Dokumen tersebut membahas tentang kedaulatan petani atas benih di Indonesia yang belum terjamin. Sistem pertanian saat ini memberi ruang kepada industri untuk memperdayakan petani kecil, sementara petani kehilangan kendali atas benih. Inisiatif Benih Open Source (BOS) berupaya memberikan pilihan bagi petani untuk mengakses benih berkualitas dengan lisensi bebas agar dapat meningkatkan daya saing. BOS didukung oleh komunitas Open Source Seed
2. UU dan PP Tidak Jamin Tani Sejahtera
● Undang Undang SBT nomor 12/1992, tentang Sistem
Budidaya Tanaman, yang mengatur sistem pengembangan
dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya
manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumber daya
lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan
manusia secara lebih baik;
● Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 mendefinisikan
konsep ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah ataupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
3. Kondisi Lapangan Tidak Menguntungkan
● Arus ekonomi pertanian dari Kota (Industri) ke Desa,
bukan sebaliknya;
● Kebijakan tidak berhasil memberdayakan petani, namun
sebaliknya memberi ruang kepada industri (pertanian)
monopoli untuk memperdayakan petani kecil,
● Indonesia dengan potensi pertanian yang besar,
seharusnya mampu menghasilkan devisa, ironinya belum
mampu swasembada;
● Pangan menjadi komoditas perdagangan, bukan sebagai
produk penting untuk ketahanan pangan Nasional,
● Petani banyak kehilangan “hak kendali” terhadap pangan;
● Kebebasan Petani untuk berkreasi tidak dijamin, malah
sebaliknya acap kali dihukum atas nama UU
5. Benih Indonesia Tidak Berdaulat
● 60 persen keberhasilan atau kegagalan
usaha tani ditentukan oleh benih. 40 %
tergantung dari hal lainnya seperti irigasi,
lahan, cuaca dan tata-kelolanya.
● 78 persen pasar benih di Indonesia dikuasai
oleh perusahaan asing.
● 99,9 persen benih transgenik dikuasai oleh
enam perusahaan multinasional.
6. Industri Lemahkan Petani
● Sejak tahun 1960an petani memelihara,
menanam dan menyumbangkan 1,9 juta
jenis tanaman pada bank benih dunia,
sementara industri hanya menyumbang
72.500 jenis saja. Khusus tanaman pangan,
petani telah memuliakan 5000 tanaman
pangan, sementara industri hanya 150 jenis
saja (ETC Group, 2009).
8. Gotong royong: Petani + Open-Source (1)
● Gotong royong adalah budaya pengembang
software Open Source Software (OSS) dalam
menyikapi “monopoli” yang membatasi
kreativitas pengembang di sektor piranti lunak
● Komunitas pengembang Open-Source Software
(OSS) manfaatkan tradisi gotong royong petani
dari jaman purbakala,
● OSS yang dikembangkan komunitas sukses dan
berdaya dalam menyediakan produk (Linux,
Android) yang bebas, legal dengan biaya lebih
rendah (Pemkot Pekalongan, Surabaya)
9. Gotong royong: Petani + Open-Source (2)
● Gotong royong adalah akar budaya petani
sejak adanya peradaban,
● Budaya gotong royong mampu
melestarikan sampai sekarang, sistim tata
kelola irigasi seperti SUBAK,
● Seperti terjadi pada software, kini giliran
petani yang kehilangan “kedaulatan atas
benih” dirampas oleh sistem monopoli dan
UU SBT nomor 12/1992,
10. BOS: Benih Open Source
● BOS = “Benih Open Source” (Open
Source Seed) sediakan pilihan untuk
petani: benih berlisensi bebas,
● BOS bebaskan benih selamanya,
tidak lagi dapat dipatenkan oleh
pihak ke-3,
● Merdeka: Petani memiliki akses
terhadap benih unggul yang bebas
biaya lisensi,
● Petani bebas memuliakan benih
untuk tingkatkan daya saing, seraya
dilindungi lisensi open source
11. Open Source Seed Initiative
● Open Source Initiative Seed (OSSI) didirikan pada
Mei 2012, oleh sekelompok pemulia tanaman
publik, UMKM pemulia benih tanaman, dalam
menciptakan kedaulatan benih.
● OSSI dibentuk untuk mengkokohkan inovasi dalam
pemuliaan tanaman dengan menciptakan kerangka
perizinan untuk pertukaran plasma nutfah yang
akan melestarikan hak penggunaan benih berikut
turunan selanjutnya.
● OSSI mengembangkan lisensi Open Source untuk
plasma nutfah yang dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum, seperti gerakan perangkat lunak
bebas dan sumber terbuka yang sukses
berkembang melalui lisensi bebas.
14. Riset, Open-Source dan Subak
Kembangkan riset BOS (Benih Open
Source) bersama ABGK (Akademisi,
Bisnis, Government dan Komunitas
Petani) dan bebaskan petani dari
belenggu monopoli
Kembangkan budaya SUBAK
untuk melestarikan
infrastruktur irigasi secara
berkesinambungan dan
membina rasa kepemilikan
15. Menuju Masyarakat Tani yang
Sejahtera, Berdaulat, Mandiri
dan Berkepribadiant
Serikat Alumni Jerman
Open Source Powered by GudangLinux Indonesia
16. Sistem SUBAK: “Tri Hita Karana”
The subak reflects the philosophical concept of Tri
Hita Karana, which brings together the realms of the
spirit, the human world and nature. This philosophy
was born of the cultural exchange between Bali and
India over the past 2,000 years and has shaped the
landscape of Bali. The subak system of democratic
and egalitarian farming practices has enabled the
Balinese to become the most prolific rice growers in
the archipelago despite the challenge of supporting a
dense population.
(Endorsed by UNESCO 2012)
17. Sistem SUBAK: “Tri Hita Karana”
● UNESCO akui dan tetapkan sistem Subak sebagai
warisan budaya dunia pada 29 Juni 2012.
● Sistem SUBAK dipraktekkan (di Bali) dalam dunia
pertanian mencerminkan demokrasi, egaliter
(kebersamaan) dan gotong royong.
● Semangat yang sama juga menjiwai pemahaman
meritrokrasi yang mendorong pengembang
Open-source untuk menyumbangkan output
terbaik secara berkesinambungan.