Makalah Penerapan Akad Kafalah pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS).pdf
1. i
MAKALAH
PENERAPAN AKAD KAFALAH
PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalat
Dosen Pengampu : Bapak Ali Amin Isfandiar, M. Ag.
Penyusun :
Nama : Istikomah Dwi Lestari
NIM : 4321086
No. Absen : 24
Kelas : A
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PEKALONGAN
2022
2. ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
A. Akad Kafalah...............................................................................................1
B. Skema Akad Kafalah ...................................................................................3
C. Lembaga Keuangan Syariah yang Menggunakan Akad Kafalah................4
D. Produk Akad Kafalah ..................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................7
3. 1
A. Akad Kafalah
Kafalah merupakan salah satu ragam akad yang ada pada lembaga keuangan
syariah dengan orientasi non profit tetapi memiliki kompensasi berupa ujrah atau
fee yang berfokus pada suatu pemberian jaminan atau penjaminan hutang. Kafalah
berasal dari bahasa arab yaitu al-dhaman yang memiliki arti jaminan yang
merupakan akad yang fokus pada jaminan suatu transaksi. Menurut Sayyid Sabiq
yang dimaksud dengan kafalah adalah suatu proses penggabungan jaminan atau
kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda atau materi yang sama, baik
berupa hutang, barang, ataupun suatu pekerjaan.1
Kafalah juga bisa berarti
mengubah tanggung jawab seseorang sebagai penjamin, yaitu seseorang dijamin
dengan melindungi tanggung jawab orang lain. Atas jasanya penjamin dapat
meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin. Kafalah berarti mengambil
tanggung jawab atas pembayaran hutang atau atas kehadiran seorang di
pengadilan.2
Kafalah adalah bagian dari akad tabarru’ yang merupakan akad yang tidak
berorientasikan mendapatkan profit atau akad yang dilakukan dengan tujuan
membantu pihak lain menggunakan akad penyerahan diri. Objek yang digunakan
dalam akad kafalah adalah tanggungan hutang yaitu kewajiban membayar hutang
yang menjadi tanggungan orang lain. Ujrah atau fee yang didapatkan berupa upah
yang diperoleh penganggung atau penjamin hutang atas pekerjaan yang telah
dilakukannya. Terdapat tiga subjek yang terdapat dalam akad kafalah, yaitu orang
yang melakukan hutang atau orang yang terjamin atas permintaannya kepada
lembaga keuangan syariah yang biasa dikenal dengan sebutan nasabah. Kedua,
lembaga keuangan syariah sebagai pelaku pekerjaan atau yang menjamin hutang
dari nasabah. Ketiga, orang yang berwewenang sebagai penjamin dari lembaga
keuangan syariah.
1
Suhendi hendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 189.
2
Iskandar Hardian, Akad Kafalah dalam Syariah card (Jurnal Universitas Muhamadiyah
Gresik) hlm. 33.
4. 2
Dalam menjalankan akad kafalah terdapat rukun dan syarat yang harus
dipenuhi terlebih dahulu, yaitu:
1. Kafil, yaitu orang yang bertugas sebagai penjamin. Orang yang
bertindak sebagai kafil haruslah orang yang berjiwa filantropi dan sudah
dewasa atau baligh, berakal, berhak penuh untuk mengurusi hartanya,
dan berkehendak secara rela atau tidak dipaksakan kehendaknya.3
2. Makful ‘Anhu, yaitu orang yang menjadi tertanggung atau orang yang
melakukan hutang yang ditanggung oleh lembaga keuangan syariah.
Syarat seorang makful anhu haruslah mampu menerima objek
pertanggungan. Selain itu makful ’anhu harus dikenal baik oleh pihak
kafil serta tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran maupun
kerelaanya dengan kafalah, karena itu diperbolehkan untuk
menanggung anak kecil, orang gila dan orang tidak hadir.4
3. Makful lahu, yaitu orang yang berpiuatang atau memberi hutang. Syarat
seseorang menjadi makful lahu adalah harus diketahui dan dikenal oleh
orang yang menjamin atau kafil. Hal ini dikarenakan agar dapat
meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah dalam
memenuhinya.
4. Makful bih, merupakan objek yang ada dalam akad kafalah yang disebut
dengan hutang atau sesuatu yang dijamin. Sesuatu yang dijamin
haruslah jelas dan tidak diperbolehkan menanggung sesuatu yang tidak
jelas, tetapi terdapat beberapa ulama yang menyebutkan bahwa
menganggung sesuatu yang jelas itu masih diperbolehkan. Makful bih
dalam akad kafalah dapat berupa barang ataupun pekerjaan yang wajib
dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung (makful anhu).5
5. Lafadz, merupakan sesuatu yang diucapkan pada saat ijab kabul
terjadinya proses penjaminan adalah berupa ucapan yang diucapkan
3
Djuani Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 249
4
Asra moh, Implementasi Aplikasi al-Kafâlah di Lembaga Keuangan Syari’ah di
Indonesia (Jurnal Universitas Ibrahimy Situbondo), hlm. 77
5
Ghazaly Abdul Rahman dkk. Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group),
hlm. 207.
5. 3
1
2
dengan jelas dan menyiratkan akan kesanggupannya dan tak dikaitkan
dengan apapun serta tak dibatasi oleh waktu.6
Lafadz dalam hal ini
menunjukkan arti sebagai pernyataan mau menjamin.
Jenis jenis kafalah dibedakan menjadi dua, yaitu kafalah bil mal dan
kafalah bin nafs. kafalah bil mal merupakan jaminan pembayaran barang atau
pelunasan hutang berupa harta. Sedangkan kafalah bin nafs merupakan akad
pemberian jaminan berupa jiwa atau bisa disebut dengan jaminan muka, yaitu
keharusan kafil untuk menghadirkan orang yang ia tanggungi kepada orang yang
berpiutang.
Ketika orang yang menjamin sudah memenuhi kewajibannya dengan
membayarkan hutang maka orang tersebut harus mendapatkan kompensasi atas
pekerjaan yang sudah dilakukannya. Tetapi, dalam akad kafalah, kompensasi yang
diberikan bukan merupakan bagian dari profit karena akad kafalah termasuk
kedalam akad tabarru’ yang tidak bertujuan untuk menghasilkan profit. Dalam hal
ini kompensasi yang diperoleh penjamin berupa upah telah menjalankan pekerjaan
sebagai seorang penjamin
B. Skema Akad Kafalah
6
Iskandar Hardian, Op. Cit., 34.
TERTANGGUNG/
BERHUTANG
(NASABAH)
DITANGGUNG/
BERPIUTANG
(PEMBELI KERJA)
PENANGGUNG/PENJAMIN
(BANK SYARIAH)
6. 4
Penjelasan:
1. Nasabah mengajukan permohonan hutang kepada pemberi kerja atau orang
yang nantinya akan berpiutang kepada orang yang berhutang atau yang
tertanggung, hutang yang dimaksud berupa pelaksanaan sebuah pekerjaan.
Dalam hal ini nasabah berperan sebagai makful anhu, yaitu pihak yang
tertanggung atau yang melakukan hutang yang ditanggung oleh
penanggung.
2. Pembeli kerja memberikan piutang kepada nasabah atau orang yang
teranggung dan memiliki hutang. Pembeli kerja harus melaksanakan
pekerjaan yang diminta oleh nasabah, agar hutang dari nasabah bisa
terbayarkan ketika pekerjaan tersebut telah diselesaikan. Pembeli kerja
berperan sebagai makful lahu, yaitu pihak pemberi hutang.
3. Nasabah meminta pihak penjamin agar mau menjamin hutang nasabah
kepada pembeli kerja atau orang yang berpiutang. Penjamin berperan
sebagai kafil, yaitu pihak yang bertugas sebagai penjamin. Nasabah
memberikan imbalan atau kompensasi kepada penjamin atas pekerjaan yang
telah dilakukan sebagai tanda terima kasih telah menjalankan pekerjaan
sebagai penjamin.
4. Penjamin memberikan jaminan kepada pembeli kerja bahwa akan melunasi
hutang dari nasabah jika pekerjaan sudah dilaksanakan.
C. Lembaga Keuangan Syariah Yang Menggunakan Akad Kafalah
Lembaga keuangan syariah yang menggunakan akad kafalah adalah bank
syariah. Bank syariah adalah lembaga keuangan syariah yang dijalankan
menggunakan prinsip syariah, yaitu kegiatan usahanya tidak mengandung unsur
riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.7
Aktivitas yang berjalan dalam bank
syariah yaitu sama seperti yang ada pada bank konvensional. Terdapat banyak
layanan jasa yang ditawarkan kepada para nasabah yang kemudian dapat
ditransaksikan. Tetapi, terdapat perbedaan pada bank syariah dengan bank
7
Sholikin Eko dkk. Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah (Jurnal Kajian Ekonomi
dan Perbankan Syariah Vol. 1 No. 1 Juni 2020), hlm. 50.
7. 5
konvensional yaitu dari segi imbalan dari pinjaman yang didapatkan oleh bank
tersebut yang merupakan bagian dari penghasilan.
Dalam bank konvensional penghasilan yang diperoleh dari nasabah yang
meminjam disebut dengan bunga, sedangkan penghasilan yang diperoleh bank
syariah atas peminjaman nasabah yaitu melalui akad muamalat berupa bagi
hasil. Perbedaan tersebut terjadi karena dalam prinsip syariah bunga dianggap
sebagai sesuatu yang berhungan dengan riba. Riba merupakan pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.8
Dalam prinsip
syariah, riba merupakan tambahan biaya yang tidak diperbolehkan atau
diharamkan, sehingga pada bank syariah tidak terdapat istilah bunga.
Dalam akad kafalah, bank syariah berperan sebagai kafil atau penjamin,
yaitu pihak yang memberikan jaminan kepada pihak yang memiliki piutang atas
permintaan dari pihak yang berhutang atau nasabah. Bank syariah nantinya
akan menjadi perantara antara nasabah dan pembeli kerja dalam membayarkan
hutang dari nasabah. Setelah menjalankan tugasnya, seorang kafil berhak
mendapatkan imbalan atau kompensasi berupa upah. Dalam hal ini imblalan
yang diberikan kepada bank syariah bukan merupakan bagian dari bunga,
karena akad kafalah merupakan akad yang tidak bertujuan untuk menghasilkan
profit, melainkan hanya berupa ujrah atau fee sebagai tanda terima kasih kepada
pihak yang telah menjalankan suatu pekerjaan.
D. Produk Akad Kafalah
Produk akad kafalah yang dikeluarkan oleh bank syariah yaitu berupa
penjaminan atau penggaransian yang biasa dikenal dengan sebutan bank
garansi. Bank garansi adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh bank atas
permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pemberi kerja atau
pihak ketiga apabila nasabah yang bersangkutan tidak mampu memenuhi
kewajibannya.9
Pemberian jaminan dengan tujuan agar bank penjamin akan
8
Antonio, M. S., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),
hlm. 7.
9
Djuani Dimyauddin, Op. Cit., 252
8. 6
melakukan pemenuhan (pembayaran) kewajiban kepada pihak yang dijamin
jika pihak yang dijamin dan apabila gagal memenuhi kewajibannya kepada
pihak lain sesuai dengan yang disepakati.10
Bank garansi yang diterbitkan oleh bank syariah di Indonesia harus
mematuhi ketentuan yang terdapat pada KUH Perdata, yaitu Buku III Bab XVII
Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Bank garansi yang diterapkan
diperbankan syariah harus berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah.11
Dalam menerbitkan pernyataan
garansi, bank syariah harus berpedoman pada prinsip syariah seperti halnya
dalam melaksanakan aktivitas yang ada dalam bank syariah.
Contoh penerapannya yaitu ketika suatu perusahaan akan membangun
gedung perusahaan yang baru, perusahaan meminta para kontraktor untuk
membangun gedung tersebut. Perusahaan meminta kepada bank syariah
Indonesia (BSI) agar bisa menjamin hutangnya kepada para kontraktor. Bank
syariah Indonesia (BSI) memberika jaminan kepada para kontraktor melalui
penerbitan bank garansi berupa pernyataan jaminan mau membayar hutang
ketika pekerjaan sudah diselesaikan. Setelah para kontraktor mendapatkan bank
garansi dari penjamin yaitu bank syariah, selanjutnya para kontraktor
menjalankan pekerjaan yang diminta oleh perusahaan. Kemudian, setelah
pekerjaan telah diselesaikan oleh para kontarktor, mereka bisa mencairkan bank
garansi kepada bank syariah Indonesia (BSI). Transaksi antara perusahaan
dengan para kontraktor telah selesai ketika bank garansi sudah dicairkan,
hutang dari perusahaan terhadap para kontraktor sudah dianggap lunas. Tetapi
antara perusahaan dengan bank syariah Indonesia (BSI) belum selesai.
Perusahaan harus memberikan kompensasi atau imbalan kepada bank syariah
Indonesia (BSI) berupa fee atau ujrah atas apa sudah dikerjakan oleh-nya
sebagai tanda terima kasih.
10
Rahmayanti, Eni Sriyanti. Analisa implementasi bank Garansi pada bank muamalat
Indonesia Cabang Medan (Jurnal Ekonomi Islam Volume 9 No. 2), Hlm. 178.
11
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 2003), hlm. 96.
9. 7
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi hendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)
Iskandar Hardian, Akad Kafalah dalam Syariah card (Jurnal Universitas
Muhamadiyah Gresik)
Djuani Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008)
Asra moh, Implementasi Aplikasi al-Kafâlah di Lembaga Keuangan Syari’ah di
Indonesia (Jurnal Universitas Ibrahimy Situbondo)
Ghazaly Abdul Rahman dkk. Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012)
Sholikin Eko dkk. Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah (Jurnal Kajian
Ekonomi dan Perbankan Syariah Vol. 1 No. 1 Juni 2020)
Antonio, M. S., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press,
2001)
Rahmayanti, Eni Sriyanti. Analisa Implementasi Bank Garansi Pada Bank
Muamalat Indonesia Cabang Medan (Jurnal Ekonomi Islam Volume 9 No.
2)
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 2003)