Rangkuman materi kuliah manajemen bencana program studi kesehatan masyarakat dengan dosen pembimbing Manaor F.L. Napitupulu Universitas Respati Indonesia (belum lengkap) yang diidapat dari berbagai sumber.
1. “The road to success is under construction.”
Jalan menuju sukses selalu dalam tahap pengerjaan.
“Success is the sum of small efforts, repeated day in and day out.”
Sukses adalah upaya pengumpulan dari upaya yang kecil yang diulang dari hari ke hari.
Pendahuluan:
1. Terjadi eskalasi[1] frekuensi, magnitude[2], dan jenis bencana.
2. Dasar penanggulangan bencana merupakan komprehensif interdisciplinary fields[3], perlu
kerjasama berbagai disiplin ilmu.
3. Penanggulangan bencana merupakan hal yang kompleks, oleh karena itu harus dilaksanakan
secara integral multi-stakeholders[4].
4. Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab pemerintah yang dilaksanakan bersama
masyarakat.
5. Atas pertimbangan butir 1 sampai dengan 4, diperlukan pedoman penata-laksanaan
penanggulangan bencana (disaster management)
Note :
[1] Eskalasi → peningkatan
[2] Magnitude → besaran
[3] Fields → sektor
[4] Stakeholders → pemangku kepentingan; pihak-pihak terkait.
Maksud dan Tujuan Manajemen Bencana
a. Maksud Manajemen Bencana
Sebagai pedoman bagi pemerintah bagi masyarakat dan individu agar dapat
melaksanakan upaya penanggulangan bencana yang mandiri, professional, transparan, dan
akuntabel.
Note : Mandiri → masyarakat harus bisa menangani diri sendiri dalam menghadapi bencana.
Transparan → harus jelas
b. Tujuan Manajemen Bencana
1) Tujuan Umum
Mencegah dan menurunkan resiko bencana serta besaran dampak bencana.
Note : Resiko → probabilitas ke arah negatif
Opportunity → probabilitas ke arah positif
2) Tujuan Khusus
a) Menurunkan mortalitas dan morbiditas korban.
b) Menurunkan luasan kerusakan lingkungan.
c) Menurunkan kerugian harta benda yang hilang akibat bencana.
Ruang Lingkup
1. Bencana
2. Manajemen Bencana
2. 3. Pra Bencana
4. Tanggap Bencana
5. Pemulihan Dampak Bencana
6. Paradigma Lama dan Paradigma Baru
7. Standar Kebutuhan Minimal
Pengertian Manajemen
Kegiatan manusia secara bersama-sama untuk nencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien. (Dean W. Tjosvold)
Ilmu sekaligus seni, manajemen adalah wadah di dalam ilmu pengetahuan, sehingga
manajemen bisa dibuktikan secara umum kebenarannya. (George R. Terry)
Manajemen adalah suatu seni yang produktif yang didasarkan pada suatu pemahaman ilmu.
(Koontz) Koontz menambahkan, ilmu dan seni tidaklah bertentangan, namun masing-masing
saling melengkapi.
Ilmu manajemen merupakan proses dalam membuat suatu perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian serta memimpin berbagai usaha dari anggota organisasi dan juga menggunakan
semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. (Stoner)
Manajemen adalah sebagai sebuah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh para anggota
organisasi dalam upaya mencapai sasaran organisasi. Proses merupakan suatu rangkaian
aktivitas yang dijalankan dengan sistematis. (Wilson)
Manajemen didefinisikan sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
(Mary Paker Folet)
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem
kerja sama tersebut lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. (Luther Gulick)
Pengertian Bencana
Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologi, korban
jiwa manusia dan memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan pada skala yang cukup
untuk memerlukan bantuan luar biasa dari masyarakat di luar daerah yang terkena. (WHO)
Note : Terdapat pembatasan pada pelayanan kesehatan.
Bencana adalah peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan
penderitaan manusia serta kerugian materi yang hebat. (UNHCR)
Note : Penekanan hanya pada penderitaan, tidak memandang dari segi kesehatan.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa[1] yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia[2] sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU No. 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana)
Note :
3. 1. Definisi tidak boleh lebih dari 16-20 kata.
2. [1]Peristiwa adalah serangkaian kejadian yang berlangsung. Jadi, penulisan terhadap kata-kata “serangkaian
peristiwa” dapat dianggap tidak relevan/kurang tepat.
3. [2]Manusia merupakan salah satu faktor non alam; terlalu banyak penggunaan kata yang tidak diperlukan.
Bencana adalah suatu peristiwa alam atau akibat ulah manusia yang terjadi secara tiba-tiba
dan progresif yang berdampak serius terhadap kehidupan masyarakat sehingga harus ditangani
dengan upaya yang luar biasa (W Nick Charter)
Bencana adalah peristiwa yang terjadi secara mendadak atau tidak terencana atau perlahan-
lahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kesehatan atau kerusakan
ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan
manusia beserta lingkungannya. (Greeg MB-Leehat MF)
Bencana (disaster) merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
komunitas sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi
materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan komunitas tersebut untuk
mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004)
Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mengakibatkan korban suatu komunitas
atau kerusakan lingkungan yang signifikan* sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak
luar. (Manaor F.L. Napitupulu)
Note : Signifikan karena memenuhi parameter bencana.
Parameter bencana :
1. Disaster mortality rate (angka kematian akibat bencana)
2. Disaster spreading rate (angka penyebaran bencana)
3. Disaster severity index (indeks keparahan bencana)
𝐷𝑖𝑠𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟 𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 =
Total Kerugian
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑁𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡 (GNP)
4. Disaster magnitude scale (skala besaran bencana)
5. Disaster toll ratio (perbandingan korban bencana)
𝐷𝑖𝑠𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑜𝑙𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Korban Meninggal
Korban Terluka
𝐷𝑖𝑠𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑜𝑙𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑖 𝑜 =
Korban Meninggal+ Korban Terluka
Populasi
6. Disaster evacuating ratio (perbandingan korban bencana yang dievakuasi)
Keterangan :
1. Insiden, jika memenuhi parameter 1 dan 2.
2. Emergensi, jika memenuhi parameter 3 dan 4.
3. Bencana, jika memenuhi parameter 5 dan 6.
Pengertian Manajemen Bencana
Serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat untuk
mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang rentan bencana untuk menghindari dan
mengatasi dampak bencana tersebut (University of Wisconsin).
Proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama (common value) untuk mendorong
pihak-pihak yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadipi baik bencana
potensial maupun actual (University of British Columbia).
4. Applied science and art[1] yang dipergunakan untuk melakukan observasi dan analisis secara
sistematis terhadap kejadian[2], distribusi[3], dan determinan[4] bencana serta dipergunakan untuk
menyelesaikan masalah bencana (Manaor F. L. Napitupulu).
Note :
[1] Ilmu terapan → Ilmu yang bisa dilaksanakan/dipergunakan/dipratikkan secara langsung.
Seni → Termasuk di dalamnya: kultur,;budaya (ex. Pengananan di Bali beda dengan di Aceh).
[2] Kejadian bencana :
a. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh fenomena alam. Fenomena alam dapat timbul karena
proses alam atau akibat ulah manusia, misalnya berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan lain-lain.
b. Bencan non-alam adalah bencana yang terjadi bukan akibat fenomena alam, antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit, serta bencana buatan manusia lainnya (terorisme, perang,
dan sebagainya).
1) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh terganggunya interaksi sosial seperti social unrest
(kerusuhan) dan terorisme.
2) Bencana biologi adalah bencana yang disebabkan dengan memanfaatkan makhluk hidup, seperti
bioterorisme.
3) Bencana teknologi adalah bencana yang terjadi akibat kegagalan teknologi.
[3] Distribusi bencana :
a. Place : Bencana terjadi sesuaidengan tempatnya.
b. Person : Bencana kelaparan.
c. Time : Pada saat tertentu resiko bencana tinggi, seperti musim hujan rawan bencana banjir.
[4] Determinan bencana :
a. Faktor sosial : awareness (kesadaran) masyarakat.
b. Faktor ekonomi : anggaran masyarakat.
c. Faktor politik : good-will (kebaikan) pemerintah.
d. Faktor kultural : habit (kebiasaan) masyarakat.
5. Konsep Manajemen Bencana
a. Ilmu terapan dan seni (apllied science and art)[1].
b. Multi Interdiciplinaries[2].
c. Terdiri dari elemen perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian[3].
d. Pendekatan siklus manajemen bencana[4].
e. Merupakan pedoman untuk digunakan oleh semua elemen.
f. Menyelesaikan masalah bencana[5].
Note:
[1] Ilmu terapan → Ilmu yang bisa dilaksanakan/dipergunakan/dipratikkan secara langsung.
Seni → Termasuk di dalamnya: kultur,;budaya (ex. Pengananan di Bali beda dengan di Aceh).
[2] Penanggulangan bancana harus dilakukan oleh berbagai lintas ilmu, baik secara vertical (pusat dan daerah)
maupun secara horizontal (lintas sektor).
[3] Mengarah pada fungsi manajemen bencana itu sendiri (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling).
[4] Mengarah pada siklus manajemen bencana (Prabencana → Tanggap Bencana → Pemulihan Dampak Bencana).
[5] Tujuan dari manajemen bencana.
Klasifikasi Bencana
1. Menurut Perjalanannya
a. Acute Onset : Terjadi secara cepat (Gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor)
b. Slow Onset : Terjadi lama/lambat (Letusan gunung berapi, kelaparan, kebakaran
hutan)
2. Menurut Penyebabnya
a. Bencana Alam
Bencana yang disebabkan oleh fenomena alam. Fenomena alam dapat timbul karena
proses alam atau akibat ulah manusia, misalnya berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan lain-lain.
b. Bencana Non Alam
Bencana yang terjadi bukan akibat fenomena alam, antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit, serta bencana buatan
manusia lainnya (terorisme, perang, dan sebagainya).
Karakteristik Bencana
1. Karakteristik Bencana Alam
a. Umumnya didahului hazard, kecuali gempa bumi.
b. Speed of onset berproses, kecuali gempa bumi (tiba-tiba).
c. Terkait dengan musim, kecuali gempa bumi.
d. Kesiap-siagaan menjadi faktor utama.
2. Karakteristik Bencana Non-Alam
a. Tanpa didahului hazard, kecuali bencana biologi.
6. b. Speed of contest tiba-tiba.
c. Tidak terkait dengan musim tapi dengan faktor ekonomi.
d. Pencegahan faktor utama.
Hal - Hal yang Kurang Tepat Dalam Penerapan Penanganan Bencana Alam
Note:
A → Bukan menggunakan kekuatan, melainkan besaran.
B → Digunakan kata penghubung “pada”.
C → Skala Ritcher (SR) tidak menggambarkan tingkat kerusakan. Tingkat kerusakan ditunjukkan oleh satuan
MMI (Modified Mercalli Intensity), dengan 12 tingkat kerusakan.
Sehingga pembacaan yang seharusnya ialah : Terjadi Gempa Bumi dengan besaran 5,7 pada Skala Ritcher.
Perbedaan Skala MMI dan SR
a) Skala Mercalli
Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan ini
diciptakan oleh seorang vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun
1902. Skala Mercalli terbagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi dari orang-orang
yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta membandingkan tingkat
kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Oleh itu skala Mercalli adalah sangat subjektif dan
kurang tepat dibanding dengan perhitungan magnitudo gempa yang lain. Oleh karena itu, saat
ini penggunaan Skala Richter lebih luas digunakan untuk untuk mengukur kekuatan gempa
bumi. Tetapi skala Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931 oleh ahli seismologi Harry
Wood dan Frank Neumann masih sering digunakan terutama apabila tidak terdapat peralatan
seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa bumi di tempat kejadian.
MMI terbagi menjadi 12 tingkatan yaitu :
a. I MMI : Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa
orang
b. II MMI : Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang
digantung bergoyang.
c. III MMI : Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada
truk berlalu.
c. IV MMI : Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh
beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan dinding
berbunyi.
d. V MMI : Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak
terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan
barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
7. e. VI MMI : Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua terkejut
dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik
rusak, kerusakan ringan.
f. VII MMI
:
Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah
dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan
yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan hancur,
cerobong asap pecah. Terasa oleh orang yang naik kendaraan.
d. VIII MMI : Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-
retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas
dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen
roboh, air menjadi keruh.
g. IX MMI : Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi
tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari
pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
h. X MMI : Bangunan dari kayu yang kuat rusak,rangka rumah lepas dari
pondamennya, tanah terbelah rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap
sungai dan di tanah-tanah yang curam.
i. XI MMI : Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak,
terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah
terbelah, rel melengkung sekali.
k. XII MMI
:
Hancur sama sekali, Gelombang tampak pada permukaan tanah.
Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.
b) Skala Richter
Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo
maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen
pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya.
Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari
seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya
sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (103 mikrometer) sama dengan 3,0
skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Persamaan dasar yang
digunakan adalah:
Di mana A adalah ekskursi maksimum dari seismograf Wood-Anderson untuk
memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan
matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter
yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam
milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau
jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping
ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar
23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan
8. menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis
tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter.
Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah
Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk
gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya.
Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo
gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi
tidak representatif lagi.
Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter
seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang
magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam
pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang
lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.
c) Perbandingan MMI dan SR
Perbedaan Skala Richter dan Mercalli adalah Skala Mercalli menggambarkan intensitas
gempa berdasarkan dampak yang ditimbulkan sedangkan skala Richter menggambarkan
besarnya kekuatan gempa dengan mengukur gelombang seismik penyebab gempa. Dua skala
ini memiliki penerapan yang berbeda dan perbedaan teknik pengukuran. Mercalli bertipe
linier sedangkan Richter bersifat logaritmik contohnya gempa bekekuatan 5 magnitude
adalah 10 kali lebih kuat dari magnitude 4. Berikut ini sisi perbedaan antara kedua jenis skala
tersebut.
Metode Pengukuran : - Mercalli mengukur efek yang disebabkan gempa.
- Richter mengukur energi yang dikeluarkan gempa.
Alat/Teknik Ukur : - Mercalli menggunakan observasi.
- Richter menggunakan seismograf.
Perhitungan : - Mercalli melihat jumlah dari kerusakan bangunan, korban jiwa
yang diobservasi langsung di permukaan bumi.
- Richter menggunakan 10 skala logaritma yang diperoleh dari
hasil kalkulasi amplitudo gelombang.
Skala : - Mercalli dari mulai huruf romawi I (tidak terasa) hingga XII
(kerusakan total).
- Richter dimulai dari angka 2.0 hingga 10 + (tidak pernah
tercatat).
Konsistensi : - Mercalli bervariasi tergantung jarak dari episenter.
- Richter bervariasi pada perbedaan jarak dari episenter tapi
secara umum diberikan satu nilai yang sama untuk gempa
secara keseluruhan.
Skala Mercalli dikembangkan oleh seorang vulkanolog Italia yaitu Giuseppe Mercalli
pada 1884 dan diperluas intensitas derajat kekuatannya menjadi 12 oleh Adolfo Cancani pada
9. 1902. Kemudia setelah itu dimodifikasi kembali oleh Harry O Wood dan Frank Neumann
pada 1931.
Skala Richter dikembangkan pada tahun 1935 oleh Charles Richter dan pada awalnya
digunakan untuk mempelajari daerah di California kemudian diadaptasi skalanya hingga
dapat digunakan secara global saat ini.
Perbandingan Skala Richter dan Mercalli
Intensitas
Mercalli
Observasi Mercalli
Perbandingan
Ritcher
I Tidak ada efek 1 – 2
II Dirasakan oleh orang yang sensitif 2 – 3
III Getaran serupa dengan lalu lintas alat berat 3 – 4
IV Dirasakan oleh orang yang berjalan 4
V Orang yang tertidur akan terbangun 4 – 5
VI Pohon bergerak, beberapa kerusakan dari objek yang jatuh 5 – 6
VII Retakan dinding bangunan 6
VIII Cerobong asap jatuh, kerusakan bangunan 6 – 7
IX Tanah retak, rumah mulai ambruk 7
X Tanah terbelah, longsor, dan gedung terbelah 7 – 8
XI Jembatan runtuh 8
XII Kerusakan massal, tanah bergetar hebat > 8
Siklus Manajemen Bencana (Disaster Management Cycle)
Suatu siklus penanggulangan bencana yang melalui beberapa tahap dan fase pada
penanggulangan bencana. (Manaor F.L. Napitupulu)
10. Keterangan :
a) Setiap bagian dengan bentuk yang sama harus dibentuk dengan ukuran yang sama pula.
b) Bentuk yang melingkupi “Manajemen Bencana” haruslah bersentuhan “sudut bintang”nya, dengan lingkaran
dan “sudut” bentuk dari yang melingkupi “Evakuasi”.
c) Pembacaan searah jarum jam.
1. Tahap Predisaster
Upaya-upaya yang dilakukan sebelum bencana terjadi sebagai salah satu bentuk dari
upaya penanggulangan bencana.
a. Fase Prevention
Upaya-upaya pencegahan.
1) Primer yaitu pencegahan yang mencakup peningkatan dan pencegahan lainnya.
2) Sekunder yaitu pencegahan yang mencakup deteksi dini dan komplikasinya.
3) Tersier yaitu pencegahan yang mencakup usaha untuk mempertahankan kondisi yang
optimal setelah mengalami suatu ketidak-mampuan.
b. Fase Mitigation
Upaya-upaya yang ditujukan untuk meminimalisir dampak bencana dan menekan
serendah mungkin dampak bencana. Ada 2 (dua) bentuk mitigasi untuk meminimalkan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, di antaranya :
1) Mitigasi Struktural
Upaya untuk meminimalisir dampak bencana melalui pembangunan berbagai
prasarana fisik dan pendekatan teknologi. (Contohnya membuat check-dam,
bendungan, tanggul sungai, dan lain-lain)
a) Skala Mikro
- Formulasi aksi bencana
- Kodifikasi struktur
11. - Bangunan pelindung
b) Skala Makro
- Zonasi skala bencana
- Peraturan desain bangunan
- Unit bangunan
2) Mitigasi Non-Struktural
Upaya untuk meminimalisir dampak bencana melalui peraturan-peraturan dan
kebijakan-kebijakan. (Misalnya adanya peraturan, tata ruang, dan pelatihan)
c. Fase Preparedness (Kesiap-siagaan)
Siap belum tentu siaga → Siap menghadapi banjir dengan terbentuknya TIM,
tersedianya perahu karet, dan lain-lain. Tetapi anggota
TIM/petugas masih di rumah masing-masing atau perahu
karet masih ada di gudang dan tidak terpelihara, dan lain-
lain.
Siaga belum tentu siap → Sumber daya manusia sudah siaga namun dengan
perlengkapan/peralatan yang belum tersedia/seadanya.
1) Pengukuran awal
2) Perencanaan
3) Rencana institusional
4) Sistem informasi
5) Pusat sumber daya manusia
6) Sistem peringatan
7) Mekanisme respon
8) Pelatihan dan pendidikan terhadap masyarakat
9) Geladi
2. Tahap Disaster Response (Tanggap Bencana)
Upaya yang ditujukan untuk menanggulangi keadaan pada saat bencana terjadi dan
beberapa saat setelah bencana terjadi.
Tabel 2.2. Perbedaan Tanggap Bencana dan Tanggap Darurat Bencana
Tanggap Bencana
(Disaster Response)
Tanggap Darurat Bencana
(Disaster Emergency)
Upaya yang ditunjukkan untuk
menanggulangi keadaan pada saat bencana
terjadi dan beberapa saat setelah bencana
terjadi.
Merupakan bagian dari tanggap bencana.
“Darurat bukan berarti Bencana, tapi
kalau Bencana sudah pasti Darurat
(Emergency).”
Sumber : Kuliah Manajemen Bencana oleh Manaor F.L. Napitupulu.
12. a. Fase Search and Rescue (SAR)
Kegiatan dan usaha mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang
hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah-musibah
seperti pelayaran, penerbangan, dan bencana. (Wikipedia, 2017)
Tugas utama : membantu presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pencarian dan pertolongan.
Metode pencarian :
1) Garis tunggal : Sejajar dan menyisir secara bersamaan.
2) Voting line : Menentukan tempat.
3) Kelompok : Pembagian tugas dengan kelompok-kelompok.
Jenis Musibah yang ditangani :
1) Kecelakaan (darat, laut, dan udara)
2) Bencana
3) Kondisi yang membahayakan manusia
b. Fase Humantarian Assistance (Bantuan Kemanusiaan)
Upaya untuk memberikan bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar.
Jenis-jenis humanitarian assistance:
1) Jangka pendek : Sandang dan pangan.
2) Jangka menengah : Bangunan non-pangan (terpal dan alat makan).
3) Jangka panjang : Perumahan, pendidikan, dan instalasi air.
Patokan selesai tanggap darurat bencana:
a) Ketika akses sudah bisa dilewati atau dibuka.
b) Korban terdistribusi dengan baik.
c) Bantuan kemanusiaan sudah terdistribusi dengan baik.
d) 2 – 3 hari kemudian tanggap darurat selesai.
3. Tahap Recovery (Pemulihan Dampak Bencana)
Upaya-upaya yang dilakukan memulihkan dampak bencana ke arah sebelum terjadi
bencana ke keadaan semula atau lebih baik lagi.
a. Fase Rehabilitation
Pemulihan dari keadaan fisik dan psikologis yang memerlukan pengobatan medis.
Adapun yang perlu untuk di rehabilitasi adalah fisik lingkungan di antaranya mayat-
mayat yang bergeletakan segera diambil maupun fisik keadaan pemerintah.
Jenis-jenis rehabilitation:
1) Manusia
2) Lingkungan
3) Harta Benda
4) Pemerintahan
b. Fase Rekonstruksi
13. Pembangunan kembali khususnya untuk bangunan dan harta benda/properti. Jadi,
membangun kembali bangunan-bangunan yang hancur agar kembali atau lebih baik lagi.
Contoh : Sebelum terkena gempa bumi, dinding rumah hanya terbuat dari bata merah,
setelah terkena gempa bumi dan dipulihkan, dinding rumah terbuat dari beton.
Perbedaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Rehabilitasi Rekonstruksi
a) Pemulihan secara fisik dan psikologis.
b) Memperbaiki kerusakan ringan sampai
sedang.
c) Merupakan langkah yang diambil setelah
kejadian bencana untuk membantu
masyarakat.
a) Pembangunan kembali khusus untuk
bangunan.
b) Memperbaiki kerusakan berat.
c) Merupakan program jangka menengah
dan jangka panjang.
4. Evakuasi
Evakuasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah terjadinya bencana.
5. Emergency Restoration
Upaya pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital dengan memperbaikinya.
6. Relokasi
Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana.
Emergency : Suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba yang mengancam manusia (tanpa
monitoring), misalnya gempa bumi.
Krisis : Suatu kejadian yang terjadi melalui proses atau tahapan-tahapan (dengan
monitoring). Misalnya kembakaran hutan.
Opportunity : Probabilitas ke arah positif.
Resiko : Probabilitas ke arah negatif.
Hazard : Fenomena ke arah negatif.
1. Resiko
Resiko adalah probabilitas ke arah negatif.
Rumus : 𝐑𝐞𝐬𝐢𝐤𝐨 = 𝑯𝒂𝒛𝒂𝒓𝒅 𝒙 𝑽𝒖𝒍𝒏𝒆𝒓𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒚 (𝐤𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐧𝐚𝐧)
2. Hazard
Hazard adalah fenomena ke arah negatif. Jenis- jenis hazard:
a. Hazard fisik : Potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor fisik yang sedang
melakukan pekerjaan.
b. Hazard biologi : Potensi bahaya yang ditimbulkan dari faktor mahkluk hidup.
c. Hazard kimia : Potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan karakteristik
kimia yang dimiliki dari suatu bahan.
d. Hazard ergonomi : Potensi bahaya yang disebabkan terjadi karena tidak
efisiennya hubungan alat kerja dengan manusia.
14. e. Hazard psikologi : Potensi bahaya yang disebabkan terjadinya suatu konflik
dalam lingkungan kerja.
Contoh :
Rumah di tebing.
a. Resiko lingkungan : Bencana tanah longsor.
b. Resiko manusia : Korban bencana tanah longsor.
Hazard → Gempa bumi.
Resiko → Kerusakan rumah akibat gempa bumi.
3. Vulnerability (kerawanan)
Suatu kondisi dari FESEP (fisik, ekonomi, sosial, environment, dan politik) yang
mempermudah terjadinya suatu keadaan emergency atau disaster.
Rumus : 𝑽𝒖𝒍𝒏𝒆𝒓𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒚 =
𝑺𝒖𝒔𝒄𝒆𝒑𝒕𝒊𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒚 (𝐤𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐚𝐧)
𝑪𝒂𝒑𝒂𝒄𝒊𝒕𝒚 (𝐤𝐞𝐦𝐚𝐦𝐩𝐮𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐦𝐩𝐮𝐧𝐠)
Jenis-jenis vulnerability:
a. Kerawanan fisik : Bangunan dan infrastruktur.
b. Kerawanan sosial : Kemiskinan dan konflik.
c. Kerawanan mental : Ketidak-tahuan dan kurang percaya diri.
Perbedaan Vulnerability dan Susceptibility
a. Vulnerability
1) Daerah yang pernah atau sering terkena bencana.
2) Resiko tinggi hazard.
b. Susceptibility
1) Diprediksikan dapat terkena bencana.
2) Faktor-faktor dari resiko dan hazard.
Filosofi Kebencanaan
1. Country : Penanggulangan bencana merupakan tanggung-jawab negara yang
dilaksanakan bersama masyarakat.
2. Co-operation : Kerjasama yang dilakukan bersama-sama baik antar lintas sektor dan
lintas program.
Inter-sektor : antara departemen dan kementrian.
Inter-program : bisa dalam 1 kementrian tapi beda bagian, ex. Sekjend dan Insjend.
3. Co-ordination: Tidak ada yang lebih tinggi atau unggul dalam penanggulangan
bencana.
→ Inter Command System (ICS) (POSKO)*
4. Coherent : Saling melekat dan berkesinambungan merupakan satu kesatuan yang
saling terikat.
* Begitu bencana terjadi, dibentuk ICS untuk koordinasi semua kegiatan ketika bencana terjadi. Kepalanya
Kapolres dan Tentara.
15. Konsep Penanggulangan Bencana
1. Berbasis masyarakat*, melibatkan masyarakat sesuai kebutuhan.
2. Fokus pada kerawanan atau resiko (Fokus kepada pra-bencana).
3. Pemberdayaan masyarakat.
4. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
5. Lintas sektor dan multi-stakeholder.
6. Tahap pra-bencana → Efisiensi (6M)
Tahap tanggap bencana → Efektifitas
Tahap pemulihan dampak bencana → Efesiensi dan efektifitas
Note:
Berbasis masyarakat :
a. Community based → usulan dari masyarakat.
b.Commmunity involvement → dari masyarakat → masyarakat punya uang dan hanya berpartisipasi.
c. Community participation → dari pemerintah → pemerintah punya uang, masyarakat yang kerja.
Paradigma Baru dalam Manajemen Penanggulangan Bencana di Indonesia
1. Pandangan terhadap bencana telah berubah dari “spesifik bencana” → “karakteristik
bencana”.
Spesifik bencana → Orang bisa lihat tentang banjir, gempa bumi, dan lain-lain.
Karakteristik bencana → Orang tahu penyebab dan alasan bencana.
2. Pandangan terhadap korban bencana telah berubah dari “ketidak-berdayaan” → “percepatan
pemberdayaan”.
Dulu → Pengungsi (korban bencana) dianggap tidak berdaya.
Sekarang → Pengungsi diberdayakan (pemberdayaan masyarakat/korban bencana).
3. Manajemen penanggulangan bencana berkembang dengan cepat seiring dengan kemajuan
teknologi.
Dulu → Gempa bumi tiba-tiba tsunami.
Sekarang → Gempa bumi dengan peringatan terjadi tsunami.
4. Frekuensi, besaran, dan intensitas bencana dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah
meningkat secara bermakna.
Frekuensi
Dulu → Siklus demam berdarah 5 tahunan.
Sekarang → Siklus demam berdarah hampir tiap tahun.
Magnitude
Dulu →
Sekarang →
Inter
Command
System
Operasional Planning Logistik Administratif
16. Intensitas (keparahan)
Dulu → Terjadi demam → ke dokter.
Sekarang → Terjadi demam → obat → terlambat/salah pengobatan → meninggal.
5. Perlu upaya penanganan bencana serta pemulihan dampak bencana yang efektif dan efisien
yang disebut Paradigma Baru*.
* Alasan 1 sampai 4
Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas manajemen bencana melalui pendekatan pra-bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya analisis fenomena bahaya di daerah rawan bencana (hazard).
b. Menurunnya tingkat kerawanan topogeodemografi (vulnerability).
c. Meningkatnya kapasitas sumber daya di setiap level per sektor (capacity).
d. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap bencana (community-based).
Ruang Lingkup
1. Pre-disaster
2. Disaster Response
3. Disaster Recovery
Kerangka Konsep (Conseptual Framework)
Suatu bagan yang menggambarkan mekanisme kerja.
Note:
17. 1. Bentuk pada paradigma lama menandakan bahwa penanganan bencana pada paradigma lama masih terpecah -
pecah.
2. Bentuk pada paradigma baru menandakan bahwa penanganan bencana pada paradigma baru sudah terintegrasi.
Prinsip Paradigma Baru
1. Disaster management → Integrated Disaster Management
2. Emergency Response → Risk Management
3. “Going to” Recovery → “Think about” Recovery
Meningkatnya frekuensi, besaran, intensitas, dan karakteristik bencana memicu
perkembangan manajemen kebencanaan (disaster management) yang cepat. Pada awalnya,
Disaster Management hanya sebatas ilmu terapan berorientasi lapangan, akan tetapi saat ini
Disaster Management telah berkembang menjadi ilmu terapan terpadu (integrated disaster
management) mengikuti pergeseran Paradigma Manajemen Penanggulangan Bencana.
Predisaster Management
- Risk management (manajemen resiko)
- Early warning system (sistem peringatan dini)
Early warning system adalah suatu sistem komunikasi top-down atau bottom-up yang
menginformasikan terhadap suatu fenomena.
Top-down → Gempa bumi kurang dari 10 km di kedalaman laut akan mengakibatkan tsunami, maka BMKG
harus memperingatkan ke daerah.
Bottom-up→ Kebakaran hutan → dari rakyat ke pusat.
- Contingency plan (rencana kemungkinan)
Contingency plan adalah rencana yang disusun untuk menghadapi beberapa
kemungkinan dalam bentuk beberapa skenario. Contingency plan merupakan rencana yang
disusun untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang berisi siapa yang mengerjakan apa
dan bagaimana serta siapa yang bertanggung-jawab.
- “Think about” recovery
Contoh: Tinggalkan rumah → lari ke tempat tinggi → SMONG.
Perbandingan Paradigma dengan Pendekatan Elemen
Elemen Paradigma Lama Paradigma Baru
1.SDM Terbatas Terintegrasi
2.Aksesibilitas Sukar Semudah mungkin
3.Peralatan Apa adanya Pendekatan resiko
4.Koordinasi Lemah Kuat
5.Anggaran Tidak tersedia Tersedia
6.Legal aspect Sektoral Multi-sektoral
18. Ketika bencana terjadi, berangkatkan Tim Rapid Assisment (biasanya 3 orang 1 tim).
Tugasnya :
- Menentukan bencana atau bukan.
- Menentukan butuh intervensi atau tidak.
- Kalau butuh, menentukan intervensi apa yang dibutuhkan.
Kurang dari 3x24 jam.
Penanganan Kebutuhan Minimum Korban Bencana
Standar kebutuhan minimum pada situasi pasca bencana terdiri dari 4 point, yaitu:
a. Shelter atau pemukiman sementara.
b. Air, sanitasi, dan kebersihan.
c. Ketahanan pangan, gizi, dan bantuan pangan.
d. Pelayanan kesehatan.
Kebutuhan minimum dari penanggulangan korban bencana umumnya dibuat tiap titik
pengungsian sementara (shelter). Kebutuhan akan dirinci setiap orang setiap harinya, lengkap
dengan total kebutuhan keseluruhan, cara dan alat distribusi, penampungan, hingga harganya.
1. Shelter
Kebutuhan shelter atau perhunian sementara bagi korban bencana umumnya
menggunakan tenda pleton dengan kapasitas 40 – 50 orang atau tenda dengan ukuran setiap
orang mendapat luas 3,5 – 4,5 m2.
2. Air, Sanitasi, dan Kebersihan
a. Air
- Kebutuhan air minum setiap orang setiap harinya ialah 2,5 L setiap harinya.
- Kebutuhan air bersih setiap orang pada 3 hari pertama masa bencana ialah 7 L setiap
harinya.
- Kebutuhan air bersih setiap orang pada hari ke-4 dan seterusnya masa bencana ialah 15
L setiap harinya.
Pra-bencana
• 2 - 3 hariContingency
Plan
• Inter Command System
Aktifpada
saat bencana
•Rapid Assisment
•(Penilaian cepat)
Operasional
Plan
19. - Kebutuhan truk tangki air bersih atau minum berkapasitas 1.000 – 5.000 L setiap
truknya.
- Kebutuhan penampung air berkapasitas 500 – 1.000 L setiap penampungnya.
- Kebutuhan kran air yang dapat digunakan 80 – 100 orang setiap kran air.
b. Sanitasi dan Kebersihan
- Kebutuhan kamar mandi yang dapat digunakan 17 – 20 orang.
- Kebutuhan jamban yang dapat digunakan sampai 20 orang, dimana jarak jamban
dengan tenda ialah 50 m.
- Kebutuhan septic tank yang dapat digunakan …… orang, dimana jarak septic tank
dengan tenda ialah ….. m.
- Kebutuhan drum sampah dengan ukuran 100 L dapat digunakan untuk 50 orang,
dimana jarak drum sampah dengan tenda ialah …… m.
- Kebutuhan drum untuk sampah residu, sampah medis, dan trashbag disesuaikan.
- Kebutuhan pembuangan limbah cair (got) dengan lebar 40 cm dan kedalaman 20 cm.
c. Personal Hiegen
- Kebutuhan sabun mandi setiap orang ialah 250 gr atau setara dengan 3 batang sabun
setiap bulan.
- Kebutuhan shampoo setiap orang ialah 340 mL atau setara dengan 1 botol setiap bulan.
- Kebutuhan pasta gigi setiap orang ialah 100 gr atau setara dengan 1 tube ukuran besar
setiap bulan.
- Kebutuhan sabun cuci setiap orang ialah 690 gr atau setara dengan 1 bungkus setiap
bulan.
- Kebutuhan peralatan makan, sikat gigi, handuk, ember, dan spons sabun setiap orang
ialah 1 buah atau 1 set setiap bulan.
d. Lain-lain
- Kebutuhan popok dan pembalut setiap orang (wanita atau bayi) ialah 3 – 4 buah setiap
hari.
3. Ketahanan Pangan, Gizi, dan Bantuan Pangan
a. Kebutuhan kalori yang harus dipenuhi setiap hari adalah minimal 2.100 kalori.
b. Kebutuhan karbohidrat yang harus ada dalam menu makan harian ialah ……
c. Kebutuhan protein yang harus ada dalam menu makan harian ialah …..
d. Kebutuhan lemak yang harus ada dalam menu makan harian ialah ……
4. Pelayanan Kesehatan
a. Kebutuhan tempat pelayanan kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang setiap tempatnya.
b. Kebutuhan tenaga kesehatan yang dapat melayani hingga 10.000 – 20.000 orang.
- Dokter
- Perawat