1. KETERAMPILAN HIDUP VS TEKNOLOGI
(dalam mencapai sebuah kesejahteraan)
Masalah kita seumumnya saat ini diantaranya adalah komplikasi dari : (1), Kemiskinan
lebih dari 50 %. (2), Pendidikan tidak memiliki visi yang utuh. (3), Pertumbuhan lapangan
kerja lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja. (4), Kreativitas
manusia masih rendah.
Diperlukan empati dan tanggung jawab dari setiap warga bangsa untuk mencegah sinergi
negatif hal-hal diatas terhadap perkembangan sosial budaya masyarakat akan terjadinya
bencana “Generasi yang Hilang “.
Kalau tidak, mungkin saja sejarah Bangsa Indonesia berakhir atau diserahkan kepada
bangsa lain. Peradaban Indian pada akhirnya diserahkan kepada Bangsa Eropa karena
kelemahan sumber daya manusia, atau peradaban Mesopotamia yang hancur secara
perlahan akibat salah urus manajemen bangsa, serta peradaban Aad dan Tsamud yang
sangat tinggi di Babilonia Lama hilang seketika karena bencana alam yang maha dahsyat.
Bahkan peradaban Romawi, Yunani dan Persia saat ini hanya tinggal kenangan dalam
inspisari kesenian saja.
Sebaliknya ada peradaban yang tetap eksis dalam waktu lebih dari 4.000 tahun. Peradaban
India dan sekitarnya sebagai derivat peradaban Persia Lama, Peradaban kulit kuning Cina,
Jepang dan Korea. Peradaban Yahudi dapat hidup secara diaspora tanpa perlu wadah
teritorial karena berbentuk alam pikiran dan melekat pada perjalanan sejarah dunia.
Mengapa bisa demikian, mungkinkah karena mereka mengerti kehidupan ini secara
paripurna ?.
Kembali kepada permasalahan Bangsa Indonesia, atas dasar empati serta tanggung jawab
setiap dari kita harus menyadari akar permasalahan.
Hasil identifikasi memberikan dua dari sekian banyak indikasi adalah bahwa :
1. Akar permasalahan mendasar adalah seumumnya masyarakat tidak memahami
konstruksi hidup.
2. Akar permasalahan teknis adalah kurangnya keterampilan hidup (life skills)
masyarakat sebagai akibat dari tidak pahamnya tujuan dari sebuah keterampilan
hidup dan hidup itu sendiri.
Pemahaman mengenai konstruksi hidup adalah mengerti koordinat hidup manusia
terhadap eksistensi Allah sebagai Sang Pencipta, keseimbangan alam, patron kehidupan
yang dianggap sahih, dan kebudayaan sebagai penggerak kehidupan. Konstruksi hidup
yang hakiki bukanlah bentuk-bentuk aktualisasi diri tetapi bentuk peleburan diri kedalam
eksistensi Allah sebagai Sang Pencipta. Wacana ini tidak akan dibahas lebih jauh disini.
Akar permasalah teknis yakni keterampilan hidup oleh sebagian besar masyarakat lebih
diartikan kepada keahlian yang dapat menghasilkan uang, sasaran diletakkan pada
keberadaan “uang” sebagai hasil akhir.
1
2. Pandangan yang konstruktif adalah menempatkan keterampilan hidup sebagai perangkat
teknis budaya yang harus dimiliki suatu bangsa untuk mengelola seluruh sumber daya
yang ada, dan menempatkan “uang“ hanya sebagai alat tukar pada keseluruhan proses
pengelolaan sumber daya, bukan merupakan hasil akhir.
Sejatinya keterampilan hidup mendasar adalah kemampuan mengelola sumber daya
tumbuhan dan hewani serta mineral menjadi sumber daya pangan, protein, sandang, dan
perkakas hidup secara seimbang antara pemanenan dan kehidupan yang harus tetap
berjalan.
Sebagai satu contoh adalah bagaimana kita mengartikan eksistensi beberapa varietas lokal
pada tanaman padi pada satu daerah ?.
Apabila kita menanam padi varietas lokal pada satu wilayah tersebut secara bergiliran
diantara varietas tersebut, maka tanaman padi tersebut tidak membutuhkan pupuk diluar
ekosistem padi tersebut.
Allah sebagai Sang Pencipta sudah mendesain sedemikian rupa sehingga padi varietas
lokal tersebut dapat tumbuh dalam ekosistem tertutup antara tanah dan tanaman. Serasah
tumbuhan dan berbagai bahan organik lain menjadi bahagian dari lingkaran energi pada
ekosistem tersebut.
Allah juga mendesain redistribusi panenan kepada mahluk hidup lain, seperti ulat (kupu-
kupu), belalang, dan hewan lain untuk keperluan rantai makanan di atasnya seperti burung
dan sebagainya serta komunitas manusia disekeliling areal panenan. Paling tidak 10 %
dari panenan harus diserahkan kepada Allah untuk kesetimbangan alam melalui zakat
pertanian, dan jatah bagi mahluk hidup lain.
Hasilnya adalah tingkat populasi serangga, bakteri dan virus yang saat ini dianggap
sebagai hama dan penyakit akan berada pada jumlah yang sangat terkendali karena
populasi predator juga berada dalam kesetimbangan yang efektif.
Masalah menjadi muncul, ketika atas alasan menjaga kelangsungan suplai pangan oleh
pihak tertentu diintroduksikan suatu varietas padi baru hasil rekayasa teknologi yang
dijanjikan memberikan panen melimpah.
Dipastikan bahwa desain varietas baru tersebut tidak akan compatible dengan kondisi
lokal, oleh karena itu dibutuhkan introduksi pupuk tambahan (buatan) dan proteksi
tanaman untuk melindungi janji produksi yang tinggi. Artinya akan tumbuh suatu industri
benih dan industri pupuk, serta industri proteksi tanaman.
Satu segi industri pupuk, proteksi tanaman dan benih tumbuh, tetapi disisi lain
keseimbangan fisik-kimia tanah dirusak (tanah membutuhkan waktu lebih dari 25 tahun
untuk pulih setelah penggunaan pupuk dihentikan), memunculkan kerentanan tanaman,
efek residu pestisida yang berdampak kepada penurunan derajat kesehatan masyarakat.
Serangga terpaksa harus melakukan mutasi akibat dilarang masuk oleh pestisida menjadi
bentuk yang lebih ganas dan rakus untuk menerobos rantai makanan.
2
3. Ongkos produksi menjadi tergantung kepada harga sarana pupuk, benih dan pestisida.
Ketiga sarana tersebut dihasilkan oleh industri yang berskala raksasa. Kelahiran suatu
industri bukan karena niat baik terhadap suatu keseimbangan hidup, tetapi bagaimana
“mengembang biakkan” modal tanpa mengenal batas negara, tanpa harus terikat pada satu
norma kehidupan, tanpa harus ikut menjaga kesetimbangan alam. Industri sarana
pertanian tumbuh bukan karena hendak melindungi budaya pertanian, tetapi pemilik
modal memilih lokasi pengembang biakan uang di sektor pertanian.
Petani sering kali merugi karena ongkos produksi lebih tinggi dibanding harga jual, atau
harga jatuh karena over supply, terutama pada komoditi mata dagangan dunia seperti
jagung dan lain-lain.
Pada segi lain tata ruang diperkosa untuk memenuhi hawa nafsu manusia, tanaman pangan
kena getahnya karena rasio lahan pertanian mengecil maka dia harus berproduksi gila-
gilaan melebihi kemampuan alamiahnya, padahal sejak awal Allah tidak mendesain
demikian.
Keterampilan hidup bukan suatu dialektika “ problem – problem solving “ melalui suatu
teknologi. Allah tidak pernah menciptakan “masalah“ bagi manusia. Tetapi manusia
secara gegabah melakukan suatu penilaian subjektif kepada sistem milik Allah untuk
dikategorikan sebagai “masalah“, lalu dicarikan solusi atas masalah tersebut. Padahal
yang bersangkutan ingin mengambil keuntungan dalam lingkaran setan “problem –
problem solving“ yang diciptakannya. Membentuk ekosistem tandingan yaitu “industri“
yang kelewat batas, dimana dia berada pada top piramida perputaran modal industri
tersebut sebagai pemangsa akhir.
Keterampilan hidup adalah proses mengerahkan seluruh daya, kreativitas, waktu, dedikasi
untuk mengelola sistem yang diciptakan Allah untuk tetap dalam kesetimbangan dan tetap
dapat dipanen oleh manusia menurut yang diinginkan oleh Allah sebagai pencipta dan
pemilik kehidupan ini.
Apabila seseorang memiliki life skills pada ruang konstruksi hidup yang hakiki, akan
mudah baginya menentukan tingkat peranannya bagi masyarakat, tingkat kecukupan
aspirasi hidup, dan berbagai ukuran lain dalam komposisi yang optimum. Akan mudah
baginya untuk sampai pada suatu kehidupan penuh kesejahteraan.
Kesejahteraan tidak identik dengan gedung yang tinggi, jalan tol yang malang melintang,
program komputer yang rumit, penghasilan yang tinggi, varietas tanaman dengan produksi
yang luar biasa …. bukan …., bukan itu !.
Bagaimana mencapai kesejahteraan melalui keterampilan hidup yang konstruksif …?.
Mari kita tanyakan kepada Ibu Kandung Kebudayaan … yakni … Pendidikan !.
Pendidikan yang mampu menerjemahkan Visi dan Misi Allah dalam menciptakan
kehidupan ini sehingga fungsional bagi manusia sebagai mahluk alternatif, mahluk
budaya, bukan mahluk biologis. Mampu mengeluarkan masyarakat dari komplikasi hidup
yang disebut di awal tulisan.
3