1. Presentasi ke-3 NIKAH SIRRI & NIKAH MUT’AH : Definisi, Dalil, Hukum & Implikasinya Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
2.
3.
4.
5.
6. EFEK NIKAH SIRRI Diantara efek pernikahan sirri bagi anak & istri: 1. Istri tidak bisa menggugat suami, apabila ditinggalkan oleh suami. 2. Penyelesaian kasus gugatan nikah sirri, hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat, tidak bisa di pengadilan agama. 3. Pernikahan sirri tidak termasuk perjanjian yang kuat ( m ī ts ā qan ghal ī dha ) karena tidak tercatat secara hukum. 4. Apabila memiliki anak, maka anak tersebut tidak memiliki status, seperti akta kelahiran. Sebab untuk memperoleh akta kelahiran, disyaratkan adanya akta nikah. 5. Istri tidak memperoleh tunjangan apabila suami meninggal, seperti tunjangan jasa raharja. Apabila suami sebagai PNS, maka istri tidak memperoleh tunjangan perkawinan dan tunjangan pensiun suami 6. Anak & istri terancam tidak mendapat hak waris, karena tidak ada bukti administrasi pernikahan.
7. MANFAAT PENCATATAN (AKTA) NIKAH 1. Menjaga hak dari kesia-siaan, baik hak suami istri atau hak anak berupa nasab, nafkah, warisan dsb. Catatan resmi ini merupakan bukti otentik yang tidak bisa digugat untuk mendapatkan hak tsb. 2. Menyelesaikan persengketaan antara suami istri atau para walinya ketika mereka berselisih, karena bisa jadi salah satu diantara mereka akan mengingkari suatu hak untuk kepentingan pribadi dan pihak lainnya tidak memiliki bukti karena saksi telah tiada. Maka dengan adanya catatan ini, hal itu tidak bisa diingkari. 3. Catatan dan tulisan akan bertahan lama, sehingga sekalipun yang bertanda tangan telah meninggal dunia namun catatan masih berlaku. Oleh karena itu, para ulama menjadikan tulisan merupakan salah satu cara penentuan hukum. 4. Catatan nikah akan menjaga suatu pernikahan dari pernikahan yang tidak sah, karena akan diteliti terlebih dahulu beberapa syarat dan rukun pernikahan serta penghalang-penghalangnya. 5. Menutup pintu pengakuan dusta dalam pengadilan. Karena bisa saja sebagian orang yang hatinya rusak telah mengaku telah menikahi seorang wanita secara dusta untuk menjatuhkan lawannya dan mencemarkan kehormatan hanya karena mudahnya suatu pernikahan dengan saksi palsu.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. Pandangan Kaum Syi’ah (Itsna ‘Asy’ariyah ) Dasar legitimasi kaum Syi’ah terhadap nikah muth’ah adalah al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 24: فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً Dalam Tarikh al-Fiqh al-Ja’fari dijelaskan, bahwa ketika Abu Nashrah bertanya kepada Ibn Abbas tentang nikah muth’ah, Ibn Abbas menerangkan, nikah itu diperbolehkan, menurut Ibn Abbas, lengkapnya ayat itu adalah (terdapat tambahan الى اجل مس مى ): فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ ( الى اجل مسمى ) فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً Sahabat lain yang sependapat dengan Ibn Abbas Ibn Mas’ud, Ubay Ibn Ka’ab, dan Said Ibn Zubair. Kaum Syi’ah berpendirian bahwa praktek nikah muth’ah terdapat pada masa Nabi dan Khalifah Pertama. Baru pada periode Khalifah Kedua, yakni Khalifah Umar Ibn Khattab, nikah muth’ah dilarang.