Dokumen tersebut merangkum empat landasan filosofis ekonomi Islam yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Tauhid menempatkan Allah sebagai pemilik sebenarnya dari semua sumber daya. Keadilan dan keseimbangan penting untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebebasan diberikan namun harus bertanggung jawab di hadapan Allah.
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
Filosofi ekonomi islam
1. FILOSOFI EKONOMI ISLAM
Muhammad Qamaruddin, SEI., ME.
Mata Kuliah: Dasar-Dasar Ekonomi Islam
UIN ANTASARI BANJARMASIN
Tahun 2018
2. Setidaknya ada empat landasan filosofis ilmu ekonomi islam yang merupakan
paradigma yang membedakannya dari ilmu ekonomi konvensional (Adiwarman
Karim, 2001). Landasan filosofis tersebut adalah:
1. Tauhid
2. keadilan dan keseimbangan
3. kebebasan
4. tanggung jawab.
3. TAUHID
Dalam sistem ekonomi syariah, tauhid merupakan landasan fundamental. Dengan
landasan ketauhidan ini segala sesuatu yang ada merupakan ciptaan Allah swt dan
hanya Allah pula yang mengatur segala sesuatunya terhadap ciptaan-Nya tersebut,
termasuk mekanisme hubungan pengaturan rezeki terhadap hamba-hamba-Nya,
seperti pemilikannya, cara perolehannya dan pembelanjaannnya (Tauhid
rububiyyah).
Untuk itu para pelaku ekonomi (manusia) harus mentaati segala kaidah yang telah
ditetapkan oleh Allah secara kaffah, termasuk dalam bidang aktivitas
perekonomian. Ketaatan tersebut bukan hanya dalam kehidupan sosial belaka,
tetapi meliputi hal-hal yang bersifat etik dan moral (Tauhid uluhiyyah).
4. Dalam pandangan dunia holistic, tauhid bukanlah hanya ajaran tentang
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi lebih jauh mencakup
pengaturan tentang sikap manusia terhadap Tuhan dan terhadap sumber-sumber
daya baik manusia maupun alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam pandangan tauhid, manusia sebagai pelaku ekonomi hanyalah sekedar
trustee (pemegang amanah). Oleh sebab itu, manusia harus mengikuti ketentuan
Allah dalam segala aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi. Ketentuan Allah yang
harus dipatuhi dalam hal ini tidak hanya bersifat mekanistis dalam alam dan
kehidupan sosial, tetapi juga yang bersifat etis (uluhiyyah) dan moral (khuluqiyyah).
5. manusia adalah agen langsung atau wakil Allah (khalifah) dalam proses
penciptaanya. Konsep Khalifah atau dalam pengertian pengelolaan disebut
Khilafah, menyediakan basis bagi sistem prekonomian dimana kerjasama dan
gotong royong, atau disebut co-determinasi, menggantikan kompetisi yang selama
ini menjadi ciri dominan dalam proses interksi ekonomi. Kalaupun ada,
kemungkinan hanya kompetisi pada tingkat keberhasilan yang berbeda dalam
memperoleh materi.
Dalam konsep kepemilikan ekonomi islam, ianya hanya merupakan pemeliharaan
milik tuhan, dan bukan hak mutlak perorangan. Konsep pengelolaan berarti bahwa
mereka yang berhasil memperoleh kemakmuran haruslah tanpa mengorbankan
orang lain, kemudian menggunakannya untuk menolong sesama. Kepemilikan
bukan “terminal” bagi kehidupan manusia, tetapi sejatinya hanyalah sekedar
“transital”.
6. Dari beberapa penjelasan diatas dapat dilihat betapa konsep tauhid dalam Islam
benar-benar memberikan implikasi ekonomis dalam aktivitas ekonomi Islam. Hal
dapat juga dilihat secara langsung dari isntrumen-isntrumen ekonominya seperti
zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan penolakan terhadap segala bentuk kezaliman (la
tazlim wa la tuzlam), kemudharatan (la dharar wa la dhihar), kecurangan (al-thaffif),
penipuan (al-ghiss), ketidak pastian (al-gharar), monopoli (al-ikhtikar), spekulasi (al-
maisir), riba (al-riba) yang semua pada dasarnya merupakan ajaran-ajaran Islam
yang berbasis pada tauhid.
7. KEADILAN DAN KESEIMBANGAN
Sistem ekonomi syariah memandang keadilan dan keseimbangan merupakan
sesuatu hal yang mutlak untuk diamalkan olek pelaku ekonomi. Perlunya hal ini
berulangkali ditegaskan dalam Al-Quran. Keadilan dan keseimbangan merupakan
syarat mutlak untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Keadilan dan
keseimbangan ini harus teraplikasi sedemikian rupa antara anggota masyarakat
yang melakukan hubungan ekonomi. Artinya keadilan dan keseimbangan tersebut
bukan hanya pada tataran teoritis tetapi juga dalam tataran teknis. Misalnya dua
orang melakukan hubungan ekonomi (contohnya penjual-pembeli, pengusaha-
pekerja) berada pada tempat yang sejajar dan berkeadilan. Allah menegaskan
bahwa Ia sangat mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS, 60: 8).
8. Keadilan dan keseimbangan secara alamiah dapat dilihat dari hukum tatanan yang
harmonis alam semesta (sunnatullah). Walaupun demikian, keadilan dan keharmonisan
bukanlah hanya karakteristik alami saja, melainkan sebagai suatu hal yang harus
diperjuangkan keberadaannya di dalam kehidupan.
Dalam ekonomi islam, keadilan dan keseimbangan harus tercermin pada terwujudnya
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebab keduanya merupakan dua sisi dari satu
entitas. Pembangunan dengan demikian bukan berarti pertumbuhan pendapatan secara
nominal, melainkan juga distribusi pendapatan tersebut secara merata. Sumberdaya
pada hakikatnya adalah anugerah dari Allah, oleh karena itu tidak beralasan kalau
kekayaan itu hanya terpusat pada segelintir orang saja. Rezki yang diperoleh manusia
sejatinya adalah kolektif, yang didalamnya terdapat peran dan keterlibatan banyak
orang.
Islam membolehkan adanya perbedaan pendapatan, karena memang manusia
diciptakan tidak sama watak, kemampuan (potensi) dan pengabdiannya kepada
masyarakat.
9. Ada beberapa syarat yang menentukan terciptanya keseimbangan dan keadilan
ditengah-tengah masyarakat, yaitu :
1. Hubungan-hubungan dasar antara konsumsi, distribusi dan produksi harus
berhenti pada suatu keseimbangan tertentu demi menghindarkan pemusatan
kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
2. Keadaan perekonomian yang tidak konsisten dalam distribusi pendapatan dan
kekayaan harus ditolak, karena Islam menolak daur tertutup yang menjadi semakin
menyempit.
3. Sebagai dari akibat pengaruh sikap egalitarian, maka dalam ekonomi Islam tidak
diakui adanya hak milik yang terbatas maupun sistem pasar yang bebas tak
terkendali.
10. KEBEBASAN
Dalam sistem ekonomi syariah, kebebasan merupakan hal pokok. Kebebasan disini
dimaksudkan bahwa manusia bebas untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang
tidak ada larangan dari Allah swt. Dengan demikian pelaku ekonomi dalam sistem
ekonomi syariah diberikan keleluasaan untuk berkreatifitas dan berinovasi dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi.
Di dalam Fiqih Muammalah berlaku sebuah kaedah, pada dasarnya sebuah
aktivitas mu’amalah itu diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Konsekuensi dari kaedah ini adalah, dalam aktivitas Mu’amalah (ekonomi Islam)
manusia diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan
kreatifitasnya, melakukan inovasi-inovasi ekonomi sesuai dengan kebutuhan
manusia (pasar) yang terus menerus mengalami perubahan
11. Walaupun demikian di dalam ajaran Islam makna kebebasan bukan dalam makna
liberalisme, melainkan sangat terkait dengan nilai tauhid dan pengaruhnya dalam
membentuk kepribadian diri, karena semua aktivitas dan perilaku tanggung jawab
sebagai peribadi di hadapan Allah. Sehingga dengan kebebasan yang bertanggung
jawab lahirlah nilai pengabdian (ibadah) hamba yang tulus kepada Allah sebagai
pemilik dan penguasa alam semesta (the Creator of universe)
12. PERTANGGUNGJAWABAN
Dalam sistem ekonomi syariah manusia sebagai khalifah pemegang amanah Allah
di muka bumi. Dalam melakukan aktivitas (termasuk aktivitas ekonomi) diberikan
keleluasaan untuk memilih apa yang terbaik untuk dirinya. Namun demikian
sebagai hamba Allah kepadanya akan diminta pertanggungjawaban atas segala
sesuatu yang dilakukannya itu.
pertanggung jawaban adalah konsekuensi logis dari kebebasan yang diberikan
Allah kepada manusia. Kebebasan dalam mengelola sumber daya alam dan
kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi inilah yang sejatinya akan
dipertanggung jawabkan manusia dihadapan Allah nantinya.
13. kebebasan itu sendiri adalah amanah Allah yang harus di implementasikan manusia
dalam aktivitas kehidupannya. Oleh karenanaya, perlu ditetapkan batasan apa yang
bebas dilakukan manusia dengan tetap bertanggung jawab atas semua yang
dilakukannya
Dari sini terlihat jelas bahwa aksiomia kebebasan berhubungan erat dengan
aksiomia tanggung jawab, sementara tanggung jawab merupakan konsekuensi dari
amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah. Allah telah memberikan
al-quran sebagai pedoman bagaimana seharunya manusia mengatur alam ini.
Akhirnya manusia dianggap bertanggung jawab terhadap tindakan apa yang
dilakukan