1. HADLRATUS SYAIKH MUHAMMAD HASYIM
ASY’ARI : Sebuah Catatan Mengenai Ketegasan Seorang
Pejuang Aswaja
March 11, 2013 at 9:46pm
Penganut, Pengamal dan Pejuang Aswaja
KH Muhammad Hasyim Asy‟ari (Lahir 1287 H/1871 M, Wafat 1366 H/1947)adalah salah
seorang ulama besar Indonesia. Selain belajar kepada para ulama pesantren di Indonesia, seperti
KH Kholil Bangkalan, KH Ya‟qub Siwalan dan lainnya, beliau juga menimba ilmu dari para
ulama sunni di Makkah seperti Syekh Sa‟id al Yamani, Sayyid Husein al Habsyi, Syekh Bakr
Syatha, Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saqqaf, Syekh Shalih Bafadhl, Syekh Muhammad Mahfuzh
at-Tarmasi, Syekh Muhammad Nawawi al Bantani, Syekh Ahmad Khathib al Minangkabawi,
Syekh Syu‟aib bin Abdurrahman al Maghribi dan lainnya.
Sebagaimana guru-guru beliau, KH Hasyim Asy‟ari adalah penganut ajaran Ahlussunnah Wal
Jama‟ah, bahkan kemudian menjadi tokoh pejuang Ahlussunnah paling terkemuka di
Indonesia.[1]
KH Hasyim Asy‟ari menegaskan akidah tanziih[2]; bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu-pun
di antara makhluk-Nya, Allah bukan jism dan maha suci dari sifat-sifat jism, maha suci dari arah,
masa dan tempat. Beliau menjelaskan kebolehan bertawassul dengan adz-Dzawaat al Faadhilah,
seperti para nabi, Ahl al bayt dan para wali, baik ketika mereka masih hidup ataupun sesudah
meninggal, bahkan beliau sendiri sering bertawassul dalam karya-karyanya. Beliau juga
menegaskan bahwa melakukan safar untuk ziarah ke makam Nabi termasuk sunnah yang
disepakati oleh ummat Islam dan qurbah (perbuatan taat) yang sangat agung dan memiliki
keutamaan yang sangat dianjurkan. Beliau juga menganjurkan agar peziarah bertabarruk dengan
melihat Raudlah dan Mimbar Nabi.[3]
KH Hasyim Asy‟ari juga menegaskan kewajiban bermadzhab bagi seseorang yang bukan
mujtahid mutlak meskipun telah memenuhi sebagian syarat-syarat ijtihad. Madzhab yang bisa
diikuti pada dasarnya adalah madzhab siapa-pun asalkan pendirinya adalah seorang mujtahid
mutlak, karena memang para ulama mujtahid mutlak bukan hanya pendiri madzhab empat,
seperti Sufyan ats-Tsawri, Sufyan ibn „Uyainah, Ishaq ibn Ra-hawaih dan lainnya, namun KH
Hasyim Asy‟ari menegaskan bahwa sekelompok ulama madzhab Syafi‟i menyatakan tidak boleh
bertaklid kepada selain imam madzhab empat karena beberapa alasan teknis. Oleh karenanya
orang yang keluar dari madzhab empat di zaman sekarang termasuk kelompok ahli bid‟ah
(Mubtadi‟ah).[4]
2. Dalam menyikapi perbedaan (ikhtilaf) antara empat madzhab dan perbedaan dalam intern
madzhab Syafi‟i, KH Hasyim Asy‟ari menegaskan bahwa hal tersebut sah-sah saja. Sudah
maklum bahwa ikhtilaf dalam furu‟ itu telah terjadi di kalangan para sahabat Rasulullah dan
mereka tidak pernah saling menyesatkan. Begitu pula antara imam Abu Hanifah dan imam Malik
misalnya, telah terjadi perbedaan pendapat dalam sekitar 4000 masalah fiqh ibadah dan
mu‟amalah, juga antara imam Ahmad bin Hanbal dan imam Syafi‟i. Demikian pula terjadi
perbedaan pendapat antara para ulama dalam intern madzhab Syafi‟i, antara Syakhay al
Madzhab; ar-Rafi‟i dan an-Nawawi, Ahmad ibnu Hajar al Haytami dan Muhammad ar-Ramli
dan para pengikut mereka. Mereka tidak pernah saling membenci, bermusuhan, iri dengki.
Sebaliknya mereka tetap saling mencintai dan bersaudara dengan tulus.[5]
KH Hasyim Asy‟ari juga mengikuti mayoritas ulama yang membagi bid‟ah menjadi bid‟ah
wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah. Beliau menegaskan bahwa menggunakan tasbih,
melafalkan niat (membaca Ushalli), talqin mayit, sedekah untuk mayit, tahlilan, ziarah kubur dan
semacamnya adalah bid‟ah hasanah bukan bid‟ah sayyi-ah. [6]
Siapakah salafi dan ahli bid’ah ?
Menurut KH Hasyim Asy‟ari, Salafi (Salafiyyun) di Indonesia adalah orang-orang yang
mengikuti dan melestarikan cara beragama dan ajaran-ajaran para pendahulu yang membawa
Islam ke tanah Jawa. Salafi (Salafiyyun) adalah para pengikut madzhab Syafi‟i dalam fiqih,
madzhab al Imam al Asy‟ari dalam ushuluddin dan madzhab al Ghazali dan Abu al Hasan asySyadzili dalam tasawwuf. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti sistem bermadzhab
dengan madzhab tertentu, berpegang dengan kitab-kitab yang beredar dan diakui di kalangan
para ulama, mencintai Ahl al Bayt, para wali dan orang-orang saleh, bertabarruk dengan mereka
ketika masih hidup atau sudah meninggal, berziarah kubur, melakukan talqin al mayyit,
bersedekah untuk mayit, meyakini adanya syafa‟at, meyakini manfaat doa, tawassul dan
semacamnya.
Sistem bermadzhab adalah sistem yang sudah berlangsung dari masa para sahabat. Terbukti, di
masa para sahabat terdapat orang-orang awam yang meminta fatwa para ulama mujtahid di
kalangan mereka dan mengikuti fatwa-fatwa hukum mereka. Para ulama sahabatpun menjawab
berbagai pertanyaan mereka tanpa menyebutkan dalil, dan para ulama sahabat tersebut tidak
melarang orang awam mengamalkan ajaran agama dengan cara seperti itu. Ini artinya bahwa
para sahabat sepakat (ijma‟) bahwa orang awam harus mengikuti mujtahid sesuai dengan firman
Allah ta‟ala:
3. “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui”.
(Q.S. al Anbiya‟: 7)
Dan inilah sebetulnya hakekat dan praktek taqlid.
Para pelaku bid‟ah (al Mubtadi‟un) muncul di Indonesia pada sekitar tahun 1330 H. Ahli bid‟ah
tersebut menurut KH Hasyim Asy‟ari terbagi ke beberapa kelompok sebagai berikut[7]:
1. Para pengikut Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Muhammad bin Abdul Wahhab anNajdi, Ahmad ibn Taimiyah dan kedua muridnya, Ibnu al Qayyim dan Ibnu Abd al Hadi
2. Kelompok Rafidlah
3. Kelompok Ibahiyyun
4. Para Penganut Paham Reinkarnasi
5. Para Penganut Paham Hulul dan Ittihad
Pokok-pokok Ajaran Golongan Yang Dikategorikan Ahli Bid’ah
1. Pengikut Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad
ibn Taimiyah dan kedua muridnya Ibnu al Qayyim dan Ibnu Abd al Hadi
Rasyid Ridla dan gurunya, Muhammad Abduh mempunyai beberapa pemikiran sebagai
berikut[8]:
Mencela para ulama dan menyatakan tidak boleh taqlid kepada mereka.
Dianjurkan kepada siapa saja untuk melakukan ijtihad tanpa ada kriteria-kriteria tertentu.
Daging babi boleh dimakan jika direbus dalam air yang sangat mendidih sehingga kuman
dan bakteri yang ada di dalamnya mati.
Menafsirkan malaikat dengan makna “kekuatan alam” (al-Quwaa ath-Thabii‟iyyah).
Menafsirkan jin dengan makna “bakteri dan kuman” (al-Mikruubaat).
Mendukung teori Darwin yang menyatakan bahwa asal manusia dari kera.
Oleh karena pemikiran-pemikirannya yang menyimpang, Rasyid Ridla dicela dan dibantah oleh
banyak ulama, di antaranya syekh Yusuf an-Nabhani, syekh Yusuf ad-Dajawi, al-Muhaddits
syekh „Abdullah al-Ghumari dan lain-lain. Bahkan syekh Yusuf an-Nabhani pernah menulis
tentang Rasyid Ridla sebagai berikut:
4. “Adapun Rasyid Ridla, penulis al-Manar sesungguhnya ia
Orang yang paling picik pikirannya dan paling banyak kesesatannya”
Sedangkan golongan Wahhabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi (W.
1206 H). Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang mengkafirkan penduduk
Mesir, Irak dan sekitarnya, Syam, Hijaz dan Yaman[9] memiliki ajaran-ajaran sebagai berikut:
Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah duduk atau
bersemayam di atas Arsy.
Mengkafirkan dan memusyrikkan orang yang bertawassul dengan nabi atau wali yang
sudah meninggal atau tidak hadir di hadapan orang yang bertawassul.
Memusyrikkan orang yang mengalungkan Hiriz.
Memusyrikkan para pengikut madzhab empat.
Menyesatkan Tasawwuf dan Tarekat
Oleh karenanya ketika golongan Wahhabi menyerbu kota Tha-if, mereka membunuh semua
orang, tua-muda, besar-kecil, rakyat dan para pejabat. Mereka menyembelih anak yang sedang
menyusu ibunya, merampas harta dan menawan para wanita,[10]karena mereka menganggap
penduduk Hijaz kafir musyrik.
Para ahli fiqh, hadits, tafsir serta para sufi di segenap penjuru dunia Islam telah menulis banyak
sekali (lebih dari seratus) risalah-risalah kecil atau buku-buku khusus untuk membantah
Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Di antaranya adalah Syekh Ahmad ashShawi al Maliki (W. 1241 H), Syekh Ibnu 'Abidin al Hanafi (W. 1252 H), Syekh Muhammad
ibn Humaid (W. 1295 H), mufti Madzhab Hanbali di Makkah al Mukarramah, Syekh Ahmad
Zaini Dahlan (W. 1304 H), mufti madzhab Syafi‟i di Makkah al Mukarramah dan ulama lainnya.
2. Kelompok Rafidlah
Mereka adalah golongan yang mencela sayyidina Abu Bakr dan Umar serta membenci seluruh
sahabat Nabi kecuali sayyidina „Ali bin Abi Thalib. Mereka melampaui batas dalam mencintai
sayyidina „Ali dan ahlul bait. Sebagian dari mereka bahkan masuk kategori kafir dan zindiq.
3. Kelompok Ibahiyyun
5. Mereka adalah golongan yang menyatakan bahwa seorang hamba yang sudah sampai derajat
tertinggi dalam kecintaan kepada Allah, telah suci dan jernih hatinya serta telah tertanam kuat
keimanan dalam kalbunya, maka gugur (tidak berlaku) baginya perintah dan larangan Allah. Dan
Allah tidak akan memasukkannya ke dalam neraka dengan sebab perbuatan dosa besar yang ia
lakukan. Sebagian dari mereka menyatakan, hamba tersebut gugur baginya ibadah-ibadah yang
zhahir, dan ibadahnya hanya berupa merenung dan memperbaiki perilaku yang bathin. Paham
seperti ini, menurut Sayyid Muhammad Murtdla az-Zabidi dalam Syarh Ihyaa‟ Uluumiddiin
sebagaimana dikutip mbah Hasyim dalam Risaalah Ahlissunnah wal Jamaa‟ah, hlm. 11, adalah
kekufuran, kezindikan dan kesesatan.
4. Para Penganut Paham Reinkarnasi
Mereka adalah golongan yang meyakini reinkarnasi roh dan berpindahnya roh selamanya dari
satu badan ke badan yang lain; disiksa atau memperoleh kenikmatan sesuai dengan suci atau
kejinya roh tersebut. Paham seperti ini jelas adalah kekufuran.
5. Para Penganut Paham Hulul dan Ittihad
Mereka adalah kaum shufi gadungan (Jahalah al-Mutashawwifah). Mereka berkeyakinan bahwa
tiada yang ada kecuali Allah; Allah adalah keberadaan mutlak dan segala sesuatu selain-Nya
tidak disifati dengan keberadaan sama sekali. Paham ini, menurut al-„Allamah al-Amir dalam
Hasyiyah „Abdissalam sebagaimana dikutip mbah Hasyim, adalah kekufuran yang nyata.
KH Hasyim Asy‟ari juga menegaskan bahwa madzhab Imamiyyah dan Zaidiyyah adalah
madzhab para ahli bid‟ah dan tidak boleh berpegang dengan pendapat-pendapat mereka.[11]
Setelah menjelaskan tentang berbagai golongan dan ajaran-ajaran yang menyimpang tersebut,
KH Hasyim Asy‟ari menegaskan bahwa kebenaran berada pada golongan Salafi tersebut yang
mengikuti jalan para salaf salih karena mereka-lah mayoritas ummat Muhammad, dan merekalah
yang ajarannya sesuai dengan para ulama sunni yang ada di Haramain dan ulama al Azhar asySyarif yang merupakan teladan ahlul haqq. Mereka terdiri dari para ulama yang tersebar di
seluruh penjuru dunia yang sangat banyak dan tidak terhitung jumlahnya.
KH Hasyim Asy‟ari juga sangat berempati terhadap ulama-ulama Makkah yang sempat terusir
dari Makkah sekitar tahun 1343 H, seperti guru beliau ketika di Makkah, Syekh Sa‟id bin
Muhammad al Yamani asy-Syafi‟i, Syekh Abdul Hamid Sunbul Hadidi al Hanafi, Syekh Hasan
6. bin Sa‟id al Yamani, Syekh Muhammad Ali bin Sa‟id al Yamani. Mereka sempat mengungsi ke
Gresik, Jawa Timur karena gangguan dan intimidasi Wahhabi terhadap para mukimin di sekitar
Masjid al Haram.[12]
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Penyimpangan
Di antara penyebab muncul dan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam Islam menurut
KH Hasyim Asy‟ari[13] adalah:
1. Tidak Menguasai seluk beluk bahasa Arab dan berbagai gaya bahasa (Asaalib) dalam bahasa
Arab
KH Hasyim Asy‟arimenegaskan bahwa sekian banyak orang tersesat dari jalan yang benar
dikarenakan mengikuti pemahaman orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang berbagai gaya bahasa dalam bahasa arab. Beliau menyatakan: “Al Ashmu‟i
meriwayatkan dari al Khalil dari Abu „Amr ibn al „Ala-„, ia berkata:
"
".
“Kebanyakan orang yang Zindik di Irak disebabkan kebodohan mereka tentang bahasa Arab."
2. Tidak Memiliki Perangkat Keilmuan yang Cukup
Ketika menjelaskan kewajiban bermadzhab bagi orang awam, KH Hasyim Asy‟ari menjelaskan
bahwa pemahaman orang awam tidak diperhitungkan sama sekali, selama tidak sesuai dengan
pemahaman para ulama Ahlul Haqq al Akabir al Akhyar.
Karena sesungguhnya masalah bukan berada pada teks-teks al Qur‟an atau-pun hadits-hadits yg
shahih, melainkan terletak pada pemahaman yang keliru terhadap teks-teks tersebut. Oleh
karenanya, setiap ahli bid‟ah dan orang yang tersesat-pun mengaku memahami ajaran-ajaran
mereka yang batil dari al Kitab dan as-Sunnah, tetapi itu tidak menyelamatkan mereka dari
kesalahan.
7. Demikian penting kaedah ini untuk diikuti dan diamalkan, sehingga KH Hasyim Asy‟ari
menegaskan bahwa seseorang yang bukan mujtahid mutlak diharuskan bertaklid kepada salah
satu madzhab empat dan tidak boleh memahami sendiri dan beristidlal langsung dari ayat-ayat al
Qur‟an dan hadits-hadits Nabi.
Identifikasi Beberapa Kesesatan Dan Kekufuran
KH Hasyim Asy‟ari, dengan mengutip dari beberapa ulama mengidentifikasi berbagai keyakinan
dan ajaran yang menyimpang dan mengeluarkan seseorang dari Islam. Beliau menyatakan:[14]
"
r
".
“Al Qadli „Iyadl berkata dalam kitab asy-Syifa: Setiap perkataan yang tegas menafikan
rububiyyah (ketuhanan) Allah, keesaan Allah atau perkataan yang menyatakan beribadah
kepada selain Allah, atau beribadah kepada sesuatu selain Allah digabung dengan ibadah
kepada Allah, maka itu semua adalah kekufuran, seperti perkataan golongan Dahriyyah, orangorang kristen, majusi, orang-orang yang menyekutukan Allah dengan menyembah berhala, para
Malaikat, Setan, Matahari, bintang, api, atau siapa-pun dan sesuatu apa-pun selain Allah.
Demikian pula para penganut keyakinan Hulul dan Reinkarnasi. Demikian pula orang yang
mengakui ketuhanan dan keesaan Allah tetapi dia meyakini Allah tidak hidup, tidak Qadim, atau
bahwa Allah baharu, berbentuk dan bergambar, atau mengklaim bahwa Allah memiliki anak,
isteri, atau Allah terlahir dari sesuatu, ada dari sesuatu, atau meyakini bahwa ada sesuatu
selain Allah yang qadim ada bersama Allah pada azal, atau meyakini ada pencipta atau
pengatur seluruh alam ini selain Allah, itu semua adalah kekufuran dengan ijma‟ (konsensus)
ummat Islam. Demikian pula orang yang mengaku telah duduk-duduk bersama Allah, bertemu
dan berbincang-bincang dengan Allah, atau meyakini Allah menempati tubuh seseorang seperti
perkataan sebagian orang yang mengaku sufi, sebagian bathiniyyah dan orang-orang nasrani.
Demikian pula kita memastikan kekufuran orang yang meyakini keqadiman alam dan kekalnya
alam, atau meyakini reinkarnasi roh dan berpindahnya roh selamanya dari satu badan ke badan
8. yang lain; disiksa atau memperoleh kenikmatan sesuai dengan suci atau kejinya roh tersebut.
Demikian pula orang yang mengakui ketuhanan Allah dan keesaannya tetapi mengingkari
kenabian secara mutlak dan umum, atau mengingkari kenabian nabi kita secara khusus, atau
kenabian salah seorang nabi yang ditegaskan oleh Allah padahal dia mengetahui hal itu, maka
dia kafir tanpa keraguan sedikit-pun. Begitu pula orang yang mengatakan bahwa nabi kita
bukan yang berada di Makkah dan Hijaz. Demikian pula orang yang mengklaim kenabian untuk
seseorang bersama (di masa) Nabi kita Muhammad atau setelahnya atau yang mengaku dirinya
sebagai nabi, demikian juga para sufi (gadungan) ekstrim yang mengaku menerima wahyu
meskipun tidak mengaku sebagai nabi. Dalam kitab al Anwar dikatakan: Dan dikafirkan secara
pasti setiap orang yang mengucapkan perkataan yang berujung kepada penyesatan terhadap
ummat Islam dan pengkafiran terhadap para sahabat. Demikian pula dikafirkan secara pasti
setiap pelaku perbuatan yang tidak akan muncul kecuali dari orang kafir, seperti sujud kepada
salib atau api, berjalan ke gereja bersama orang-orang kristen dengan pakaian ritual mereka
seperti zunnar dan lainnya“.
Peringatan Kepada Masyarakat
Dalam Muqaddimah al Qaanun al Asaasi Li Jam‟iyyah Nahdlatil Ulama, KH Hasyim Asy‟ari
setelah menjelaskan tentang pentingnya persaudaraan, persatuan, guyub rukun, bekerja sama dan
saling tolong menolong, dan bahaya perpecahan, beliau kemudian mengingatkan para ulama
madzhab empat akan bahaya golongan-golongan yang menyimpang yang telah berkonsolidasi
dalam berbagai perkumpulan dan menyebutkan beberapa hadits dan atsar tentang hal itu. Salah
satu hadits yang beliau sebutkan:
“Jika muncul berbagai fitnah, bid‟ah dan para sahabatku dicaci,maka hendaklah seorang ulama
menampakkan ilmunya (menjelaskan dan menyebarkannya kepada masyarakat), jika ia tidak
melakukannya maka ia terkena laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya” (H.R. al
Khathib al Baghdadi).
.
9. [1] KH Hasyim Asy‟ari, Risaalah Ahl as-Sunnah wa al-Jamaa‟ah fi Hadiits al-Mautaa wa
Asyraath as-Saa‟ah wa Bayaan Mafhuum as-Sunnah wa al-Bid‟ah. Baca jugaMuhammad Asad
Syahaab, al-„Allaamah Muhammad Hayim Asy‟ari: Waadli‟ Labinah Istiqlaal Indonesia, Daar
as-Shaadiq, Beirut, 1971.
[2] Lihat KH Hasyim Asy‟ari, muqaddimah kitab at-Tanbiihaat al-Waajibbaat li man Yashna‟
al-Maulid bi al-Munkaraat.
[3] Lihat KH Hasyim Asy‟ari, an-Nuur al-Mubiin fii Mahabbah Sayyid al-Mursaliin, hlm. 66-75
[4] Lihat Risaalah fi Ta‟akkud al-Akhdz bi Madzaahib al-Aimmah al-Arba‟ah.
[5] KH Hayim Asy‟ari, at-Tibyaan fii an-Nahy „an Muqaatha‟ah al-Arhaam wa al-Aqaarib wa
al-Ikhwaan, hlm. 16.
[6] KH Hasyim Asy‟ari, Risaalah Ahl as-Sunnah, hlm. 8.
[7] KH Hasyim Asy‟ari, Risalah Ahl as-Sunnah Wal Jama‟ah, hlm. 9-13.
[8] Lihat Majallah al-Manar dan Tafsir al-Manar.
[9] Lihat buku mereka yang berjudul Fath al Majid Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 191.
[10] Lihat ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd „ala al Wahhabiyyah, hal. 41.
[11] KH Hasyim Asy‟ari, Risaalah fii Ta‟akkud, hlm.29.