SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
1
Proposal Teknis
Kajian Penyusunan Kerangka Kebijakan Investasi Daerah
di Kota Tangerang
I. Latar Belakang Masalah
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 5 persen) sejak awal
tahun 1970an sampai dengan pertengahan tahun 1990an. Hal utama yang mendorong
tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut adalah adanya peningkatan investasi dan
perluasan sektor industri. Krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998 yang
diikuti oleh berbagai krisis yang lain telah menyebabkan lemahnya fundamental
perekonomian, baik nasional maupun daerah. Hal tersebut dirasakan oleh berbagai
pelaku perekonomian, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sistem keuangan
kepemerintahan melemah, investasi dan perkembangan sektor swasta menurun, dan
daya beli masyarakat juga menurun. Sebagai gambaran, tingkat investasi pada tahun
2004 hanya sekitar 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih kecil dari kondisi
sebelum krisis yang mencapai lebih dari 30 persen.
Pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang berkisar antara 3-5
persen sebagian besar didorong oleh konsumsi (yang kontribusinya sekitar 70 persen
dari PDB), dan belum mampu menciptakan lapangan kerja. Akibatnya, tingkat
pendapatan masyarakat menurun, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan
meningkat. Hal ini menjadikan semakin beratnya tantangan bagi bangsa dan negara
Indonesia, yaitu bagaimana dapat bangkit dan mencapai lagi pertumbuhan ekonomi
tinggi yang berkesinambungan. Pemerintahan yang baru sekarang ini bertekad mencapai
pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen per tahun.
Salah satu kunci utama untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut
adalah dengan memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini
melemah. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya perusahaan industri yang tutup dan
atau memindahkan usahanya ke negara lain yang kondisi iklim usahanya jauh lebih baik
dari Indonesia. Hasil pemeringkatan daya saing internasional untuk Indonesia juga
menurun, dari peringkat ke 58 pada tahun 2004 menjadi peringkat ke 59 pada tahun
2005 dari keseluruhan 60 negara yang dinilai (World Competitiveness Yearbook, 2005).
Iklim investasi adalah semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang
sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang dapat
2
mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi (Stern, 2002). Tiga
faktor utama dalam iklim investasi, yaitu mencakup:
a. Kondisi ekonomi makro: termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan
ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik;
b. Kepemerintahan dan kelembagaan: termasuk kejelasan dan efektifitas
peraturan, perpajakan, sistim hukum, sektor keuangan, fleksibilitas pasar
tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan trampil; dan
c. Infrastruktur: mencakup antara lain sarana transportasi, telekomunikasi, listrik,
dan air.
Secara umum investasi atau penanaman modal, baik dalam bentuk penanaman
modal dalam negeri (PMDN) maupun pananaman modal asing (PMA) membutuhkan
adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal.
Iklim investasi juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi suatu negara atau daerah.
Kondisi inilah yang mampu menggerakan sektor swasta untuk ikut serta dalam
menggerakan roda ekonomi.
Investasi akan masuk ke suatu negara atau daerah tergantung dari daya tarik
negara atau daerah tersebut terhadap investasi, dan adanya iklim investasi yang
kondusif. Keberhasilan negara atau daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap
investasi salah satunya tergantung dari kemampuan negara atau daerah dalam
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha serta
peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Kemampuan negara atau daerah
untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran daya saing
perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga sangat penting dalam upaya
meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Hal yang juga penting untuk
diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang kondusif juga
adanya pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur dalam artian luas. Hal ini
menuntut perubahan orientasi dari peran pemerintah, yang semula lebih bersifat
sebagai regulator, harus diubah menjadi supervisor, sehingga peran swasta dalam
perekonomian dapat berkembang optimal.
Permasalahan investasi di Indonesia secara ringkas tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, dimana diakui bahwa kinerja
investasi di Indonesia rendah dan masih menghadapi beberapa permasalahan dan
tantangan pokok, yaitu sebagai berikut:
(1) Prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur
perijinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk sangat lama di Asia yang
3
mencakup 12 prosedur dengan waktu sekitar 151 hari, sedangkan prosedur
perijinan investasi di RRC, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Vietnam berturut-turut hanya membutuhkan sekitar 40 hari, 20
hari, 30 hari, 50 hari, 8 hari, 33 hari, dan 56 hari;
(2) Rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang-
tindih kebijakan antara pusat dan daerah dan antar sektor serta belum
diundangkannya RUU Penanaman Modal guna lebih menjamin kepastian hukum
di bidang investasi;
(3) Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan
dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun
insentif investasi;
(4) Rendahnya kualitas infrastruktur yang sebagian besar dalam keadaan rusak
akibat krisis;
(5) Iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif bagi berkembangnya investasi; dan
(6) Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/usaha.
Dengan dasar permasalahan tersebut, Pemerintah Pusat menetapkan berbagai
arah kebijakan, sasaran, dan program untuk meningkatkan dan mewujudkan iklim
investasi yang sehat di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan negara-negara
lainnya yang sudah maju. Bersama dengan peningkatan ekspor, peningkatan investasi
dipercaya dapat menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan suatu negara atau
daerah.
Dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut
untuk mendukung dan membantu tercapainya tujuan-tujuan kebijakan nasional.
Pemerintah Daerah harus melakukan sinergitas dengan Pemerintah Pusat, sehingga
terjadi keserasian dan kesinergian dalam hubungan antara pusat dan daerah, baik
dalam kebijakan, program, dan kegiatan dalam koridor dan berpegang pada asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan devolusi. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah juga
harus ikut berperan dalam meningkatkan iklim usaha di daerahnya masing-masing.
Kebijakan desentralisasi di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih
besar kepada Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengelola sumber daya
daerahnya secara mandiri, terutama sumber daya keuangannya (baik penerimaan
maupun pengeluarannya). Yang umum terjadi, karena ketidakseimbangan antara
sumber-sumber penerimaan (yang relatif kecil) dan berbagai kebutuhan yang harus
dipenuhi (yang cukup besar), Pemerintah Daerah berusaha untuk membiayai kebutuhan
daerahnya dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengenaan
4
pajak dan retribusi daerah yang baru. Hal ini, pada akhirnya akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi karena terhambatnya investasi dan terciptanya ekonomi biaya
tinggi.
Desentralisasi juga dapat menggeser pola proses rent-seeking (biaya ilegal) yang
tadinya tersentralisir. Dengan tidak adanya tanggung jawab secara politis, sangat
mungkin bahwa biaya tersebut meningkat. Perpaduan antara proses demokrasi yang
cepat dan desentralisasi yang radikal menciptakan masalah ekonomi dan politik yang
cukup marak, khususnya terkait dengan kasus rent-seeking dan isu korupsi di daerah.
Selain itu, desentralisasi berpotensi membawa masalah dalam perdagangan
antar daerah. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam membuat dan memberlakukan
peraturan daerahnya sendiri memungkinkan timbulnya hambatan bagi perdagangan
daerah, baik berupa distorsi pasar maupun non pasar. Distorsi pasar terdiri dari pajak
dan retribusi daerah yang dikenakan pada komoditi yang diperdagangkan, sedangkan
distorsi non pasar terdiri dari regulasi perdagangan yang mendorong terjadinya
monopoli dan monopsoni, serta kuota perdagangan dan hambatan persaingan usaha.
Semua hambatan tersebut berpotensi menaikkan biaya produksi, meningkatkan
harga produk yang diterima konsumen, dan secara relatif menurunkan daya beli
konsumen. Sehingga pada akhirnya, desentralisasi yang dilaksanakan dimungkinkan
tidak akan dapat mendatangkan manfaat, dan bahkan membuat masalah baru, yaitu
meningkatnya tingkat kemiskinan di daerah.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat berkreativitas dalam
menangani permasalahan iklim ivestasi di daerahnya masing-masing dengan sebaik-
baiknya melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang
sehat. Dalam kondisi pasar yang bebas, Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat
bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi
daerahnya. Hal tersebut dikarenakan investor dapat berpindah atau akan melakukan
investasinya di daerah dengan daya tarik investasi yang lebih tinggi. Investor tentunya
akan lebih memilih lokasi investasinya di wilayah yang memiliki resiko lebih kecil.
Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan
merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat. Indonesia sekarang tidak
hanya bersaing dengan pemain lama seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, tetapi
juga pemain baru seperti China, Vietnam, dan mungkin akan menyusul Kamboja.
Dengan melihat kondisi tersebut, tidak mungkin lagi bagi Indonesia untuk berdiam diri.
Jika terlambat berbenah, maka Indonesia pun akan terlewat. Meskipun kalau mau jujur,
5
sekarang pun sebenarnya Indonesia sudah cukup terlambat mengantisipasi persaingan,
dengan kata lain mereka sudah berlari kencang, Indonesia masih jalan cepat.
Untuk itu pula, Pemerintah Pusat mengeluarkan paket kebijakan investasi
berupa deregulasi terhadap lima bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat
kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat),
kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, dan usaha kecil, menengah, dan
koperasi. Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres)
No. 3 Tahun 2006, yang ditandatangani Presiden tanggal 27 Februari 2006 dan berlaku
dengan tenggat akhir tahun 2006 sampai tahun 2010. Dalam setiap bidang paket
kebijakan investasi tersebut, terdapat kebijakan, program, tindakan, keluaran, tenggat
waktu, dan penanggung jawab. Pemerintah Pusat mengakui bahwa paket kebijakan
tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri
serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian atas kondisi iklim investasi di
tanah air.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah juga harus menanggapinya
dengan melakukan berbagai pembenahan dan insentif investasi di daerahnya masing-
masing. Sinkronisasi tugas dan fungsi serta koordinasi terpadu antar lembaga dalam
pemerintahan daerah yang terkait dengan investasi dan kebijakannya juga penting
untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan untuk mengembangkan investasi, perlu kesinergian
dan keserasian kebijakan lintas sektoral.
Sementara itu, di pihak lain, para pengusaha/investor memandang kebijakan
otonomi daerah dan paket kebijakan investasi yang dikeluarkan merupakan sebuah
peluang dan sekaligus tantangan. Menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah Daerah
memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi dan kegiatan usaha
secara all out. Pemerintah Daerah harus menyadari bahwa tanpa peranan dunia usaha,
mustahil pendapatan daerah dapat diperoleh secara berimbang. Sedangkan menjadi
sebuah tantangan, apabila yang muncul dalam otonomi daerah adalah ketidaksesuaian
antara kebijakan yang dikeluarkan dengan keinginan dan kebutuhan dunia usaha. Hal ini
dimungkinkan terjadi apabila Pemerintah Daerah mengabaikan dunia usaha dalam
menerapkan kebijakannya. Untuk menyinergikan hal tersebut, tentunya Pemerintah
Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah dituntut
untuk memberikan iklim usaha yang sehat dan standar, sedangkan dunia usaha dituntut
untuk kerja keras dan jujur. Tanpa ada kerja sama yang baik, mustahil iklim investasi
dapat terwujud dengan baik.
6
Menyadari hal itu semua, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang berkeinginan
dan berkomitmen untuk melakukan pembenahan dalam berbagai bidang terkait dengan
investasi dan kebijakannya dalam mewujudkan iklim investasi yang sehat di wilayahnya.
Pembenahan dilakukan dengan menyinergikan kebijakan antara pusat dan daerah, serta
koordinasi dengan seluruh stakeholders yang terkait. Secara praktis, tujuan utamanya
adalah mempertahankan tingkat investasi yang ada (membuat para investor lama
(incumbent) tetap bertahan dan betah untuk berinvestasi), dan selanjutnya
meningkatkan investasi (membuat para investor baru (new comers) tertarik datang
untuk berinvestasi) di wilayah Kota Tangerang.
Hal tersebut sejalan dengan visi Kota Tangerang, yang salah satunya adalah
sebagai kota industri dan perdagangan dan misi Kota Tangerang, yang salah satunya
adalah memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor industri dan
perdagangan merupakan sektor yang paling sensitif terhadap kondisi dan perkembangan
iklim usaha di daerah. Kondisi dan perkembangan iklim investasi di suatu daerah dapat
secara cepat diketahui melalui perkembangan kedua sektor tersebut.
Kontribusi sektor industri (sekitar 58 persen terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) pada tahun 2004) dan sektor perdagangan (sekitar 24 persen terhadap
PDRB pada tahun 2004) terhadap perekonomian yang cukup dominan di Kota Tangerang,
ternyata belum berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang.
Kedua sektor tersebut justru memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan keseluruhan sektor, dimana pada
tahun 2004 pertumbuhan sektor industri berkisar 4 persen, sektor perdagangan sekitar 3
persen, dan rata-rata keseluruhan sektornya sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan ekonomi
Kota Tangerang justru disumbang secara dominan oleh sektor transportasi dan
komunikasi (pertumbuhan tahun 2004 sekitar 18 persen) dan sektor bank dan lembaga
keuangan lainnya (pertumbuhan tahun 2004 sekitar 17,5 persen) yang masing-masing
hanya berkontribusi sekitar 10 persen dan 2,8 persen terhadap PDRB Kota Tangerang
pada tahun 2004. Hal tersebut, secara statistik, menyebabkan peranan sektor industri
dan sektor perdagangan semakin menurun, sedangkan peranan sektor transportasi dan
komunikasi dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap perekonomian
daerah semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir di Kota Tangerang.
Perkembangan senada juga ditunjukkan oleh hasil studi Komite Pemantau
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), yang menunjukkan bahwa daya tarik investasi di
Kota Tangerang memburuk secara relatif dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
Studi oleh KPPOD tentang Pemerinngkatan Daya Tarik Investasi di 200 Kabupaten/Kota
7
di Indonesia pada tahun 2002 dan 2003 dilakukan dengan menggunakan sejumlah
variabel yang mempengaruhi daya tarik investasi daerah, dan variabel-varibel dapat
dikelompokkan kedalam 5 (lima) faktor sebagai berikut: (i) kelembagaan; (ii) sosial
politik; (iii) perekonomian daerah; (iv) tenaga kerja dan produktivitas; dan (v)
infrastruktur fisik. Setiap faktor tersebut memiliki indikator masing-masing.
Gambar 1.1
Variabel Penentu Daya Tarik Investasi Daerah
Sumber: KPPOD, 2003
Hasil pemeringkatan menunjukan bahwa Kota Tangerang yang pada
pemeringkatan tahun 2002 berada pada kelompok 5 besar peringkat atas (yaitu pada
urutan ke-5), untuk pemeringkatan tahun 2003 berada di urutan ke-33 (turun sangat
drastic, dan terparah). Penurunan peringkat tersebut disebabkan oleh turunnya
beberapa indikator yang dimiliki Kota Tangerang, sehingga score totalnya juga turun,
dari 0,2635 menjadi 0,1734. Penurunan score total daerah Kota Tangerang tersebut
patut untuk disayangkan, karena sebagian besar terjadi akibat penurunan score pada
variabel-variabel yang tergabung dalam faktor Kelembagaan dan Sosial Politik. Kedua
faktor tersebut merupakan variabel yang berkaitan dengan policy Pemerintah Daerah,
seperti dalam hal pelayanan oleh aparatur kepada dunia usaha, penegakkan hukum,
8
pungli oleh birokrasi, konsistensi peraturan, dan sebagainya. Hal ini mengindikasikan
adanya penurunan kinerja aparatur pemerintah daerah dalam menciptakan iklim
investasi yang kondusif.
Tabel 1.1
Perubahan Peringkat Daya Tarik Investasi
Kelompok 5 Besar Kota Peringkat Atas pada 2002 ke 2003
Sumber: KPPOD, 2003
Dengan latar belakang permasalahan tersebutlah, maka dirasa penting untuk
Pemkot Tangerang dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dalam
investasi daerahnya. Berbagai permasalahan/kendala dalam berinvestasi di Kota
Tangerang pada akhirnya perlu solusi yang tepat, sehingga permasalahannya tidak akan
berlangsung dan berlanjut terus-menerus. Berbagai alternatif solusi yang ada di Kota
Tangerang juga nantinya harus sinergi dengan strategi kebijakan investasi nasional.
Dalam rangka pengidentifikasian dan pemecahan permasalahan investasi daerah serta
kesinergiannya dengan strategi nasional di Kota Tangerang, perlu disusun kerangka
kebijakan dalam rangka penciptaan kondisi yang kondusif bagi investasi di Kota
Tangerang.
9
II. Perumusan Masalah
Guna mendorong kemandirian daerah dalam menjalankan otonominya secara
luas, nyata, dan bertanggung jawab, Pemerintah Daerah sedini mungkin melakukan
berbagai upaya dan langkah antisipasi yang berorientas pada keberpihakan kepada
masyarakat dengan mempertimbangkan kewenangan, kemampuan, dan kebutuhan
daerah. Salah satu fungsi utama pemerintah dan sejalan dengan pelaksanaan
desentralisasi, adalah menyediakan dan meningkatkan pelayanan publik, baik secara
kuantitas maupun kualitas, bagi masyarakat di wilayahnya. Salah satu bentuk pelayanan
publik yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian di daerah adalah
pelayanan investasi. Permasalahan pelayanan investasi saat ini telah menjadi concern
berbagai pihak seiring dengan berkembangnya desentralisasi dan demokratisasi di
daerah.
Berbagai macam permasalahan yang terdapat dalam pelayanan investasi
tersebut dimulai dari awal pendirian usaha (starting business) sampai pada pelaksanaan
kegiatan usaha (doing business). Hal-hal teknis yang terkait di dalamnya antara lain
adalah kebijakan umum yang menyangkut masalah investasi, sistem dan mekanisme,
tata cara/prosedur, administrasi publik, perijinan, insentif dan disinsentif, persaingan
usaha, perdagangan, pembiayaan, ketenagakerjaan, serta sarana dan prasarana
(infrastruktur) yang tersedia. Pemerintah Daerah, yang berfungsi sebagai regulator dan
fasilitator, seharusnya dapat ikut mendukung peningkatan investasi melalui penyediaan
pelayanan investasi dengan lebih baik.
Tidak terlepas dengan apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah, baik
pusat maupun daerah, berbagai hambatan masih dialami para pengusaha dalam dan
luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Hasil studi Bank Pembangunan Asia (ADB)
bekerjasama dengan Kantor Kementerian Koordinator (Menko) Perekonomian dan Badan
Pusat Statistik pada tahun 2003 tentang iklim investasi dan produktivitas di Indonesia
menujukkan beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh pengusaha, antara lain
(diurutkan):
 Ketidak-pastian kebijakan ekonomi dan peraturan serta ketidakstabilan ekonomi
makro;
 Korupsi, baik oleh aparat pusat maupun daerah;
 Peraturan ketenagakerjaan, yang lebih menjadi masalah dibandingkan masalah
kualitas tenaga kerja;
 Biaya keuangan (financing), lebih menjadi masalah dibandingkan masalah akses;
10
 Pajak tinggi, lebih menjadi masalah dibandingkan administrasi pajak dan
pabean; dan
 Ketersedian listrik.
Beberapa permasalahan tersebut secara rinci dapat terlihat dalam Gambar 1.2
berikut:
Gambar 1.2
Rata-rata Hambatan Usaha Menurut Jenis
Sumber: ADB, 2005
Hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa, iklim investasi di Indonesia masih
rendah bila dibandingkan dengan di Filipina, Bangladesh, Pakistan, dan China. Hal
tersebut terlihat dari berbagai hambatan yang dihadapi Indonesia berdasarkan
perbandingan internasional (lihat Gambar 1.3). Berdasarkan rata-rata tunggu waktu
untuk mendapatkan ijin usaha menurut daerah, Banten (yang termasuk di dalamnya
11
adalah Kota Tangerang) merupakan wilayah yang memiliki rata-rata waktu terlama,
disusul oleh Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 1.4.
Gambar 1.3
Hambatan Usaha di Indonesia, Filipina, dan China
Sumber: ADB, 2005
Gambar 1.4
Rata-rata Waktu Tunggu Mendapatkan Ijin Usaha Menurut Daerah
Sumber: ADB, 2005
12
Terkait dengan hal tersebut dan kondisi iklim investasi di Kota Tangerang, maka
dirasa sangat urgent bagi Pemkot Tangerang segera melakukan pembenahan di berbagai
hal. Beberapa hal utama yang perlu dilakukan dengan segera terkait dengan
permasalahan investasi antara lain adalah:
1. Penyusunan profil dan pemetaan terhadap peluang investasi daerah yang
komprehensif sebagai dasar promosi dan pemasaran daerah serta perencanaan
dan pengelolaan investasi daerah;
2. Mengidentifikasi berbagai permasalahan investasi daerah di Kota Tangerang,
dan berbagai faktor yang signifikan berpengaruh terhadap perkembangan dan
kondisi investasi daerah di Kota Tangerang
3. Perbaikan dalam prosedur perijinan, baik untuk PMA maupun PMDN di tingkat
Pemkot Tangerang sesuai dengan kewenangannya;
4. Mempermudah dan menjelaskan alur dan mekanisme pengajuan proposal proyek
investasi, baik untuk PMA maupun PMDN;
5. Berbagai kebijakan insentif yang memungkinkan dalam pelaksanaan investasi di
wilayah Kota Tangerang;
6. Merencanakan dan menyiapkan berbagai proyek strategis dan prioritas,
terutama di bidang infrastruktur di wilayah Kota Tangerang untuk menarik
investor baru masuk;
7. Meningkatkan dan menerapkan berbagai strategi dalam memasarkan dan
mempromosikan daerah; dan
8. Melakukan kesinergian dan koordinasi terpadu dalam berbagai kebijakan
investasi, antara pusat dan daerah, antar berbagai lembaga/dinas yang terkait,
dan dengan para stakeholders yang berkepentingan.
Dengan dasar itu pulalah, kajian ini dilakukan sebagai bahan dasar dalam rangka
perbaikan iklim investasi di wilayah Kota Tangerang. Kajian ini mencoba menelaah dan
menganalisis secara komprehensif permasalahan investasi, peluangnya ke depan, dan
berbagai kebijakan yang feasible untuk diterapkan di wilayah Kota Tangerang dengan
semaksimalmungkin melibatkan partisipasi dari keseluruhan stakeholders. Hal tersebut
dilakukan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi, yang
merupakan salah satu misi dari Kota Tangerang. Gambar 1.5 menjelaskan kerangka
pemikiran pelaksanaan kajian ini.
13
Gambar 1.5
Kerangka Pemikiran
Kajian Kebijakan Investasi Daerah di Kota Tangerang
Kualitas
Institusi
Daerah
“Perencanaan
Strategis”
untuk Promosi dan
Pengelolaan Investasi
Daerah:
- Integrasi Perencanaan
Pembangunan Daerah
-Koordinasi Antar
Stakeholders
- Identifikasi Produk
Utama Daerah
Investasi
Daerah
Sektor Pendukung:
- Infrastruktur
- Pendidikan
- Ramah Lingkungan
Pertumbuhan
Ekonomi
Daerah
Kebijakan dalam
Pengelolaan Investasi
Daerah
- Pajak dan Retribusi Daerah
- Unit Pelayanan Terpadu
- Pusat Bisnis Daerah
Kebijakan dalam
Promosi Investasi
Daerah
- Pemasaran Daerah
- ‘Saleable’ Master Plan
- E-marketing
Membangun
Kapasitas Pemda:
- Reformasi Birokrasi
- Koordinasi Kebijakan
14
III. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan
sebelumnya, tujuan dari penelitian ini antara lain adalah :
a. Mengetahui dan menjelaskan profil (perkembangan, kondisi, dan potensi)
investasi daerah di Kota Tangerang serta peranannya dalam perekonomian dan
pembangunan ekonomi daerah
b. Mengidentifikasi dan menganalisis berbagai permasalahan investasi daerah di
Kota Tangerang, dan berbagai faktor yang signifikan berpengaruh terhadap
perkembangan dan kondisi investasi daerah di Kota Tangerang
c. Me-review berbagai kebijakan yang telah diterapkan terkait dengan
permasalahan dan upaya penciptaan suasana yang kondusif bagi investasi daerah
di Kota Tangerang
d. Mensinergikan strategi kebijakan investasi, antara yang telah disusun oleh Pusat
dan yang disusun Pemkot Tangerang, termasuk di dalamnya merespons
kebijakan paket investasi yang tertuang dalam Inpres No. 3/2006.
e. Menyusun strategi dan kerangka kebijakan yang mendukung terciptanya suasana
yang kondusif dan meningkatnya daya tarik investasi daerah di Kota Tangerang
IV. Output Penelitian
Output yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini antara lain adalah:
a. Profil (kondisi, perkembangan, dan potensi) investasi daerah di Kota Tangerang
b. Faktor-faktor penentu daya tarik investasi daerah di Kota Tangerang
c. Proyeksi investasi daerah di Kota Tangerang
d. Kerangka kebijakan (policy framework) dalam investasi daerah di Kota
Tangerang
e. Buku pedoman investasi daerah di Kota Tangerang
15
V. Manfaat Penelitian
Studi tentang penyusunan kerangka kebijakan investasi daerah di Kota
Tangerang ini memiliki manfaat, antara lain :
a. Menjadi salah satu acuan bagi para pengambil kebijakan
b. Menjadi pedoman dalam penyusunan dan pemberlakukan berbagai kebijakan
daerah dan dokumen perencanaan pembangunan yang terkait dengan investasi
dan perekonomian daerah
c. Memberikan saran dan masukan dalam kebijakan penyusunan program
pengembangan ekonomi Kota Tangerang, dalam hal ini seluruh jajaran
Pemerintah dan DPRD Kota Tangerang
VI. Metodologi Penelitian
Untuk menyusun kerangka kebijakan investasi daerah di Kota Tangerang
dibutuhkan pemahaman mendasar mengenai karakteristik dan potensi perekonomian
wilayah serta investasi daerah. Identifikasi terhadap berbagai variabel yang terkait
dilakukan dengan pendekatan ilmiah dan kemampuan menangkap persepsi masyarakat
terhadap berbagai permasalahan, tantangan, dan potensi perekonomian dan investasi
daerah. Secara umum, pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan
kualitatif (deskripsi) dan kuantitatif (permodelan regional). Kedua pendekatan tersebut
dilaksanakan dengan menggunakan data, baik primer maupun sekunder.
Data primer diperoleh dengan melakukan survei (penyebaran kuesioner),
wawancara mendalam (indepth interview), dan pelaksanaan focus group discussion
(FGD). Penggunaan data primer dilakukan untuk menangkap persepsi dari para
stakeholders (terutama swasta/pengusaha dan Pemerintah Daerah) diharapkan dapat
memberikan masukan terhadap saran, permasalahan, potensi, tantangan,
kendala/hambatan, dan harapan akan strategi dan kerangka kebijakan dalam upaya
pencapaian optimalnya investasi yang ada di wilayah Kota Tangerang.
Aspek-aspek apa yang umumnya dipakai sebagai dasar pertimbangan bagi
investor untuk pengambilan keputusan investasi, serta untuk mengetahui apakah
Pemkot Tangerang telah mengantisipasi atau menyediakan aspek-aspek tersebut sesuai
dengan tingkat kepentingan yang diharapkan para investor diharapkan akan terungkap
dalam penelusuran melalui wawancara mendalam dan pelaksanaan FGD. Kiat untuk
menarik investor dapat berhasil secara efektif dan efisien apabila Pemkot Tangerang
16
mampu mempersiapkan dengan baik aspek-aspek yang dianggap penting oleh investor
dan tidak mempersiapkan secara berlebihan terhadap aspek-aspek yang dianggap tidak
penting. Wawancara mendalam dan FGD akan melibatkan para pengusaha yang telah
atau yang berminat untuk berinvestasi di wilayah Kota Tangerang (misalyang tergabung
dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) daerah atau asosiasi pengusaha),
lembaga/dinas Pemkot Tangerang yang terkait (terutama Kantor Perijinan dan
Penanaman Modal, Dinas Perindagkopar, dan Bapeda), dan masyarakat pemerhati
investasi daerah (termasuk di antaranya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM)).
Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi lembaga/dinas,
baik yang ada di Pemkot Tangerang maupun di Pemerintah Pusat yang terkait dengan
permasalahan investasi di Kota Tangerang. Penggunaan data sekunder ditujukan untuk
mengetahui, mengukur, dan menghitung potensi dan optimalitas investasi dengan
menggunakan pendekatan analisis kuantitatif makro ekonometrik regional.
Permodelan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi investasi daerah di
Kota Tangerang akan disusun dengan menggunakan pendekatan metode/model
ekonometrika. Metode/model ekonometrika merupakan kombinasi dari berbagai
pendekatan, yaitu teori ekonomi, matematika, dan statistika. Model ekonometrika
dikenal memiliki keungulan, antara lain :
 dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap
suatu variabel (dalam hubungan dengan variabel lain)
 dapat menentukan arah dan besarnya hubungan antar variabel
 dapat digunakan untuk prediksi/peramalan (forecasting)
Oleh karena itu, sangatlah cocok apabila model ekonometrika digunakan dalam
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi daerah di Kota
Tangerang, penyusunan kerangka kebijakannya, dan memproyeksinya.
Kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan
tantangan) Kota Tangerang dalam permasalahan investasi juga akan dianalisis lebih
lanjut dengan metode analisa SWOT (strenght, weakness, opportunity, and threath)
untuk mendukung analisa kebijakan yang akan direkomendasikan.
Tentunya, dalam pelaksanaan kajian ini, dukungan dari berbagai pihak terutama
seluruh jajaran Pemkot Tangerang sangat diperlukan. Dukungan tersebut dapat berupa
penyediaan data-data sekunder, sumbangsih pemikiran, dan pemfasilitasian
pelaksanaan studi. Beberapa jenis data sekunder dan sumbernya yang dibutuhkan untuk
mendukung studi ini secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
17
Tabel 1.2
Jenis dan Sumber Data
No. Jenis Data Sumber Data
1 Tangerang Dalam Angka Tahun 2000-
2004
BPS Kota Tangerang
2 Statistik Industri Kota Tangerang
Tahun 2000-2004
BPS Kota Tangerang , Dinas
Perindagkopar, dan BPS Pusat
3 Peraturan Terkait Kebijakan Investasi
Nasional
BKPM Pusat dan Departemen
Perdagangan
4 Peraturan Terkait Kebijakan Investasi
Daerah di Kota Tangerang
Kantor Perijinan dan Penanaman
Modal, dan Bapeda Kota
Tangerang
5 Nilai Investasi dan Jumlah Proyek PMA
dan PMDN di Kota Tangerang
Kantor Perijinan dan Penanaman
Modal, BPS, dan Bapeda Kota
Tangerang
6 Jumlah Perijinan Investasi Kota
Tangerang
Kantor Perijinan dan Penanaman
Modal, BPS, dan Bapeda Kota
Tangerang
7 Statistik Ekspor dan Impor Kota
Tangerang Tahun 2000-2004
BPS Kota Tangerang, Dinas
Perindagkopar, dan BPS Pusat
8 Data Kependudukan Kota Tangerang BPS dan Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kota
Tangerang
9 Data Ketenagakerjaan Kota Tangerang BPS dan Dinas Ketenagakerjaan
Kota Tangerang
10 Dokumen Profil dan Peluang Investasi
di Kota Tangerang
Kantor Perijinan dan Penanaman
Modal, Dinas Perindagkopar, dan
Bapeda Kota Tangerang
11 Dokumen Profil dan Peluang Investasi
di Provinsi Banten
BKPM Provinsi Banten
12 Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) Kota Tangerang
Dinas Tata Kota dan Bapeda
Kota Tangerang
13 Peta Tematik Kota Tangerang Dinas Tata Kota dan Bapeda
Kota Tangerang
14 Dokumen Perencanaan Daerah Kota
Tangerang
Bapeda Kota Tangerang
15 Dokumen Perencanaan Nasional Bappenas dan Departemen
Dalam Negeri
16 Upah Minimum Regional (UMR), untuk
Kota Tangerang dan Provinsi Banten
Dinas Ketenagakerjaan Kota
Tangerang
17 Hasil Studi Pemeringkatan Daya Tarik
Investasi Kabupaten/Kota Berdasarkan
Persepsi Dunia Usaha Tahun 2000-
2005
Komite Pemantau Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD)
18 Investasi dan Pengelolaan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota
Tangerang
Badan Keuangan dan Kekayaan
Daerah dan Bapeda Kota
Tangerang
18
VII. Sistematika Penulisan Laporan
Hasil penelitian ini direncanakan akan disusun dalam tujuh bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang masalah yang mendasari studi ini,
perumusan permasalahan, tujuan penelitian, output studi, manfaat
studi, dan sistematika penulisan laporan hasil studi.
Bab II. Metodologi
Bab ini menjelaskan cara-cara pengolahan data yang dilakukan,
pelaksanaan survei, dan tool of analysis yang digunakan dalam studi ini.
Selain itu, dijelaskan pula mengenai kemampuan dan validasi model,
jenis dan sumber data, serta alat bantu software pengolahan data yang
digunakan dalam studi ini.
Bab III. Profil Potensi dan Peluang Investasi di Kota Tangerang
Bab ini membahas secara mendalam tentang profil dan peta potensi dan
peluang investasi di Kota Tangerang yang disusun secara sektoral dan
spasial (berdasrkan lokasi). Dalam bab ini juga dikemukakan tentang
perencanaan wilayah terkait investasi di wilayah Kota Tangerang.
Bab IV. Permasalahan Investasi di Kota Tangerang
Bab ini menjelaskan berbagai permasalahan investasi yang dihadapi Kota
Tangerang yang terinci dalam berbagai aspek. Pembahasan setiap aspek
dilakukan secara mendalam berdasarkan temuan di lapangan yang
diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, wawancara mendalam,
pelaksanaan FGD, analisis SWOT, dan pengolahan data sekunder.
Bab V. Alternatif Kebijakan Investasi di Kota Tangerang
Bab ini mengemukakan berbagai alternatif solusi dari berbagai
permasalahan investasi yang terungkap dalam Bab IV sebelumnya.
Berbagai alternatif kebijakan yang nantinya dikemukakan harus sinergi
dan dikoordinasikan dengan berbagai pihak terlebih dahulu untuk
mengukur tingkat ke-feasible-annya.
19
Bab VI. Pedoman Investasi di Kota Tangerang
Setelah dikemukakannya permasalahan dan alternatif solusi yang
diberikan sebelumnya, kemudian disusunlah pedoman investasi di Kota
Tangerang yang mendukung terciptanya iklim nvestasi yang sehat. Dalam
pedoman tersebut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai perencanaan,
tata cara, mekanisme, prosedur, strategi promosi, pengelolaan dan
pengendalian, dan sistem informasi manajemen penanaman modal di
Kota Tangerang.
Bab VII. Penutup
Bab ini berisi kesimpulan umum penulisan, saran/rekomendasi yang
dapat diberikan, dan kritik atas keterbatasan studi.
Tangerang, April 2006

More Related Content

What's hot

Charisma 1140935 pembangunan ekonomi
Charisma 1140935 pembangunan ekonomiCharisma 1140935 pembangunan ekonomi
Charisma 1140935 pembangunan ekonomiCharisma Al-ma'arij
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnwandranatuna
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasbramantiyo marjuki
 
paper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalpaper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalMulyadi Yusuf
 
Tugas 1 irmayanti
Tugas 1 irmayantiTugas 1 irmayanti
Tugas 1 irmayantiirmayanti39
 
Kebijakan Fiskal
Kebijakan FiskalKebijakan Fiskal
Kebijakan FiskalSiti Sahati
 
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerah
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerahperekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerah
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerahSuhanda Handa
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskalFerdi Ozom
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalWahono Diphayana
 
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan Ekonomi
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan EkonomiBeda Pertumbuhan dengan Pembangunan Ekonomi
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan EkonomiRizky Ariestiyansyah
 
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanSoal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanT'Janross Ingiend
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasiSugeng Budiharsono
 
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dan Pertumbuhan EkonomiPembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dan Pertumbuhan EkonomiHisyam Lingga
 
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)Yuni Tri Retnani Sardi, S.Pd
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskalSiti Sahati
 
Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomiPembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomiinda noviani
 

What's hot (20)

Charisma 1140935 pembangunan ekonomi
Charisma 1140935 pembangunan ekonomiCharisma 1140935 pembangunan ekonomi
Charisma 1140935 pembangunan ekonomi
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
 
paper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalpaper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskal
 
Tugas 1 irmayanti
Tugas 1 irmayantiTugas 1 irmayanti
Tugas 1 irmayanti
 
Ekonomi Mikro & Makro
Ekonomi Mikro & MakroEkonomi Mikro & Makro
Ekonomi Mikro & Makro
 
Kebijakan Fiskal
Kebijakan FiskalKebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal
 
Perdagangan Internasional
Perdagangan InternasionalPerdagangan Internasional
Perdagangan Internasional
 
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerah
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerahperekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerah
perekonomian indonesia pembangunan ekonomi daerah
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskal
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskal
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskal
 
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan Ekonomi
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan EkonomiBeda Pertumbuhan dengan Pembangunan Ekonomi
Beda Pertumbuhan dengan Pembangunan Ekonomi
 
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanSoal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
 
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dan Pertumbuhan EkonomiPembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
 
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)
Bab. 1 Pembangunan Ekonomi & Pertumbuhan Ekonomi (Kelas XI, Kurikulum 2013)
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskal
 
1 gambaran umum perekonomian indonesia
1 gambaran umum perekonomian indonesia1 gambaran umum perekonomian indonesia
1 gambaran umum perekonomian indonesia
 
Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomiPembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi
 

Similar to KEBIJAKAN INVESTASI DAERAH

Peran Kelembagaan Dalam Investasi Daerah
Peran Kelembagaan Dalam Investasi DaerahPeran Kelembagaan Dalam Investasi Daerah
Peran Kelembagaan Dalam Investasi Daerahchocolate1990
 
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalPeran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalIffa Tabahati
 
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Nur Anisa Rachmawati
 
Contoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianContoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianYuca Siahaan
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptnovri7
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptnovri7
 
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptx
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptxnew surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptx
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptxkukuhsaputrosgn
 
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal Frans Dione
 
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...Nurrul Tiara Dinni
 
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...sitiholipah2
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahPriyo Hari Adi
 
4. pertumbuhan ekonomi
4. pertumbuhan ekonomi4. pertumbuhan ekonomi
4. pertumbuhan ekonomiFindi Rifa'i
 
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian Global
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian GlobalAnalisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian Global
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian GlobalLearner
 
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industribayuajinugraha21
 
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan EkonomiPembangunan Keuangan & Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan EkonomiAr Tinambunan
 
9 pembangunan ekonomi daerah
9 pembangunan ekonomi daerah9 pembangunan ekonomi daerah
9 pembangunan ekonomi daerahfirman sahari
 

Similar to KEBIJAKAN INVESTASI DAERAH (20)

Peran Kelembagaan Dalam Investasi Daerah
Peran Kelembagaan Dalam Investasi DaerahPeran Kelembagaan Dalam Investasi Daerah
Peran Kelembagaan Dalam Investasi Daerah
 
Foreign Direct Investment (FDI) dan Iklim investasi di Indonesia
Foreign Direct Investment (FDI) dan  Iklim investasi di IndonesiaForeign Direct Investment (FDI) dan  Iklim investasi di Indonesia
Foreign Direct Investment (FDI) dan Iklim investasi di Indonesia
 
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalPeran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
 
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
 
Contoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianContoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal Penelitian
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
 
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptx
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptxnew surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptx
new surabaya_bumn kehutanan and perkebunan.pptx
 
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal
Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal
 
orasi ilmia
orasi ilmiaorasi ilmia
orasi ilmia
 
PEMBIAYAAN DAN TRANSFER
PEMBIAYAAN DAN TRANSFERPEMBIAYAAN DAN TRANSFER
PEMBIAYAAN DAN TRANSFER
 
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...
Xi, sm, nurrul tiara dinni, hapzi ali, global economy, international strategy...
 
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 6, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
 
4. pertumbuhan ekonomi
4. pertumbuhan ekonomi4. pertumbuhan ekonomi
4. pertumbuhan ekonomi
 
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian Global
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian GlobalAnalisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian Global
Analisis Ekonomi Internasional & Usaha Kecil dalam Perekonomian Global
 
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
 
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan EkonomiPembangunan Keuangan & Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Keuangan & Pertumbuhan Ekonomi
 
9 pembangunan ekonomi daerah
9 pembangunan ekonomi daerah9 pembangunan ekonomi daerah
9 pembangunan ekonomi daerah
 

Recently uploaded

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxPPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxssuser8905b3
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (14)

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxPPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 

KEBIJAKAN INVESTASI DAERAH

  • 1. 1 Proposal Teknis Kajian Penyusunan Kerangka Kebijakan Investasi Daerah di Kota Tangerang I. Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 5 persen) sejak awal tahun 1970an sampai dengan pertengahan tahun 1990an. Hal utama yang mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut adalah adanya peningkatan investasi dan perluasan sektor industri. Krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998 yang diikuti oleh berbagai krisis yang lain telah menyebabkan lemahnya fundamental perekonomian, baik nasional maupun daerah. Hal tersebut dirasakan oleh berbagai pelaku perekonomian, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sistem keuangan kepemerintahan melemah, investasi dan perkembangan sektor swasta menurun, dan daya beli masyarakat juga menurun. Sebagai gambaran, tingkat investasi pada tahun 2004 hanya sekitar 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih kecil dari kondisi sebelum krisis yang mencapai lebih dari 30 persen. Pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang berkisar antara 3-5 persen sebagian besar didorong oleh konsumsi (yang kontribusinya sekitar 70 persen dari PDB), dan belum mampu menciptakan lapangan kerja. Akibatnya, tingkat pendapatan masyarakat menurun, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan meningkat. Hal ini menjadikan semakin beratnya tantangan bagi bangsa dan negara Indonesia, yaitu bagaimana dapat bangkit dan mencapai lagi pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkesinambungan. Pemerintahan yang baru sekarang ini bertekad mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen per tahun. Salah satu kunci utama untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah dengan memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini melemah. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya perusahaan industri yang tutup dan atau memindahkan usahanya ke negara lain yang kondisi iklim usahanya jauh lebih baik dari Indonesia. Hasil pemeringkatan daya saing internasional untuk Indonesia juga menurun, dari peringkat ke 58 pada tahun 2004 menjadi peringkat ke 59 pada tahun 2005 dari keseluruhan 60 negara yang dinilai (World Competitiveness Yearbook, 2005). Iklim investasi adalah semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang dapat
  • 2. 2 mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi (Stern, 2002). Tiga faktor utama dalam iklim investasi, yaitu mencakup: a. Kondisi ekonomi makro: termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik; b. Kepemerintahan dan kelembagaan: termasuk kejelasan dan efektifitas peraturan, perpajakan, sistim hukum, sektor keuangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan trampil; dan c. Infrastruktur: mencakup antara lain sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan air. Secara umum investasi atau penanaman modal, baik dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun pananaman modal asing (PMA) membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Iklim investasi juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi suatu negara atau daerah. Kondisi inilah yang mampu menggerakan sektor swasta untuk ikut serta dalam menggerakan roda ekonomi. Investasi akan masuk ke suatu negara atau daerah tergantung dari daya tarik negara atau daerah tersebut terhadap investasi, dan adanya iklim investasi yang kondusif. Keberhasilan negara atau daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari kemampuan negara atau daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Kemampuan negara atau daerah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga sangat penting dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Hal yang juga penting untuk diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang kondusif juga adanya pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur dalam artian luas. Hal ini menuntut perubahan orientasi dari peran pemerintah, yang semula lebih bersifat sebagai regulator, harus diubah menjadi supervisor, sehingga peran swasta dalam perekonomian dapat berkembang optimal. Permasalahan investasi di Indonesia secara ringkas tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, dimana diakui bahwa kinerja investasi di Indonesia rendah dan masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan pokok, yaitu sebagai berikut: (1) Prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk sangat lama di Asia yang
  • 3. 3 mencakup 12 prosedur dengan waktu sekitar 151 hari, sedangkan prosedur perijinan investasi di RRC, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam berturut-turut hanya membutuhkan sekitar 40 hari, 20 hari, 30 hari, 50 hari, 8 hari, 33 hari, dan 56 hari; (2) Rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang- tindih kebijakan antara pusat dan daerah dan antar sektor serta belum diundangkannya RUU Penanaman Modal guna lebih menjamin kepastian hukum di bidang investasi; (3) Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi; (4) Rendahnya kualitas infrastruktur yang sebagian besar dalam keadaan rusak akibat krisis; (5) Iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif bagi berkembangnya investasi; dan (6) Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/usaha. Dengan dasar permasalahan tersebut, Pemerintah Pusat menetapkan berbagai arah kebijakan, sasaran, dan program untuk meningkatkan dan mewujudkan iklim investasi yang sehat di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lainnya yang sudah maju. Bersama dengan peningkatan ekspor, peningkatan investasi dipercaya dapat menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan suatu negara atau daerah. Dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk mendukung dan membantu tercapainya tujuan-tujuan kebijakan nasional. Pemerintah Daerah harus melakukan sinergitas dengan Pemerintah Pusat, sehingga terjadi keserasian dan kesinergian dalam hubungan antara pusat dan daerah, baik dalam kebijakan, program, dan kegiatan dalam koridor dan berpegang pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan devolusi. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah juga harus ikut berperan dalam meningkatkan iklim usaha di daerahnya masing-masing. Kebijakan desentralisasi di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengelola sumber daya daerahnya secara mandiri, terutama sumber daya keuangannya (baik penerimaan maupun pengeluarannya). Yang umum terjadi, karena ketidakseimbangan antara sumber-sumber penerimaan (yang relatif kecil) dan berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi (yang cukup besar), Pemerintah Daerah berusaha untuk membiayai kebutuhan daerahnya dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengenaan
  • 4. 4 pajak dan retribusi daerah yang baru. Hal ini, pada akhirnya akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi karena terhambatnya investasi dan terciptanya ekonomi biaya tinggi. Desentralisasi juga dapat menggeser pola proses rent-seeking (biaya ilegal) yang tadinya tersentralisir. Dengan tidak adanya tanggung jawab secara politis, sangat mungkin bahwa biaya tersebut meningkat. Perpaduan antara proses demokrasi yang cepat dan desentralisasi yang radikal menciptakan masalah ekonomi dan politik yang cukup marak, khususnya terkait dengan kasus rent-seeking dan isu korupsi di daerah. Selain itu, desentralisasi berpotensi membawa masalah dalam perdagangan antar daerah. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam membuat dan memberlakukan peraturan daerahnya sendiri memungkinkan timbulnya hambatan bagi perdagangan daerah, baik berupa distorsi pasar maupun non pasar. Distorsi pasar terdiri dari pajak dan retribusi daerah yang dikenakan pada komoditi yang diperdagangkan, sedangkan distorsi non pasar terdiri dari regulasi perdagangan yang mendorong terjadinya monopoli dan monopsoni, serta kuota perdagangan dan hambatan persaingan usaha. Semua hambatan tersebut berpotensi menaikkan biaya produksi, meningkatkan harga produk yang diterima konsumen, dan secara relatif menurunkan daya beli konsumen. Sehingga pada akhirnya, desentralisasi yang dilaksanakan dimungkinkan tidak akan dapat mendatangkan manfaat, dan bahkan membuat masalah baru, yaitu meningkatnya tingkat kemiskinan di daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat berkreativitas dalam menangani permasalahan iklim ivestasi di daerahnya masing-masing dengan sebaik- baiknya melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. Dalam kondisi pasar yang bebas, Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi daerahnya. Hal tersebut dikarenakan investor dapat berpindah atau akan melakukan investasinya di daerah dengan daya tarik investasi yang lebih tinggi. Investor tentunya akan lebih memilih lokasi investasinya di wilayah yang memiliki resiko lebih kecil. Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat. Indonesia sekarang tidak hanya bersaing dengan pemain lama seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, tetapi juga pemain baru seperti China, Vietnam, dan mungkin akan menyusul Kamboja. Dengan melihat kondisi tersebut, tidak mungkin lagi bagi Indonesia untuk berdiam diri. Jika terlambat berbenah, maka Indonesia pun akan terlewat. Meskipun kalau mau jujur,
  • 5. 5 sekarang pun sebenarnya Indonesia sudah cukup terlambat mengantisipasi persaingan, dengan kata lain mereka sudah berlari kencang, Indonesia masih jalan cepat. Untuk itu pula, Pemerintah Pusat mengeluarkan paket kebijakan investasi berupa deregulasi terhadap lima bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat), kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, dan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006, yang ditandatangani Presiden tanggal 27 Februari 2006 dan berlaku dengan tenggat akhir tahun 2006 sampai tahun 2010. Dalam setiap bidang paket kebijakan investasi tersebut, terdapat kebijakan, program, tindakan, keluaran, tenggat waktu, dan penanggung jawab. Pemerintah Pusat mengakui bahwa paket kebijakan tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian atas kondisi iklim investasi di tanah air. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah juga harus menanggapinya dengan melakukan berbagai pembenahan dan insentif investasi di daerahnya masing- masing. Sinkronisasi tugas dan fungsi serta koordinasi terpadu antar lembaga dalam pemerintahan daerah yang terkait dengan investasi dan kebijakannya juga penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan untuk mengembangkan investasi, perlu kesinergian dan keserasian kebijakan lintas sektoral. Sementara itu, di pihak lain, para pengusaha/investor memandang kebijakan otonomi daerah dan paket kebijakan investasi yang dikeluarkan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan. Menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah Daerah memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi dan kegiatan usaha secara all out. Pemerintah Daerah harus menyadari bahwa tanpa peranan dunia usaha, mustahil pendapatan daerah dapat diperoleh secara berimbang. Sedangkan menjadi sebuah tantangan, apabila yang muncul dalam otonomi daerah adalah ketidaksesuaian antara kebijakan yang dikeluarkan dengan keinginan dan kebutuhan dunia usaha. Hal ini dimungkinkan terjadi apabila Pemerintah Daerah mengabaikan dunia usaha dalam menerapkan kebijakannya. Untuk menyinergikan hal tersebut, tentunya Pemerintah Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah dituntut untuk memberikan iklim usaha yang sehat dan standar, sedangkan dunia usaha dituntut untuk kerja keras dan jujur. Tanpa ada kerja sama yang baik, mustahil iklim investasi dapat terwujud dengan baik.
  • 6. 6 Menyadari hal itu semua, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang berkeinginan dan berkomitmen untuk melakukan pembenahan dalam berbagai bidang terkait dengan investasi dan kebijakannya dalam mewujudkan iklim investasi yang sehat di wilayahnya. Pembenahan dilakukan dengan menyinergikan kebijakan antara pusat dan daerah, serta koordinasi dengan seluruh stakeholders yang terkait. Secara praktis, tujuan utamanya adalah mempertahankan tingkat investasi yang ada (membuat para investor lama (incumbent) tetap bertahan dan betah untuk berinvestasi), dan selanjutnya meningkatkan investasi (membuat para investor baru (new comers) tertarik datang untuk berinvestasi) di wilayah Kota Tangerang. Hal tersebut sejalan dengan visi Kota Tangerang, yang salah satunya adalah sebagai kota industri dan perdagangan dan misi Kota Tangerang, yang salah satunya adalah memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor industri dan perdagangan merupakan sektor yang paling sensitif terhadap kondisi dan perkembangan iklim usaha di daerah. Kondisi dan perkembangan iklim investasi di suatu daerah dapat secara cepat diketahui melalui perkembangan kedua sektor tersebut. Kontribusi sektor industri (sekitar 58 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2004) dan sektor perdagangan (sekitar 24 persen terhadap PDRB pada tahun 2004) terhadap perekonomian yang cukup dominan di Kota Tangerang, ternyata belum berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Kedua sektor tersebut justru memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan keseluruhan sektor, dimana pada tahun 2004 pertumbuhan sektor industri berkisar 4 persen, sektor perdagangan sekitar 3 persen, dan rata-rata keseluruhan sektornya sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang justru disumbang secara dominan oleh sektor transportasi dan komunikasi (pertumbuhan tahun 2004 sekitar 18 persen) dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya (pertumbuhan tahun 2004 sekitar 17,5 persen) yang masing-masing hanya berkontribusi sekitar 10 persen dan 2,8 persen terhadap PDRB Kota Tangerang pada tahun 2004. Hal tersebut, secara statistik, menyebabkan peranan sektor industri dan sektor perdagangan semakin menurun, sedangkan peranan sektor transportasi dan komunikasi dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap perekonomian daerah semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir di Kota Tangerang. Perkembangan senada juga ditunjukkan oleh hasil studi Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), yang menunjukkan bahwa daya tarik investasi di Kota Tangerang memburuk secara relatif dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Studi oleh KPPOD tentang Pemerinngkatan Daya Tarik Investasi di 200 Kabupaten/Kota
  • 7. 7 di Indonesia pada tahun 2002 dan 2003 dilakukan dengan menggunakan sejumlah variabel yang mempengaruhi daya tarik investasi daerah, dan variabel-varibel dapat dikelompokkan kedalam 5 (lima) faktor sebagai berikut: (i) kelembagaan; (ii) sosial politik; (iii) perekonomian daerah; (iv) tenaga kerja dan produktivitas; dan (v) infrastruktur fisik. Setiap faktor tersebut memiliki indikator masing-masing. Gambar 1.1 Variabel Penentu Daya Tarik Investasi Daerah Sumber: KPPOD, 2003 Hasil pemeringkatan menunjukan bahwa Kota Tangerang yang pada pemeringkatan tahun 2002 berada pada kelompok 5 besar peringkat atas (yaitu pada urutan ke-5), untuk pemeringkatan tahun 2003 berada di urutan ke-33 (turun sangat drastic, dan terparah). Penurunan peringkat tersebut disebabkan oleh turunnya beberapa indikator yang dimiliki Kota Tangerang, sehingga score totalnya juga turun, dari 0,2635 menjadi 0,1734. Penurunan score total daerah Kota Tangerang tersebut patut untuk disayangkan, karena sebagian besar terjadi akibat penurunan score pada variabel-variabel yang tergabung dalam faktor Kelembagaan dan Sosial Politik. Kedua faktor tersebut merupakan variabel yang berkaitan dengan policy Pemerintah Daerah, seperti dalam hal pelayanan oleh aparatur kepada dunia usaha, penegakkan hukum,
  • 8. 8 pungli oleh birokrasi, konsistensi peraturan, dan sebagainya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan kinerja aparatur pemerintah daerah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Tabel 1.1 Perubahan Peringkat Daya Tarik Investasi Kelompok 5 Besar Kota Peringkat Atas pada 2002 ke 2003 Sumber: KPPOD, 2003 Dengan latar belakang permasalahan tersebutlah, maka dirasa penting untuk Pemkot Tangerang dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dalam investasi daerahnya. Berbagai permasalahan/kendala dalam berinvestasi di Kota Tangerang pada akhirnya perlu solusi yang tepat, sehingga permasalahannya tidak akan berlangsung dan berlanjut terus-menerus. Berbagai alternatif solusi yang ada di Kota Tangerang juga nantinya harus sinergi dengan strategi kebijakan investasi nasional. Dalam rangka pengidentifikasian dan pemecahan permasalahan investasi daerah serta kesinergiannya dengan strategi nasional di Kota Tangerang, perlu disusun kerangka kebijakan dalam rangka penciptaan kondisi yang kondusif bagi investasi di Kota Tangerang.
  • 9. 9 II. Perumusan Masalah Guna mendorong kemandirian daerah dalam menjalankan otonominya secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, Pemerintah Daerah sedini mungkin melakukan berbagai upaya dan langkah antisipasi yang berorientas pada keberpihakan kepada masyarakat dengan mempertimbangkan kewenangan, kemampuan, dan kebutuhan daerah. Salah satu fungsi utama pemerintah dan sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, adalah menyediakan dan meningkatkan pelayanan publik, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagi masyarakat di wilayahnya. Salah satu bentuk pelayanan publik yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian di daerah adalah pelayanan investasi. Permasalahan pelayanan investasi saat ini telah menjadi concern berbagai pihak seiring dengan berkembangnya desentralisasi dan demokratisasi di daerah. Berbagai macam permasalahan yang terdapat dalam pelayanan investasi tersebut dimulai dari awal pendirian usaha (starting business) sampai pada pelaksanaan kegiatan usaha (doing business). Hal-hal teknis yang terkait di dalamnya antara lain adalah kebijakan umum yang menyangkut masalah investasi, sistem dan mekanisme, tata cara/prosedur, administrasi publik, perijinan, insentif dan disinsentif, persaingan usaha, perdagangan, pembiayaan, ketenagakerjaan, serta sarana dan prasarana (infrastruktur) yang tersedia. Pemerintah Daerah, yang berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, seharusnya dapat ikut mendukung peningkatan investasi melalui penyediaan pelayanan investasi dengan lebih baik. Tidak terlepas dengan apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, berbagai hambatan masih dialami para pengusaha dalam dan luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Hasil studi Bank Pembangunan Asia (ADB) bekerjasama dengan Kantor Kementerian Koordinator (Menko) Perekonomian dan Badan Pusat Statistik pada tahun 2003 tentang iklim investasi dan produktivitas di Indonesia menujukkan beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh pengusaha, antara lain (diurutkan):  Ketidak-pastian kebijakan ekonomi dan peraturan serta ketidakstabilan ekonomi makro;  Korupsi, baik oleh aparat pusat maupun daerah;  Peraturan ketenagakerjaan, yang lebih menjadi masalah dibandingkan masalah kualitas tenaga kerja;  Biaya keuangan (financing), lebih menjadi masalah dibandingkan masalah akses;
  • 10. 10  Pajak tinggi, lebih menjadi masalah dibandingkan administrasi pajak dan pabean; dan  Ketersedian listrik. Beberapa permasalahan tersebut secara rinci dapat terlihat dalam Gambar 1.2 berikut: Gambar 1.2 Rata-rata Hambatan Usaha Menurut Jenis Sumber: ADB, 2005 Hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa, iklim investasi di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan di Filipina, Bangladesh, Pakistan, dan China. Hal tersebut terlihat dari berbagai hambatan yang dihadapi Indonesia berdasarkan perbandingan internasional (lihat Gambar 1.3). Berdasarkan rata-rata tunggu waktu untuk mendapatkan ijin usaha menurut daerah, Banten (yang termasuk di dalamnya
  • 11. 11 adalah Kota Tangerang) merupakan wilayah yang memiliki rata-rata waktu terlama, disusul oleh Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 1.4. Gambar 1.3 Hambatan Usaha di Indonesia, Filipina, dan China Sumber: ADB, 2005 Gambar 1.4 Rata-rata Waktu Tunggu Mendapatkan Ijin Usaha Menurut Daerah Sumber: ADB, 2005
  • 12. 12 Terkait dengan hal tersebut dan kondisi iklim investasi di Kota Tangerang, maka dirasa sangat urgent bagi Pemkot Tangerang segera melakukan pembenahan di berbagai hal. Beberapa hal utama yang perlu dilakukan dengan segera terkait dengan permasalahan investasi antara lain adalah: 1. Penyusunan profil dan pemetaan terhadap peluang investasi daerah yang komprehensif sebagai dasar promosi dan pemasaran daerah serta perencanaan dan pengelolaan investasi daerah; 2. Mengidentifikasi berbagai permasalahan investasi daerah di Kota Tangerang, dan berbagai faktor yang signifikan berpengaruh terhadap perkembangan dan kondisi investasi daerah di Kota Tangerang 3. Perbaikan dalam prosedur perijinan, baik untuk PMA maupun PMDN di tingkat Pemkot Tangerang sesuai dengan kewenangannya; 4. Mempermudah dan menjelaskan alur dan mekanisme pengajuan proposal proyek investasi, baik untuk PMA maupun PMDN; 5. Berbagai kebijakan insentif yang memungkinkan dalam pelaksanaan investasi di wilayah Kota Tangerang; 6. Merencanakan dan menyiapkan berbagai proyek strategis dan prioritas, terutama di bidang infrastruktur di wilayah Kota Tangerang untuk menarik investor baru masuk; 7. Meningkatkan dan menerapkan berbagai strategi dalam memasarkan dan mempromosikan daerah; dan 8. Melakukan kesinergian dan koordinasi terpadu dalam berbagai kebijakan investasi, antara pusat dan daerah, antar berbagai lembaga/dinas yang terkait, dan dengan para stakeholders yang berkepentingan. Dengan dasar itu pulalah, kajian ini dilakukan sebagai bahan dasar dalam rangka perbaikan iklim investasi di wilayah Kota Tangerang. Kajian ini mencoba menelaah dan menganalisis secara komprehensif permasalahan investasi, peluangnya ke depan, dan berbagai kebijakan yang feasible untuk diterapkan di wilayah Kota Tangerang dengan semaksimalmungkin melibatkan partisipasi dari keseluruhan stakeholders. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi, yang merupakan salah satu misi dari Kota Tangerang. Gambar 1.5 menjelaskan kerangka pemikiran pelaksanaan kajian ini.
  • 13. 13 Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran Kajian Kebijakan Investasi Daerah di Kota Tangerang Kualitas Institusi Daerah “Perencanaan Strategis” untuk Promosi dan Pengelolaan Investasi Daerah: - Integrasi Perencanaan Pembangunan Daerah -Koordinasi Antar Stakeholders - Identifikasi Produk Utama Daerah Investasi Daerah Sektor Pendukung: - Infrastruktur - Pendidikan - Ramah Lingkungan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kebijakan dalam Pengelolaan Investasi Daerah - Pajak dan Retribusi Daerah - Unit Pelayanan Terpadu - Pusat Bisnis Daerah Kebijakan dalam Promosi Investasi Daerah - Pemasaran Daerah - ‘Saleable’ Master Plan - E-marketing Membangun Kapasitas Pemda: - Reformasi Birokrasi - Koordinasi Kebijakan
  • 14. 14 III. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini antara lain adalah : a. Mengetahui dan menjelaskan profil (perkembangan, kondisi, dan potensi) investasi daerah di Kota Tangerang serta peranannya dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi daerah b. Mengidentifikasi dan menganalisis berbagai permasalahan investasi daerah di Kota Tangerang, dan berbagai faktor yang signifikan berpengaruh terhadap perkembangan dan kondisi investasi daerah di Kota Tangerang c. Me-review berbagai kebijakan yang telah diterapkan terkait dengan permasalahan dan upaya penciptaan suasana yang kondusif bagi investasi daerah di Kota Tangerang d. Mensinergikan strategi kebijakan investasi, antara yang telah disusun oleh Pusat dan yang disusun Pemkot Tangerang, termasuk di dalamnya merespons kebijakan paket investasi yang tertuang dalam Inpres No. 3/2006. e. Menyusun strategi dan kerangka kebijakan yang mendukung terciptanya suasana yang kondusif dan meningkatnya daya tarik investasi daerah di Kota Tangerang IV. Output Penelitian Output yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini antara lain adalah: a. Profil (kondisi, perkembangan, dan potensi) investasi daerah di Kota Tangerang b. Faktor-faktor penentu daya tarik investasi daerah di Kota Tangerang c. Proyeksi investasi daerah di Kota Tangerang d. Kerangka kebijakan (policy framework) dalam investasi daerah di Kota Tangerang e. Buku pedoman investasi daerah di Kota Tangerang
  • 15. 15 V. Manfaat Penelitian Studi tentang penyusunan kerangka kebijakan investasi daerah di Kota Tangerang ini memiliki manfaat, antara lain : a. Menjadi salah satu acuan bagi para pengambil kebijakan b. Menjadi pedoman dalam penyusunan dan pemberlakukan berbagai kebijakan daerah dan dokumen perencanaan pembangunan yang terkait dengan investasi dan perekonomian daerah c. Memberikan saran dan masukan dalam kebijakan penyusunan program pengembangan ekonomi Kota Tangerang, dalam hal ini seluruh jajaran Pemerintah dan DPRD Kota Tangerang VI. Metodologi Penelitian Untuk menyusun kerangka kebijakan investasi daerah di Kota Tangerang dibutuhkan pemahaman mendasar mengenai karakteristik dan potensi perekonomian wilayah serta investasi daerah. Identifikasi terhadap berbagai variabel yang terkait dilakukan dengan pendekatan ilmiah dan kemampuan menangkap persepsi masyarakat terhadap berbagai permasalahan, tantangan, dan potensi perekonomian dan investasi daerah. Secara umum, pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif (deskripsi) dan kuantitatif (permodelan regional). Kedua pendekatan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan data, baik primer maupun sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survei (penyebaran kuesioner), wawancara mendalam (indepth interview), dan pelaksanaan focus group discussion (FGD). Penggunaan data primer dilakukan untuk menangkap persepsi dari para stakeholders (terutama swasta/pengusaha dan Pemerintah Daerah) diharapkan dapat memberikan masukan terhadap saran, permasalahan, potensi, tantangan, kendala/hambatan, dan harapan akan strategi dan kerangka kebijakan dalam upaya pencapaian optimalnya investasi yang ada di wilayah Kota Tangerang. Aspek-aspek apa yang umumnya dipakai sebagai dasar pertimbangan bagi investor untuk pengambilan keputusan investasi, serta untuk mengetahui apakah Pemkot Tangerang telah mengantisipasi atau menyediakan aspek-aspek tersebut sesuai dengan tingkat kepentingan yang diharapkan para investor diharapkan akan terungkap dalam penelusuran melalui wawancara mendalam dan pelaksanaan FGD. Kiat untuk menarik investor dapat berhasil secara efektif dan efisien apabila Pemkot Tangerang
  • 16. 16 mampu mempersiapkan dengan baik aspek-aspek yang dianggap penting oleh investor dan tidak mempersiapkan secara berlebihan terhadap aspek-aspek yang dianggap tidak penting. Wawancara mendalam dan FGD akan melibatkan para pengusaha yang telah atau yang berminat untuk berinvestasi di wilayah Kota Tangerang (misalyang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) daerah atau asosiasi pengusaha), lembaga/dinas Pemkot Tangerang yang terkait (terutama Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, Dinas Perindagkopar, dan Bapeda), dan masyarakat pemerhati investasi daerah (termasuk di antaranya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM)). Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi lembaga/dinas, baik yang ada di Pemkot Tangerang maupun di Pemerintah Pusat yang terkait dengan permasalahan investasi di Kota Tangerang. Penggunaan data sekunder ditujukan untuk mengetahui, mengukur, dan menghitung potensi dan optimalitas investasi dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif makro ekonometrik regional. Permodelan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi investasi daerah di Kota Tangerang akan disusun dengan menggunakan pendekatan metode/model ekonometrika. Metode/model ekonometrika merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan, yaitu teori ekonomi, matematika, dan statistika. Model ekonometrika dikenal memiliki keungulan, antara lain :  dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap suatu variabel (dalam hubungan dengan variabel lain)  dapat menentukan arah dan besarnya hubungan antar variabel  dapat digunakan untuk prediksi/peramalan (forecasting) Oleh karena itu, sangatlah cocok apabila model ekonometrika digunakan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi daerah di Kota Tangerang, penyusunan kerangka kebijakannya, dan memproyeksinya. Kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) Kota Tangerang dalam permasalahan investasi juga akan dianalisis lebih lanjut dengan metode analisa SWOT (strenght, weakness, opportunity, and threath) untuk mendukung analisa kebijakan yang akan direkomendasikan. Tentunya, dalam pelaksanaan kajian ini, dukungan dari berbagai pihak terutama seluruh jajaran Pemkot Tangerang sangat diperlukan. Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan data-data sekunder, sumbangsih pemikiran, dan pemfasilitasian pelaksanaan studi. Beberapa jenis data sekunder dan sumbernya yang dibutuhkan untuk mendukung studi ini secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
  • 17. 17 Tabel 1.2 Jenis dan Sumber Data No. Jenis Data Sumber Data 1 Tangerang Dalam Angka Tahun 2000- 2004 BPS Kota Tangerang 2 Statistik Industri Kota Tangerang Tahun 2000-2004 BPS Kota Tangerang , Dinas Perindagkopar, dan BPS Pusat 3 Peraturan Terkait Kebijakan Investasi Nasional BKPM Pusat dan Departemen Perdagangan 4 Peraturan Terkait Kebijakan Investasi Daerah di Kota Tangerang Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, dan Bapeda Kota Tangerang 5 Nilai Investasi dan Jumlah Proyek PMA dan PMDN di Kota Tangerang Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, BPS, dan Bapeda Kota Tangerang 6 Jumlah Perijinan Investasi Kota Tangerang Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, BPS, dan Bapeda Kota Tangerang 7 Statistik Ekspor dan Impor Kota Tangerang Tahun 2000-2004 BPS Kota Tangerang, Dinas Perindagkopar, dan BPS Pusat 8 Data Kependudukan Kota Tangerang BPS dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang 9 Data Ketenagakerjaan Kota Tangerang BPS dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang 10 Dokumen Profil dan Peluang Investasi di Kota Tangerang Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, Dinas Perindagkopar, dan Bapeda Kota Tangerang 11 Dokumen Profil dan Peluang Investasi di Provinsi Banten BKPM Provinsi Banten 12 Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Dinas Tata Kota dan Bapeda Kota Tangerang 13 Peta Tematik Kota Tangerang Dinas Tata Kota dan Bapeda Kota Tangerang 14 Dokumen Perencanaan Daerah Kota Tangerang Bapeda Kota Tangerang 15 Dokumen Perencanaan Nasional Bappenas dan Departemen Dalam Negeri 16 Upah Minimum Regional (UMR), untuk Kota Tangerang dan Provinsi Banten Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang 17 Hasil Studi Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota Berdasarkan Persepsi Dunia Usaha Tahun 2000- 2005 Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) 18 Investasi dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Tangerang Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah dan Bapeda Kota Tangerang
  • 18. 18 VII. Sistematika Penulisan Laporan Hasil penelitian ini direncanakan akan disusun dalam tujuh bab, yaitu: Bab I. Pendahuluan Bab ini membahas latar belakang masalah yang mendasari studi ini, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, output studi, manfaat studi, dan sistematika penulisan laporan hasil studi. Bab II. Metodologi Bab ini menjelaskan cara-cara pengolahan data yang dilakukan, pelaksanaan survei, dan tool of analysis yang digunakan dalam studi ini. Selain itu, dijelaskan pula mengenai kemampuan dan validasi model, jenis dan sumber data, serta alat bantu software pengolahan data yang digunakan dalam studi ini. Bab III. Profil Potensi dan Peluang Investasi di Kota Tangerang Bab ini membahas secara mendalam tentang profil dan peta potensi dan peluang investasi di Kota Tangerang yang disusun secara sektoral dan spasial (berdasrkan lokasi). Dalam bab ini juga dikemukakan tentang perencanaan wilayah terkait investasi di wilayah Kota Tangerang. Bab IV. Permasalahan Investasi di Kota Tangerang Bab ini menjelaskan berbagai permasalahan investasi yang dihadapi Kota Tangerang yang terinci dalam berbagai aspek. Pembahasan setiap aspek dilakukan secara mendalam berdasarkan temuan di lapangan yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, pelaksanaan FGD, analisis SWOT, dan pengolahan data sekunder. Bab V. Alternatif Kebijakan Investasi di Kota Tangerang Bab ini mengemukakan berbagai alternatif solusi dari berbagai permasalahan investasi yang terungkap dalam Bab IV sebelumnya. Berbagai alternatif kebijakan yang nantinya dikemukakan harus sinergi dan dikoordinasikan dengan berbagai pihak terlebih dahulu untuk mengukur tingkat ke-feasible-annya.
  • 19. 19 Bab VI. Pedoman Investasi di Kota Tangerang Setelah dikemukakannya permasalahan dan alternatif solusi yang diberikan sebelumnya, kemudian disusunlah pedoman investasi di Kota Tangerang yang mendukung terciptanya iklim nvestasi yang sehat. Dalam pedoman tersebut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai perencanaan, tata cara, mekanisme, prosedur, strategi promosi, pengelolaan dan pengendalian, dan sistem informasi manajemen penanaman modal di Kota Tangerang. Bab VII. Penutup Bab ini berisi kesimpulan umum penulisan, saran/rekomendasi yang dapat diberikan, dan kritik atas keterbatasan studi. Tangerang, April 2006