SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar belakang
Buku yang berjudul Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, diterbitkan
oleh PT Mizan Publika Jakarta. bulan Juni 2009 , dengan tebal 513 halaman adalah buku
yang ditulis oleh Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A. doctor dengan
predikat Summa Cumlaude dalam bidang studi Islam di Rheinischen Friedrich Wilhelms
Universitaet Bonn, Jerman. Buku ini muncul karena ada kecenderungan yang kontras
antara kesarjanaan hadis Barat dan Muslim. Sementara Barat mengkaji hadis karena
dorongan kepentingan sejarah (historical interest), para sarjana muslim mengkajinya
sebagai sumber pokok ajaran Islam yang kedua. Akibatnya, sebagaian sarjana Barat
bersikeras mengajukan skeptisisme terhadap autentisitas hadis sepenuhnya, sedangkan
sebagian sarjana muslim menerima hadis tanpa sikap kritis yang memadai.
Kecenderungan semacam itu tampak pada sikap kedua kubu terhadap autentisitas
periwayatan hadis. Menurut Kamaruddin Amin, penulisbukuini, terminologi-terminologi
tersebut tidak berlaku sebagai keteria-riteria kesahihan hadis bagi para ulama abad
pertama hijriah. Artinya, para perawi di abad tersebut tidak secara sengaja dan sadar
menggunakan beragam terminologi tersebut sebagai cara menentukan tingkat kesahihan
dan tidaknya sebuah hadis.
Adapun hadis atau yang disebut juga dengan sunnah, sebagai sumber ajaran islam
yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi SAW yang beredar
pada masa nabi Muhammad SAW hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran
islam setelah Alquran dan isinya menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh
karena itu, umat islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan pengikut jejaknya,
menggunakan hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya.
Namun, keadaan hadis Nabi Muhammad SAW dalam kesepakatan tersebut,
tidaklah demikian keadaannya pasca masa Nabi Muhammad SAW. hadis pasca masa
Nabi Muhammad SAW telah berada dalam suatu kondisi yang mulai tidak seimbang
dengan posisi Alquran , karena ia telah berada di tengah-tengah banyak faktor misalnya
dalam periwayatan selain berlangsung secara lafal juga berlangsung secara makna,
1
banyak pemalsuan hadis dan hadis merupakan sumber ajaran islam di samping Alquran
yang dibukukan dengan memakan waktu jauh lebih lama dari pembukuan Alquran. Dari
banyak faktor diatas, maka kondisi hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW sudah tidak
seperti pada masa Nabi SAW, dan memiliki banyak peluang untuk diadakan penelitian
dan pengkajian dalam banyak persoalan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode penelitian hadis?
2. Apa tujuan dan manfaat dari penelitian hadis?
3. Bagaimana metode kritik sanad dan matan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui metode penelitian hadis.
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari penelitian hadis.
3. Untuk mengetahui metode kritik sanad dan matan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A . Metode Penelitian Hadis.
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau
jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab
menerjemahkannya dengn tariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut
mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan
metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan, logos
artinya ilmu. Kata metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai
ilmu tentang metode uraian tentang metode.1
Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Kata penelitian yang berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama, hati-
hati, memiliki arti kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji
suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Sedangkan Moh. Nazir
mengungkapkan bahwa penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research.
Penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran, sehingga penelitian
juga merupakan metode berpikir kritis. Sehingga metode penelitian hadis dapat diartikan
sebagai cara mencari kebenaran dengan analisis data yang dilakukan secara sistematis
dan objektif terhadap hadis sebagai sumber hukum islam untuk membuktikan
keautentikannya. Sehingga kita dapat memahami hadis dengan mudah serta dapat menilai
kualitas hadis tersebut.
Dalam penelitian hadis, terdapat dua objek penelitian, yaitu penelitian sanad dan
penelitian matan. Konstruksi hadist secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan
1
.Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III., hlm. 740.
3
(sanad) dan inti berita (matan). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan
terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam
bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Konsekuensi hadist yang
demikian menuntut kesadaran bahwa penelitian matan hadist tidak hanya berada dalam
wilayah keilmuan semata, melainkan langsung berhubungan dengan ajaran dan
keyakinan agama islam. Derajat kebenaran agama islam bertaraf adi kodrati (absolut)
karena terjamin oleh otoritas sumbernya, maka kedudukan hadist sebagai wahana untuk
memperoleh informasi keislaman perlu diimbangi dengan membatasi ruang gerak
penelitian matan agar tidak menjangkau uji kebenaran materi pemberitaan hadist nabawi
yang lebih menuntut sikap kedudukan hamba (ta’abudi). Dengan demikian, aplikasi
metodologis penelitian matan bersandar pada kriteria maqbul (diterima) atau mardud
(ditolak) untuk kepentingan melandasi pemikiran keagamaan, bukan bersandar pada
kriteria benar atau salah menurut penilaian keilmuan rasional atau empiris.2
Dalam studi hadis persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur penting yang
menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis sebagai sumber otoritas ajaran nabi
Muhammad SAW. kedua unsur tersebut begitu penting artinya, dan antara yang satu
dengan yang lain saling berkaitan erat, sehingga kekosongan salah satunya akan
berpengaruh, dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis. Karenanya seperti
disebutkan, suatu berita yang tidak memiliki sanad tidak dapat disebut hadis, demikian
sebaliknya matan, yang sangat memerlukan keberadaan sanad.3
Penulis Mesir Ahmad Amin (w.1373-1954) mengatakan bahwa penelitian yang
dilakukan para ahli hadis lebih menfokuskan pada sanad dibanding matan. Abu Rayyah
lebih jauh mengatakan bahwa ahli hadis hanya memperhatikan aspek kesinambungan
jalur periwayatan dan karakter para perawi, dan sepenuhnya mengabaikan esensi
kandungan hadis, dan bahkan mereka gagal menangkap bukti-bukti sejarah. Pendapat Ibn
Khaldun, Ahmad Amin dan Abu Rayyaah ini dibantah oleh Musthafa as Siba’i,
Muhammad Abu syuhba dan Nur ad Din’ltr. Mereka berpendapat bahwa ulama hadis
sama sekali tidak mengabaikan matan, hal ini dapat dilihat dari kriteria-kriteria hadis
shahih yang mereka buat. Salah satu kriterianya mengatakan bahwa sebuah hadis jika
2
. ibid
3
. Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah(Jakarta: Prenada Media, 2003)
hlm.174.
4
dianggap shahih apabila sanad dan matannya tidak syaddz dan bebas dari cacat atau ‘illat
(hal-hal yang dapat merusak keshahihan hadis).4
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Hadis
Said agil Husein al-Munawwar, ulama Indonesia yang alumnus "Ummul Quro"
Mekkah melihat tujuan penelitian hadits dari berbagai segi:
1. Untuk mengetahui aspek-aspek sanad atau perawi hadits, antara lain; tsiqoh atau
tidak, dan adil atau tidak, dengan begitu akan diketahui mana hadits yang maqbul
atau ditolak.
2. Untuk mengetahui aspek kualitas matan hadits, diantaranya apakah shahih atau
dla'if, atau juga apakah suatu hadits itu benar-benar bersumber dari Nabi SAW
atau bukan.
3. Pentingnya penelitian itu, karena telah tersebarnya hadits di pelosok dunia.
Sedangkan manfaat dari penelitian hadis ini antara lain sebagai berikut :
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta
ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi’ atau
lainnya.
4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya penelitian, dapat
diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan
yang dilakukan dengan makna saja.
6. Dan lain-lain.5
C. Kritik Sanad dan Matan Hadis
1. Kritik Sanad Hadis
4
. Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis(Jakarta: Mizan Publika, 2009) 6.
5
. Ohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) Cet I, hlm . 27.
5
Kritik sanad hadis adalah upaya untuk meneliti kredibilitas seluruh jajaran perawi
hadis dalam suatu jalur sanad, yang meliputi aspek kebersambungan (muttashil), kualitas
pribadi dan kapasitas intelektual perawi, serta aspek syâdz dan`illat-nya.6
1. Kaedah keshahihan sanad hadis sebagai standar kritik sanad hadis
Mengacu pada tulisan Syuhudi Ismail, kaedah keshahihan sanad hadis adalah
segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang berkualitas
shahih.7
Paling tidak ada lima unsur yang dapat dijadikan standar untuk dapat menilai
keshahihan sebuah hadis. Kelima unsur tersebut meliputi:
a. ketersambungan sanad (ittishâl al-sanad)
b. keadilan perawi (`adâlah al-râwî)
c. ke-dhâbith-an perawi (dlabth al-râwî)
d. terhindar dari syâdz dan
e. terhindar dari ‘illat.8
2. Langkah-langkah dalam kritik sanad hadis
Ada beberapa langkah yang biasanya dilakukan dalam rangka meneliti kualitas
sanad dari hadis, di antaranya:
a. Membuat al-I’tibâr
Menurut istilah hadis, al-i`tibâr berarti menyertakan sanad yang lain untuk suatu hadis
tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat
saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui
apakah ada periwayat lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad yang
dimaksud.9
b. Meneliti pribadi periwayat hadis
6
. Ibid., hlm. 31.
7
.M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis( Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah) (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 123.
8
.Hasan Muhammad, Maqbûlî al-Ahdal, Mushthalah al-Hadîts wa Rijâluh (Shana’a:
Maktabah al-Jayyid al-Jadîd, 1993), hlm. 103.
9
.M.Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya(Jakarta:
Gema Insani Press, Mei 1995), hlm. 76.
6
Ulama hadis sepakat bahwa ada dua hal yang harus diteliti para pribadi periwayat
hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima
sebagai hujjah atau alasan ataukah ditolak. Kedua hal tersebut terkait dengan keadilan
dan ke-dlâbith-an periwayat.
1. Keadilan periwayat
Kata adil berasal dari bahasa Arab yaitu `adl. `Adl secara bahasa berarti pertengahan,
lurus atau condong kepada kebenaran.10
. Adapun Syuhudi Ismail mengungkapkan empat
kriteria adil yang merupakan hasil dari penghimpunan pendapat berbagai macam ulama.
Keempat kriteria untuk sifat adil tersebut antara lain:
1. Beragama Islam.
2. Mukallaf yakni baligh dan berakal sehat.
3. Melaksanakan ketentuan agama Islam atau teguh dalam beragama Islam.
4. Memelihara muru`ah (adab kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri
manusia kepada tegaknya kebijakan moral dan kebiasaan-kebiasaan).11
Di samping kriteria yang harus dimiliki para periwayat adil tersebut, menurut Syuhudi
Ismail, mengutip pendapat Ibn Hajar al-`Asqalânî, mengatakan bahwa perilaku atau
keadaan yang merusak sifat adil para periwayat hadis yang termasuk berat yaitu:
1) Suka berdusta.
2) Tertuduh telah berdusta.
3) Berbuat atau berkata fasik tetapi belum menjadikannya kafir.
4) Tidak dikenal jelas pribadi dan keadaan diri orang itu sebagai periwayat hadis.
5) Berbuat bid`ah yang mengarah kepada fasik, tetapi belum menjadikannya kafir.12
Dlâbith secara bahasa ada beberapa macam makna yakni: yang kokoh, yang kuat,
yang tepat, dan yang halal dengan sempurna.13
Menurut Syuhudi Ismail, dia mengungkap makna dlâbith dengan mempertemukan
berbagai pendapat para ulama, dan dia juga memberikan rumusan mengenai maksud
dari dlâbith secara istilah sebagai berikut:
10
. Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhûr, Lisân al-`Arab, jilid 13 (Mesir: al-Dâr al-
Mishriyyah, t.th.), hlm. 456-463.
11
. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 67.
12
. Ibid., hlm. 69.
13
. Ibid., hlm. 70.
7
a. Periwayat yang dlâbith adalah periwayat yang mempunyai ciri-ciri yaitu: hafal
dengan sempurna hadis yang diterimanya, dan mampu menyampaikan dengan
baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
Periwayat yang bersifat dhâbith adalah periwayat yang memiliki ciri seperti yang
tertera di atas, dan mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya.14
Sebagaimana sifat adil yang mempunyai kriteria yang dapat merusak sifat
adil bagi para periwayat hadis, dlâbith juga mempunyai beberapa hal yang dapat merusak
ke-dlâbith-an para periwayat hadis seperti yang diungkapkan Syuhudi Ismail mengutip
pendapat Ibn Hajar al-`Asqalânî dan `Alî al-Qâri, yaitu:
a) Dalam meriwayatkan hadis, lebih banyak salahnya dari pada benarnya.
b) Lebih menonjolkan sifat lupanya dari pada hafalnya.
c) Riwayat yang disampaikan diduga keras mengandung kekeliruan (al-
wahm).
d) Riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang disampaikan oleh orang-
orang yang tsiqah.
e) Jelek hafalannya, walaupun ada juga sebagian riwayatnya itu yang benar.15
Dalam melakukan penilaian tentang kriteria adil dan dlâbith tersebut diperlukan
kitab-kitab yang berkenaan dengan biografi periwayat yaitu kitab al-Istî`âb fî Ma`rifat al-
Ashhâb, kitab Dzikr Asmâ’ al-Tâbi`în wa Man Ba`dahu, kitab Tahdzîb al-Tahdzîb, dan
kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, dan lain-lain. Kitab-kitab biografi periwayat
tersebut merupakan kitab yang banyak menerangkan tentang biografi periwayat terutama
dari segi al-Jarh wa al-Ta`dîl.
c. Al-Jarh wa al-Ta`dîl sebagai pendekatan kritik sanad hadis
Dalam terminologi limu hadis, sebagaimana diungkapkan oleh al-Khatîb, al-
Jarh berarti menunjukkan sifat-sifat yang dapat merusak atau mencacatkan keadilan dan
ke-dlâbith-an seorang periwayat hadis. Implikasinya adalah dapat melemahkan atau
menggugurkan riwayat dari seorang perawi. Adapun al-Tajrîh adalah upaya untuk
mensifati perawi dengan sifat yang dapat menyebabkan riwayatnya menjadi lemah atau
14
. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 70.
15
. Ibid., hlm. 71.
8
bahkan tidak diterima sama sekali.16
Sedangkan `Adl adalah seorang perawi yang dalam
dirinya tidak tampak sifat-sifat yang dapat merusak agama dan muru’ah (moralitas),
sehingga dengan sifat-sifatnya itu menyebabkan riwayatnya diterima, jika perawi tersebut
memenuhi syarat-syarat kecakapan meriwayatkan hadis (ahliyat al-adâ’)17
. Adapun al-
Ta`dîl merupakan upaya untuk menilai bersih seorang perawi sehingga dengan penilaian
tersebut tampak keadilan dan riwayatnya diterima.18
Berdasarkan batasan kedua definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
ilmu al-Jarh wa al-Ta`dîl adalah ilmu yang membicarakan masalah keadaan perawi baik
dengan mengungkapkan sifat-sifat yang menunjukkan keadilannya maupun sifat-sifat
kecacatannya yang bermuara pada penerimaan atau penolakan terhadap riwayat yang
disampaikan.
Adapun keadilan seseorang berdasarkan pernyataan mu`addil, para ulama hadis
sepakat bahwa pernyataan seorang mu`addil mengenai keadilan seeorang cukup untuk
bisa diterima. Alasannya, karena untuk menerima berita (periwayatan seseorang) tidaklah
diharuskan dari dua orang atau lebih dan cukup dari seseorang saja. Dengan analogi
seperti itu, maka dalam memberikan ta`dîl seseorang juga tidak disyaratkan harus lebih
dari seorang.19
Ulama telah mengemukakan syarat-syarat bagi seseorang yang dapat
dinyatakan sebagai al-Jârih wa al-Mu`addil. Menurut Syuhudi Ismail, penjelasan para
ulama dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Syarat-syarat yang berhubungan dengan sikap pribadi, yakni: (a) bersifat adil; (b)
tidak bersikap fanatik terhaddap aliran atau madzhab yang dianutnya; (c) tidak bersikap
bermusuhan dengan periwayat yang dinilainya, termasuk terhadap periwayat yang
berbeda aliran dengannya.
2. Syarat-syarat yang berkenaan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, dalam hal ini
harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, terutama yang berkenaan dengan:
(a) ajaran Islam; (b) bahasa Arab; (c) hadis dan ilmu hadis; (d) pribadi periwayat yang
16
. Muhammad `Ajjâl al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts `Ulûmuh wa Mushthalâhuh, hlm. 260.
17
. Syarat kecakapan yang dimaksud (ahliyat al-adâ’) adalah Islam, baligh, berakal, dan
memiliki intelektualitas yang tinggi (dlâbith).
18
. Ibid., hlm. 260-261.
19
. Ibid.
9
dikritiknya; (e) adat istiadat (al-`urf) yang berlaku; (f) sebab-sebab yang melatar
belakangi sifat-sifat utama dan tercela yang dimiliki oleh periwayat.20
Di kalangan ulama hadis tidak ada kesepakatan tentang jumlah tingkatan al-
Jarh dan al-Ta`dîl tehadap para periwayat hadis. Ibn al-Râzî, Ibnu al-Shalah, dan al-
Nawâwî membagi menjadi empat peringkat untuk penilaian al-Jarh dan al-Ta`dîl.
Sedangkan al-Dzahabî, al-`Irâqî, dan Abû Faidl al-Harawî membagi membagi menjadi
lima tingkatan. Adapun Ibn Hajar al-`Asqalânî, dan Jalâl al-Dîn al-Suyûthî membagi
menjadi enam tingkatan.21
a. Teori-teori al-Jarh wa al-Ta`dîl
Ada beberapa kaedah yang dikemukakan oleh para ulama ahli al-Jarh wa Ta`dîl,
di antaranya:
1. ‫التعديل‬‫مقدم‬‫على‬‫الجرح‬
“al-Ta`dîl didahulukan atas al-Jarh”
Maksudnya seorang periwayat dinilai terpuji oleh seorang kritikus dan dinilai tercela oleh
kritikus lainnya, maka yang didahulukan adalah kritikan pujian. Alasannya, karena sifat
dasar periwayat hadis adalah terpuji, sedangkan sifat tercela merupakan sifat yang datang
kemudian. Oleh karena itu, bila sifat dasar berlawanan dengan sifat yang datang
kemudian, maka yang harus dimenangkan adalah sifat dasarnya.
2. ‫الجرح‬‫مقدم‬‫على‬‫التعديل‬
“al-Jarh didahulukan atas al-Ta`dîl”
Maksudnya bila seorang kritikus dinilai tercela oleh seorang kritikus dan dinilai terpuji
oleh kritikus lainnya, maka yang didahulukan adalah kritikan yang berisi celaan.
Alasannya karena kritikus yang menyatakan celaan lebih faham terhadap pribadi
periwayat yang dicelanya. Selain itu, yang menjadi dasar untuk memuji seseorang
20
. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 74.
21
. Ibid.
10
periwayat adalah persangkaan baik kritikus hadis dan persangkaan baik itu harus
dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan yang dimiliki oleh periwayat yang
bersangkutan.
3. ‫إذا‬‫تعارض‬‫الجارح‬‫والمعدل‬‫فالحكم‬‫للمعدل‬‫إل‬‫إذا‬‫ثبت‬‫الجرح‬‫المفسر‬
“apabila terjadi pertentangan antara kritikan yang mencela dan kritikan yang memuji,
maka yang dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali apabila kritikan yang
mencelanya disertai penjelasan tentang sebab-sebabnya”
Maksudnya apabila seorang periwayat dipuji oleh seorang kritikus tertentu dan dicela
oleh kritikus lainnya, maka pada dasarnya yang harus dimenangkan adalah kritikan yang
memuji, kecuali bila kritikan yang mencelanya disertai penjelasan tentang bukti-bukti
ketercelaan periwayat yang bersangkutan. Alasannya, kritikus yang mampu menjelaskan
sebab-sebab ketercelaan periwayat yang dinilainya lebih mengetahui terhadap pribadi
periwayat tersebut daripada kritikus yang hanya mengemukakan pujian terhadap
periwayat yang sama. Kaedah ini didukung oleh jumhur ulama ahli kritik hadis.
4. ‫إذا‬‫كان‬‫الجارح‬‫ضعيفا‬‫فل‬‫يقبل‬‫جرحه‬‫للثقة‬
“apabila kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah orang yang tergolongdla’îf,
maka kritikannya terhadap orang yang tsiqah tidak diterima”.
Maksudnya apabila yang mengeritik adalah orang yang tidak tsiqah, sedangkan
yang dikritik adalah orang yang tsiqah, maka kritikan orang yang tidak tsiqah tersebut
harus ditolak. Alasannya, orang yang bersifat tsiqah lebih dikenal berhati-hati dan lebih
cermat daripada orang yang tidak tsiqah.
5. ‫ل‬‫بقبل‬‫الجرح‬‫إل‬‫بعد‬‫التثبت‬‫خشية‬‫الشباه‬‫فى‬‫المجروحين‬
“al-Jarh tidak diterima, kecuali setelah ditetapkan (diteliti secara seksama), karena adanya
kekhawatiran terjadinya kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya”.
Maksudnya apabila nama periwayat memiliki kesamaan ataupun kemiripan
dengan nama periwayat lain, kemudian salah seorang dari periwayat tersebut dikritik
dengan celaan, maka kritikan tersebut tidak dapat diterima, kecuali telah dapat dipastikan
bahwa kritikan itu terhindar dari kekeliruan akibat adanya kesamaan atau kemiripan
nama tersebut. Alasannya, suatu kritikan harus jelas sasarannya. Dalam mengeritik
pribadi seseorang, maka orang yang dikritik haruslah jelas dan terhindar dari keragu-
raguan atau kekacauan.
11
6. ‫الجرح‬‫الناشئ‬‫عن‬‫عداوة‬‫دنيوية‬‫ل‬‫يعتد‬‫به‬
“al-Jarh yang dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dalam masalah
keduniawiaan tidak perlu diperhatikan”
Maksudnya apabila kritikus yang mencela periwayat tertentu memiliki perasaan
yang bermusuhan dalam masalah keduniawian dengan pribadi periwayat yang dikritik
dengan celaan itu, maka kritikan tersebut harus ditolak. Alasannya, pertentangan pribadi
dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang tidak jujur. Kritikus
yang bermusuhan dalam masalah dunia dengan periwayat yang dikritik dengan celaan
dapat berlaku tidak jujur karena didorong oleh rasa kebencian.
Dari sejumlah teori yang disertai dengan alasannya masing-masing tersebut, maka
yang harus dipilih adalah teori yang mampu menghasilkan penilaian yang obyektif
terhadap para periwayat hadis yang dinilai keadaan pribadinya.22
d. Meneliti ketersambungan sanad
Suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila:
1. Seluruh periwayat dalam sanad tersebut benar-benar tsiqah (adil dan dlâbith);
2. Antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam
sanad tersebut benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah
menurut ketentuan tahammul wa adâ’ al-hadîts.23
Selain itu untuk mengetahui ketersambungan sanad dapat dilakukan pengeceken
tahun kelahiran dan tahun wafat antara periwayat satu dengan periwayat terdekat serta
pengecekan terhadap adanya hubungan guru dan murid. Hal ini dapat ditempuh dengan
melihat biografi para perawi melalui kitab-kitabRijâl al-Hadîs.
2. Kritik Matan (Naqd al-Matn) Hadis
a. Pengertian Kritik Matan (Naqd al-Matn) Hadis
Istilah kritik matan hadis dapat dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan
matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadis yang shahih
dengan yang tidak shahih. Dengan demikian, kritik matan bukan dimaksudkan untuk
22
. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 81.
23
. Ibid., hlm. 133. Ibid., hlm. 133.
12
mengoreksi atau menggoyahkan dasar ajaran Islam dengan mencarai kelemahan sabda
Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada telaah redaksi dan makna guna menetapkan
keabsahan suatu hadis.24
b. Langkah-langkah dalam kritik matan hadis
1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
Dalam kegiatan penelitian hadis, ulama hadis mendahulukan penelitian sanad atas
penelitian matan. Langkah penelitian yang dilakukan oleh ulama hadis tersebut tidaklah
berarti bahwa sanad lebih penting dari pada matan. Bagi ulama hadis, sanad dan matan
merupakan bagian yang penting dalam penelitian hadis, hanya saja penelitian matan akan
mempunyai arti apabila sanad bagi matan hadis yang bersangkutan telah jelas-jelas
memenuhi syarat sebagai sanad yang shahih. Tanpa adanya sanad, maka suatu matan
hadis tidak dapat dinyatakan sebagai hadis yang berasal dari Nabi.25
Bagi sanad yang
statusnya dla`îf berat, maka matan yang shahih tidak akan dapat menjadikan hadis
tersebut berkualitas shahih. Tegasnya matan yang sanadnya sangat dla`îf tidak perlu
diteliti sebab hasilnya tidak akan memberi manfaat bagi ke-hujjah-an hadis tersebut.26
2. Kaedah keshahihan matan sebagai acuan
Unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada
dua macam, yaitu terhindar dari syudzûdz dan terhindar dari `illat. Hal ini berarti untuk
meneliti matan, kedua unsur ini harus menjadi acuan utama. Meskipun demikian ulama
tidak menekankan bahwa langkah pertama meneliti haruslah menelitisyudzûdz dan
langkah berikutnya adalah `illat atau sebaliknya.
Menurut Shalâh al-Dîn al-Adlâbî, paling tidak ada empat macam tolok ukur untuk
penelitian matan, yaitu:
1) Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an.
2) Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
3) Tidak bertentangan dengan akal, indera, dan sejarah.
4) Susunan periwayatannya menunjukkan ciri-ciri sabda Nabi.27
24
. Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 94.
25
. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 122.
26
. Ibid., hlm 123.
27
. Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî, Manhaj Naqd al-Matn (Beirut: Dâr al-Afâq al-
Jadîdah, 1983), hlm. 238.
13
3. Meneliti susunan matan
a. Ziyâdah, Idrâj dan lain-lain
Dalam penelitian matan hadis, ziyâdah, idrâj dan lain-lain sangat penting.
Secara bahasa, ziyâdah adalah tambahan. Menurut ilmu hadis, ziyâdah pada matan ialah
tambahan lafadz atau kalimat (pernyataan) yang terdapat pada matan, tambahan tersebut
dikemukakan oleh periwayat tertentu sedangkan periwayat tertentu lainnya tidak
mengemukakannya.28
Menurut Ibn Shalâh yang dikutip oleh Syuhudi Ismail, bahwa ziyâdah itu ada tiga
macam yaitu:
1. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah yang isinya bertentangan dengan
yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqah juga. Ziyâdahseperti ini
ditolak.
2. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah yang isinya tidak bertentangan
dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat
yang tsiqahjuga. Ziyâdah seperti ini diterima.
3. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah berupa sebuah lafadz yang
mengandung arti tertentu, sedang para periwayat lainnya yang bersifattsiqah juga
tidak mengemukakannya.29
Adapun idrâj, secara bahasa merupakan isim mashdar dari kata adrajayang artinya:
memasukkan atau menghimpunkan. Menurut pengertian secara istilah ilmu
hadis, idrâj berarti memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu
matan hadis yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan
tersebut berasal dari Nabi karena tidak ada penjelasan dalam matan hadis
tersebut.30
Perbedaan antara ziyâdah danidrâj yaitu idrâj berasal dari diri periwayat,
sedangkan ziyâdah (yang sesuai syarat) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
matan hadis.
b. Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan
28
. Ibid, hlm. 135.
29
. Ibid., hlm. 137.
30
. Ibid., hlm. 138.
14
Sesungguhnya tidak mungkin hadis Nabi bertentangan dengan hadis Nabi yang lain
ataupun dengan dalil-dalil dari al-Qur'an. Sebab apa yang dikemukakan Nabi, baik
berupa hadis maupun ayat al-Qur'an sama-sama dari Allah. Namun pada kenyataannya,
ada sejumlah hadis Nabi yang tampak tidak sejalan dengan atau tampak bertentangan
dengan hadis yang lain ataupun dengan ayat al-Qur'an.
Dalam menyelesaikan matan hadis tentang hadis-hadis yang tampak bertentangan,
ulama berbeda pandangan:
a. Ibn Hazm mengatakan bahwa matan-matan hadis harus diamalkan, karena dia
menekankan perlunya penggunaan metode istisnâ’ (pengecualian) dalam penyelesaian
itu.
b. Menurut al-Syâfi`î, kemungkinan hadis-hadis yang tampak bertentangan itu
mengandung petunjuk bahwa matan yang satu bersifat global (mujmal) sedang yang
satunya lagi bersifat rinci (mufassar), mungkin yang satu bersifat umum (`amm) sedang
yang satunya lagi bersifat khusus (khâs), mungkin yang satu bersifat penghapus (nâsikh)
sedang yang satunya lagi yang dihapus (mansûkh).
c. Shihâb al-Dîn menempuh dengan cara tarjîh (mencari argumen yang lebih kuat).
d. Al-Thahâwanî menempuh cara al-nâsikh dan al-mansûkh.
e. Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî menempuh cara al-jam`u, kemudianal-tarjîh.
f. Ibn Hajar al-`Asqalânî menempuh empat tahap yakni al-jam`u, al-nâsikhdan al-
mansûkh, al-tarjîh, al-tauqîf (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil yang dapat
menyelesaikan atau menjernihkannya).31
Dalam menyelesaikan masalah hadis yang
tampak bertentangan, pendapat dari Ibn Hajar al-`Asqalânî lebih akomodatif. Hal ini
karena dalam praktek penelitian matan, keempat tahap atau cara itu memang dapat
memberikan alternatif yang lebih hati-hati dan relevan dalam menyelesaikan hadis yang
tampak bertentangan.
D . ANALISIS
Dalam buku ini, penulisnya menunjukkan sikap kritisnya terhadap metode-metode
kritik hadis baik dalam kesarjanaan Barat maupun Islam. Kritiknya tidak hanya pada
31
. Ibid. hlm. 138
15
lingkup teoretis tetapi juga pada lingkup praktis dalam penggunaan metode-metode kritik
hadis.
Adapun Hadis Nabi adalah merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Selain itu,
hadis Nabi sebagai riwayat yang memiliki beberapa latar belakang, khususnya latar
belakang sejarah, perlu dilakukan penelitian dalam upaya untuk mengetahui kualitasnya
dilihat dari dapat atau tidak dapatnya dipertanggungjawabkan keorisinalannya berasal
dari Nabi. Berdasarkan kepada latar belakang itulah, maka suatu riwayat barulah diduga
sebagai hadis Nabi bila riwayat tersebut mengandung sanad dan matan yang memberi
indikasi kuat sebagai sesuatu yang berasal dari Nabi. Untuk itulah penelitian atau kritik
hadis (sanad maupun matan) sangat urgen kedudukannya mengingat dari sinilah kualitas
hadis dapat diketahui sehingga hadis tersebut benar-benar dapat digunakan
sebagai hujjah.
Dan menyimpulkan sanad merupakan kegiatan akhir dari penelitian sanad hadis.
Hasil penelitian berupa natîjah (konklusi). Dalam mengemukakan natîjah harus disertai
argumen-argumen yang jelas. Isinatîjah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah
periwayatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan
berstatus mutawâtir, dan bila tidak demikian maka hadis tersebut berstatus ahad. Untuk
hasil penelitian hadis ahad, maka natîjah-nya mungkin berisi pernyataan bahwa hadis
yang bersangkutan berkualitas shahîh atau hasan ataudla`îf sesuai dengan apa yang telah
diteliti.
Setelah langkah-langkah di atas selesai dilakukan, maka yang terakhir dilakukan
adalah menyimpulkan hasil dari penelitian matan. Sebagaimana halnya penelitian sanad,
maka dalam menyimpulkan penelitian matan juga harus didasarkan pada argument-
argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat dikemukakan sebelum ataupun sesudah
dibuat kesimpulan.
Apabila matan yang diteliti ternyata shahih dan sanadnya juga shahih, maka dalam
kesimpulan disebutkan bahwa hadis yang diteliti juga berkualitas shahih. Apabila matan
dan sanad sama-sama berkualitas dla`îf, maka dalam kesimpulan disebutkan bahwa hadis
16
yang diteliti berkualitas dla`îf. Sedangkan apabila terjadi perbedaan kualitas antara sanad
dan matan, maka perbedaan tersebut harus dijelaskan.32
‫الخلصة‬
1.‫الدافع‬‫الذي‬‫يجعل‬‫علماء‬‫الغرب‬‫يدرسون‬‫الحديث‬‫النبوي‬‫هو‬
‫لمعرفة‬،‫التاريخ‬‫فبينما‬‫الدافع‬‫الذي‬‫يجعل‬‫علماء‬‫السلم‬
‫يدرسون‬‫الحديث‬‫هو‬‫لنه‬‫المصدر‬‫ثاني‬ّ ‫ال‬‫من‬‫مصادر‬،‫تشريع‬ّ ‫ال‬
‫فلهذا‬‫ظهر‬‫نقد‬‫الحديث‬‫عند‬‫الغرب‬‫اكبر‬‫من‬‫علماء‬.‫السلم‬
2.‫تدخلت‬‫اليادي‬‫في‬‫الحاديث‬‫ية‬ّ ‫النبو‬‫بعد‬‫وفاة‬‫نبي‬ّ ‫ال‬‫لى‬ّ ‫ص‬
‫ا‬‫عليه‬‫وآله‬‫لم‬ّ ‫وس‬‫سندا‬،‫ومتنا‬‫ولكن‬‫ا‬‫خر‬ّ ‫س‬‫الجهابذة‬‫من‬
‫علماء‬‫الحديث‬‫الذين‬‫وضعوا‬‫القواعد‬‫والضوابط‬‫لقبول‬
‫الحديث‬‫سندا‬.‫ومتنا‬
3.‫تحقيق‬‫الحاديث‬‫النبوية‬‫ليس‬‫بالمر‬‫السهل‬‫او‬،‫الهين‬‫اذ‬‫يحتاج‬
‫الى‬‫معرفة‬‫اسماء‬‫واحوال‬‫رواة‬ّ ‫ال‬‫فردا‬،‫فردا‬‫والذوق‬‫ي‬ّ ‫النبو‬
‫او‬‫ما‬‫يعرف‬‫بالملكة‬.‫فاذا‬ ‫ية‬ّ ‫الحديث‬‫كان‬‫الشخص‬‫ما‬ّ ‫مل‬‫بذلك‬
‫فله‬‫ان‬‫يقدح‬‫في‬‫سند‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫اذا‬‫رأى‬‫ن‬ّ ‫ا‬‫في‬‫سنده‬
‫انقطاعا‬‫او‬‫رجال‬‫غير‬‫عدول‬‫او‬‫ضعفاء‬‫او‬‫غير‬‫ذلك‬‫من‬‫اسباب‬
32
. Ibid., hlm. 146.
17
‫القدح‬‫في‬‫السند‬‫وأيضا‬‫له‬‫ان‬‫يقدح‬‫في‬‫متن‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬
‫فطبعا‬‫ليكون‬‫قدحه‬‫للمتن‬‫ل‬ّ ‫ا‬‫بعد‬‫م‬ّ ‫ش‬‫رائحة‬‫الشذوذ‬.‫لة‬ّ ‫والع‬
4.‫اهداف‬‫تحقيق‬،‫الحاديث‬‫منها‬‫معرفة‬‫احوال‬‫واة‬ّ ‫ر‬ّ ‫ال‬‫هل‬‫هم‬
‫رجال‬‫ثقات‬‫ام‬‫فيهم‬‫من‬‫هو‬‫غير‬‫ثقة‬‫اذ‬‫ينبني‬‫على‬‫ذلك‬‫قبول‬
‫او‬‫د‬ّ ‫ر‬.‫ومنها‬ ‫الحديث‬‫معرفة‬‫جودة‬‫المتن‬‫هل‬‫فعل‬‫هو‬‫كلم‬
‫ي‬ّ ‫النب‬‫لى‬ّ ‫ص‬‫ا‬‫عليه‬‫وآله‬‫لم‬ّ ‫وس‬‫الذي‬‫د‬ّ ‫لب‬‫من‬‫أخذه‬‫او‬‫كلم‬
‫غيره‬‫فلنستلزم‬.‫بأخذه‬
5.‫منافع‬‫تحقيق‬‫الحاديث‬‫منها‬‫معرفة‬،‫المصادر‬‫والسانيد‬
‫للحديث‬،‫الواحد‬‫فبها‬‫ين‬ّ ‫يتب‬‫الضعيف‬‫من‬‫ي‬ّ ‫القو‬‫من‬‫رجال‬
،‫الحديث‬‫لفظ‬ّ ‫وال‬‫المنطوق‬‫من‬‫المعنى‬.‫المنقول‬
6.‫نقد‬‫الحديث‬‫ي‬ّ ‫النبو‬:‫بطريقتين‬
1.‫نقد‬،‫السند‬‫المنتقد‬‫لسند‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫عليه‬‫أن‬‫يأتي‬
‫بأسانيد‬‫أخرى‬‫لنفس‬‫الحديث‬‫وذلك‬‫للعتبار‬‫أو‬‫المقارنة‬
‫وكذلك‬‫عليه‬‫أن‬‫يحقق‬‫حياة‬‫ل‬ّ ‫ك‬‫راو‬‫على‬،‫حدة‬‫كمدخل‬‫له‬
‫إلى‬‫علم‬‫الجرح‬‫والتعديل‬‫الذي‬‫فيه‬‫ضوابط‬‫وقواعد‬‫التي‬
‫د‬ّ ‫لب‬‫على‬‫المنتقد‬.‫إلمامها‬
2.‫نقد‬،‫المتن‬‫يمكن‬‫لمتن‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫ان‬‫ينتقد‬‫اذا‬‫كان‬
‫مخالفا‬‫لنصوص‬‫أو‬‫أحكام‬،‫القران‬‫او‬‫الحاديث‬،‫المتواترة‬
18
‫أو‬‫كان‬‫متعارضا‬‫للعقل‬‫أو‬‫الفطرة‬،‫السليمة‬‫أو‬‫كان‬‫مبطل‬
‫للواقع‬‫التاريخي‬‫أو‬‫كان‬‫ركيك‬.‫البنية‬
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode penelitian hadis terdapat pada posisi urgen dan mempunyai tujuan yang
sangat besar terhadap perkembangan sumber islam kedua tersebut. metode penelitian
hadis dapat diartikan sebagai cara mencari kebenaran dengan analisis data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap hadis sebagai sumber hukum islam
untuk membuktikan keautentikannya. Sehingga kita dapat memahami hadis dengan
mudah serta dapat menilai kualitas hadis tersebut.
Objek penelitian hadis ada dua yaitu sanad dan matan. Sanad berfungsi
membuktikan proses kesejarahan terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan
konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada
sumbernya. Kegunaan dan tujuan dari keilmuwan ini sangatlah banyak, sehingga setiap
ulama berpendapat berbeda dengan porsi masing-masing yang mereka punya. Yang jelas,
pada dasarnya penelitian hadis berfungsi untuk menjaga keontetikan hadis dan kemurnian
kandungannya. Karena betapapun hadis menjadi sandaran perjalanan hidup manusia dan
sumber hukum islam yang qath’i.
B. Saran
1. Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik akan selalu penulis terima guna
penyempurnaan yang lebih baik.
2. Penelitian seperti ini sangatlah bermanfaat dan membawa guna bagi kehidupan manusia
karena menyangkut sumber hukum yaitu Hadis Nabi Muhammad SAW. Sehingga
penulis mengharapkan, agar penelitian seperti ini bisa dilanjutkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah(Jakarta: Prenada Media, 2003)
hlm.174.
Hasan Muhammad, Maqbûlî al-Ahdal, Mushthalah al-Hadîts wa Rijâluh (Shana’a:
Maktabah al-Jayyid al-Jadîd, 1993), hlm. 103.
Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis(Jakarta: Mizan Publika, 2009)
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis( Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah) (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 123.
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
M.Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya(Jakarta:
Gema Insani Press, Mei 1995), hlm. 76.
Muhammad `Ajjâl al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts `Ulûmuh wa Mushthalâhuh, hlm. 260.
Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhûr, Lisân al-`Arab, jilid 13 (Mesir: al-Dâr al-
Mishriyyah, t.th.), hlm. 456-463.
Ohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) Cet I, hlm . 27.
Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî, Manhaj Naqd al-Matn (Beirut: Dâr al-Afâq al-
Jadîdah, 1983), hlm. 238.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III., hlm. 740.
Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 94.
20

More Related Content

What's hot

Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...Fatihunnada
 
Takhrij al hadith
Takhrij al hadithTakhrij al hadith
Takhrij al hadithwmkfirdaus
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMela Padliyah
 
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...Hasaniahmadsaid
 
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirTafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirHibatul Wafi
 
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarah
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarahMetodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarah
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarahHazman Azhar
 
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasaniahmadsaid
 
Penafsiran al qur'an
Penafsiran al qur'anPenafsiran al qur'an
Penafsiran al qur'anNur Rohman
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARIarfian kurniawan
 
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)DeniKesuma1
 
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...Arsyad Arifin Ismail
 

What's hot (20)

Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...
 
Takhrij Hadits
Takhrij HaditsTakhrij Hadits
Takhrij Hadits
 
Takhrij al hadith
Takhrij al hadithTakhrij al hadith
Takhrij al hadith
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'an
 
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADIR, PRESENASI PROPOSAL TESIS PPs UIN ...
 
Takhrij hadis
Takhrij hadisTakhrij hadis
Takhrij hadis
 
Mpth
MpthMpth
Mpth
 
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirTafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
 
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarah
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarahMetodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarah
Metodologi Sejarah - pengantar ilmu sejarah
 
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
 
Tafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantarTafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantar
 
Metodologi tafsir
Metodologi tafsirMetodologi tafsir
Metodologi tafsir
 
Kritik hadits (2)
Kritik hadits (2)Kritik hadits (2)
Kritik hadits (2)
 
Penafsiran al qur'an
Penafsiran al qur'anPenafsiran al qur'an
Penafsiran al qur'an
 
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Aninda Nasution. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019...
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Aninda Nasution. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019...TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Aninda Nasution. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019...
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Aninda Nasution. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019...
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)
PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUALITAS 1 (SHAHIH DAN HASAN)
 
Ilmu jarh wa tadil
Ilmu jarh wa tadilIlmu jarh wa tadil
Ilmu jarh wa tadil
 
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...
(Final)jelaskan kepentingan kritikal luaran dalam menguji authenticity sesuat...
 
Sanad hadits
Sanad haditsSanad hadits
Sanad hadits
 

Similar to Makalah usuf dari hasyim

14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baruFakhri Cool
 
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdf
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdfPendekatan Pemahaman Hadis.pdf
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdfKhaliqi2
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMela Padliyah
 
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.adybudiman1
 
Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan
Jika Hadits Shahih Saling BertentanganJika Hadits Shahih Saling Bertentangan
Jika Hadits Shahih Saling BertentanganSuedi Ahmad
 
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)Sukor Bakar
 
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docx
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docxMakalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docx
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docxZuketCreationOfficia
 
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anMakalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anRobet Saputra
 
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)UIN Alaluddin Makassar
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaMaghfur Amien
 
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdfLintangLining
 
Makalah hadist dan ulumul hadist
Makalah hadist dan ulumul hadistMakalah hadist dan ulumul hadist
Makalah hadist dan ulumul hadistNur Afifah
 
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YITAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YIMuhammad Rizaki
 

Similar to Makalah usuf dari hasyim (20)

14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
 
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdf
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdfPendekatan Pemahaman Hadis.pdf
Pendekatan Pemahaman Hadis.pdf
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'an
 
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
 
Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan
Jika Hadits Shahih Saling BertentanganJika Hadits Shahih Saling Bertentangan
Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan
 
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
 
MAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLIMAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLI
 
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docx
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docxMakalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docx
Makalah Sanad, Matan dan Rawi Hadist.docx
 
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anMakalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
 
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)
Makalah Ilmu Hadits (Sejarah Pekembangan Hadits)
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
 
TUGAS HADIS TEMATIK DEVIAN KRISWANTI. SM V-E FDK UINSU 2019
TUGAS HADIS TEMATIK DEVIAN KRISWANTI. SM V-E FDK UINSU 2019TUGAS HADIS TEMATIK DEVIAN KRISWANTI. SM V-E FDK UINSU 2019
TUGAS HADIS TEMATIK DEVIAN KRISWANTI. SM V-E FDK UINSU 2019
 
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
 
Makalah hadist dan ulumul hadist
Makalah hadist dan ulumul hadistMakalah hadist dan ulumul hadist
Makalah hadist dan ulumul hadist
 
Studi hukum islam
Studi hukum islamStudi hukum islam
Studi hukum islam
 
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
 
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YITAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
 
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Efrilia Dewi. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH  OLEH Efrilia Dewi. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH  OLEH Efrilia Dewi. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 HADIS TEMATIK DAKWAH OLEH Efrilia Dewi. SM IV KPI-C FDK UINSU 2019/2020
 
Mpth
MpthMpth
Mpth
 
Bab dua
Bab duaBab dua
Bab dua
 

Recently uploaded

POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 

Recently uploaded (20)

POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 

Makalah usuf dari hasyim

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A . Latar belakang Buku yang berjudul Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh PT Mizan Publika Jakarta. bulan Juni 2009 , dengan tebal 513 halaman adalah buku yang ditulis oleh Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A. doctor dengan predikat Summa Cumlaude dalam bidang studi Islam di Rheinischen Friedrich Wilhelms Universitaet Bonn, Jerman. Buku ini muncul karena ada kecenderungan yang kontras antara kesarjanaan hadis Barat dan Muslim. Sementara Barat mengkaji hadis karena dorongan kepentingan sejarah (historical interest), para sarjana muslim mengkajinya sebagai sumber pokok ajaran Islam yang kedua. Akibatnya, sebagaian sarjana Barat bersikeras mengajukan skeptisisme terhadap autentisitas hadis sepenuhnya, sedangkan sebagian sarjana muslim menerima hadis tanpa sikap kritis yang memadai. Kecenderungan semacam itu tampak pada sikap kedua kubu terhadap autentisitas periwayatan hadis. Menurut Kamaruddin Amin, penulisbukuini, terminologi-terminologi tersebut tidak berlaku sebagai keteria-riteria kesahihan hadis bagi para ulama abad pertama hijriah. Artinya, para perawi di abad tersebut tidak secara sengaja dan sadar menggunakan beragam terminologi tersebut sebagai cara menentukan tingkat kesahihan dan tidaknya sebuah hadis. Adapun hadis atau yang disebut juga dengan sunnah, sebagai sumber ajaran islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi SAW yang beredar pada masa nabi Muhammad SAW hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran islam setelah Alquran dan isinya menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan pengikut jejaknya, menggunakan hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya. Namun, keadaan hadis Nabi Muhammad SAW dalam kesepakatan tersebut, tidaklah demikian keadaannya pasca masa Nabi Muhammad SAW. hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW telah berada dalam suatu kondisi yang mulai tidak seimbang dengan posisi Alquran , karena ia telah berada di tengah-tengah banyak faktor misalnya dalam periwayatan selain berlangsung secara lafal juga berlangsung secara makna, 1
  • 2. banyak pemalsuan hadis dan hadis merupakan sumber ajaran islam di samping Alquran yang dibukukan dengan memakan waktu jauh lebih lama dari pembukuan Alquran. Dari banyak faktor diatas, maka kondisi hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW sudah tidak seperti pada masa Nabi SAW, dan memiliki banyak peluang untuk diadakan penelitian dan pengkajian dalam banyak persoalan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan metode penelitian hadis? 2. Apa tujuan dan manfaat dari penelitian hadis? 3. Bagaimana metode kritik sanad dan matan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui metode penelitian hadis. 2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari penelitian hadis. 3. Untuk mengetahui metode kritik sanad dan matan 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN A . Metode Penelitian Hadis. Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya dengn tariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan, logos artinya ilmu. Kata metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang metode uraian tentang metode.1 Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Kata penelitian yang berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama, hati- hati, memiliki arti kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Sedangkan Moh. Nazir mengungkapkan bahwa penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research. Penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode berpikir kritis. Sehingga metode penelitian hadis dapat diartikan sebagai cara mencari kebenaran dengan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap hadis sebagai sumber hukum islam untuk membuktikan keautentikannya. Sehingga kita dapat memahami hadis dengan mudah serta dapat menilai kualitas hadis tersebut. Dalam penelitian hadis, terdapat dua objek penelitian, yaitu penelitian sanad dan penelitian matan. Konstruksi hadist secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan 1 .Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III., hlm. 740. 3
  • 4. (sanad) dan inti berita (matan). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Konsekuensi hadist yang demikian menuntut kesadaran bahwa penelitian matan hadist tidak hanya berada dalam wilayah keilmuan semata, melainkan langsung berhubungan dengan ajaran dan keyakinan agama islam. Derajat kebenaran agama islam bertaraf adi kodrati (absolut) karena terjamin oleh otoritas sumbernya, maka kedudukan hadist sebagai wahana untuk memperoleh informasi keislaman perlu diimbangi dengan membatasi ruang gerak penelitian matan agar tidak menjangkau uji kebenaran materi pemberitaan hadist nabawi yang lebih menuntut sikap kedudukan hamba (ta’abudi). Dengan demikian, aplikasi metodologis penelitian matan bersandar pada kriteria maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) untuk kepentingan melandasi pemikiran keagamaan, bukan bersandar pada kriteria benar atau salah menurut penilaian keilmuan rasional atau empiris.2 Dalam studi hadis persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis sebagai sumber otoritas ajaran nabi Muhammad SAW. kedua unsur tersebut begitu penting artinya, dan antara yang satu dengan yang lain saling berkaitan erat, sehingga kekosongan salah satunya akan berpengaruh, dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis. Karenanya seperti disebutkan, suatu berita yang tidak memiliki sanad tidak dapat disebut hadis, demikian sebaliknya matan, yang sangat memerlukan keberadaan sanad.3 Penulis Mesir Ahmad Amin (w.1373-1954) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan para ahli hadis lebih menfokuskan pada sanad dibanding matan. Abu Rayyah lebih jauh mengatakan bahwa ahli hadis hanya memperhatikan aspek kesinambungan jalur periwayatan dan karakter para perawi, dan sepenuhnya mengabaikan esensi kandungan hadis, dan bahkan mereka gagal menangkap bukti-bukti sejarah. Pendapat Ibn Khaldun, Ahmad Amin dan Abu Rayyaah ini dibantah oleh Musthafa as Siba’i, Muhammad Abu syuhba dan Nur ad Din’ltr. Mereka berpendapat bahwa ulama hadis sama sekali tidak mengabaikan matan, hal ini dapat dilihat dari kriteria-kriteria hadis shahih yang mereka buat. Salah satu kriterianya mengatakan bahwa sebuah hadis jika 2 . ibid 3 . Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah(Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm.174. 4
  • 5. dianggap shahih apabila sanad dan matannya tidak syaddz dan bebas dari cacat atau ‘illat (hal-hal yang dapat merusak keshahihan hadis).4 B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Hadis Said agil Husein al-Munawwar, ulama Indonesia yang alumnus "Ummul Quro" Mekkah melihat tujuan penelitian hadits dari berbagai segi: 1. Untuk mengetahui aspek-aspek sanad atau perawi hadits, antara lain; tsiqoh atau tidak, dan adil atau tidak, dengan begitu akan diketahui mana hadits yang maqbul atau ditolak. 2. Untuk mengetahui aspek kualitas matan hadits, diantaranya apakah shahih atau dla'if, atau juga apakah suatu hadits itu benar-benar bersumber dari Nabi SAW atau bukan. 3. Pentingnya penelitian itu, karena telah tersebarnya hadits di pelosok dunia. Sedangkan manfaat dari penelitian hadis ini antara lain sebagai berikut : 1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya. 2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukkannya. 3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi’ atau lainnya. 4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya penelitian, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap. 5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja. 6. Dan lain-lain.5 C. Kritik Sanad dan Matan Hadis 1. Kritik Sanad Hadis 4 . Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis(Jakarta: Mizan Publika, 2009) 6. 5 . Ohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) Cet I, hlm . 27. 5
  • 6. Kritik sanad hadis adalah upaya untuk meneliti kredibilitas seluruh jajaran perawi hadis dalam suatu jalur sanad, yang meliputi aspek kebersambungan (muttashil), kualitas pribadi dan kapasitas intelektual perawi, serta aspek syâdz dan`illat-nya.6 1. Kaedah keshahihan sanad hadis sebagai standar kritik sanad hadis Mengacu pada tulisan Syuhudi Ismail, kaedah keshahihan sanad hadis adalah segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang berkualitas shahih.7 Paling tidak ada lima unsur yang dapat dijadikan standar untuk dapat menilai keshahihan sebuah hadis. Kelima unsur tersebut meliputi: a. ketersambungan sanad (ittishâl al-sanad) b. keadilan perawi (`adâlah al-râwî) c. ke-dhâbith-an perawi (dlabth al-râwî) d. terhindar dari syâdz dan e. terhindar dari ‘illat.8 2. Langkah-langkah dalam kritik sanad hadis Ada beberapa langkah yang biasanya dilakukan dalam rangka meneliti kualitas sanad dari hadis, di antaranya: a. Membuat al-I’tibâr Menurut istilah hadis, al-i`tibâr berarti menyertakan sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksud.9 b. Meneliti pribadi periwayat hadis 6 . Ibid., hlm. 31. 7 .M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis( Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah) (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 123. 8 .Hasan Muhammad, Maqbûlî al-Ahdal, Mushthalah al-Hadîts wa Rijâluh (Shana’a: Maktabah al-Jayyid al-Jadîd, 1993), hlm. 103. 9 .M.Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya(Jakarta: Gema Insani Press, Mei 1995), hlm. 76. 6
  • 7. Ulama hadis sepakat bahwa ada dua hal yang harus diteliti para pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah atau alasan ataukah ditolak. Kedua hal tersebut terkait dengan keadilan dan ke-dlâbith-an periwayat. 1. Keadilan periwayat Kata adil berasal dari bahasa Arab yaitu `adl. `Adl secara bahasa berarti pertengahan, lurus atau condong kepada kebenaran.10 . Adapun Syuhudi Ismail mengungkapkan empat kriteria adil yang merupakan hasil dari penghimpunan pendapat berbagai macam ulama. Keempat kriteria untuk sifat adil tersebut antara lain: 1. Beragama Islam. 2. Mukallaf yakni baligh dan berakal sehat. 3. Melaksanakan ketentuan agama Islam atau teguh dalam beragama Islam. 4. Memelihara muru`ah (adab kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia kepada tegaknya kebijakan moral dan kebiasaan-kebiasaan).11 Di samping kriteria yang harus dimiliki para periwayat adil tersebut, menurut Syuhudi Ismail, mengutip pendapat Ibn Hajar al-`Asqalânî, mengatakan bahwa perilaku atau keadaan yang merusak sifat adil para periwayat hadis yang termasuk berat yaitu: 1) Suka berdusta. 2) Tertuduh telah berdusta. 3) Berbuat atau berkata fasik tetapi belum menjadikannya kafir. 4) Tidak dikenal jelas pribadi dan keadaan diri orang itu sebagai periwayat hadis. 5) Berbuat bid`ah yang mengarah kepada fasik, tetapi belum menjadikannya kafir.12 Dlâbith secara bahasa ada beberapa macam makna yakni: yang kokoh, yang kuat, yang tepat, dan yang halal dengan sempurna.13 Menurut Syuhudi Ismail, dia mengungkap makna dlâbith dengan mempertemukan berbagai pendapat para ulama, dan dia juga memberikan rumusan mengenai maksud dari dlâbith secara istilah sebagai berikut: 10 . Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhûr, Lisân al-`Arab, jilid 13 (Mesir: al-Dâr al- Mishriyyah, t.th.), hlm. 456-463. 11 . M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 67. 12 . Ibid., hlm. 69. 13 . Ibid., hlm. 70. 7
  • 8. a. Periwayat yang dlâbith adalah periwayat yang mempunyai ciri-ciri yaitu: hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya, dan mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain. Periwayat yang bersifat dhâbith adalah periwayat yang memiliki ciri seperti yang tertera di atas, dan mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya.14 Sebagaimana sifat adil yang mempunyai kriteria yang dapat merusak sifat adil bagi para periwayat hadis, dlâbith juga mempunyai beberapa hal yang dapat merusak ke-dlâbith-an para periwayat hadis seperti yang diungkapkan Syuhudi Ismail mengutip pendapat Ibn Hajar al-`Asqalânî dan `Alî al-Qâri, yaitu: a) Dalam meriwayatkan hadis, lebih banyak salahnya dari pada benarnya. b) Lebih menonjolkan sifat lupanya dari pada hafalnya. c) Riwayat yang disampaikan diduga keras mengandung kekeliruan (al- wahm). d) Riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang disampaikan oleh orang- orang yang tsiqah. e) Jelek hafalannya, walaupun ada juga sebagian riwayatnya itu yang benar.15 Dalam melakukan penilaian tentang kriteria adil dan dlâbith tersebut diperlukan kitab-kitab yang berkenaan dengan biografi periwayat yaitu kitab al-Istî`âb fî Ma`rifat al- Ashhâb, kitab Dzikr Asmâ’ al-Tâbi`în wa Man Ba`dahu, kitab Tahdzîb al-Tahdzîb, dan kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, dan lain-lain. Kitab-kitab biografi periwayat tersebut merupakan kitab yang banyak menerangkan tentang biografi periwayat terutama dari segi al-Jarh wa al-Ta`dîl. c. Al-Jarh wa al-Ta`dîl sebagai pendekatan kritik sanad hadis Dalam terminologi limu hadis, sebagaimana diungkapkan oleh al-Khatîb, al- Jarh berarti menunjukkan sifat-sifat yang dapat merusak atau mencacatkan keadilan dan ke-dlâbith-an seorang periwayat hadis. Implikasinya adalah dapat melemahkan atau menggugurkan riwayat dari seorang perawi. Adapun al-Tajrîh adalah upaya untuk mensifati perawi dengan sifat yang dapat menyebabkan riwayatnya menjadi lemah atau 14 . M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 70. 15 . Ibid., hlm. 71. 8
  • 9. bahkan tidak diterima sama sekali.16 Sedangkan `Adl adalah seorang perawi yang dalam dirinya tidak tampak sifat-sifat yang dapat merusak agama dan muru’ah (moralitas), sehingga dengan sifat-sifatnya itu menyebabkan riwayatnya diterima, jika perawi tersebut memenuhi syarat-syarat kecakapan meriwayatkan hadis (ahliyat al-adâ’)17 . Adapun al- Ta`dîl merupakan upaya untuk menilai bersih seorang perawi sehingga dengan penilaian tersebut tampak keadilan dan riwayatnya diterima.18 Berdasarkan batasan kedua definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu al-Jarh wa al-Ta`dîl adalah ilmu yang membicarakan masalah keadaan perawi baik dengan mengungkapkan sifat-sifat yang menunjukkan keadilannya maupun sifat-sifat kecacatannya yang bermuara pada penerimaan atau penolakan terhadap riwayat yang disampaikan. Adapun keadilan seseorang berdasarkan pernyataan mu`addil, para ulama hadis sepakat bahwa pernyataan seorang mu`addil mengenai keadilan seeorang cukup untuk bisa diterima. Alasannya, karena untuk menerima berita (periwayatan seseorang) tidaklah diharuskan dari dua orang atau lebih dan cukup dari seseorang saja. Dengan analogi seperti itu, maka dalam memberikan ta`dîl seseorang juga tidak disyaratkan harus lebih dari seorang.19 Ulama telah mengemukakan syarat-syarat bagi seseorang yang dapat dinyatakan sebagai al-Jârih wa al-Mu`addil. Menurut Syuhudi Ismail, penjelasan para ulama dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Syarat-syarat yang berhubungan dengan sikap pribadi, yakni: (a) bersifat adil; (b) tidak bersikap fanatik terhaddap aliran atau madzhab yang dianutnya; (c) tidak bersikap bermusuhan dengan periwayat yang dinilainya, termasuk terhadap periwayat yang berbeda aliran dengannya. 2. Syarat-syarat yang berkenaan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, dalam hal ini harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, terutama yang berkenaan dengan: (a) ajaran Islam; (b) bahasa Arab; (c) hadis dan ilmu hadis; (d) pribadi periwayat yang 16 . Muhammad `Ajjâl al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts `Ulûmuh wa Mushthalâhuh, hlm. 260. 17 . Syarat kecakapan yang dimaksud (ahliyat al-adâ’) adalah Islam, baligh, berakal, dan memiliki intelektualitas yang tinggi (dlâbith). 18 . Ibid., hlm. 260-261. 19 . Ibid. 9
  • 10. dikritiknya; (e) adat istiadat (al-`urf) yang berlaku; (f) sebab-sebab yang melatar belakangi sifat-sifat utama dan tercela yang dimiliki oleh periwayat.20 Di kalangan ulama hadis tidak ada kesepakatan tentang jumlah tingkatan al- Jarh dan al-Ta`dîl tehadap para periwayat hadis. Ibn al-Râzî, Ibnu al-Shalah, dan al- Nawâwî membagi menjadi empat peringkat untuk penilaian al-Jarh dan al-Ta`dîl. Sedangkan al-Dzahabî, al-`Irâqî, dan Abû Faidl al-Harawî membagi membagi menjadi lima tingkatan. Adapun Ibn Hajar al-`Asqalânî, dan Jalâl al-Dîn al-Suyûthî membagi menjadi enam tingkatan.21 a. Teori-teori al-Jarh wa al-Ta`dîl Ada beberapa kaedah yang dikemukakan oleh para ulama ahli al-Jarh wa Ta`dîl, di antaranya: 1. ‫التعديل‬‫مقدم‬‫على‬‫الجرح‬ “al-Ta`dîl didahulukan atas al-Jarh” Maksudnya seorang periwayat dinilai terpuji oleh seorang kritikus dan dinilai tercela oleh kritikus lainnya, maka yang didahulukan adalah kritikan pujian. Alasannya, karena sifat dasar periwayat hadis adalah terpuji, sedangkan sifat tercela merupakan sifat yang datang kemudian. Oleh karena itu, bila sifat dasar berlawanan dengan sifat yang datang kemudian, maka yang harus dimenangkan adalah sifat dasarnya. 2. ‫الجرح‬‫مقدم‬‫على‬‫التعديل‬ “al-Jarh didahulukan atas al-Ta`dîl” Maksudnya bila seorang kritikus dinilai tercela oleh seorang kritikus dan dinilai terpuji oleh kritikus lainnya, maka yang didahulukan adalah kritikan yang berisi celaan. Alasannya karena kritikus yang menyatakan celaan lebih faham terhadap pribadi periwayat yang dicelanya. Selain itu, yang menjadi dasar untuk memuji seseorang 20 . M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 74. 21 . Ibid. 10
  • 11. periwayat adalah persangkaan baik kritikus hadis dan persangkaan baik itu harus dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan yang dimiliki oleh periwayat yang bersangkutan. 3. ‫إذا‬‫تعارض‬‫الجارح‬‫والمعدل‬‫فالحكم‬‫للمعدل‬‫إل‬‫إذا‬‫ثبت‬‫الجرح‬‫المفسر‬ “apabila terjadi pertentangan antara kritikan yang mencela dan kritikan yang memuji, maka yang dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali apabila kritikan yang mencelanya disertai penjelasan tentang sebab-sebabnya” Maksudnya apabila seorang periwayat dipuji oleh seorang kritikus tertentu dan dicela oleh kritikus lainnya, maka pada dasarnya yang harus dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali bila kritikan yang mencelanya disertai penjelasan tentang bukti-bukti ketercelaan periwayat yang bersangkutan. Alasannya, kritikus yang mampu menjelaskan sebab-sebab ketercelaan periwayat yang dinilainya lebih mengetahui terhadap pribadi periwayat tersebut daripada kritikus yang hanya mengemukakan pujian terhadap periwayat yang sama. Kaedah ini didukung oleh jumhur ulama ahli kritik hadis. 4. ‫إذا‬‫كان‬‫الجارح‬‫ضعيفا‬‫فل‬‫يقبل‬‫جرحه‬‫للثقة‬ “apabila kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah orang yang tergolongdla’îf, maka kritikannya terhadap orang yang tsiqah tidak diterima”. Maksudnya apabila yang mengeritik adalah orang yang tidak tsiqah, sedangkan yang dikritik adalah orang yang tsiqah, maka kritikan orang yang tidak tsiqah tersebut harus ditolak. Alasannya, orang yang bersifat tsiqah lebih dikenal berhati-hati dan lebih cermat daripada orang yang tidak tsiqah. 5. ‫ل‬‫بقبل‬‫الجرح‬‫إل‬‫بعد‬‫التثبت‬‫خشية‬‫الشباه‬‫فى‬‫المجروحين‬ “al-Jarh tidak diterima, kecuali setelah ditetapkan (diteliti secara seksama), karena adanya kekhawatiran terjadinya kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya”. Maksudnya apabila nama periwayat memiliki kesamaan ataupun kemiripan dengan nama periwayat lain, kemudian salah seorang dari periwayat tersebut dikritik dengan celaan, maka kritikan tersebut tidak dapat diterima, kecuali telah dapat dipastikan bahwa kritikan itu terhindar dari kekeliruan akibat adanya kesamaan atau kemiripan nama tersebut. Alasannya, suatu kritikan harus jelas sasarannya. Dalam mengeritik pribadi seseorang, maka orang yang dikritik haruslah jelas dan terhindar dari keragu- raguan atau kekacauan. 11
  • 12. 6. ‫الجرح‬‫الناشئ‬‫عن‬‫عداوة‬‫دنيوية‬‫ل‬‫يعتد‬‫به‬ “al-Jarh yang dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dalam masalah keduniawiaan tidak perlu diperhatikan” Maksudnya apabila kritikus yang mencela periwayat tertentu memiliki perasaan yang bermusuhan dalam masalah keduniawian dengan pribadi periwayat yang dikritik dengan celaan itu, maka kritikan tersebut harus ditolak. Alasannya, pertentangan pribadi dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang tidak jujur. Kritikus yang bermusuhan dalam masalah dunia dengan periwayat yang dikritik dengan celaan dapat berlaku tidak jujur karena didorong oleh rasa kebencian. Dari sejumlah teori yang disertai dengan alasannya masing-masing tersebut, maka yang harus dipilih adalah teori yang mampu menghasilkan penilaian yang obyektif terhadap para periwayat hadis yang dinilai keadaan pribadinya.22 d. Meneliti ketersambungan sanad Suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila: 1. Seluruh periwayat dalam sanad tersebut benar-benar tsiqah (adil dan dlâbith); 2. Antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam sanad tersebut benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahammul wa adâ’ al-hadîts.23 Selain itu untuk mengetahui ketersambungan sanad dapat dilakukan pengeceken tahun kelahiran dan tahun wafat antara periwayat satu dengan periwayat terdekat serta pengecekan terhadap adanya hubungan guru dan murid. Hal ini dapat ditempuh dengan melihat biografi para perawi melalui kitab-kitabRijâl al-Hadîs. 2. Kritik Matan (Naqd al-Matn) Hadis a. Pengertian Kritik Matan (Naqd al-Matn) Hadis Istilah kritik matan hadis dapat dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadis yang shahih dengan yang tidak shahih. Dengan demikian, kritik matan bukan dimaksudkan untuk 22 . M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 81. 23 . Ibid., hlm. 133. Ibid., hlm. 133. 12
  • 13. mengoreksi atau menggoyahkan dasar ajaran Islam dengan mencarai kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada telaah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan suatu hadis.24 b. Langkah-langkah dalam kritik matan hadis 1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya Dalam kegiatan penelitian hadis, ulama hadis mendahulukan penelitian sanad atas penelitian matan. Langkah penelitian yang dilakukan oleh ulama hadis tersebut tidaklah berarti bahwa sanad lebih penting dari pada matan. Bagi ulama hadis, sanad dan matan merupakan bagian yang penting dalam penelitian hadis, hanya saja penelitian matan akan mempunyai arti apabila sanad bagi matan hadis yang bersangkutan telah jelas-jelas memenuhi syarat sebagai sanad yang shahih. Tanpa adanya sanad, maka suatu matan hadis tidak dapat dinyatakan sebagai hadis yang berasal dari Nabi.25 Bagi sanad yang statusnya dla`îf berat, maka matan yang shahih tidak akan dapat menjadikan hadis tersebut berkualitas shahih. Tegasnya matan yang sanadnya sangat dla`îf tidak perlu diteliti sebab hasilnya tidak akan memberi manfaat bagi ke-hujjah-an hadis tersebut.26 2. Kaedah keshahihan matan sebagai acuan Unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam, yaitu terhindar dari syudzûdz dan terhindar dari `illat. Hal ini berarti untuk meneliti matan, kedua unsur ini harus menjadi acuan utama. Meskipun demikian ulama tidak menekankan bahwa langkah pertama meneliti haruslah menelitisyudzûdz dan langkah berikutnya adalah `illat atau sebaliknya. Menurut Shalâh al-Dîn al-Adlâbî, paling tidak ada empat macam tolok ukur untuk penelitian matan, yaitu: 1) Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an. 2) Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat. 3) Tidak bertentangan dengan akal, indera, dan sejarah. 4) Susunan periwayatannya menunjukkan ciri-ciri sabda Nabi.27 24 . Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 94. 25 . M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm. 122. 26 . Ibid., hlm 123. 27 . Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî, Manhaj Naqd al-Matn (Beirut: Dâr al-Afâq al- Jadîdah, 1983), hlm. 238. 13
  • 14. 3. Meneliti susunan matan a. Ziyâdah, Idrâj dan lain-lain Dalam penelitian matan hadis, ziyâdah, idrâj dan lain-lain sangat penting. Secara bahasa, ziyâdah adalah tambahan. Menurut ilmu hadis, ziyâdah pada matan ialah tambahan lafadz atau kalimat (pernyataan) yang terdapat pada matan, tambahan tersebut dikemukakan oleh periwayat tertentu sedangkan periwayat tertentu lainnya tidak mengemukakannya.28 Menurut Ibn Shalâh yang dikutip oleh Syuhudi Ismail, bahwa ziyâdah itu ada tiga macam yaitu: 1. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah yang isinya bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqah juga. Ziyâdahseperti ini ditolak. 2. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah yang isinya tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqahjuga. Ziyâdah seperti ini diterima. 3. Ziyâdah yang berasal dari periwayat yang tsiqah berupa sebuah lafadz yang mengandung arti tertentu, sedang para periwayat lainnya yang bersifattsiqah juga tidak mengemukakannya.29 Adapun idrâj, secara bahasa merupakan isim mashdar dari kata adrajayang artinya: memasukkan atau menghimpunkan. Menurut pengertian secara istilah ilmu hadis, idrâj berarti memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu matan hadis yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan tersebut berasal dari Nabi karena tidak ada penjelasan dalam matan hadis tersebut.30 Perbedaan antara ziyâdah danidrâj yaitu idrâj berasal dari diri periwayat, sedangkan ziyâdah (yang sesuai syarat) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari matan hadis. b. Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan 28 . Ibid, hlm. 135. 29 . Ibid., hlm. 137. 30 . Ibid., hlm. 138. 14
  • 15. Sesungguhnya tidak mungkin hadis Nabi bertentangan dengan hadis Nabi yang lain ataupun dengan dalil-dalil dari al-Qur'an. Sebab apa yang dikemukakan Nabi, baik berupa hadis maupun ayat al-Qur'an sama-sama dari Allah. Namun pada kenyataannya, ada sejumlah hadis Nabi yang tampak tidak sejalan dengan atau tampak bertentangan dengan hadis yang lain ataupun dengan ayat al-Qur'an. Dalam menyelesaikan matan hadis tentang hadis-hadis yang tampak bertentangan, ulama berbeda pandangan: a. Ibn Hazm mengatakan bahwa matan-matan hadis harus diamalkan, karena dia menekankan perlunya penggunaan metode istisnâ’ (pengecualian) dalam penyelesaian itu. b. Menurut al-Syâfi`î, kemungkinan hadis-hadis yang tampak bertentangan itu mengandung petunjuk bahwa matan yang satu bersifat global (mujmal) sedang yang satunya lagi bersifat rinci (mufassar), mungkin yang satu bersifat umum (`amm) sedang yang satunya lagi bersifat khusus (khâs), mungkin yang satu bersifat penghapus (nâsikh) sedang yang satunya lagi yang dihapus (mansûkh). c. Shihâb al-Dîn menempuh dengan cara tarjîh (mencari argumen yang lebih kuat). d. Al-Thahâwanî menempuh cara al-nâsikh dan al-mansûkh. e. Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî menempuh cara al-jam`u, kemudianal-tarjîh. f. Ibn Hajar al-`Asqalânî menempuh empat tahap yakni al-jam`u, al-nâsikhdan al- mansûkh, al-tarjîh, al-tauqîf (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil yang dapat menyelesaikan atau menjernihkannya).31 Dalam menyelesaikan masalah hadis yang tampak bertentangan, pendapat dari Ibn Hajar al-`Asqalânî lebih akomodatif. Hal ini karena dalam praktek penelitian matan, keempat tahap atau cara itu memang dapat memberikan alternatif yang lebih hati-hati dan relevan dalam menyelesaikan hadis yang tampak bertentangan. D . ANALISIS Dalam buku ini, penulisnya menunjukkan sikap kritisnya terhadap metode-metode kritik hadis baik dalam kesarjanaan Barat maupun Islam. Kritiknya tidak hanya pada 31 . Ibid. hlm. 138 15
  • 16. lingkup teoretis tetapi juga pada lingkup praktis dalam penggunaan metode-metode kritik hadis. Adapun Hadis Nabi adalah merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Selain itu, hadis Nabi sebagai riwayat yang memiliki beberapa latar belakang, khususnya latar belakang sejarah, perlu dilakukan penelitian dalam upaya untuk mengetahui kualitasnya dilihat dari dapat atau tidak dapatnya dipertanggungjawabkan keorisinalannya berasal dari Nabi. Berdasarkan kepada latar belakang itulah, maka suatu riwayat barulah diduga sebagai hadis Nabi bila riwayat tersebut mengandung sanad dan matan yang memberi indikasi kuat sebagai sesuatu yang berasal dari Nabi. Untuk itulah penelitian atau kritik hadis (sanad maupun matan) sangat urgen kedudukannya mengingat dari sinilah kualitas hadis dapat diketahui sehingga hadis tersebut benar-benar dapat digunakan sebagai hujjah. Dan menyimpulkan sanad merupakan kegiatan akhir dari penelitian sanad hadis. Hasil penelitian berupa natîjah (konklusi). Dalam mengemukakan natîjah harus disertai argumen-argumen yang jelas. Isinatîjah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwayatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawâtir, dan bila tidak demikian maka hadis tersebut berstatus ahad. Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natîjah-nya mungkin berisi pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas shahîh atau hasan ataudla`îf sesuai dengan apa yang telah diteliti. Setelah langkah-langkah di atas selesai dilakukan, maka yang terakhir dilakukan adalah menyimpulkan hasil dari penelitian matan. Sebagaimana halnya penelitian sanad, maka dalam menyimpulkan penelitian matan juga harus didasarkan pada argument- argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat dikemukakan sebelum ataupun sesudah dibuat kesimpulan. Apabila matan yang diteliti ternyata shahih dan sanadnya juga shahih, maka dalam kesimpulan disebutkan bahwa hadis yang diteliti juga berkualitas shahih. Apabila matan dan sanad sama-sama berkualitas dla`îf, maka dalam kesimpulan disebutkan bahwa hadis 16
  • 17. yang diteliti berkualitas dla`îf. Sedangkan apabila terjadi perbedaan kualitas antara sanad dan matan, maka perbedaan tersebut harus dijelaskan.32 ‫الخلصة‬ 1.‫الدافع‬‫الذي‬‫يجعل‬‫علماء‬‫الغرب‬‫يدرسون‬‫الحديث‬‫النبوي‬‫هو‬ ‫لمعرفة‬،‫التاريخ‬‫فبينما‬‫الدافع‬‫الذي‬‫يجعل‬‫علماء‬‫السلم‬ ‫يدرسون‬‫الحديث‬‫هو‬‫لنه‬‫المصدر‬‫ثاني‬ّ ‫ال‬‫من‬‫مصادر‬،‫تشريع‬ّ ‫ال‬ ‫فلهذا‬‫ظهر‬‫نقد‬‫الحديث‬‫عند‬‫الغرب‬‫اكبر‬‫من‬‫علماء‬.‫السلم‬ 2.‫تدخلت‬‫اليادي‬‫في‬‫الحاديث‬‫ية‬ّ ‫النبو‬‫بعد‬‫وفاة‬‫نبي‬ّ ‫ال‬‫لى‬ّ ‫ص‬ ‫ا‬‫عليه‬‫وآله‬‫لم‬ّ ‫وس‬‫سندا‬،‫ومتنا‬‫ولكن‬‫ا‬‫خر‬ّ ‫س‬‫الجهابذة‬‫من‬ ‫علماء‬‫الحديث‬‫الذين‬‫وضعوا‬‫القواعد‬‫والضوابط‬‫لقبول‬ ‫الحديث‬‫سندا‬.‫ومتنا‬ 3.‫تحقيق‬‫الحاديث‬‫النبوية‬‫ليس‬‫بالمر‬‫السهل‬‫او‬،‫الهين‬‫اذ‬‫يحتاج‬ ‫الى‬‫معرفة‬‫اسماء‬‫واحوال‬‫رواة‬ّ ‫ال‬‫فردا‬،‫فردا‬‫والذوق‬‫ي‬ّ ‫النبو‬ ‫او‬‫ما‬‫يعرف‬‫بالملكة‬.‫فاذا‬ ‫ية‬ّ ‫الحديث‬‫كان‬‫الشخص‬‫ما‬ّ ‫مل‬‫بذلك‬ ‫فله‬‫ان‬‫يقدح‬‫في‬‫سند‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫اذا‬‫رأى‬‫ن‬ّ ‫ا‬‫في‬‫سنده‬ ‫انقطاعا‬‫او‬‫رجال‬‫غير‬‫عدول‬‫او‬‫ضعفاء‬‫او‬‫غير‬‫ذلك‬‫من‬‫اسباب‬ 32 . Ibid., hlm. 146. 17
  • 18. ‫القدح‬‫في‬‫السند‬‫وأيضا‬‫له‬‫ان‬‫يقدح‬‫في‬‫متن‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬ ‫فطبعا‬‫ليكون‬‫قدحه‬‫للمتن‬‫ل‬ّ ‫ا‬‫بعد‬‫م‬ّ ‫ش‬‫رائحة‬‫الشذوذ‬.‫لة‬ّ ‫والع‬ 4.‫اهداف‬‫تحقيق‬،‫الحاديث‬‫منها‬‫معرفة‬‫احوال‬‫واة‬ّ ‫ر‬ّ ‫ال‬‫هل‬‫هم‬ ‫رجال‬‫ثقات‬‫ام‬‫فيهم‬‫من‬‫هو‬‫غير‬‫ثقة‬‫اذ‬‫ينبني‬‫على‬‫ذلك‬‫قبول‬ ‫او‬‫د‬ّ ‫ر‬.‫ومنها‬ ‫الحديث‬‫معرفة‬‫جودة‬‫المتن‬‫هل‬‫فعل‬‫هو‬‫كلم‬ ‫ي‬ّ ‫النب‬‫لى‬ّ ‫ص‬‫ا‬‫عليه‬‫وآله‬‫لم‬ّ ‫وس‬‫الذي‬‫د‬ّ ‫لب‬‫من‬‫أخذه‬‫او‬‫كلم‬ ‫غيره‬‫فلنستلزم‬.‫بأخذه‬ 5.‫منافع‬‫تحقيق‬‫الحاديث‬‫منها‬‫معرفة‬،‫المصادر‬‫والسانيد‬ ‫للحديث‬،‫الواحد‬‫فبها‬‫ين‬ّ ‫يتب‬‫الضعيف‬‫من‬‫ي‬ّ ‫القو‬‫من‬‫رجال‬ ،‫الحديث‬‫لفظ‬ّ ‫وال‬‫المنطوق‬‫من‬‫المعنى‬.‫المنقول‬ 6.‫نقد‬‫الحديث‬‫ي‬ّ ‫النبو‬:‫بطريقتين‬ 1.‫نقد‬،‫السند‬‫المنتقد‬‫لسند‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫عليه‬‫أن‬‫يأتي‬ ‫بأسانيد‬‫أخرى‬‫لنفس‬‫الحديث‬‫وذلك‬‫للعتبار‬‫أو‬‫المقارنة‬ ‫وكذلك‬‫عليه‬‫أن‬‫يحقق‬‫حياة‬‫ل‬ّ ‫ك‬‫راو‬‫على‬،‫حدة‬‫كمدخل‬‫له‬ ‫إلى‬‫علم‬‫الجرح‬‫والتعديل‬‫الذي‬‫فيه‬‫ضوابط‬‫وقواعد‬‫التي‬ ‫د‬ّ ‫لب‬‫على‬‫المنتقد‬.‫إلمامها‬ 2.‫نقد‬،‫المتن‬‫يمكن‬‫لمتن‬‫حديث‬‫ين‬ّ ‫مع‬‫ان‬‫ينتقد‬‫اذا‬‫كان‬ ‫مخالفا‬‫لنصوص‬‫أو‬‫أحكام‬،‫القران‬‫او‬‫الحاديث‬،‫المتواترة‬ 18
  • 19. ‫أو‬‫كان‬‫متعارضا‬‫للعقل‬‫أو‬‫الفطرة‬،‫السليمة‬‫أو‬‫كان‬‫مبطل‬ ‫للواقع‬‫التاريخي‬‫أو‬‫كان‬‫ركيك‬.‫البنية‬ BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Metode penelitian hadis terdapat pada posisi urgen dan mempunyai tujuan yang sangat besar terhadap perkembangan sumber islam kedua tersebut. metode penelitian hadis dapat diartikan sebagai cara mencari kebenaran dengan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap hadis sebagai sumber hukum islam untuk membuktikan keautentikannya. Sehingga kita dapat memahami hadis dengan mudah serta dapat menilai kualitas hadis tersebut. Objek penelitian hadis ada dua yaitu sanad dan matan. Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Kegunaan dan tujuan dari keilmuwan ini sangatlah banyak, sehingga setiap ulama berpendapat berbeda dengan porsi masing-masing yang mereka punya. Yang jelas, pada dasarnya penelitian hadis berfungsi untuk menjaga keontetikan hadis dan kemurnian kandungannya. Karena betapapun hadis menjadi sandaran perjalanan hidup manusia dan sumber hukum islam yang qath’i. B. Saran 1. Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik akan selalu penulis terima guna penyempurnaan yang lebih baik. 2. Penelitian seperti ini sangatlah bermanfaat dan membawa guna bagi kehidupan manusia karena menyangkut sumber hukum yaitu Hadis Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis mengharapkan, agar penelitian seperti ini bisa dilanjutkan. 19
  • 20. DAFTAR PUSTAKA Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah(Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm.174. Hasan Muhammad, Maqbûlî al-Ahdal, Mushthalah al-Hadîts wa Rijâluh (Shana’a: Maktabah al-Jayyid al-Jadîd, 1993), hlm. 103. Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis(Jakarta: Mizan Publika, 2009) M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis( Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah) (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 123. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. M.Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya(Jakarta: Gema Insani Press, Mei 1995), hlm. 76. Muhammad `Ajjâl al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts `Ulûmuh wa Mushthalâhuh, hlm. 260. Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhûr, Lisân al-`Arab, jilid 13 (Mesir: al-Dâr al- Mishriyyah, t.th.), hlm. 456-463. Ohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) Cet I, hlm . 27. Shalâh al-Dîn ibn Ahmad al-Adlâbî, Manhaj Naqd al-Matn (Beirut: Dâr al-Afâq al- Jadîdah, 1983), hlm. 238. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III., hlm. 740. Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 94. 20