Dokumen tersebut membahas tentang peringatan Hari Tani Nasional dan masalah yang dihadapi petani. Beberapa poin utama yang disinggung antara lain: (1) meskipun UU Pokok Agraria telah disahkan 60 tahun lalu, nasib petani masih belum membaik karena berbagai tantangan seperti perampasan tanah dan kriminalisasi petani; (2) diperlukan reforma agraria sejati untuk melindungi hak petani melalui penerapan prins
1. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
Daftar Isi
Tajuk Utama
- Nasib Kaum Tani Tak Kunjung
Membaik 2
- Serikat Tani Menyeimbangkan
Regulasi agar Berpihak pada Petani
Pedesaan 3
- Relevansi Investasi di Bidang
Pertanian dan Pangan di Masa
Pandemi: Makro atau Mikro? 4
Advokasi
- Kongres SPSB ke VI, Arie Putra
Kembali Ketuai SPSB 5
Pertanian
- Hari Tani Nasional, Petani Harus
Makmur dan Merdeka 6
Kesehatan Alternatif
- Krokot, tanaman segudang Nutrisi 7
Kabar Dari Kampung
- Generasi Berencana Mewujudkan
Desa Manggis Sejahtera 7
Profil
- Semangat Berjuang Membantu
Sesama 8
1
Edisi 46 / Agustus-Oktober 2021
Untuk Kalangan Terbatas
bitranet
newsletter
Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris yang mengandalkan
sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai
penopang pembangunan. Sektor pertanian selama ini merupakan sektor
penyumbang PDB yang cukup besar, namun perannya semakin menurun
karena pertumbuhan di sektor non pertanian yang relatif lebih cepat dari
pertumbuhan sektor pertanian.
Selain itu kesejahteraan petani juga menjadi masalah yang
mencemaskan sebab keuntungan dari hasil bertani kerap tidak menutupi
modal yang digunakan.Peringatan Hari Tani penting menjadi pengingat
danpenanda,bahwapertanianyangkerapdigemborkanuntukmenopang
perekonomian bangsa hendaknya tidak melupakan kesejahteraan petani
itu sendiri.
Tanggal 24 September sengaja dipilih sebab juga merupakan
momentum pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). UUPA 1960 tersebut
menjadi upaya perombak struktur agraria Indonesia yang timpang dan
sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme
di masa lalu.
Sejak kemerdekaan Indonesia, upaya merumuskan UU agraria baru
untuk mengganti UU agraria colonial telah dilakukan. Pada tahun 1948
dibentuklah Panitia Agraria Yogya. Namun, usaha tersebut kandas karena
pergolakan politik yang keras.
Tahun demi tahun berbagai panitia dibentuk namun kerap gagal di
antaranya yaitu Panitia Agraria Jakarta 1952, Panitia Suwahyo 1956,
Panitia Sunaryo 1958, dan Rancangan Sadjarwo 1960.Berlandaskan
UUPA 1960 menjadi awal mula program reforma agraria. Pada masa
Order Baru, UUPA 1960 sayangnya tidak dijalankan dengan baik sebab
kegiatan yang berkaitan dengan UUPA dianggap sebagai komunis.
Hari Tani Nasional merupakan sejarah perjuangan golongan petani
hingga pembebasan mereka dari kesengsaraan. Berdasarkan sejarah
tersebut, ditetapkanlah Hari Tani pada tanggal 24 September dalam UU
Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960.
Bung Karno pernah berkata “ hidup matinya sebuah negara, ada
disektor pertanian negara tersebut”. (red)
Sejarah Hari Tani Nasional
HIV/AIDS Jauhi Penyakitnya,
Bukan Orangnya
Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
2. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
2
Tajuk Utama
Jurnalis BITRANET dalam melaksanakan
tugasnya tidak dibenarkan menerima
amplop atau imbalan apapun. Bagi
masyarakat yang melihat dan dirugikan,
silakan menghubungi redaksi dan
menggunakan hak jawabnya.
Nasib Kaum Tani Tak Kunjung Membaik
Undang-Undang Pokok Agra-
ria (UU PA) telah disahkan pada 24
September 1960. Tanggal tersebut
kemudian diperingati sebagai Hari
Tani Nasional. Namun sejak diter-
bitkannya undang-undang tersebut,
petani masih berada di atas jalan
terjal.
Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) menggelar acara peringatan
Hari Tani Nasional 2021 pada Jumat
(24/9/2021). Acara yang berlangs-
ung secara luring dan daring via
Zoom Meeting dan Youtube, Dewi
Kartika, Sekjend KPA, dalam pida-
tonya mengatakan, nasib kaum tani
saat ini masih tak kunjung membaik
meskipun UU PA sudah disahkan se-
jak 60 tahun lalu. Ia mencontohkan,
adanya kemiskinan di pedesaan
yang semakin meluas, ketimpangan
kepemilikan dan penguasaan tanah
yang semakin tajam, bahkan diser-
tai konflik agraria yang tak kunjung
diselesaikan.
Dewi juga menyebutkan bebe-
rapa tantangan dan ancaman yang
dihadapi kaum tani saat ini adalah
food estate, Food estate yang di-
galakkan pemerintah, dijalankan
dengan cara merampas tanah-tanah
petani dan masyarakat adat. Hal ini
guna membuka lahan-lahan per-
tanian agar produksi pangan oleh
korporasi dapat dijalankan.
Padahal, krisis kesehatan akibat
pandemi yang juga melanda masya-
rakat pedesaan, seperti petani, ne-
layan, masyarakat adat, dan perem-
puan telah membuat pendapatan
masyarakat menurun, lanjut Dewi,
“Sesungguhnya, tiada yang le-
bih ironi di negeri ini ketika peme-
rintah berdalih sedang melakukan
pembangunan pertanian dengan
cara merampas tanah petani,” ucap-
nya.
Tantangan berikutnya, masi-
fnya perampasan tanah yang me-
nandakan hilangnya kedaulatan
kaum tani. Dewi mengatakan, pe-
rampasan tanah mengakibatkan
berkurangnya produksi pangan, se-
hingga hal ini menjadi dalih negara,
pengusaha, dan politisi bersekong-
kol untuk terus melakukan impor
pangan, berupa beras, gandum,
daging, garam, susu, dan buah-bua-
han.
Kemudian, kriminalisasi rakyat,
terutama para pejuang pembela
hak atas tanah yang semakin me-
rajalela. Padahal, lanjutnya, tujuan
berdirinya negara ini adalah untuk
melindungi segenap warga nega-
ranya. Namun, alih-alih melindungi,
rakyat yang mempertahankan hak
miliknya justru mengalami krimi-
nalisasi.
Menyoal kondisi tersebut, Dewi
mengatakan, penyebabnya dikare-
nakan UUPA 1960 tak kunjung dija-
lankan. Padahal, dalam UUPA 1960
terdapat beberapa prinsip pokok
untuk merealisasikan reforma agra-
ria sejati.
Pertama, orientasi reforma ag-
raria harus ditujukan untuk mena-
ta ulang kepemilikan, penguasaan
dan penggunaan sumber-sumber
agraria, terutama tanah di seluruh
wilayah Indonesia. Kedua, penata-
an ulang struktur agraria yang tim-
pang dan proses redistribusi tanah,
atau land reform, harus disertai
dengan program penunjang, seper-
ti sarana dan prasarana pertanian,
perkreditan, infrastruktur, penun-
jang, irigasi, penyuluhan, pendi-
dikan, pemasaran, teknologi, dan
mekanisme pasar yang melindungi
petani sebagai produsen utama.
Selain itu, subjek utama refor-
ma agraria seharusnya ditujukan
kepada kepentingan petani kecil,
petani gurem, penggarap, buruh
tani, nelayan, masyarakat adat, dan
golongan ekonomi lemah lainnya,
termasuk perempuan sebagai sub-
jek hukum dari reforma agraria.
Dewi Kartika melanjutkan, re-
forma agraria juga harus menyasar
pada tanah-tanah yang dikuasai dan
dimiliki oleh badan usaha swasta
dan Badan Usaha Milik Negara di
semua sektor.
“Mari perluas dan perkokoh ge-
rakan reforma agraria sejati agar
semakin kuat mengakar untuk me-
mutus rantai kapitalisme agraria,”
tutup Dewi. (hf)
Penerbit: Yayasan BITRA
Indonesia Medan
Pimpinan Umum: Rusdiana
Pimpinan Redaksi: M. Ikhsan
Dewan Redaksi: Iswan Kaputra,
Aprianta. T. Reporter: Erika
Rosmawati, Berliana, Hawari, Q.
Azam, Misdi, Sudarmanto.
Fotografer: Anto Ungsi, Icen
Manajemen Pelaksana: H. Fachri
Sirkulasi: Ade, Budi.
Redaksi: Jl. Bahagia By Pass
No. 11/35 Medan - 20218
Telepon: 061-787 6408
Email: newsletterbitranet@
yahoo.com
3. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021 3
Tantangan baru dunia perta-
nian semakin mengemuka. Perkem-
bangan system produksi, distribusi
dan pasar pertanian pangan yang
dibangun, disepakati dan dikem-
bangan membuktikan menguatnya
pangan sebagai komoditas dagan
murni. Disi lain muncul konvensi
internasional dan kebijakan local
negara yang semestinya bisa men-
jadi dasar untuk menguatnya peta-
ni dan serikat tani, misalnya United
Nations Declaration on the Rights of
Peasant and Other People Working
in Rural Areas – UNDROP atau Dek-
larasi PBB tentang Hak Asasi Petani
dan Rakyat yang bekerja di Pede-
saan merupakan instrument HAM
internasional baru yang mengakui
hak asasi petani dan rakyat yang
bekerja di pedesaan dan telah dia-
dopsi oleh PBB pada tanggal 17 De-
sember 2018.
Pada satu posisi, pengadopsian
ini adalah kemenangan bagi peta-
ni dan seluruh masyarakat pede-
saan, karena sebelumnya tidak ada
instrument HAM yang mengakui
hak-haknya secara khusus. Tak
hanya itu, kemenangan dalam UND-
ROP juga diartikan bahwa inst-
rumen ini secara otentik berasal
dari petani itu sendiri, petani yang
sehatri-hari bekerja disawah dan
ladang untuk dapat memproduksi
pangan bagi keluarga dan masyara-
kat dunia.
Capaian UNDROP ini merupa-
kan hasil dari perjuangan Panjang
selama 17 tahun, mulai dari tingkat
desa hingga internasional, agar hak
petani dan masyarakat pedesaan
diakui secara resmi oleh khayalayak
internasional, serikat-serikat pe-
tani local dan serikat petani nasio-
nal menjadi motot utama ditetap-
kannya UNDROP sebagai konvensi
HAM.
Namun, antara teori dan praktik
nampaknya belum sejalan. Konven-
si hanya tertera pada dokumen ker-
tas-kertas hokum internasional, se-
dangkan kesepakatan para pihak di
meja perundingan yang lain untuk
bidang perdagangan justru memu-
tar balikan penghormatan terhadap
hak-hak petani kepada hal-hal yang
seharusnya justru terjadi sebalik-
nya. Baru-baru ini misalnya. Masya-
rakat sipil duia mengecewakan
minimnya pelibatan petani pada
kegiatan Pre-Summit, KTT Sistem
Pangan Dunia oleh PBB (United Na-
tion Food System Summit- UNFSS)
pada 26 hingga 28 juni 2021 lalu,
sedangkan di nasional sendiri salah
satunya adalah tak kunjung dija-
lankannya UU nomor 5 tahun 1960
tentang Pokok Agraria.
Karenanya perlu kehadiran ke-
kutandaribawah,petanidanserikat
tani untuk menyeimbangkan keku-
atan dan daya tekan mempengaruhi
regulasi internasional, nasional dan
local agar berpihak pada petani pe-
desaan. Seharunya semangat hari
tani, kekuatan serikat tani juga pas-
ti sangat membantu petani untuk
menekan dan mengontrol imple-
mentasi bagi sebahagian regulasi
sampai pada level lokal yang me-
mang menguntungkan petani. (hf)
Serikat Tani Menyeimbangkan Regulasi agar Berpihak pada Petani Pedesaan
Tajuk Utama
4. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
4
Tajuk Utama
Tidak terkecuali petani, pan-
demi Covid-19 di Indonesia mem-
berikan dampak yang signifikan
terhadap sistem pangan di Indo-
nesia. Pandemi membuat keadaan
petani terutama petani skala kecil
semakin terpuruk, bersamaan pula
dengan momen kelangkaan pupuk
bersubsidi.
Bersama Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan (KRKP), Yaya-
san Bitra Indonesia menggelar
diskusi publik bertajuk “Relevansi
Investasi di Bidang Pertanian dan
Pangan di Masa Pandemi: Makro
atau Mikro?”, Diskusi yang dilakuka
secara hybrid ini dihadiri dari ber-
bagai kalangan, baik petani, peme-
rintah, akademisi dan aktifis tani.
Jumino, Petani Organik Serdang
Bedagai, menyatakan bahwa se-
harusnya keadaan seperti ini bisa
menjadi kesempatan untuk mendo-
rong petani agar bertani secara
mandiri dengan memanfaatkan
sumberdaya sekitar. Namun demi-
kian Jumino mengatakan bahwa
pemerintah justru tidak melihat ke-
sempatan tersebut.
Menurutnya pemerintah perlu
menyebarluaskan praktik-praktik
bertani mandiri yang mengoptimal-
kan lahan sempit dan pekarangan
untuk mencukupi kebutuhan
pangan petani. Selain itu pemerin-
tah juga diharapkan dapat memfa-
silitasi petani dalam memperbesar
jangkauan pasar produk petani.
Sementara itu Risma, Dinas Per-
tanian Tanaman Pangan dan Hor-
tikultura Provinsi Sumatera Utara,
mengatakan bahwa terjadi terjadi
refocussing anggaran yang mana
hanya difokuskan pada komoditas
strategis yang memberikan kont-
ribusi terhadap inflasi. Hal ini juga
menyebabkan perubahan target ki-
nerja.
“Pandemi ini merubah target
kinerja, anggaran difokuskan untuk
membantu petani ketika pandemic
Covid-19. Komoditi menjadi fokus
peningkatan produksi adalah padi
sawah dan ladang, cabai, kedelai,
buah-buahan, jahe, kunyit.”, Ungkap
Risma.
Dekan Fakultas Pertanian Uni-
versitas Sumatera Utara, Dr. Ir. Tavi
Supriana, MS, mengungkapkan
bahwa kebijakan mikro dan makro
harus bersinergi untuk meningkat-
kan kinerja sektor pertanian. Tavi
mencontohkan ketika kebijakan
mikro yaitu peningkatan produksi
digenjot namun kebijakan makro
dalam menentukan harga tidak
menguntungkan secara ekonomi,
maka hal tersebut akan merugikan
petani.
“Investasi ini bagaimana dapat
meningkatkan wawasan dan kete-
rampilan petani sebagai pusat per-
hatian. Petani didukung kreatifitas
dan kapasitasnya sehingga bisa le-
bih Tangguh terutama dalam masa
pandemi. Ketika menjadikan petani
Relevansi Investasi di Bidang Pertanian dan Pangan di Masa Pandemi: Makro atau Mikro?
sebagai pusat perhatiannya yang
terjadi adalah produksi kualitas
tanah, cadangan pangan, dan pen-
dapatan meningkat dengan sendi-
rinya.” Ungkap Berliana, dari BITRA
Indonesia.
Berliana juga mengusulkan
bahwa permakultur juga bisa men-
jadi sebuah investasi mikro yang
bisa didorong di tingkat petani di
Sumatera Utara.
Said Abdullah, KRKP, mengata-
kan bahwa pemerintah saat ini le-
bih fokus kepada investasi publik
dalam bentuk infrastruktur. menu-
rutnya investasi publik infrastruk-
tur fisik memang diprediksi akan
meningkatkan pendapatan, namun
tidak serta merta menurunkan ke-
senjangan pendapatan
“Investasi publik infrastruktur
memang penting, namun dampak-
nya tidak terlalu signifikan jika ti-
dak dibarengi dengan investasi di
bidang riset and development, tek-
nologi, skill, penyuluhan, dan per-
baikan mekanisme market support
untuk peningkatan pendapatan
petani. Riset kami menunjukan
bahwa skema investasi publik pada
bidang-bidang ini dapat menaikkan
PDRB di Indonesia termasuk Pro-
vinsi Sumatera Utara.” Ungkap Said
Penutup, Said mengatakan
bahwa investasi publik sektor per-
tanian harusnya menjawab perma-
salahan holistik dan tidak terjebak
hanya pada infrastruktur fisik. (hf)
5. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021 5
Kongres VI SPSB yang berlan-
gsung pada tanggal 30 Septem-
ber2021 di Pantai Mangrove, Desa
Sei Naga Lawan, Kecamatan Perbau-
ngan, kembali menunjuk Arie Putra
Siregar ST sebagai Ketua Umum
SPSB periode tahun 2021-2023.
Arie Putra yang merupakan Ketua
Umum periode sebelumnya terpilih
kembali melalui proses musyawa-
rah-mufakat.
Kongres juga memilih Tuti
Suryanti sebagai Sekretaris Jenderal
untuk mendampingi Arie. Uniknya
proses pemilihan Sekjen cukup
menguras waktu karena seorang
peserta lainnya bernama Junaidi
juga sempat diajukan kelompok tani
peserta kongres. Selain memilih Ke-
tua Umum dan Sekjen, kongres ke
VI SPSB juga mengangkat Astaniah
menjadi Bendahara organisasi.
Dalam sambutannya, Ketua
umum SPSB terpilih Arie Putra
menyatakan, kesiapannya untuk
mengabdi pada organisasi. Arie
juga mengajak seluruh kader SPSB
untuk mengorganisir kaum tani,
memberikan pendidikan politik,
memperluas struktur organisasi
serta menggalang persatuan bersa-
ma kelas buruh, nelayan mahasiswa
dan seluruh komponen rakyat un-
tuk melawan feodalisme, kapitalis-
me-imperialisme dan sistem kekua-
saan politik oligarki
Selain perwakilan kelompok
tani anggota SPSB di lokasi kongres
nampak hadir sejumlah tamu un-
dangan antara lain, Ir. Kaharuddin
MM, Asisten II Pemerintah Kabu-
paten Serdang Bedagai, Dinas Per-
tanian dan Dinas Sosial Serdang
Bedagai yang mengisi sesi diskusi
“Peningkatan Kesejahteraan Peta-
ni dengan Mempertahankan Lahan
Pertanian sebagai Kegiatan Ekono-
Kongres SPSB ke VI, Arie Putra Kembali Ketuai SPSB
mi dimasa Pandemi Covid 19”, ser-
ta sejumlah peserta peninjau dari
Yayasan BITRA Indonesia.
Dalam rangkaian kongres terse-
but sempat berlangsung perdeba-
tan panjang anggota kongres pada
sesi pembahasan AD/ART , Sejak
awal pembukaan sampai dengan
selesai kongres ke VI SPSB berjalan
dinamis dan khidmat. Namun dise-
la-sela waktu istirahat keakraban,
suka cita dan suasana kekeluargaan
menjadi pemandangan indah di
lokasi kongres.
Kongres ke VI ini tak hanya
menghasilkan beberapa perubahan
pada AD/ART dan mengangkat
pengurus baru tapi juga terumus
program-program perjuangan
dan sejumlah resolusi organisasi
yang akan dijalankan oleh jajaran
pengurus baru Serikat Petani Ser-
dang Bedagai periode 2021-202.
(hf)
Advokasi
6. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
6
Pertanian
Euforia memperingati hari tani
nasional tidak bisa dirasakan peta-
ni, apalagi di masa pandemi. Nasib
petani jauh dari layak, miris melihat
kondisi petani yang semakin hari
tanpa perbaikan ekonomi. Angka
kemiskinan petani semakin tinggi,
meski enam dekade telah berlalu
sejak disahkannya Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Lahan pertanian semakin ter-
gerus untuk pembangunan dan
industri. Semakin sempit lahan
pertanian, semakin buruk pereko-
nomian petani. Situasi agraria kita
belum sepenuhnya lepas dari ceng-
keraman kapitalisme, feodalisme,
dan kolonialisme. Ketimpangan dan
penindasan sosial adalah hal biasa.
Bagaimana sikap pemerintah me-
lindungi petani? Lemahnya penge-
tahuan dan rendahnya pendidikan
petani, memberikan ruang bagi ka-
pitalis untuk mengambil alih lahan
pertanian. Banyak pejabat pemerin-
tah yang masih korup, membuka ja-
lan bagi kapitalis untuk menguasai
tanah rakyat kecil.
Monopoli agraria marak terja-
di di seluruh Indonesia. Dari total
luas daratan Indonesia, 71% dido-
minasi oleh korporasi kehutanan,
16% oleh korporasi perkebunan,
7% oleh konglomerat. Sedangkan
sisanya 4% untuk rakyat kecil. Pe-
rampasan dan kriminalisasi petani
menjadi semakin umum. Menurut
catatan KPA 2020, telah terjadi 241
konflik agraria dengan luas konflik
mencapai 624.272.711 ha. Jumlah
korban konflik agraria sebanyak
135.337 KK yang tersebar di 359
desa di seluruh Indonesia. Konflik
perkebunan 122 konflik, kehutanan
(41), pembangunan infrastruktur
(30), properti (20), pertambangan
(12), fasilitas militer (11), pesisir
(3), agribisnis (2).
Padahal produk pertanian me-
rupakan faktor utama bagi kehidu-
pan bangsa. Pandemi yang sedang
berlangsung terus berlanjut. Eko-
nomi semakin terpuruk, kemiski-
nan merajalela. Sekali lagi, petani
menjadi ujung tombak dalam pe-
mulihan ekonomi bangsa. Kondisi
yang dialami petani semakin krisis,
baik secara finansial maupun dari
segi regenerasi. Minat anak muda
untuk terjun ke pertanian semakin
jauh dari harapan. semakin tinggi
urbanisasi dan semakin tenang pe-
desaan. Sektor pertanian akan ke-
sulitan mencari pengganti.
Petani harus merdeka dan mak-
mur. Pemerintah harus memberi-
kan apresiasi dan kebijakan yang
bermanfaat bagi petani. Meningkat-
kan perekonomian petani dengan
memfasilitasi regulasi dalam pro-
ses pertanian. Siapkan lahan yang
layak untuk dikelola. Bantuan dana,
mesin produksi dan segala sarana
prasarana yang dapat memudah-
kan petani. Harga hasil panen yang
rendah membuat petani kesulitan
hidup, pengawasan terhadap pe-
dagang yang membeli hasil bumi
harus dilakukan. Liberalisasi per-
dagangan di sektor pertanian harus
ditinjau kembali dan dikendalikan
secara berkala, agar petani tidak
menjadi korban tekanan harga jual
produknya. *
Hari Tani Nasional, Petani Harus Makmur dan Merdeka
7. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021 7
Kesehatan Alternatif
Siapa sangka, ternyata me-
nurut penelitian Pusat FoodDa-
ta (usda.gov) tanaman krokot
(Portulaca oleracea) mengan-
dung segudang nutrisi dan asam
lemak omega-3 yang sangat
dibutuhkan manusia, bahkan
tanaman ini termasuk dalam
kategori sayuran yang bisa di-
konsumsi. Tumbuhan ini juga
mengandung 93 persen air dan
memiliki rasa asam serta asin.
Manfaat tanaman krokot un-
tuk kesehatan
Beberapa manfaat tanaman
krokot yang membuatnya layak
untuk dicicipi misalnya. Bernut-
risi tinggi, mengandung asam
Peringatan sebelum mengon-
sumsi tanaman krokot
Disebutkan dalam sebuat pe-
nelitian bahwa tanaman krokot
mengandung asam oksalat yang
cukup tinggi. Senyawa ini dapat
memicu pertumbuhan batu gin-
jal. Nah, untuk menghilangkan
kadar asam oksalat yang tinggi
itu, rebuslah tanaman krokot di
dalam air yang mendidih, tidak
perlu khawatir karena kandun-
gan nutrisinya akan tetap terja-
ga.
Dari berbagai sumber
Krokot, tanaman segudang Nutrisi
lemak omega-3, menurunkan
berat badan, mendukung per-
kembangan anak, mengatasi ma-
salah pencernaan, mengandung
antioksidan, mencegah kanker,
meningkatkan kesehatan mata,
memperkuat tulang, dan, me-
ningkatkan sirkulasi darah.
Cara mengonsumsi tanaman
krokot
Selain dapat dikonsumsi
mentah (setelah dibersihkan),
tanaman krokot seringkali di-
konsumsi dalam bentuk sup
ataupun salad. Tidak hanya itu,
tanaman krokot juga sering kali
dicampur dengan tepung untuk
membuat roti yang lezat.
Selain menekan laju pertumbu-
han penduduk, program Keluarga
Berencana juga untuk mengurangi
angka kelahiran dan kematian ibu.
“Di Indonesia, banyak sekali
anak usia 15-19 tahun yang sudah
menikah dan mempunyai anak. Hal
ini sangat disayangkan,” kata pen-
gurus Pusat Informasi dan Konse-
ling Remaja Desa Manggis Mukti
Ali Nasution di Rumah Data Desa
Manggis, Senin (30/8/2021).
Mukti menegaskan bahwa pada
tahun ini dan kedepannya akan
secara bertahap menjaring remaja
desa Manggis untuk dijadikan kon-
sultan bagi teman-temannya dalam
persoalan ini yang tersebar di em-
pat dusun dan akan di jadikan ang-
gota Pusat Informasi dan Konseling
Remaja (PIK R) di Desa Manggis.
“Selainitupersoalanyangsering
terjadi pada remaja saat ini adalah
meningkatnya kasus narkoba yang
mengancam generasi bangsa, untuk
itu melalui program PIK R ini nan-
tinya diharapkan dapat mengurangi
persoalan-persoalan tersebut baik
melalui kegiatan pertemuan rutin
yang membahas tentang bagaimana
menjadi generasi berencana, mene-
rapkan 8 fungsi keluarga dan kegia-
tan positif lainnya seperti kewirau-
sahaan,”Kata Mukti.
Website www.manggis.web.id
Generasi Berencana Mewujudkan Desa Manggis Sejahtera
Kabar Dari Kampung
8. Edisi 46: Agustus - Oktober 2021
Semangat Berjuang Membantu Sesama
Profil
Semenjak upaya mengumpulkan
dan mengajak ibu-ibu di dusunnya
menggalang tanda tangan warga untuk
di serahkan langsung kepada bupati
setempat agar jalan kabupaten yang
melintasi dusun mereka segera diaspal
dan diperbaiki,direalisasikan pemeritah
kabupatensetempat.PalanMangampoi
Siahaan perempuan pejuang tangguh
asal desa Tanjung Harap kecamatan
Serba Jadi kabupaten Serdang Bedagai,
semakin bersemangat membantu dan
mengadvokasi warga tak hanya di
sekitar desanya.
Palan atau Kak Palan begitu dia
biasa disapa, merupakan ibu empat
orang yang berhasil mendorong
salah satu putrinya menjadi Aparatur
Sipil Negara (ASN) di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
(KEMENKUMHAM), dan mendukung
putranya mengambil studi strata satu
jurusan fisiotrapi pada salah satu
kampus swasta ternama di Sumatera
2011 silam. Setiap pertemuan yang
diadakan oleh BITRA tidak sekalipun
pernah Palan tinggalkan mulai dari
pengorganisasisan, kesetaraan
gender, credit union, dan pengobatan
alternative.
Terkait pengobatan alternative
Palan mengatakan “dari belajar jadi
pengajar sampai mandiri semua sudah
didapat dari BITRA”, menurutnya jika
tidak mengenal BITRA sampai dengan
saat ini dirinya hanya tau berladang.
Alasan, mengapa Palan memilih
keterampilan pengobatan alternative
karena salah satu pengobatan yang
baik dan dekat dengan masyarakat
khusunyapedesaanadalahpengobatan
alternative baik berupa pijat refleksi,
akupresure dan racikan jamu yang
diolah secara tradisional.
Menceritakan kesan dan
pengalaman yang kurang
menyenangkan, Palan mengatakan
dirinya sempat disepelekan teman-
teman di kelompok CU Sehati,
(kelompok CU yang ia ketuai sendiri)
karena menjadi pemijat, klien yang
meyangkal meski secara kasat mata
telah terlihat kemajuannya dari
keluhan sebelumnnya dan distigma
buruk dari tetangga karena sering pergi
meninggalkan anak dan suami,
Sejak tahun 2018, bersama suami
tercinta, Palan membuka praktek
pengobatan alternatif “Rumah Sehat
Juan Sejahtera” menggunakan ruangan
dirumahnya dan memproduksi herbal
andalan “ Instan Lambung Juandin.
Meski kini Palan telah banyak
merasakan bahkan menikmati manfaat
menjadi pegiat pengobatan alternative,
namun hal yang membuatnya sedih
adalah ketika harus meninggalkan
anak-anak dan keluarga saat mengikuti
pelatihan hingga berhari-hari. (hf)
Utara.
“Waktu itu sekitar tahun 2012, jalan
kami rusak parah, jangankan mobil
atau kereta lewat, orang jalan saja bisa
kepleset, dan sering memang anak
sekolah atau orang tua jatuh karena
jalannya licin dan berlumpur kali” jelas
Palan,
Selain membantu warga
memperjuangkan hak , Bersama
sang suami, Irianto Sipayung, Palan
juga sering membantu warga kurang
mampuyangsakitdenganmemberikan
jasa terapi akupresure, pijat refleksi dan
jamu herbal racikannya sendiri secara
gratis.
Palan berpendapat bahwa
perubahan dan kemampuan yang
terjadi pada dirinya saat ini setelah
dirinya mengenal dan mengikuti
kegiatan pelatihan dan pendampingan
yang dilakukan oleh Yayasan Bina
Keterampilan Pedesaan Indonesia
(BITRA Indonesia), sejak tahun