3. Senin, 19 Oktober 2020 | 08:28 WIB
Penulis: Haryanti Puspa Sari | Editor: Kristian Erdianto
JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat pekerja dan buruh tetap teguh dengan sikap penolakan
atas omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja setelah draf final yang berisi 812 halaman
diserahkan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/10/2020).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan pihaknya
akan menggelar aksi unjuk rasa dengan jumlah massa yang lebih besar.
Sebelumnya, KSPI telah menggelar unjuk rasa dan mogok kerja nasional pasca-
persetujuan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat
Paripurna, Senin (5/10/2020).
KSPI tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja sebagai bentuk
komitmen untuk tetap menolak UU tersebut.
Said juga membantah klaim pemerintah bahwa usulan buruh sudah terakomodasi 80
persen dalam UU Cipta Kerja.
"Tidak benar bahwa 80 persen usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja,"
ujarnya.
TEKS BERITA
4. KSPI merencanakan empat upaya untuk membatalkan atau mengubah
substansi UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh. Pertama,
mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua, mendorong pelaksanaan legislative review dan eksekutive
review. Keduanya merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengubah suatu undang-undang melalui lembaga legislatif atau
lembaga eksekutif berdasarkan fungsi legislasi.
Ketiga, melakukan sosialisasi dan kampanye tentang isi dan alasan
penolakan atas UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Keempat, menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di seluruh
Indonesia meski undang-undang itu akan ditandatangani presiden.
Keempat, menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di seluruh
Indonesia meski undang-undang itu akan ditandatangani presiden.
5. MK NETRAL
Terkait dengan upaya judicial review, Mahkamah Konstitusi (MK) telah
menegaskan soal sikapnya yang netral. MK memastikan, tidak akan
terpengaruh atas pernyataan presiden yang pernah meminta dukungan
MK atas UU Cipta Kerja.
"Sebagai pernyataan politik ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahu,
MK tak terlibat dalam dukung mendukung suatu UU atas nama
kewenangan yang dimiliki. Dan, saya meyakini, MK tak pernah
menyampaikan pendapat atau pernyataan soal dukung mendukung UU,"
kata juru bicara MK Fajar Laksono saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).
Fajar memastikan, MK selalu bersikap transparan dalam setiap proses uji
materi UU dan menyampaikan hasilnya kepada publik.
"Tak ada kata lain, MK memastikan siap untuk menerima perkara,
kapanpun dan berapapun," kata Fajar.
6. PRESIDEN TAK TAKUT AMBIL RESIKO
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui UU Cipta Kerja telah
menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.
Moeldoko menilai masyarakat belum memahami tujuan pemerintah
dalam menggagas UU Cipta Kerja tersebut. Oleh sebab itu, Presiden
Joko Widodo tidak takut mengambil risiko.
"Presiden Jokowi memilih untuk tidak takut mengambil risiko.
Mengambil jalan terjal dan menanjak," kata Moeldoko dalam
keterangan pers, Sabtu (17/10/2020).
Moeldoko menjelaskan, pemerintah ingin membuka lapangan kerja
seluas-luasnya melalui UU Cipta Kerja.
Selain itu, pemerintah berupaya mempermudah birokrasi dan regulasi
yang selama ini menghambat investasi di Indonesia.
7. Moeldoko mengatakan, dari tahun ke tahun Indonesia akan
mendapatkan bonus demografi. Namun, 80 persen angkatan kerja
masih memiliki tingkat pendidikan rendah.
"Untuk itu, perlu menyederhanakan dan mensinkronisasikan berbagai
regulasi yang saya sebut sebagai hyper-regulation yang menghambat
penciptaan lapangan kerja," ujar Moeldoko.
Moeldoko menekankan bahwa substansi UU Cipta Kerja sesuai dengan
arahan presiden dari visi "Indonesia Maju".
"Wajah baru Indonesia di masa mendatang itulah yang menjadi cita-
cita, menjadi janji Presiden," kata Moeldoko.
Secara terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral
Adian mengatakan, tidak ada opsi penerbitan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-
Undang Cipta Kerja.
8. Donny mempersilakan pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk
mengajukan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tidak ada pilihan Perppu. Pemerintah menghargai masukan dari serikat buruh.
Menghargai bahwa demo-demo yang dilangsungkan beberapa hari ini berjalan
dengan damai, dan berdasarkan protokol kesehatan," kata Donny saat dihubungi,
Kamis (8/10/2020).
"Jadi silakan menggunakan jalur konstitusional dengan judicial review di MK dan
pemerintah bersiap menghadapi itu," lanjut dia.
Donny mengatakan, pemerintah telah menyerap aspirasi buruh dalam
pembahasan UU Cipta Kerja dan menghormati berbagai pendapat yang
disampaikan buruh.
Ia menuturkan, UU Cipta Kerja sudah disahkan dan telah melalui proses
konstitusional, sehingga masyarakat juga bisa menggugatnya secara
konstitusional.
"Belum ada opsi untuk ke situ. Belum ada pertimbangan untuk opsi menerbitkan
perppu. Jadi silakan seperti yang sudah disampaikan Andi Gani, Ketua Serikat
Buruh, bahwa buruh akan mengambil jalan konstitusional," tutur dia.
9. OPINI DAN ARGUMEN
RUU Cipta Kerja dianggap merugikan bagi masyarakat atau lebih tepatnya para
buruh.Untuk itu banyak dari para buruh yang melakukan aksi penolakan terhadap RUU Cipta
Kerja yang disebut sebagai Omnibus Law secara besar-besaran yang dimana itu ditegaskan
oleh Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menolak
adanya RUU Cipta Kerja ini.
Berbagai alasan-alasan penolakan mulai bermunculan dan berkembang semakin
luas seiring dengan besarnya para buruh yang melakukan aksi penolakan terhadap isu
tersebut,Contoh nyatanya yang pertama yaitu diketahui bahwa Omnibus Law memperburuk
hak perlindungan buruh perempuan yang dimana dalam RUU tersebut disebutkan bahwa
hanya terdapat cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja tetapi tidak
menyebutkan cuti karena Haid atau keguguran.
Semua para buruh terutama buruh perempuan setuju akan hal itu,dikarenakan cuti
tidak hanya dilakukan karena adanya cuti tahunan atau cuti panjang namun cuti bisa
disebabkan oleh berbagai hal, salah-satunya yaitu haid atau keguguran.Untuk itu banyak
buruh perempuan yang menyuarakan mengenai hal itu,salah satunya dengan melakukan
mogok massal.
10. Kedua, penolakan penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan
pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten/Kota bersyarat.Karena seperti yang
diketahui bahwa dengan penghapusan ini perusahaan tidak ada kewajiban lagi untuk
membayar upah sektoral yang artinya bahwa pengusaha akan lebih diuntungkan
sebaliknya para pekerja akan lebih dirugikan karena upah yang diterima akan
turun.Kebijakan ini memang menguntungkan pengusaha, karena itu sudah sejak lama
mereka menginginkan peraturan ini untuk segera dihapus.
Selanjutnya yang ketiga yaitu menolak pengurangan nilai pesangon, dari 32
bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon senilai 19 bulan upah dibayar pengusaha,
sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.Yang menjadi persoalannya adalah
darimana BPJS mendapatkan sumber dana tersebut karena bisa dipastikan BPJS
Ketenagakerjaan akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program JKP Pesangon
dengan mengikuti skema ini.
Memang dalam draf final RUU Ciptaker yang beredar diperoleh CNBC
Indonesia, pada bagian ketujuh, mengatur soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan.Pada
draf RUU tersebut menjawab pertanyaan buruh, bahwa untuk mendapatkan JKP ada
proses iuran yang akan disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Namun mekanisme iuran
itu apakah ditanggung oleh negara atau buruh belum bisa dipastikan.
Selain itu yang keempat yaitu penolakan jam kerja yang eksploitatif.Di dalam
RUU Cipta Kerja tidak lagi diatur waktu kerja 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam 1 minggu
untuk 6 hari kerja atau 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari
kerja,tetapi sekarang hanya disebutkan, waktu kerja paling lama 8 jam 1 hari dan 40
jam 1 minggu.Yang dimana membuka adanya celah jam yang dieksploitasi.
11. Dalam omnibus law juga diatur, pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja
yang melebihi ketentuan waktu kerja untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
Dengan kata lain, ketentuan ini melegalkan jam kerja melebihi 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam
dalam 1 minggu.Selain itu ,mengenai waktu kerja lembur. Dalam omnibus law, lembur paling
banyak 4 jam dalam sehari dan 18 jam dalam 1 minggu. Padahal dalam UU No 13 Tahun
2003, lembur hanya boleh 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Lalu,masih banyak hal lainnya seperti Menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup,Menolak Outsourcing
pekerja seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan,serta karyawan kontrak dan outsourcing
bisa berlaku seumur hidup, maka buruh menuntut jaminan pensiun dan kesehatan bagi
karyawan kontrak dan outsourcing.
Beberapa hal tersebut masih menjadi polemik,dimana KSPI merencanakan empat
upaya untuk membatalkan atau mengubah substansi UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan
buruh. Pertama, mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).Kedua,
mendorong pelaksanaan legislative review dan eksekutive review.Ketiga, melakukan
sosialisasi dan kampanye tentang isi dan alasan penolakan atas UU Cipta Kerja, khususnya
klaster ketenagakerjaan.Keempat, menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di
seluruh Indonesia meski undang-undang itu akan ditandatangani presiden.
Secara terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian
mengatakan, pemerintah telah menyerap aspirasi buruh dalam pembahasan UU Cipta Kerja
dan menghormati berbagai pendapat yang disampaikan buruh. Ia juga menuturkan, UU Cipta
Kerja sudah disahkan dan telah melalui proses konstitusional, sehingga masyarakat juga bisa
menggugatnya secara konstitusional.