1. Perbankan Syariah Di Indonesia
“Konsep Bagi Hasil Dalam Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah, Konsep Al-
Musyarakah, Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Syariah”
Dosen Pengampu:
Bakhrul Huda, M.E.I
Penyusun:
Ilham Muhammad (G04219034)
Mike Surya Wardani (G04219043)
Muhammad Rifqi Al Farrel (G04219049)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah sesuai dengan rencana. Shalawat serta salam
semoga tetap terhaturkan kepada Rasulullah Muhammad Saw yang telah membawa umatnya
dari kegelapan menuju jalan terang benderang berupa agama islam.
Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perbankan Syariah di
Indonesia dengan judul “Konsep Bagi Hasil Dalam Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah,
Konsep Al-Musyarakah, Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Syariah”.
Dengan terselesaikannya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
:
1. Allah Swt karena hanya dengan seizin-Nya makalah ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Bakhrul Huda, M.E.I Selaku dosen pembimbing mata kuliah Perbankan
Syariah di Indonesia
3. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Baik secara
langsung atau tidak secara langsung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun tugas makalah ini.
Oleh karenaa itu mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan penulisa n
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin
Surabaya, 17 Februari 2020
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Konsep Bagi Hasil Dalam Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah.........................2
B. Konsep Al-Musyarakah...............................................................................................3
C. Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Syariah......................................................14
BAB III.................................................................................................................................... 17
PENUTUPAN ......................................................................................................................... 17
A. KESIMPULAN .........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................18
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya bank syari’ah maka propagandanya dikatakan sebagai bank bagi hasil. Hal ini
dilakukan agar dapat membedakan antara bank syari’ah dengan bank konvensional yang
beroperasi dengan sistem bunga. Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan
dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan.
Bank syari’ah hadir dengan sebuah konsep alternative dan memberikan suatu solusi / jalan
keluar sistem perbankan yang dapar menampung kebutuhan masyarakat dengan sistem bagi
hasi (profit and loss sharing) yang mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam
usaha baik dalam memperoleh keuntungan maupun kerugian. Sistem ini berbeda dengan sistem
bunga, sistem bagi hasil beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah. Prinsip bagi hasil tidak
diharuskan membayar bunga simpanan nasabah, melainkan hanya membayar bagi hasil sesuai
dengan keuntungan yang diperoleh bank syari’ah.
Dalam perjanjian sistem bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil atau
yang biasa disebut nisbah bagi hasil, dalam ukuran presentase atas kemungkinan hasil
produktifitasyang diterima. Nisbah bagi hasil ditemukan berdasarkan kesepakatan pihak –
pihak yang telah bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan
kontribusi masing – masing pihak ketiga.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep bagi hasil dalam prinsip dasar perbankan syariah ?
2. Penjelasan konsep Al-Musyarakah ?
3. Sebutkan & jelaskan aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami konsep bagi hasil dalam prinsip dasar perbankan syariah.
2. Untuk mengetahui konsep Al-Musyarakah.
3. Untuk memahami penjelasan aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Bagi Hasil Dalam Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Prinsip Bagi hasil (Profit and Loss Sharing). Pembagian keuntungan bagi tiap partner harus
dilakukan berdasar- kan perbandingan persentase tertentu, bukan ditentukan dalam jumlah yang
pasti. Menurut para pengikut mazhab Hanafi dan Hambali, perbandingan persentase
keuntungan harus ditentukan dalam kontrak. Penentuan jumlah yang pasti bagi setiap partner
tidak dibolehkan, sebab seluruh keuntungan tidak mungkin direalisasikan dengan melampau
jumlah tertentu, yang dapat menyebabkan partner yang lain tidak memperoleh bagian dari
keuntungan tersebut." Menurut pandapat pengikut mazhab Syafi'i, pembagian keuntungan tidak
perlu ditentukan dalam kontrak, karena setiap partner tidak boleh melakukan penyimpangan
antara kontribusi modal yang diberikan dan tingkat ratio keuntungal. Menurut Nawawi,
keuntungan dan kerugian harus sesuai dengan propors modal yang diberikan, apakah dia turut
kerja atau tidak, bagian tersebut harus diberikan dalam porsi yang sama di antara setiap
partner.85 Para pengikut mazhab Syafi'i tidak membolehkan perbedaan antara perbandingan
pembagian keuntungan dengan kontribusi modal yang disertakan dalam kontrak musharakah,
sedangkan menurut pengikut mazhab Hanbali dan Hanafi pembagian tersebut sedapat mungkin
di- lakukan lebih fleksibel. Setiap partner dapat membagi keuntungan berdasarkan ketentuan
porsi yang sama atau tidak sama. Misalnya, partner yang memberikan 1/3 dari keseluruhan
modal musharakah dapat mem- peroleh 1/2 atau lebih dari keuntungan. Menurut Kashani (w.
587 H/ 1191 M), tidaklah penting dalam kontrak musharakah, bahwa keuntungan dibagi dalam
porsi sama di antara partner, karena hukum membolehkan pembagian keuntungan dalam porsi
yang sama atau tidak sama. Prinsipnya setiap partner berhak mendapatkan keuntungan yang
ditentukan olen beberapa hal, yaitu, modal, peran dalam pekerjaan, atau tanggung jawab dalam
kontrak.1
Musharakah dalam Sistem Perbankan Islam International Islamic Bank for Invetsment and
Development (IIBID) menjelaskan bahwa musharakah merupakan salah satu cara pembiayaan
yang terbaik yang dimiliki bank-bank Islam." Prinsip ini dijalankan berdasarkan partisipasi
antara pihak bank dengan pencari biaya (Dar ner yang potensial) untuk diberikan dalam bentuk
proyek usaha da partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil (PLS), baik dalam
1 Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003), hlm.110.
6. 3
keuntungan (profit) maupun dalam kerugian (loss). Syarat-syarat yang berkenaan dengan
kontrak musharakah didasarkan kesepakatan yang di- bicarakan antara kedua belah pihak (bank
dan partner). Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan menejemen
usaha tersebut kepada partner." Musharakah yang dipahami dalam bank Islam merupakan
sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberi manfaat
kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat. Kontrak musharakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang
indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan (profil). Walaupun demikian beberapa
konseptor perbankan Islam tampaknya menggunakan pengertian musharakah sebagai
partisipasi dalam investasi terhadap suatu usaha tertentu, yang dalam bank-bank Islam di-
gunakan dalam pengertian yang lebih luas." Berdasarkan ini, musharakah dapat digunakan
untuk tujuan investasi dalam jangka waktu pendek atau juga untuk partisipasi dalam jangka
waktu panjang. Adapun bentuk pembiayaan musharakah yang digunakan bank Islam meliputi:
musharakah untuk perdagangan (commercial musharakah), keikutsertaan untuk sementara
(decreasing partisipation), keikutsertaan untuk selamanva (permanent partisipation).2
B. Konsep Al-Musyarakah
Pengertian Al-Musyarakah
Musyarakah secara bahasa berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur suatu modal
dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Musyarakah dikenal
juga dengan istilah sirkah. Menurut istilah fiqih, sirkah adalah suatu akad antara dua orang atau
lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.3
Secara umum musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan cara mengabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi
keuntungan bersama, menikmati hak dan tanggung jawab yang sama. Dimana keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan bersama.4
Pegertian lain dari musyarakah adalah akad kerja sama diantara para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Prinsip musyarakah yaitu
perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modaln dalam suatu kegiatan ekonomi
2
Ibid. hlm.112
3
Sutedi, Adrian, Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum(Bogor:Ghalia Indonesia,2009), hlm.81.
4
Ibid.
7. 4
dengan cara pembagian keuntungan dan kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah
dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus di
akhir masa proyek.5
Terdapat beberapa ketentuan mengenai musyarakah
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut. .
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan akad
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat akad
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-
cara komunikasi modern
2. Pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut.
Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
Setiap mitra memberikan wewenang kepada mitra lain untuk mengelola aset dan masing-
masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah.
Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau imenginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian).
a. Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. Modal
dapat terdiri atas aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya.
Jika modal dalam bentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan
disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
5 Ibid.
8. 5
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, lembaga keuangan syariah dapat meminta
jaminan.
b. Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksana musyarakah. Akan
tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra dapat
melaksanakan kerja lebih banyak dar yang lainnya dan dalam hal ini ia boleh menuntut
bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam
akad.
c. Keuntungan
Keuntungan harus dikuantitatifkan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan
sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah
Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
Scorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-
masing dalam modal.
e. Biaya operasional dan persengketaan
Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
9. 6
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase Syariah,
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.6
Akad Musyarakah
Akad Musyarakah digunakan oleh bank untuk memfasilitasi pemenuhan sebagian kebutuhan
permodalan nasabah guna menjalankan usaha atau proyek yang disepakati. Nasabah bertindak
sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra dapat sebagai pengelola usaha sesuai dengan
kesepakatan. Pembagian keuntungan dari pemakaian dana dinyatakan dalam bentuk nisbah.
Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi kecuali
atas dasar kesepakatan para pihak. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering)
yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan. Pembagian keuntungan dapat dilakukan
dengan cara bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau bagi pendapatan (revenue
sharing). Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan
nasabah. Dalam hal kerugian bank dan nasabah memegang kerugian secara proporsional sesuai
modal masing-masing. Jika terjadi kerugian karena kecurangan, kelalaian atau menyalahi
perjanjian maka kerugian tersebut ditanggung oleh pihak yang melakukan kecurangan
tersebut.7
Penggunaan Istilah dalam Musyarakah dalam arti kemitraan inan sebagai berikut:8
a) Modal
Modal musyârakah harus ditentukan dengan jelas dalam kontrak dan dalam pengertian
moneter. Masing-masing pihak dapat menyerahkan sekian persen modal dan para mitra
tidak dituntut untuk memberikan modal dalam jumlah yang sama.Menurut faqih Mazhab
Hanafi, Quduri (w.428/1037), musyârakah dinyatakan sah tanpa mempertimbangkan
apakah investasi masing-masing pihak berjumlah sama antara yang satu dengan yang lain.
6 U. Syafrudin, Mariana, Pengaruh Pembiayaan Musyarakah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro dan Peningkatan
Pendapatan Nasabah, Jurnal Studi Perbankan Syariah Vol 9, No 2, 2017
7
Trimulato, Analisis Potensi Produk Musyarakah Terhadap Pembiayaan Sektor Riil Umkm, Jurnal Ekonomi & Studi
Pembangunan Volume 18, Nomor 1, April 2017
8
Saeed, Abdullah, Menyoal Bank Syariah(Jakarta:Paramadina,2006), hlm.89.
10. 7
b) Manajemen
Pembahasan tentang musyârakah dalam fiqih menunjukkan bahwa musyârakah adalah
suatu kontrak yang lazimnya diikuti oleh para mitra yang setara, artinya, kedua belah pihak
sepakat dengan syarat-syarat kontrak, dan salah satu pihak tidak boleh mendiktekan syarat-
syarat tersebut kepada pihak yang lain Tidak seperti mudharabah, dimana investor tetap
menjadi pihak yang lebih kuat bila dilihat dari sudut pandangkepemilikan modalnya,
pembiayaan dalam musyârakah disediakan oleh dua belah pihak, meskipun dalam beberapa
kasus barangkali salah satu pihak menyediakan persentase modal lebih banyak daripada
pihak yang lain.Sebagai salah satu contoh kesetaraan wewenang yang masing-masing mitra
dapat mendelegasikan fungsi penjualan, pembelian, penyewaan, dan pengupahan kepada
seorang wakil, tetapi pihak mitra yang lain memiliki hak untuk membebastugaskan si wakil
dari fungsinya." Dalam fiqih, kebebasan signifikan diberikan kepadamitra yang mengurus
musyârakah. Si mitra dapat menjalankan bisnis dengan cara apa- pun yang dapat membantu
terwujudnya tujuan perjanjian, yaitu, menghasilkan laba. Ia tidak boleh mengambil
tindakan apa pun yang bertentangan dengan tujuan dasar ini.lbn Qudamah menyebutkan
sejumlah tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh si mitra. Di antaranya, sebagai misal,
memerdekakan budak (barangkali budak meminjamkan uang milik kemitraan, alasan
tindakan semacam ini, meskipun pada dasarnya baik, adalah tidak kondusif untuk
pencapaian tujuan mtusyârakah, yaitu, menghasilkan laba.
c) Jangka Waktu
Musyârakah, sebagaimana mudlárabah, dapat dilakukan untuk jangka waktu yang pendek
guna mencapai tujuan tertentu. Kontrak musyârakah dimungkinkan untuk tujuan
pembelian dan penjualan komoditas tertentu dan untuk berbagi laba dari kongsi. lika
hasilnya adalah suatu kerugian, kerugian iní juga harus dibagi antar mitra. Musyârakah
juga dapat digunakan untuk proyek-proyek jangka panjang, dalam kasus mana, kontrak ini
dapat berlanjut secara tak terbatas. Musyârakah jangka panjang ini dapat dihentikan oleh
masing-masing pihak dengan memberitahukannya kepada pihak lain kapan saja."
d) Jaminan
Seluruh empat mazhab fiqih berpendirian bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya.
Berdasar pada konsep 'percaya' ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari
pihak lain. Menurut faqih Mazhab Hanafi, Sarakhsi, "masing-masing mereka (para mitra)
11. 8
adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan
dalam kontrak yang (menyatakan) bahwa seseorang yang dipercaya memberikan jaminan
(dlamân) akan dianggap tidak ada dan batal."
e) Pembagian laba dan rugi
Pembagian laba antar mitra harus berupa persentase, bukan suatu jumlah tertentu. Menurut
kalangan Mazhab Hanafi dan Hanbali, persentase tersebut harus ditentukan secara jelas
dalam kontrak. Menentukan suatu jumlah tetap bagi seorang mitra tidak diperbolehkan
lantaran total laba yang akan diperoleh barangkali tidak akan melebihi jumlah yang telah
ditetapkan, dalam kasus seperti itu mitra lainnya bisa tidak memperoleh bagian dari laba
tersebut." Bagi kalangan Mazhab Syafi'i, tidak ada keperluan untuk menetapkan bagian
laba dalam kontrak, sebab mereka tidak memperbolehkan adanya perbedaan antara rasio
saham dalam modal dengan rasio laba. Menurut faqih Mazhab Syafi'i, Nawawi, “proporsi
laba dan rugi harus sama dengan proporsi modal yang diberikan, baik tenaga yang
disediakan oleh mitra setara atau pun tidak."
Dasar Hukum, Rukun dan Syarat Syirkah9
Dasar Hukum Syirkah
Dasar Hukum syirkah pada dasarnya adalah mubah atau boleh, hal ini ditunjukkan oleh
dibiarkannya praktik syirkah oleh nabi Muhammad SAW. yang dilakukan masyarakat Islam
saat itu (Majid, 1986). Beberapa dalil AlQuran dan hadist yang menerangkan tentang syirkah
antara lain:
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang ber-syirkah itu, sebahagian mereka berbuat zalim
terhadap sebagahian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal salih.” (QS
Shad 38:24).
Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Manhal pernah mengatakan: “Aku dan
syirkah ku pernah membeli sesuatu secara tunai dan hutang. Kemudian kami didatanggi oleh
Barra‟ bin Azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Ia menjawab, “Aku dan Zaid bin Arqam juga
mempraktikkan hal yang demikian. Selanjutnya kami bertanya kepada Nabi saw tentang
9
Saripudin, Udin. 2016. Syirkah Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No.
1 April 2016
12. 9
tindakan kami tersebut. Beliau menjawab, “Barang yang diperoleh secara tunai, silahkan kalian
ambil, sedangakan yang diperoleh secara hutang silahkan kalian kembalikan.” (HR al- Bukhari)
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman , “Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang
berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat
kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinnya.” (HR Abu Dawud).
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar menjelaskan
bahwa syirkah boleh dilakukan antara sesama Muslim, antara sesama kafir dzimmi atau antara
seorang Muslim dan kafir dzimmi. Maka dari itu, seorang Muslim juga boleh melakukan
syirkah dengan orang yang beda agama seperti Nasrani, Majusi dan kafir dzimmi yang lainnya
selagi apa-apa yang di-syirkahkan adalah usaha yang tidak diharamkan bagi kaum Muslim.
“Rasulullah saw pernah mempekerjakan penduduk Khaibarmereka adalah Yahudi-dengan
mendapatkan bagian hasil panen buah dan tanaman.” (HR Muslim)
Rukun Syirkah
Para ulama memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut ulama Hanafiyah rukun
syirkah ada dua yaitu ijab dan qabul. Sebab ijab qabul (akad) yang menentukan adanya syirkah.
Adapun mengenai dua orang yang berakad dan harta berada di luar pembahasan akad seperti
dalam akad jual beli (Al-Jaziri, 1990: 71). Dan Jumhur ulama menyepakati bahwa akad
merupakan salah satu hal yang harus dilakukan dalam syirkah. Adapun rukun syirkah menurut
para ulama meliputi;
1. Sighat (Ijab dan Qabul). Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkah tergantung pada
sesuatu yang di transaksikan dan juga kalimat akad hendaklah mengandung arti izin buat
membelanjakan barang syirkah dari peseronya.
2. Al-‘Aqidain (subjek perikatan). Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu: a) orang yang
berakal, b) baligh, c) merdeka atau tidak dalam paksaan. Disyaratkan pula bahwa seorang mitra
diharuskan berkompeten dalam memberikan atau memberikan kekuasaan perwakilan,
dikarenakan dalam musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan
(Tim Pengembangan Perbankan Syariah, 2001: 182).
3. Mahallul Aqd (objek perikatan). Objek perikatan bisa dilihat meliputi modal maupun
kerjanya. Mengenai modal yang disertakan dalam suatu perserikatan hendaklah berupa: a)
modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama, b) modal yang
13. 10
dapat terdiri dari aset perdagangan, c) modal yang disertakan oleh masing-masing pesero
dijadikan satu, yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul
modal itu (Pasaribu 1996: 74).
Dilihat dari segi peranan dalam pekerjaan, partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah
adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan dari salah satu dari mereka untuk
mencantumkan ketidak ikutsertaan dari mitra lainnya, seorang mitra diperbolehkan
melaksanakan pekerjaan dari yang lain. Dalam hal ini ia boleh mensyaratkan bagian
keuntungan tambahan lebih bagi dirinya.
Syarat Syirkah
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi
empat bagian berikut ini:
a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan
yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu a) yang berkenaan dengan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan
keuntungan yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak,
misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta). Dalam hal ini terdapat dua perkara yang
harus dipenuhi a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat
pembayaran (nuqud) seperti Riyal, dan Rupiah b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada
ketika akad syirkah dilakukan baik jumlahnya sama maupun berbeda.
c. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, disyaratkan a) modal (pokok harta)
dalam syirkah mufawadhah harus sama b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah c) bagi
yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli
atas perdagangan.
d. Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat
syirkah mufawadhah.
Menurut syariat, terdapat dua jenis musyarakah atau Syirkah, yaitu:10
a) Syirkah Al-milk.
10 Remy, Sutan, Perbankan Islam(Jakarta:PT Pusaka Utama Grafiti,1999), hal.58-62.
14. 11
mengandung pengertian sebagai kepemilikan bersama (co-ownership) dan keberadaannya
muncul apabila dua atau lebih orang secara ke- betulan memperoleh kepemilikan bersama
(joint ownership) atas suatu kekayaan (asset) tanpa telah membuat perjanjian kemitraan
yang resmi. Misalnya, dua orang menerima warisan atau menerima peniberian sebidang
tanah atau harta kekayaan, baik yang dapat atau tidak dapat dibagi-bagi.
b) Syirkah Al-uqud
dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi
bersama dan berbagi untung dan risiko. Perjanjian yang dimaksud tidak perlu merupakan
suatu perjanjian yang formal dan tertulis. Dapat saja perjanjian itu informal dan secara lisan
Dalam syirkah Al-'uqud, keuntungan dibagi secara proporsional di antara para pihak seperti
halnya mudrabah. Kerugian juga ditanggung secara proporsional sesuai dengan modal
masing-masing yang telah diinvestasikan oleh para pihak.
Buku-buku fikih membagi syirkah Al- uqud ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu :11
1. Al-mufawwadhah
Adalah antara dua syirkah atau pengabungan antara beberapa syirkah sekaligus.
Misalnya seseorang memberikan modal untuk dua orang insiyur dengan tujuan
membangun rumah untuk di jual. Kedua orang insyur akan bekerja sekaligus akan
mendapatkan rumah sebagai keuntungan seperti yang telah disepakati di awal. Dalam hal
ini terdapat pengabungan antara syirkah ‘inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh.
Dalam hal syirkah Al-mufawwadha para mitra haruslah orang yang telah de dana dari
masing-masıng mitra yang jumlahnya ditanamkan dalam usaha kemitraan itu harus sama
masing-masing kemanmpuan dari para mitra untuk mengemba tanggung jawab dan
menerima pembagian keuntungan da memikul kerugian harus sama; masing-masing mitra
memilik kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama piha yang lain, dan secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban (liabilities) kemitraan
terselbut sepanjang kewajiban-kewajiban (liabilities) tersebut timbul dari pelaksanaan
bisnis kemitraan yang dimaksud.
2. Al-'inan
11 Setiawan, Deny. 2013. Kerja Sama (Syirkah) Dalam EkonomiIslam. Jurnal Ekonomi. Volume 21, Nomor 3 September 2013
15. 12
Syirkah di antara dua orang atau lebih yang masing-masing pihak berinvestasi secara
barsama-sama mengelola modal yang terkumpul dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko kerugian ditanggung bersama. Dengan demikian, setiap pihak yang bersyirkah
member kontribusi modal dan berpartisipasi dalam kerja. Seberapa banyak kontribusi
seluruh pihak dalam modal dan kerja dapat dibeda-bedakan sesuai kesepakatan bersama.
Mazhab Hanafi, Hanbali, Ibnu Qadamah, Maliki dan Syafii sepakat bahwa transaksi ini
dapat dilakukan meskipun mereka berbeda pendapat dalam segi proporsi pembagian
keuntuangan.
Syirkah Al-inan adalah suatu perjanjian kemitraan (partnership) di mana dua atau lebih
mitra memberikan modal baik dalam bentuk uang atau dalam bentuk in kind, atau dalam
bentuk tenaga (laboun, atau dalam bentuk kombinasi dari semua atau sebagian dari bentuk-
bentuk investasi-investasi tersebut.
3. Al- abdan
Syirkah antara dua orang atau lebih dengan masing-masing pihak hanya menyerahkan
kontribusi berupa tenaga atau keahlian tanpa investasi modal. Umumnya syirkah seperti
ini terdapat pada pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus seperti dokter dan
konsultan. Menurut Imam mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali keahlian yang disertakan
tidak harus sama dalam membentuk suatu syirkah. Dalam syirkah Al-abdan, para mitra
menyumbangkan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa memberikan
modal.
4. Al-wujuh
Diakui dalam Islam ada dalam dua bentuk yaitu berupa syirkah antara dua orang
pengelola (mudharib). Sebenarnya ini masih dalam bentuk mudharabah hanya saja
pengelola lebih dari satu orang. Kedua, syirkah antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan kepercayaan yang baik.
Dalam syirkah Al-wujuh para mitra menyumbang goodwill mereka, credit worthiness
mereka, dan hubungan-hubungan (kontak-kontak) mereka untuk mempromosikan bisnis
mereka tanpa menyetorkan modal, Kedua bentuk kemitraan ini, di mana para mitra tidak
menyetorkan modal, biasanya terbatas hanya digunakan untuk usaha kecil saja.
Jenis Musyarakah berdasrkan PSAK No.106
1. Musyarakah permanen
16. 13
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra
dotentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par
04).
2. Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu
mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya
akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh
usaha musyarakah tersebut.
Metode Bagi Hasil12
Bagi hasil dalam PSAK No 105 (2009) yaitu Gross Profit Margin (Laba Bruto) dan Profit
Sharing (Bagi Laba Neto)
a. Pengertian Gross Profit Margin Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto, bukan total pendapatan usaha.
b. Pengertian Profit Sharing Laba neto yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan
dengan pengelolaan dana mudharabah.
Manfaat positif musyarakah bagi perekonomian Indonesia13
musyarakah akan memberikan manfaat positif bagi perekonomian Indonesia (Beik, 2006) :
Pertama, akan menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat yang disertai dengan
pembukaan lapangan kerja baru. Dampaknya, tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan
pendapatan masyarakat akan bertambah.
Yang kedua, ditinjau dari sisi nasabah. Nasabah akan memiliki 2 pilihan, apakah akan
mendepositokan dananya pada bank syariah atau bank konvensional. Nasabah akan
membandingkan secara cermat antara expected rate of return yang ditawarkan bank syariah
dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional, dimana selama ini fakta
telah membuktikan, ternyata rate of return bank syariah lebih tinggi bila dibandingkan dengan
12 Ustman, 2016 ,Analisis Prinsip Bagi Hasil Musyarakah Dan Mudharabah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pamekasan,
Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol 1, No 1, Mei 2016
13
Hakiem, Hilman. Musyarakah, Mudharabah Dan Pertumbuhan Sektor Riil. Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq, Vol. 2 No. 1,
Maret 2011
17. 14
interest rate yang berlaku pada bank konvensional. Sehingga ini akan menjadi faktor pendorong
meningkatnya jumlah nasabah.
Dampak yang ketiga adalah akan mendorong tumbuhnya pengusaha / investor yang berani
mengambil keputusan bisnis yang beresiko. Hal ini akan menyebabkan berkembangnya
berbagai inovasi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing bangsa ini. Inovasi adalah
kata kunci di dalam memenangkan persaingan global.
Dampak selanjutnya adalah dapat mengurangi peluang terjadinya resesi ekonomi dan krisis
keuangan. Hal ini dikarenakan bank syariah adalah institusi keuangan yang berbasis aset (asset-
based). Artinya, bank syariah adalah institusi yang berbasis produksi (productionbased). Bank
syariah bertransaksi berdasarkan aset riil dan bukan mengandalkan pada kertas kerja semata.
Sementara di sisi lain, bank konvensional hanya bertransaksi berdasarkan paper work dan
dokumen semata, kemudian membebankan bunga dengan prosentase tertentu kepada calon
investor. Pola pembiayaan musyarakah/mudarabah adalah pola pembiayaan yang berbasis pada
produksi. Krisis keuangan dapat diminamilisir karena balance sheet perusahaan relatif stabil.
Hal ini dikarenakan posisinya sebagai mudharib, dimana perusahaan tidak menanggung
kerugian yang ada, apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kondisi luar biasa yang tidak
diprediksikan sebelumnya, misalnya diakibatkan oleh bencana alam. Maksudnya, keadaan
tersebut terjadi secara tidak disengaja dan diluar batas kemampuan. Dengan demikian, semua
beban kerugian akan ditanggung oleh bank syariah sebagai rabbul-mal. Selanjutnya, pola
musyarakah/mudarabah dapat menjadi solusi alternatif atas masalah over likuiditas yang saat
ini terjadi. Kondisi over likuiditas ini dapat disiasati dengan menyalurkannya pada sektor riil.
C. Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Syariah
Musyarakah dalam aplikasi perbankan syariah dapat berbentuk , yakni sebagai berikut :14
14
Sutedi, Adrian, Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum(Bogor:Ghalia Indonesia,2009), hlm.92.
18. 15
1. Pembiayaan proyek
Yaitu nasabah dan bank syariah sama sama menyediakan dana utuk mmebiayai proyek
tersebut, setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana yang digunakan beserta
dengan bagi hasil yang telah di bicarakan diawal perjanjian (ijab kabul). Pembiayaan proyek
musyarakah di perbankan syariah bisa berikan dalam berbagai bentuk, di antaranya:
Pertama, musyarakah permanen (continous musyarakah), di mana pihak bank merupakan
partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang diterapkan, namun musyarakah
permanen ini merupakan cara pengganti yang menarik bagi investasi surat-surat berharga atau
saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi bank.
Kedua, musyarakah digunakan untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana
bank merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. Dalam model
pembiayaan ini, pihak bank akan menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat produksi,
begitu juga dengan partner musyarakah lainnya. Setelah usaha berjalan dan dapat
mendatangkan keuntungan, bagian kepemilikan bank atas aset dan alat produksi akan
berkurang karena dibeli oleh para partner lainnya, dan pada akhirnya akan menjadi nol, model
pembiayaan ini lebih dikenal dengan istilah deminishing musyarakah, dan model ini yang
banyak diaplikasikan dalam perbankan syariah.
Ketiga, musyarakah digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. Musyarakah jenis ini
bisa diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor,
impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya.
2. Modal ventura
Yakni penanaman modal yang dilakukan oleh bank syariah untuk jangka waktu tertentu,
dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang
saham perusahaan orang lain. Modal ventura merupakan bentuk peminjaman modal dari
perusahaan pembiayan kepada perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk jangka
waktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal sering disebut sebagai investee, sedangkan
perusahaan pembiayaan yang memberi dana disebut sebagai venture capitalist atau pihak
investor.
Penghasilan modal ventura sama seperti penghasilan saham biasa, yaitu dari dividen (kalau
dibagikan) dan dari apresiasi nilai saham dipegang (capital gain). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Modal Ventura Syariah yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga
19. 16
keuangan Syariah untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham
perusahaan.Tujuan modal ventura adalah adalah untuk memberikan penambahan nilai (adding
value) sehingga venture capitalist dapat menjual partisipasinya dengan return positif.
Modal Ventura dalam Perspektif Syariah
Dalam perspektif syariah, modal ventura memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Akademisi syariah umumnya sepakat bahwa pembiayaan venture capital pada langkah
pertama dari suatu investee adalah suatu bentuk sederhana dari pembiayaan musyarakah atau
mudharabah.
2. Dari sudut pandang syariah, penggunaan pembiayaan ekuitas dalam bentuk saham atau
penyertaan terbatas dengan bagi hasil adalah suatu bentuk dari aplikasi akad mudharabah,
musyarakah ‘inan atau musyarakah ‘inan al-mutanaqisha.
3. Hubungan erat antara pemilik dana dan pemakai dana, mulai dari penetapan klausula yang
menyangkut penggunaan dana sampai ke penembahan nilai, pengawasan dan pembagian hasil
dan risiko sesuai dengan ketentuan atau aturan musyarakah.
4. Meskipun investasi venture capital secara prinsip sesuai dengan syariah, masih ada beberapa
aspek terkait dengan prinsip - prinsip pendanaan dan investasinya yang tidak sesuai dengan
syariah.
5. Aspek-aspek tersebut dapat dimodifikasi dengan mudah tanpa perubahan yang terlalu besar.
Modal ventura, pada lembaga khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaam, masyorokah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman
modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau
menjual bagian sahammnya, baik secara singkat atau bertahap.
20. 17
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Musyarakah secara bahasa berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur suatu modal
dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Musyarakah dikenal
juga dengan istilah sirkah. Menurut istilah fiqih, sirkah adalah suatu akad antara dua orang atau
lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Secara umum musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan cara mengabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi
keuntungan bersama, menikmati hak dan tanggung jawab yang sama. Dimana keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan bersama
Terdapat beberapa ketentuan mengenai musyarakah diantaranya, pernyataan ijab dan kabul
harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum, objek akad (modal, kerja,
keuntungan, dan kerugian).
Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap
hukum, objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian).
Musyarakah dalam aplikasi perbankan syariah dapat berbentuk , yakni sebagai berikut :
Pembiayaan proyek, yaitu nasabah dan bank syariah sama sama menyediakan dana utuk
mmebiayai proyek tersebut, setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana yang
digunakan beserta dengan bagi hasil yang telah di bicarakan diawal perjanjian (ijab kabul).
Modal ventura. yakni penanaman modal yang dilakukan oleh bank syariah untuk jangka waktu
tertentu, dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada
pemegang saham perusahaan orang lain.
21. 18
DAFTAR PUSTAKA
Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003).
Sutedi, Adrian, Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum(Bogor:Ghalia
Indonesia,2009).
U. Syafrudin, Mariana, Pengaruh Pembiayaan Musyarakah Terhadap Perkembangan Usaha
Mikro dan Peningkatan Pendapatan Nasabah, Jurnal Studi Perbankan Syariah Vol 9, No 2,
2017.
Trimulato, Analisis Potensi Produk Musyarakah Terhadap Pembiayaan Sektor Riil Umkm,
Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 18, Nomor 1, April 2017.
Saeed, Abdullah, Menyoal Bank Syariah(Jakarta:Paramadina,2006).
Saripudin, Udin. 2016. Syirkah Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1 April 2016
Remy, Sutan, Perbankan Islam(Jakarta:PT Pusaka Utama Grafiti,1999).
Setiawan, Deny. 2013. Kerja Sama (Syirkah) Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi. Volume
21, Nomor 3 September 2013.
Ustman, 2016 ,Analisis Prinsip Bagi Hasil Musyarakah Dan Mudharabah Pada Bank Syariah
Mandiri Cabang Pamekasan, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol 1, No 1, Mei 2016
Hakiem, Hilman. Musyarakah, Mudharabah Dan Pertumbuhan Sektor Riil. Jurnal Ekonomi
Islam Al-Infaq, Vol. 2 No. 1, Maret 2011