Ekonomi Islam Bab 5-6 Teori Produksi dan Distribusi Pendapatan
1. Ekonomi islam
Bab 5
Teori produksi
bab 6
Distribusi pendapatan
Dosen Pengampu:
Moehammad Kautsar, S.E., M.B.A
Oleh :
Sulis Tyowati 20190208005
Prodi Manajemen
Senin, 16 Maret 2020
3. Produksi, distribusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa
dipisahkan. Ketiganya saling memengaruhi, namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan.
Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori ekonomi makro dapat diperoleh informasi, kemajuan ekonomi
pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya daripada kemewahan
konsumtif. Atau dengan kemampuan ekspornya ketimbang agregat importnya. ( Sukirno, 1981 ).
Dari sisi pandang konvensional, produksi dilihat dari tiga hal yaitu:
1. Apa yang diproduksi
2. Bagaimana memproduksinya
3. Untuk siapa barang/jasa diproduksi
Faktor produksi:
1. Tenaga kerja
2. Sumber daya alam
3. Modal
4. keahlian
4. Motif berproduksi
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa
kini maupun di masa mendatang (M. Frank, 2003).
Motif maksimalisasi kepiluasan dan keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari kepuasan
ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukannya salah ataupun dilarang dalam Islam. Islam ingin
mendudukannya pada posisi yang benar, yakni semua dalam rangka maksimalisasi Kepuasan dan keuntungan di
akhirat.
Motif keuntungan maksimal sendiri sebagai tujuan dari teori produksi dalam ekonomi konvensional, merupakan
konsep yang absurd, yaitu secara teoritis dapat dihitung pada keadaan bagaimana keuntungan maksimal dicapai,
tetapi dalam praktiknya tak seorangpun mengetahui apakah pada saat tertentu ia sedang, sudah atau bahkan belum
mencapai keuntungan maksimal.
Akibat perbedaan ukuran kebenaran yang digunakan, yakni kebenaran logika dan bukan kebenaran Allah. Islam
menawarkan kebenaran Allah dari Al-Qur’an dan Hadits sebagai ukuran dan patokan.
Kebenaran logika adalah sebagian sunatullah (ketetapan hukum-hukum Allah) akan tetapi, dalam kehidupan yang
berdimensi dunia dan akhirat, banyak sunatullah lain yang berada di luar kebenaran menurut logika manusia.
5. • Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT, sebagai Raab dari alam semesta. Rabb seringkali
diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sangat luas, mencakup antara lain pemelihara (al-
murabbi), penolong (al- nashir), pemilik (al-malik), yang memperbaiki (al-mushlih), tuan (al-sayyid) dan wali (al-wali).
Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri di atas kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemilik
dan pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
ketketetapan-Nya (sunatullah).
Ayat 77 surat Al-Qashash mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia,
artinya urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh kesejahteraan dunia.
Kegiatan produksi harus bergerak diatas 2 garis optimalisasi yaitu
• Mengupayakan berfungsinya sumber daya insani kearah pencapaian kondisi full employment, dimana setiap orang
bekerja dan menghasilkan suatu karya kecuali mereka yang ‘udzur syar’i seperti sakit dan lumpuh.
1. Dalam hal memproduksi kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat), dan kebutuhan tersier
(tahsiniyyat) secara proporsional. Islam harus memastikan hanya memproduksi sesuatu yang halal dan bermanfaat
untuk masyarakat (tayyib).
6. Prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi islam
Ilmu ekonomi menggolongkan faktor produksi kedalam capital (termasuk di dalamnya tanah, gedung, mesin-mesin, dan
inventori/persediaan), materials (bahan baku dan pendukung, yakni semua yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan
output termasuk listrik, air dan bahan baku produksi), serta manusia (labour).
Keat and Young dalam Manajemen Economics (2003) berargumentasi bahwa antara entrepreneurship dan manajemen
pun terdapat perbedaan karakteristik yang mendasar. Manajemen, katanya, merupakan kemampuan pengelolaan dan
pengaturan berbagai tugas manajerial untuk mencapai tujuan perusahaan, bukan kemampuan dan keberanian mengambil
risiko dan menciptakan kegiatan usaha, sebagaimana merupakan ciri utama entrepreneurship.
Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi yakni:
1. Tugas manusia dimuka bumi sebagai Khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan
memaksimalkan manfaat.
7. • Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain:
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber
daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.
• Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk charity akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan,
karena G akan menghasilkan efek penggandaan ( Multiplier effects).
• Perumusan secara umum konsep CSR ( Corporate Social Responsibility) sebagai berikut:
1. Dunia usaha membutuhkan lingkungan sosial yang “baik”demi kelancaran jalannya operasi perusahaan.
2. Kepedulian dunia usaha terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat berarti mengundang rasa aman dan tentram
bagi aktivitas masing-masing.
3. Guna mendapatkan akseptasi yang luas dari kalangan masyarakat, dunia usaha sebagai institusi ekonomi harus dapat
mengikuti nilai umum yang berasal dari harapan positif masyarakat.
4. Membantu menaikkan citra dan gengsi perusahaan di mata publik/masyarakat.
Fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah:
Umax = U (F,G)
Dimana F = tingkat keuntungan
G = tingkat pengeluaran untuk good deeds/charity.
9. Konsep moral islam dalam sistem distribusi pendapatan
Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang
dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hak tersebut akan sulit dicapai tanpa adanya keyakinan pada
prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral tersebut. Ini adalah fungsi dari
menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi menjadi hal
yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi.
Dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus dilakukan yaitu:
1. Mengubah pola pikir (mindsets) dan pembelajaran mengenai nilai Islam, dari yang fokus perhatiannya bertujuan materialistis
kepada tujuan yang mengarahkan kesejahteraan umum berbasis pembagian sumber daya dan risiko yang berkeadilan.
2. Keluar dari ketergantungan kepada pihak lain. Hidup di atas kemampuan pribadi sebagai personal maupun bangsa,
melaksanakan kewajiban finansial dan yang sebagaimana ditunjukkan oleh ajaran Islam dan meyakini dengan sungguh-
sungguh bahwa dunia saat ini bukanlah akhir cerita. Akan ada kehidupan baru setelah kehidupan di dunia fanavini(Mashoud
Ali Khan:2005).
10. Para ahli fiqih mendefinisikan maksud dari
kepemilikan umum yaitu:
1. Fasilitas/sarana umum yang menjadi kebutuhan unum masyarakat, seperti air, padang rumput, jalan umum.
2. Barang tambang, seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi,
uranium, batu bara dan lain sebagainya.
3. Sumber daya alam yang bentukan materinya sulit untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, danau.
11. Penggambaran sistem ekonomik dalam hak
milik kekayaan :
1. Kepemilikan yang sah secara hukum, artinya segala bentuk hak kepemilikan didapatkan dengan cara yang sesuai
dengan hukum (halal). Kajian hukum syariat mengenal 2 bentuk kepemilikan, yaitu:
Kepemilikan sempurna (al-milk at-tam);: materi dan manfaat benda dimiliki sepenuhnya sehingga seluruh hak kebendaan
terkait berada di bawah penguasaannya.statusbkepemilikan didapat dengan Ihraz Almubahat (mengupayakan/mengusahakan
hal-hal yang diperbolehkan), Uqud (akad transaksi), Khalafiyah (peninggalan seperti warisan), Tawalud min mamluk
(berkembangnya aset yang dimiliki).
Kepemiliikan tidak sempurna ( Al-milk An-naqis): hak menguasai materi benda, sedangkan hak pemanfaatannya dikuasai oleh
pihak lain, begitu sebaliknya. Status kepemilikan didapat dengan I’arah (pinjam-meminjam), Ijarah (sewa menyewa), Wakaf,
wasiat.
2. Pemanfaatan hak milik diarahkan kepada pemanfaatan Ekonomi yang kesinambungan, karena seorang muslim
harus terus mengupayakan produktivitas kekayaannya. Aset yang idle (didiamkan) atau berlebih-lebihan dalam
membelanjakan aset secara konsumtif, keduanya dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mubadzir.
3. Pemanfaatan hak milik diarahkan kepada pemanfaatan non ekonomi fisabilillah (berfaedah di jalan Allah).
4. Pemanfaatan hak milik secara ekonomi dan non-ekonomi yang tidak merugikan pihak lain.
5. Penggunaan dan pemanfaatan secara ekonomi dan nonekonomi yang berimbang, dengan begitu dalam setiap
penggunaan barang atau apapun saja yang jadi milik tidak diarahkan untuk pemborosan dan tidak boleh pula terlalu
kikir.
12. Ekses Etikonomi untuk Pembahasan Mekanisme Distribusi Pendapatan atas
Hak Kepemilikan Materi/Kekayaan dalam Islam Mencerminkan beberapa hal
berikut:
1. Pemberlakuan hak kepemilikan individu pada satu benda tidak menutupi sepenuhnya akan adanya hak yang
sama bagi orang lain.
2. Negara mempunyai otoritas Kepemilikan atas kepemilikan individu yang tidak bertanggungjawab atas hak
miliknya.
3. Dalam hak kepemilikan berlaku sistematika konsep takaful/jaminan sosial (sesama muslim atau sesama
manusia secara umum).
4. Hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan niatan).
5. Konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekuensi hukum syariat (hudud).
6. Konsep kongsi dalam hak yang melahirkan keuntungan materi harus merujuk pada sistem bagi hasil.
7. Ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikan harta.
13. Distribusi pendapatan
Konsep dasar kapitalis dalam permasalahan distribusi adalah Kepemilikan prvate (pribadi). Maka,
permasalahan yang timbul adalah adanya perbedaan mencolok pada Kepemilikan, pendapatan dan harta
pusaka peninggalan leluhurnya masing-masing.
Konsep dasar sosialis lebih melihat kepada kerja sebagai basic dari distribusi pendapatan. Setiap kepemilikan
hanya bisa dilahirkan dari buah kerja seseorang, oleh karena itu adanya perbedaan dalam kepemilikan pribadi
tapi lebih kepada adanya perbedaan pada kapabilitas dan bakat setiap orang.
Komunis sebagai bentuk bdari sosialisme yang paling ekstrem lebih menekankan bahwa kebutuhan adalah
dasar dari sistem distribusi, dimana pendistribusian menjadi penting untuk diarahkan kepada penyediaan
segala hal yang dapat memberi kepuasan pada hajat dasar hidup penganutnya.
Dalam Islam, kebutuhan menjadi alasan untuk mencapai pendapatan minimum, sedangkan kecukupan dalam
standar hidup yang baik (nisab) adalah hal yang paling mendasari dalam sistem distribusi-reditribusi
kekayaan, setelah itu baru dikaitkan dengan kerja dan kepemilikan pribadi.
14. • Yang menjadi fokus dari sistem distribusi pendapatan islam adalah proses distribusinya dan bukan output dari proses
distribusi tersebut. Dengan demikian jika pasar mengalami kegagalan (failure) ataupun not fair untuk berlaku sebagai
instrumen distribusi pendapatan maka frame fastabiqul khaitaat akan mengarahkan semua pelaku pasar berikut perangkat
kebijakan pemerintahnya kepada proses redistribusi pendapatan.
• Proses redistribusi pendapatan dalam Islam mengamini banyak hal yang berkaitan dengan moral endogeneity , signifikansi
dan batasan-batasan tertentu, diantaranya:
1. Sebagaimana utilitarianisme, mempromosikan ‘greatest good for greatest number of people’, dengan 'good’ dan
‘utility’ diharmonisasikan dengan pengertian halal-haram, peruntungan manusia dan peningkatan utility manusia
adalah tujuan utama dari tujuan pembangunan ekonomi.
2. Sebagaimana liberitarianis dan marxism, pertobatan dan penebusan dosa adalah salah satu hal yang mendasari
diterapkannya proses redistribusi pendapatan. Dalam aturan main syariah akan ditemukan sejumlah instrumen yang
mewajibkan seorang muslim untuk mendistribusikan kekayaannya sebagai akibat melakukan kesalahan (dosa)
3. Sistem redistribusi diarahkan untuk berlaku sebagai faktor pengurang dari adanya pihak yang merasa dalam keadaan
merugi ataupun gagal. Kondisi seperti ini hampir bisa dipastikan berlaku disetiap komunitas.
4. Mekanisme redistribusi berlaku secara istimewa, karena walaupun pada realitasnya distribusi adalah proses transfer
kekayaan searah, namun pada hakikatnya tidak demikian. Disini pun terjadi mekanisme pertukaran, hanya saja objek
yang menjadi alat tukar dari kekayaan yang ditransfer berlaku di akhirat nanti (pahala). Dengan demikian, logikanya
memberikan pengertian bahwa; dengan berbuat baik sekarang dan bertobat karena melakukan dosa, kemudian
mentransfer sebagian harta, maka sebagai alat tukar pengganti adalah pahala di akhirat. Ini tentunya bukanlah
mekanisme dari market exchanges akan tetapi pertunangannya yang terjadi antara orang yang beriman dengan
Tuhannya.(Mahid Ali Al Jarhi dan Anas Zarqa:2095)
15. • Para ekonom meyakini bahwa antara pertumbuhan, efisiensi,equity dan ketidakseimbangan pendapat (inequality
income) ada hubungan yang berkesinambungan (simultaneity).
• Untuk itu kajian distribusi diarahkan kepada paling tidak 4 hal:
1. Sumber daya (manusia dan alam)
2. Pasar terbuka, terutama keterkaitannya dengan struktur produksi, dinamika tenaga kerja dan relativitas upah
buruh.
3. Model ekonomi politik (siyasah al iqtishodiyah) yang menegaskan eksistensi konflik-konflik sosial politik
dalam mengambil keputusan dan kebijakan pemerintah yang berdampak secara langsung dan tidak
langsung kepada distribusi pendapatan
4. Model restriksi khususnya untuk masalah kredit dengan basis hipotesis kepada ketidaksempurnaan passr
dan teori-teori yang berkaitan dengan moral hazard dan adverse selection.
16. pendapatan dalam konteks rumah tangga (household)
Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga berkaitan dengan:
1. Terminologi Shadaqah
Shadaqah wajibah yang berarti bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrumen distribusi pendapatan
berbasis kewajiban.
Shadaqah Nafilah (sunnah) yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrumen distribusi
pendapatan berbasis amal karitatif, seperti sedekah (Afzalurrahman: 1995), (Mohzer Kahf: 1991), (Husen Sahata: 1997).
2. Terminologi had/hudud (hukuman) atau pertobatan dalam perbuatan dosa.
17. Penjelasan Mengenai Aspek Ekonomi Terminologi Shadaqah dan Hudud :
• Instrumen Shadaqah Wajibah(wajib dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1. Nafaqah: kewajiban tanpa syarat dengan menyediakan semua kebutuhan pada orang-orang terdekat, yakni anak-
anak dan istri. Atau kewajiban bersyarat untuk menyediakan kebutuhan pada keluarga miskin jika orang tersebut
mampu melakukan hal tersebut.
2. Zakat: kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian harta miliknya untuk didistribusikan kepada
kelompok tertentu (delapan asnaf). Instrumen zakat dibagi menjadi dua yaitu:
• Zakat maal: kewajiban atas kepemilikan materi yang sudah mencapai nisab. Nisab adalah batasan jumlah
materi yang dimiliki seorang muslim untuk bisa dikatakan sebagai kelompok kaya (surplus dengan batasan
materi setara nilai 85 gram emas). Untuk kepemilikan materi tersebut juga harus memenuhi masa satu tahun
(haul). Tarif zakat memiliki keragaman tersendiri, berdasarkan kategori dari aset yang dimiliki, yaitu: 2,5%,
5%, 10% dan 20%.
• Zakat fitrah: zakat yang dibayarkan setiap bulan Ramadhan, sebelum masuk waktu shalat idul Fitri, dengan
tarif setara dengan nilai 3,5 liter beras.
3. Udhiyah: kurban binatang ternak pada saat hari tasyrik perayaan idul adha.
4. Warisan: pembagian aset Kepemilikan kepada orang yang ditinggalkan setelah meninggal dunia, ajaran Islam
sangat memerhatikan keberlangsungan hidup anak cucu Adam.
5. Musaadah: memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami musibah.
6. Jiwar: bantuan yang diberikan berkaitan dengan urusan bertetangga.
7. Diyafah: kegiatan memberikan jamuan atas tamu yang datang.
18. • Instrumen Shadaqah Nafilah (Sunnah dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1. Infak: sedekah yang dapat diberikan kepada pihak lain jika kondisi keuangan rumah tangga muslim sudah berada
diatas nisab.
2. Akikah: memotong seekor kambing anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki yang baru
dilahirkan.
3. Wakaf: memberikan bantuan atas kepemilikannya untuk kesejahteraan masyarakat umum, aset yang diwakafkan bisa
dalam bentuk aset materi kebendaan (tanah, rumah, barang) ataupun aset keuangan.
4. Wasiat: hak pemberian harta kepada orang lain (maksimal 1/3 harta) yang didistribusikan setelah si pemberi wasiat
meninggal dunia.
• Instrumen Term had/hudud (hukuman) adalah instrumen yang bersifat aksidental, dan merupakan konsekuensi dari
sebuah tindakan. Atau dengan kata lain, instrumen ini tidak bisa berdiri sendiri, tanpa adanya tindakan ilegal yang
dilakukan sebelumnya.
1. Kafarat: tebusan terhadap dosa yang dilakukan oleh seorang muslim, semisal melakukan hubungan suami-istri pada
siang hari di bulan Ramadhan. Salah satu hukuman yang diberikan adalah memberi makan fakir miskin sebanyak 60
orang.
2. Dam/diyat: Tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam pelaksanaan ibadah, seperti tidak melaksanakan
puasa tiga hari pada saat melaksanakan ibadah haji. Tarifnya setara dengan seekor kambing.
3. Nudzur: perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta yang dimilikinya untuk mendapatkan
keridhaan Allah SWT.
19. Penyesuaian Daur Hidup Pencarian Kekayaan Manusia Secara Umum, yaitu:
1. Accumulation Phase (Fase Akumulasi), yakni tahap awal sampai pertengahan karier. Pada fase ini individu
mencoba meningkatkan aset kekayaannya untuk dapat memenuhi kebutuhan jangka pendek.
2. Consolidation Phase (Fase Konsolidasi): individu yang berada dalam fase ini biasanya telah melalui
pertengahan perjalanan kariernya. Mereka yang dalam fase ini dapat menginvestasikan dananya untuk tujuan
jangka panjang.
3. Spending Phase/Gifting Phase : fase ini secara umum dimulai pada saat individu memasuki masa pensiun.
Kebutuhan biaya hidup harian mereka peroleh dari investasi yang mereka lakukan pada dua fase sebelumnya.
20. Distribusi pendapatan dalam konteks
negara
1. Pengelolaan sumber daya
2. Kompetisi pasar dan redribusi sistem
3. Model ekonomi politik (As-Siyasah Al-Iqtishodiyah)