
ia akan menghapalnya.
Beliau Sibuk dengan ilmu-ilmu pengetahuan, cerdas dan banyak menghapal, hal itu
membuatnya menjadi seorang Imam dalam ilmu Tafsir dan yang berkaitan dengannya.
Beliau amat familiar dengan ilmu fiqh; beliau lah yang paling mengenal fiqh Mazhab
dizamannya. Sangat mengetahui perbedaan pendapat dikalangan ulama, alim dalam ilmu
ushul dan furu’, nahwu, bahasa, dan ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah yang lain. Ketika beliau
memutuskan sesuatu dan berbicara tentang sebuah cabang ilmu bersama orang-orang
terkemuka dibidangnya maka mereka akan mengira bahwa cabang ilmu tersebut adalah
spesialisasinya. Mereka melihat beliau amat mengetahui dan memiliki penguasaan yang
sempurna tentang ilmu tersebut.
Adapun hadits, maka beliaulah pemegang benderanya. Beliau hapal matan maupun
sanadnya, mampu membedakan antara yang lemah dan yang sohih, amat mengenal rijal-
rijal secara mendalam. Dia memiliki banyak karangan-karang dan ta’liq berfaidah terkait
ushul dan furu’. Sebagiannya beliau sempurnakan sendiri, ada yang disalin ulang dan
ditulis kembali kemudian dibacakan didepan beliau, dan juga ada sejumlah besar karya
yang belum selesai, dan sebagian lagi sudah selesai namun sampai sekarang belum ditulis
kembali[3].
Beliau dipuji oleh banyak ulama dizamannya karena ilmu dan keutamaannya, antara lain
Qadhi al khuwaini, Ibnu Daqiq al ied, Ibnu al Nuhas Qadhi Hanafi Qadhi Mesir Ibnu al
Hariri, Ibnu Zamlakani dll.
Aku membaca tulisan ibnu Zamlakani yang mengatakan: telah terkumpul didalam dirinya
syarat-syarat ijtihad yang sempurna. Dia memiliki tangan yang panjang dalam hal
kebagusan mengarang kitab, keelokan ungkapan, kesistematisan, pemahaman, dan
penjelasan. Ia menulis tiga bait syair berikut disalah satu karangannya:
وﺻﻔﺎﺗﮫ ﺟﻠﱠت ﻋن اْﻟﺣﺻر
ِ ْ َ ِ َ ْ َ ُُ َ ِ َ ***** ﻣﺎذا َﯾﻘُول اْﻟواﺻﻔُون ﻟَﮫ
ُ َ ْ ِ َ ُ َ َ
ٌھو ﺣﺟﺔ ِ ﻗﺎھرة
َ ِ َ ٌ َُ ُ ﱠ ***** ھو َﺑْﯾَﻧَﻧﺎ أ ُﻋﺟوَﺑﺔ اﻟدھر
ِ ْ ْ ُْ ُ ﱠ َُ
أَْﻧوارھﺎ أَرَﺑت َﻋﻠَﻰ اْﻟﻔﺟر
ْ َ ْ ْ َ ُ َ ***** ٌھو آَﯾﺔ ◌ﻟْﻠﺧْﻠق ظﺎھرة
َ ِ َ ِ َ ِ ٌ َُ
◌
ِ
Apa yang kan diuraikan mereka yang mensifatkannya
Sedangkan sifat-sifatnya melampaui batasan
Dia adalah hujjah Allah yang menaklukkan
Dia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kita
25
28. Dia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-Nya
Cahayanya mengalahkan kemilau fajar
itulah puji-pujian untuk Ibnu taimiyah. Ketika itu umurnya 30 tahun, antara aku dan telah
terdapat rasa sayang dan persahabatan sejak kecil. Begitu juga kebersamaan dalam belajar
dan mendengar hadits selama kurang lebih 50 tahun. Dia memiliki banyak keutamaan,
karangan. Begitu juga sejarah dan peristiwa antara dia dengan para fuqaha dan Negara.
Dia juga dipenjara beberapa kali. Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya tdak mungkin
disebutkan semuanya didalam kitab ini.
Ketika dia wafat, aku (Al Zamlakani) sedang tidak berada di Damaskus. Aku sedang dalam
perjalanan menuju tanah hijaz yang mulia kemudian sampai kepadaku kabar tentang
kematiannya setelah 50 hari bertepatan dengan sampainya aku di Tabuk. Ada rasa sesal
karena kehilangannya. Semoga Allah memuliakannya. Inilah yang ia katakan tentang Ibnu
Taimiyah dalam kitab tarikhnya[4]
kemudian Syaikh Alimuddin menyebutkan dalam tarikhnya setelah menceritakan
pemakaman Abu bakr bin Abi Dawud dan keagungannya dan juga pemakaman Imam
Ahmad di Baghdad dan kemasyuharannya.: berkata al Imam Abu Utsman al Shâbunî : aku
mendengar Abu Abdirrahman Al Suyûfî berkata: Aku menghadiri pemakaman Abu al Fath
al Qawwâs bersama Syaikh Abu al Hasan al Daruqutni, ketika massa yang menghadiri
pemakaman tersebut sangat banyak, ia menoleh kepadaku dan berkata: Aku mendengar
Abu sahl bin Ziyad al Qatthân berkata: aku mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hambal
berkata : aku mendengar bapakku berkata: katakan kepada Ahli bid’ah! “Perbedaan antara
kita dan kalian adalah pemakaman”[5]
ia berkata: tak diragukan lagi bahwa pemakaman Imam Ahmad bin Hambal dihadiri massa
yang amat banyak karena banyaknya jumlah penduduk negerinya dan berkumpulnya
mereka untuk pemakaman tersebut ditambah lagi pemerintahpun mencintainya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah wafat dinegerinya-Damaskus- sedangkan jumlah
penduduknya tidak mencapai sepersepuluh dari jumlah penduduk Baghdad kala itu. Tetapi
mereka berkumpul di pemakamannya dan mengantar ketempat terakhirnya dengan
jumlah yang tidak mungkin mampu dikumpulkan oleh sulthan dan dewan yang berkuasa
padahal ia Wafat didalam penjara dalam keadaan dikurung oleh Sulthan. Banyak Fuqaha
dan orang-orang Faqir menjelek-jelekkannya hingga membuat lari pemeluk berbagai
agama, terlebih lagi yang beragama Islam. Namun itulah realitas pemakamannya[6].
Ia berkata: telah disepakati bahwa ia wafat pada dini hari malam senin. Muazzin benteng
kemudian mengabarkan kematian beliau dari atas menara dan para penjaga benteng
26
29. tersebut membicarakan kematian beliau. Ketika pagi hari, kabar besar ini telah menyebar
dikalangan khalayak umum dan Amir Jasim. Massa pun bersegera berkumpul disekitar
benteng dari berbagai tempat hingga yang berasal dari Ghutah dan Marj. Para pedagang
tidak memasak dan toko-toko pun banyak yang tidak dibuka seperti kebiasaan mereka
yang membuka toko pada pagi hari. Saat itu wakil Shultan sedang berburu disuatu tempat.
Memanaslah keadaan Negara dengan apa yang terjadi. Datanglah kepala penjara Al
Shahih Syamsuddin ghibriyal. Ia membuka pintu penjara dan pintu ruangan untuk para
kerabat, sahabat, dan pecinta Ibnu Taimiyah agar bisa Berkumpul disekitar Jenazah.
Sejumlah sahabat dari negerinya dan dari sholihiyyah. Mereka juga duduk disekelilingnya
sembari menangis dan memujinya. Aku (ibnu katsir) termasuk yang hadir disana bersama
guruku Al Hafidz abi al Hajjaj al Mizzi[7] Rahimahullah. Aku membuka wajah Syaikh,
memandangnya, dan menciumnya. Dikepalanya ada sebuah sorban dengan rumbai yang
menyelip. Ubannya telah tumbuh jauh lebih banyak dari yang aku lihat sejak aku berjumpa
dengan beliau. Saudaranya-Zainuddin Abdurrahman- memberitahu bahwa dia dan syaikh
telah mengkhatamkan qur’an sebanyak 80 kali semenjak masuk penjara dan mulai
membaca yang ke-81 sampai selesai ayat Iqtarabat. Ketika itu datanag dua orang shalih
yang baik yaitu syaikh Abdullah bin Muhib dan Abdullah al zarî’ yang bacaannya disukai
oleh syaikh. Keduanya kemudian memulai membaca surat al Rahman hingga
mengkhatamkan Al qur’an sementara aku mendengarkan.
Kemudian mereka mulai memandikan Syaikh dan aku keluar menuju masjid disana. Tidak
seorangpun yang berada disisinya kecuali yang membantu memandikan syaikh, Guruku Al
Hafidz al Mizzi dan sekelompok orang-orang solih dan terpilih termasuk yang membantu
untuk memandikan syaikh. Mereka belum juga selesai memandikan syaikh padahal
benteng telah penuh dengan massa dan riuh tangis serta pujian, doa, dan Tarahum.
Kemudian Jenazah dibawa kemasjid Jami melewati jalan Imadiyah dan adiliyah. Mereka
memiringkan keranda jenazah dan melewati bab Al barid, hal itu karena bagian belakang
pintu tersebut dihancurkan agar bisa digunakan. Merekapun memasukkan jenazah
kemasjid jami Umawi. Massa berada didepan Jenazah, belakang, kanan, dan sebelah
kirinya. Tak ada lagi yang dapat menghitung jumlah massa kecuali Allah. Mereka berteriak-
teriak keras. Beginilah keadaan Jenazah salah seorang Imam sunnah, merekapun menangis
bersahut-sahutan dan membuat kegaduhan ketika mendengar teriakan-teriakan tersebut.
Jenazah beliau diletakkan ditempat khusus. Massa duduk tak beraturan karena banyak dan
berdesak-desakkan, bahkan mereka seperti saling menempel. Seorangpun tak dapat
melakukan sujud kecuali dengan bersusah payah dan berhimpitan.
27
30. Hal itu terjadi sesaat sebelum sholat zuhur, massa datang dari segala tempat, mereka
berniat puasa karena mereka tidak sempat untuk makan dan minum. Banyaknya massa
pada saat itu tak terhitung dan tak bisa digambarkan. Setelah selesai Adzan zuhur,
dilaksanakanlah sholat yang tidak seperti biasanya. Setelah selesai sholat zuhur keluarlah
pengganti Khotib masjid karena tidak hadirnya khotib dan ia menyolati jenazah
IbnuTaimiyah. Dia adalah Syaikh Alauddin bin Kharrat. Setelah itu massa keluar dari setiap
pintu masjid dan negeri lalu berkumpul di Pasar al Khalil. Sebagian massa ada yang
tergopoh-gopoh menuju pekuburan shuffiyah setelah melaksanakan sholat jenazah.
Mereka menangis dan bertahlil serta khawatir pada diri mereka sendiri. Mereka memuji
dan menyesal. Para wanita diatas atap rumah sembari menangis, berdoa, dan berucap:
“inilah orang yang alim”
Secara garis besar, hari itu adalah hari yang penuh dengan kesaksian dan tak pernah
terjadi di damaskus, kecuali pada zaman Bani Umayyah ketika penduduk masih banyak
dan masih merupakan negeri yang dinaungi khilafah.
Jenazah Beliau dikuburkan disamping saudaranya tepat menjelang adzan Ashar. Tak
mungkin seorangpun menghitung massa yang menghadiri prosesi pemakaman tersebut.
Kira-kira yang hadir pada saat itu adalah sama dengan semua warga yang bisa hadir. Tak
ketinggalan dalam prosesi tersebut kecuali sedikit dari orang-orang rendahan dan wanita-
wanita yang dipingit. Aku tidak mengetahui seorangpun dari ahli ilmu yang tidak
menghadiri prosesi tersebut kecuali sedikit, mereka ada 3 orang : Ibnu Jumlah, Al Shadr,
dan Al Qafajârî. Mereka terkenal memusuhi Ibnu Taimiyah. Oleh karena itu mereka takut
menghadiri prosesi tersebut. Karena kalau mereka ketahuan keluar, maka massa akan
membunuh dan membinasakan mereka. Syaikh Kami al Imam al Allamah Burhanuddin al
Fazârî berbolak-bolak kekubur hingga 3 hari, begitu juga sekelompok ulama Syafiiyah.
Burhanuddin al Fazârî datang menunggang keledainya dia memiliki kemuliaan dan
wibawa. Semoga Allah merahmati beliau.
Banyak ucapan bela sungkawa yang menyertai, beliau juga diimpikan oleh orang-orang
sholeh. Syair-syair dan Qasidah-Qasidah panjang banyak ditujukan untuk beliau. Biografi
beliau dikarang oleh banyak kelompok dan Fudhala[8]. Tak teringkas biografi untuk
menyebutkan kebaikan, keutamaan, keberanian, kemurahan, nasehat, kezuhudan, ibadah,
berbagai macam ilmu, karangan kecil dan besar yang mencakup hampir semua bidang
keilmuan serta fatwa-fatwa dan pilihan pendapatnya yang ia bela dengan Alqur’an dan
Sunnah.
28
31. Secara Garis besar, beliau Rahimahullah adalah termasuk ulama besar. Bisa salah dan
benar, Tetapi kesalahannya dibandingkan dengan kebenarannya bagaikan sebuah titik
dilautan. Kesalaannya pun terampuni sebagaimana dalam Sohih Bukhari: Jika seorang
hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Kalau ia berijtihad kemudian
Salah, maka baginya satu pahala. Berkata Imam malik bin Anas: setiap orang bisa diambil
pendapatnya dan ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (Rasulullah, Red)
[1] Silahkan membaca langsung dari kitab Al bidâyah wa al Nihâyah pada peristiwa yang terjadi di tahun 728
Hijriah
[2] Beliau adalah pengarang dan penyusun Muntaqa al akhbâr yang disyarah oleh Imam syaukani dengan
Judul Nailul Awthar yang tersohor itu. Laqab beliau adalah Majduddin Ibnu Taimiyah
[3] Maksudnya belum disusun dengan rapi untuk diterbitkan secara masal ketika Ibnu katsir menulis kitab ini
[4] Perlu diketahui bahwa al Zamlakani memiliki pendapat-pendapat yang miring tentang Ibnu
Taimiyah,namun secara jelas terbukti disini bahwa rasa kagum dan hormatnya mampu membuatnya
menyesal kehilangan Ibnu Taimiyah ketika dia tidak mendapati kematian beliau.
[5] Maksudnya perbedaan antara ahli bid’ah dan ahli sunnah dapat diindaksikan lewat banyaknya orang yang
melayat dan mendoakan
[6] Keberaniannya dalam mengatakan kebenaran membuat dia kerap berurusan dengan fuqaha lain dan juga
pemerintah, akibatnya mereka memfitnah dan menjauhkan beliau dari masyarakat. Namun hari
penguburannya menjadi saksi kebenaran ijtihadnya. Wallahu a’lam
[7] Pemilik kitab Tahzibul Kamal yang masyhur. Guru dan juga mertuanya Ibnu Katsir . alhafidz abul fida’ Ibnu
katsir dan Ibnu Hajar pernah menceritakan bahwa Al Mizzi pernah ditahan karena membaca kitab Khalqu Af
alil Ibab karya Imam Bukhari kemudian dibebaskan atas usaha dari Ibnu Taimiyah. Al-Bidayah Wa an-Nihayah
18/54 dan Durar Al-Kaminah 170/1
[8] Saya belum tahu ada ulama semasa Ibnu Taimiyah yang memiki kitab biografi yang lebih banyak dan
lebih lengkap dari beliau
29
32. Sejarah Hidup Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Di antara para mujaddid (pembaru) tersebut adalah Syaikhul Islam Taqiyyuddin Abul
‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdus Salam bin ‘Abdullah bin Al-Khadhir bin
Muhammad bin Al-Khadhir bin ‘Ali bin ‘Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani Ad-
Dimasyqi Al-Hanbali. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan rahmat-Nya
yang luas dan menempatkan beliau di dalam surga-Nya.
Nasab dan Kelahiran
Beliau adalah Syaikhul Islam Taqiyyuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin
‘Abdus Salam bin ‘Abdullah bin Al-Khadhir bin Muhammad bin Al-Khadhir bin ‘Ali
bin ‘Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani. Nasab beliau berujung pada kabilah ‘Arab
Qaisiyah dari Bani Numair bin ‘Amir bin Sha’sha’ah dari Qais ‘Ailan bin Mudhar.
Adapula yang mengatakan dari Bani Sulaim bin Manshur dari Qais ‘Ailan bin
Mudhar.1
Ulama besar, penghancur bid’ah, mujaddid dan mujahid yang agung ini -semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati beliau- dilahirkan pada hari Senin, tanggal 10
Rabi’ul Awwal tahun 661 H di desa Harran, sebuah desa yang terletak di antara Syam
(mencakup Palestina, Suriah, Jordania, dan Lebanon) dan Irak, sebelah tenggara Turki
sekarang. Beliau lahir di saat mulai meletusnya gelombang ekspansi bangsa Mongol
(Tartar) ke beberapa wilayah sekitarnya termasuk Timur Tengah. Bangsa ini, yang
disatukan kembali oleh Jenghis Khan tidak hanya menjarah daratan Cina, tapi juga
menyerang Timur Tengah bahkan sampai ke seberang lautan (sampai ke Indonesia).
Allah Subhanahu wa Ta’ala betul-betul menguji umat ini dengan memunculkan
bangsa ini. Mereka adalah para penyembah berhala. Ibnul Atsir rahimahullahu
mengatakan: ‘Mereka sujud kepada matahari ketika dia terbit, tidak mengharamkan
apapun. Mereka melahap semua binatang termasuk anjing dan babi serta yang
lainnya. Tidak mengenal nikah… dan seterusnya.’ Tetapi belakangan, banyak dari
1
Lihat Jamharah Ansabil ‘Arab karya Ibnu Hazm rahimahullahu hal 275. Lihat At-Tibyan Syarh Badi’atil
Bayan karya Ibnu Nashir (Program Syamilah).
30
33. mereka yang masuk Islam.
Di masa itu juga, perang salib masih berlangsung. Sehingga berbagai kejadian ini
menimbulkan pengaruh dan menumbuhkan kecemburuan luar biasa pada diri
beliau. Betapa menyedihkan melihat bekas-bekas kehancuran akibat serangan Tartar.
Syaikhul Islam lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga mulia yang diberkahi.
Keluarga yang sarat dengan ilmu dan keutamaan. Kakek beliau Abul Barakat
Majduddin adalah seorang tokoh terkemuka di kalangan mazhab Hanbali.
Ayahandanya, Syihabuddin ‘Abdul Halim termasuk tokoh ulama pembawa petunjuk.
Seolah-olah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan kemuliaan beliau di
dunia dan akhirat.
Pada usia enam tahun, di saat agresi Bangsa Tartar mulai terasa di wilayah Timur
Tengah, bahkan sudah mendekati wilayah Harran, beliau dibawa oleh keluarganya
pindah ke wilayah Syam bersama saudara-saudaranya yang lain. Mereka berangkat
di malam hari sambil membawa buku-buku yang diletakkan di atas gerobak karena
tidak mempunyai kendaraan lain.
Dalam kondisi demikian, mereka hampir tersusul oleh musuh. Gerobakpun berhenti.
Mereka ber-ibtihal (berdoa), meminta pertolongan (istighatsah) kepada Allah Yang
Maha Perkasa hingga merekapun selamat dan lolos dari kejaran musuh. Pada
pertengahan tahun 667 H, tibalah mereka di Damaskus.
Mengapa beliau dikenal dengan Ibnu Taimiyah’
Suatu ketika, kakek beliau berangkat menunaikan ibadah haji dalam keadaan istrinya
yang ditinggal sedang mengandung. Setibanya di Taima’, sang kakek melihat
seorang bocah perempuan keluar dari sebuah tenda. Begitu tiba di Harran,
sepulangnya dari ibadah haji, beliau mendapati istrinya telah melahirkan seorang
anak perempuan. Ketika melihat bayi tersebut, beliau berkata: ‘Wahai Taimiyah,
wahai Taimiyah.’ Akhirnya keluarga ini dikenal dengan nama tersebut.
Penulis lain mengatakan bahwa kakek beliau Muhammad bin Al-Khadhir, ibunya
bernama Taimiyah, seorang wanita yang suka memberi nasihat, sehingga mereka
dinisbahkan kepadanya.
31
34. Akhlak dan Kepribadiannya
Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullahu, tumbuh dalam
pengawasan sempurna, sikap ‘iffah (menjaga kehormatan), ketergantungan dan
pengabdian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sederhana dalam berpakaian dan
makanan.Kulitnya putih, dengan rambut dan janggut hitam serta sedikit beruban.
Rambut beliau sampai menyentuh ujung telinga beliau. Kedua matanya bersinar-
sinar seolah-olah dua buah lisan yang sedang berbicara. Perawakannya sedang,
dadanya bidang. Suaranya besar, fasih, sangat cepat membaca dan tajam, tapi beliau
tekan dengan sifat santun yang dimilikinya.
Keutamaannya sudah tampak sejak kecilnya. Diceritakan oleh Al-Bazzar dalam
A’lamul ‘Aliyyah, setiap kali hendak menuju tempat belajarnya, Ibnu Taimiyah
dihadang oleh seorang Yahudi dengan sejumlah pertanyaan karena melihat
kecerdasannya yang luar biasa. Semua pertanyaan itu dijawab dengan cepat oleh
Ibnu Taimiyah. Bahkan beliau menjelaskan kepada Yahudi itu kebatilan yang
diyakininya selama ini. Tidak lama setelah mendengarkan keterangan dari beliau
setiap kali mereka bertemu, Yahudi itupun masuk Islam dan baik Islamnya.
Seiring dengan kemasyhuran beliau dalam ilmu dan fiqih, amar ma’ruf nahi munkar,
Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan pula kepada beliau berbagai perilaku yang
terpuji, hingga beliau dikenal bahkan dipersaksikan oleh manusia tentang keadaan
ini.
Di rumah, beliau sangat santun. Ash-Shafadi mengisahkan dalam Al-Wafi bil Wafayat
(2/375): ‘Diceritakan kepadaku, bahwa ibunda Syaikhul Islam pernah memasak
makanan sejenis labu tetapi rasanya pahit. Mulanya dicicipi oleh ibunda beliau.
Ketika merasakan pahitnya, dia meninggalkan makanan itu sebagaimana adanya.
Suatu ketika, Syaikhul Islam menanyakan adakah sesuatu yang dapat dimakan’
Ibunya menceritakan bahwa tadi dia memasak makanan tetapi rasanya pahit.
Syaikhul Islam menanyakan letak makanan itu. Sang ibu menunjukkan tempatnya
dan beliaupun duduk menyantap makanan itu sampai kenyang, tanpa mencelanya
sedikitpun.’Demikianlah tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
32
35. ﺗرﻛﮫ وإِﻻﱠ أَﻛﻠَﮫ اﺷﺗﮭﺎهُ إِن ﻗط، طﻌﺎﻣﺎ وﺳﻠﱠم ﻋﻠَْﯾﮫِﷲ ُ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻧﺑِﻲ ﻋﺎب َﻣﺎ
َ َ ﱠ ﱡ َ َ َ َ ً ََ ِ َ ﱡ َ َْ ُ َ َ ُ َ ََ
Tidaklah pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela satu makanan sama
sekali. Kalau beliau suka, beliau menyantapnya dan bila tidak, beliaupun
meninggalkannya.’
Keadaan-keadaan di mana Syaikhul Islam hidup di dalamnya, membuktikan bahwa
beliau senantiasa dalam keadaan berhias dengan keyakinan dan musyahadah yang
menumbuhkan rasa sangat butuh, terjepit, penghambaan, dan inabah (senantiasa
kembali).
Diceritakan oleh Ibnu ‘Abdil Hadi, bahwasanya pernah Ibnu Taimiyah mengalami
kesulitan dalam sebuah masalah, atau sulit memahami satu ayat. Beliau lalu datang
ke sebuah tempat yang sepi di masjid, lalu mencecahkan keningnya di atas tanah
(sujud) seraya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berulang-ulang:
‘Wahai (Allah) Yang Mengajari Ibrahim, pahamkanlah diriku.’
Syaikhul Islam juga pernah menceritakan: ‘Sungguh, pernah ada sebuah masalah
atau keadaan yang mengganggu pikiran saya. Lalu saya istighfar (memohon ampun)
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih kurang seribu kali, hingga dada saya terasa
lapang dan lenyaplah problem yang saya hadapi.’ Hal ini beliau lakukan di pasar,
masjid, ataupun madrasah.
Beliau memiliki keistimewaan sendiri dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Ketika malam sudah mulai larut, beliau menyendiri, berduaan dengan
Rabbnya subhanahu wata’ala dengan penuh ketundukan. Tubuhnya bergetar ke kiri
dan ke kanan jika mulai tenggelam dalam shalatnya. Apabila selesai shalat fajar,
beliau duduk sampai matahari naik tinggi, dan mengatakan: ‘Inilah sarapan pagiku.
Kalau aku tidak menyantapnya, hilanglah kekuatanku.’
Kezuhudan dan kerendahan hatinya luar biasa. Beliau selalu mengulang-ulang
ucapannya: ‘Saya tidak punya apa-apa. Tidak ada sesuatu yang berasal dari saya. Dan
tidak ada apa-apa pada diri saya.’
33
36. Jika ada yang memuji beliau di hadapannya, beliau hanya mengatakan: ‘Demi Allah,
saya sampai saat ini masih terus memperbarui keislaman saya, setiap waktu. Dan
saya merasa belum pernah masuk Islam sebelum ini dengan keislaman yang baik.’
Beliau selalu mengatakan: Aku hanyalah pengemis, putra pengemis, demikianlah
ayah dan kakekku’
Ibnul Qayyim rahimahullah menukil sebuah ucapan beliau tentang ketakwaan:
‘Orang yang arif (bijak), tidak akan memandang dia punya hak yang harus dipenuhi
orang lain. Tidak pula mempersaksikan keutamaan dirinya atas orang lain. Karena
itulah dia tidak pernah mencela, menuntut, dan tidak pula memukul.’
Pernah suatu kali beliau diisukan akan merebut kekuasaan Raja Nashir. Ketika
dipanggil di hadapan orang banyak, beliau ditanya oleh Raja Nashir: ‘Aku dengar
orang banyak menaatimu, dan engkau sedang memikirkan rencana untuk menguasai
kerajaan ini”
Mendengar hal ini, dengan suara lantang dan didengar seluruh yang hadir ketika itu
Syaikhul Islam berkata: ‘Saya melakukan hal itu’ Demi Allah. Sungguh, kerajaan anda
dan kerajaan Moghul (Tartar) tak ada nilainya sepeserpun bagi saya.’2
Ibnu Katsir rahimahullahu, salah seorang murid yang mencintai beliau,menceritakan:
Baginda Sultan An-Nashir Al-Qalawun (wafat 741 H), ketika kembali ke kerajaannya
untuk kedua kalinya, keinginan kuatnya yang pertama adalah bertemu dan melihat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu.
Setelah keduanya bertemu, mereka berpelukan, kemudian berbincang-bincang. Di
antara pembicaraan mereka, Sultan An-Nashir meminta Syaikhul Islam mengeluarkan
fatwa agar dia menangkap dan menghukum mati beberapa orang qadhi (hakim)
yang pernah menjelek-jelekkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Bahkan Sultan An-
Nashir mendesak beliau mengeluarkan fatwa itu.
Hal itu karena Sultan sangat marah kepada mereka yang menggulingkannya serta
membai’at Al-Jasyinkir. Setelah berhasil membunuh Al-Jasyinkir dan menumpas
beberapa tokoh yang terlibat, termasuk Nashr Al-Munbaji, Sultan bertekad
menangkap pula beberapa qadhi dan ahli fiqih yang loyal kepada Al-Jasyinkir, yang
beberapa kali mengeluarkan fatwa untuk membunuh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Bagi Sultan, ini merupakan kesempatan melampiaskan kejengkelannya kepada
mereka.
34
37. Tetapi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sangat tanggap. Beliau justru memberikan
penghormatan besar kepada para qadhi dan ulama tersebut. Beliau jelaskan kepada
sultan tentang kedudukan dan keutamaan mereka. Bahkan beliau mengingkari
munculnya ucapan-ucapan buruk terhadap mereka. Kata beliau kepada Sultan: ‘Jika
Baginda membunuh mereka ini, niscaya Baginda tidak akan menemukan lagi
sesudah mereka, tokoh-tokoh seperti mereka. Adapun mereka yang menyakiti saya,
maka dia halal (tidak saya tuntut apapun, ed.), dan saya tidak akan berusaha mencari
pembelaan untuk diri saya.’
Demikianlah sikap seorang muwahhid, dalam prinsip al-wala’ wal bara’ (cinta dan
benci). Semua sikap al-wala’ dan al-bara’ ini hanya berhak ditujukan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sepantasnya
seseorang mengikat prinsip ini untuk kepentingan dirinya, tokoh atau kelompoknya
semata.
Diceritakan pula oleh Ibnu ‘Abdil Hadi, ketika Syaikhul Islam di Mesir dan disakiti
oleh musuh-musuhnya, datanglah sepasukan orang-orang Al-Husainiyah. Mereka
meminta izin beliau untuk menangkap dan membunuh orang-orang yang menyakiti
beliau. Kalau perlu dan diizinkan, mereka siap meratakan negeri Mesir dengan tanah.
Tapi Syaikhul Islam menjelaskan bahwa hal itu tidak halal. Mereka membantah:
‘Apakah yang dilakukan mereka terhadap engkau itu halal”
Syaikhul Islam menegaskan bahwa dia tidak akan berupaya mencari pembelaan
untuk pribadinya.
Perhatikan pula perkataan Ibnu Makhluf, seorang qadhi Malikiyah, salah seorang
seteru beliau, yang pernah memerintahkan agar Syaikhul Islam dipenjara: ‘Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Ibnu Taimiyah. Di saat dia berkuasa terhadap
kami, dia justru melimpahkan kebaikan. Sedangkan kami, ketika kami berkuasa
terhadapnya, kami justru berbuat jelek serta melakukan makar terhadapnya.’
Kehidupan Ilmiah
Hari-hari beliau sarat dengan ilmu. Belajar dan mengajar dari satu majelis ke majelis
lainnya sampai di dalam penjara. Fatwa-fatwa dan risalah beliau selalu diharapkan
meskipun beliau mendekam dalam penjara. Sejak kecil sudah nampak
kesungguhannya dalam belajar. Terlebih lagi Allah Subhanahu wa Ta’ala
35
38. menganugerahkan kepadanya kekuatan hafalan dan sifat sulit lupa. Sehingga apa
yang dibacanya sekali sudah terpatri dalam ingatannya, baik lafadz maupun
maknanya.
Al-Imam Abu Thahir As-Sarmari menyebutkan dalam majelis ke-67 dari majelis
imlaknya tentang dzikir dan al-hifzh: ‘Di antara keajaiban-keajaiban kekuatan hafalan
(hifzh) di zaman kita ini adalah Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim
Ibnu Taimiyah. Karena beliau pernah melihat sebuah kitab lalu membacanya satu
kali, saat itu juga isi kitab itu telah tercetak di dalam benaknya. Kemudian dia
mengulang-ulang dan menukilnya dalam tulisan-tulisannya secara tekstual atau
makna.
Bahkan lebih menakjubkan lagi yang pernah saya dengar tentang beliau adalah kisah
yang diceritakan sebagian sahabatnya ketika beliau masih anak-anak. Ayahnya ingin
membawa anak-anaknya rekreasi ke sebuah taman, lalu beliaupun berkata kepada
Syaikhul Islam: ‘Hai Ahmad, engkau berangkat bersama saudara-saudaramu untuk
bersantai.’ Tapi Ibnu Taimiyah memberi alasan kepada ayahandanya, sedangkan ayah
beliau terus mendesak. Syaikhul Islam tetap menolak: ‘Saya ingin ayah memaafkan
saya untuk tidak keluar.’
Akhirnya sang ayah meninggalkannya dan berangkat bersama saudara-saudara
beliau yang lain. Mereka menghabiskan hari itu di taman tersebut, dan kembali
menjelang sore.
Setelah tiba di rumah, sang ayah berkata: ‘Hai Ahmad, engkau telah membuat
saudaramu kesepian dan menodai kegembiraan mereka dengan ketidakhadiranmu
bersama mereka. Mengapa??
Beliau menjawab: ‘Wahai ayahanda, sesungguhnya hari ini tadi, ananda sudah
menghafal kitab ini.’ Beliau menunjukkan sebuah kitab di tangan beliau.
Sang ayah terkejut, kagum dan tidak percaya: ‘Engkau sudah menghafalnya?? Lalu
beliau berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Bacakan kitab itu kepadaku.’
Syaikhul Islam membacakannya, dan ternyata beliau memang telah menghafal isi
kitab itu seluruhnya. Sang ayah segera mendekap dan mencium keningnya seraya
berkata: ‘Wahai anakku, jangan engkau ceritakan kepada siapapun apa yang telah
kau lakukan.’ Demikian katanya karena khawatir ‘ain (mata hasad) menimpa putranya
36
39. tersebut.’
Ibnu ‘Abdil Hadi menyebutkan pula, ada seorang syaikh dari Halab datang ke
Damaskus dan mendengar berita tentang seorang anak yang sangat cepat
hafalannya bernama Ahmad bin Taimiyah. Dia ingin melihat anak tersebut. Setelah
ditunjukkan jalan yang biasa dilalui Ibnu Taimiyah ke tempat belajarnya, syaikh
itupun duduk menanti. Tak lama kemudian, datanglah Ibnu Taimiyah membawa batu
tulis besar. Syaikh itu memanggilnya dan melihat batu tulis itu lalu meminta agar
Ibnu Taimiyah menghapus tulisan yang ada kemudian menuliskan apa yang
didiktekannya.
Ada belasan hadits yang didiktekan, kemudian syaikh itu memerintahkan beliau
membacanya lalu menyetorkan apa yang dibacanya tadi. Syaikhul Islam segera
menyetorkannya kepada syaikh itu apa yang dibacanya dari batu tulis itu.
Kemudian syaikh itu mendiktekan beberapa sanad lalu memerintahkan beliau
membacanya. Setelah itu syaikh itu memerintahkannya agar menyetorkan apa yang
dibacanya di atas batu tulis itu.
Setelah itu, syaikh tadi bangkit berdiri dan mengatakan bahwa kalau anak ini
panjang umur, urusannya sangat besar di masa mendatang. Karena belum pernah
ada yang seperti dia kekuatan hafalannya.
Guru dan Murid Beliau
Dalam usia masih belia, beliau sudah belajar dari beberapa orang guru ternama. Di
antara mereka adalah ‘Abdud Da’im, Al-Qasim Al-Irbili, Al-Muslim bin ‘Allan,
Zainuddin Ibnul Munja, Al-Majd Ibnu ‘Asakir, dan Ibnu Abi ‘Umar serta para syaikh
lainnya yang hampir 200 orang jumlahnya. Murid-murid beliaupun bertebaran,
bahkan sebagian mereka telah sampai pada tingkatan mujtahid.
Di antara murid beliau yang paling terkenal dan paling banyak mewarisi ilmu beliau
adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu.
Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu mengatakan: ‘Seandainya Syaikh Taqiyuddin
tidak mempunyai keutamaan lain selain hanya meluluskan seorang murid yang
terkenal seperti Asy-Syaikh Syamsuddin Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ‘pengarang
37
40. beberapa karya besar yang diambil manfaatnya oleh pendukung dan musuh beliau’,
itu saja sudah cukup kuat sebagai bukti nyata betapa agung kedudukan beliau (Ibnu
Taimiyah).’
Murid beliau lainnya adalah Ibnu Katsir rahimahullahu, penyusun tafsir yang
menjadi salah satu rujukan kaum muslimin. Setelah wafatnya, Ibnu Katsir
dimakamkan di samping kuburan guru yang dicintainya, Ibnu Taimiyah di
pemakaman Shufiyah.
Murid beliau yang juga terkenal adalah Adz-Dzahabi, penyusun Tarikh Islam, dan
kitab-kitab rijal di antaranya Siyar A’lamin Nubala’, Mizanul I’tidal, dan lain-lain. Ibnu
Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu penulis Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari pernah
berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sambil minum zamzam di dekat Baitullah
(Ka’bah) agar diberi anugerah kemampuan membaca yang luas (istiqra’ tam) seperti
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri kepada Al-Imam Adz-Dzahabi.
Ilmu itu seolah-olah menyatu dengan darah dan daging beliau.
Al-Imam Al-Bazzar rahimahullahu menceritakan dari Asy-Syaikh Tajuddin
Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Ad-Dauri rahimahullahu, dia pernah
menghadiri majelis Ibnu Taimiyah yang ketika itu ditanya oleh seorang Yahudi
tentang masalah al-qadar (taqdir) dalam bentuk beberapa bait syair.
Setelah mendengar syair-syair itu, Syaikhul Islam berpikir sejenak, lalu mulai menulis
jawabannya. Kami mengira beliau menulis jawaban dalam bentuk uraian biasa.
Ternyata jawaban beliau juga dalam bentuk syair, lebih kurang 100 bait, yang
seandainya disyarah (ditafsirkan, diuraikan) tentu akan menjadi dua jilid kitab yang
besar.
Majelis beliau termasuk majelis yang diberkahi. Al-Bazzar menyebutkan, setiap kali
beliau menyebut nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak lupa
mengucapkan shalawat dan salam untuk beliau. Ibnu Taimiyah sangat
mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hampir tidak ada yang lebih
mengagungkan dan lebih semangat mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam daripada Ibnu Taimiyah. Selesai mengajar, beliau membuka matanya dan
38
41. menghadapi hadirin dengan wajah yang berseri-seri.
Senin, tanggal 2 Muharram tahun 683 H, Asy-Syaikh Al-Imam Al-’Allamah
Taqiyyuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdus Salam Ibnu Taimiyah
Al-Harrani mulai memberi pelajaran di Darul Hadits As-Sukkariyah di Qashsha’in.
Majelis tersebut dihadiri pula oleh Baha’uddin Yusuf bin Az-Zaki Asy-Syafi’i,
Tajuddin Al-Fazari Syaikh Asy-Syafi’iyah, Asy-Syaikh Zainuddin bin Al-Marhal,
dan Asy-Syaikh Zainuddin Al-Munja Al-Hanbali. Sedangkan materi yang dipelajari
adalah masalah yang cukup ramai dibahas, yaitu tentang basmalah.
Asy-Syaikh Taqiyyuddin Al-Fazari menyebutkan uraian itu melalui tulisannya karena
faedahnya yang begitu melimpah. Demikian pula halnya dengan persoalan-
persoalan lain yang dianggap baik oleh para peserta yang hadir. Padahal, usia beliau
ketika itu baru 22 tahun.
Pada tahun 755 H, beliau memberi pelajaran di madrasah Al-Hanbaliyah,
menggantikan Asy-Syaikh Zainuddin Ibnul Munja, salah seorang ulama mazhab
Hanbali yang telah wafat.
Belajar dan mengajar ini tidak pernah beliau hentikan meskipun dalam penjara.
Pengarang Al-Kawakibud Durriyah menceritakan, bahwa ketika Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah ditangkap lalu dipenjara, beliau menampakkan kegembiraan dan memang
itulah yang dia nantikan.
Di dalam penjara, situasi penjara berubah menjadi majelis ilmu, ibadah dan berbagai
kebaikan. Hingga akhirnya, para narapidana yang selesai menjalani masa
hukumannya dan keluar, lebih memilih tinggal bersama beliau untuk mendapatkan
faedah.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
[sumber: http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?no=318]
39