Miskomunikasi di Kalangan Mahasiswa Akibat Perbedaan Latar Belakang Budaya
1. MISKOMUNIKASI DI KALANGAN MAHASISWA AKIBAT PERBEDAAN
LATAR BELAKANG BUDAYA
Aurellia Christy Juniar Soyan Karay, Rizki Magfirah Febriani, Harnetta Neirasha
Janice, Novalia Agung W. Ardhoyo
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta
Email : hnjanice@gmail.com
ABSTRAK
Salah satu kebutuhan manusia ialah komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial dimana
manusia tidak dapat menjalankan kehidupan tanpa bantuan dari individu lain, untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bertahan hidup manusia sangat memerlukan orang lain dalam
membantu mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat bertahan hidup. Komunikasi
adalah salah satu bentuk kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan lainnya, lewat proses
komunikasi manusia dapat menyampaikan apa yang dimaksud kepada orang lain sehingga apa
yang diinginkan tercapai. Dalam melakukan proses komunikasi peran "bahasa" sangat penting
dan mempengaruhi pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Perbedaan bahasa juga
dapat dilihat dari perbedaan kebudayaan seseorang, budaya atau kebudayaan yang berbeda bisa
mempengaruhi kebahasaan seseorang dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. Dalam
penelitian ini konflik yang terjadi ialah miskomunikasi diantara tiga orang yang memiliki
perbedaan budaya sehingga mempengaruhi "bahasa" yang digunakan, penelitian tersebut
menggunakan model Lasswell sebagai arahan proses komunikasi yang terjadi antara komunikator
dan komunikan. Metode yang digunakan ialah pengamatan yang dalam, yaitu deskriptif guna
mendeskripsikan atau menggambarkan konflik yang terjadi. Tujuan penelitian tersebut bertujuan
untuk mengurangi atau memperkecil terjadinya miskomunikasi akibat perbedaan kebudayaan
terkhusus dalam penggunaan bahasa dalam lingkungan baru dengan cara menerapkan kesetaraan
bahasa dimana bila seorang menempati lingkungan baru dengan "bahasa" yang berbeda
sebelumnya ia harus belajar menyesuaikan diri dalam lingkungan baru yang ia tempati karena
dengan begitu komunikan atau individu lain dapat memahami pesan yang akan disampaikan oleh
komunikator.
Kata kunci : miskomunikasi, perbedaan bahasa, penyesuaian diri
2. PENDAHULUAN
Miskomunikasi adalah kegagalan dalam berkomunikasi. Komunikasi yang buruk dapat
menimbulkan kesalahpahaman karena pesan atau informasi yang disampaikan tidak diterima
oleh komunikan. Miskomunikasi bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
Miskomunikasi dapat muncul karena berbagai faktor, seperti perbedaan persepsi antara
pengirim informasi dan penerima informasi. Sering kali, ada perbedaan pengetahuan,
pengalaman, dan perbedaan gaya bahasa yang digunakan sehingga hal tersebut yang dapat
menyebabkan miskomunikasi.
Lalu ada komunikasi antar budaya yang merupakan proses komunikasi yang terjadi
antara orang-orang yang memiliki budayaan yang berbeda, baik beda ras, etnik, sosial
ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan. Budaya merupakan cara hidup yang
berkembang dan dianut oleh masyarakat dan sudah berlangsung dari generasi ke generasi
selanjutnya. Komunikasi ada karena perbedaan merupakan hasil dari keanekaragaman,
pengalaman, nilai, dan juga cara pandang dari masing-masing budaya. Tentu saja untuk
menjalin komunikasi yang baik dan benar ketika memiliki perbedaan latar belakang, kita harus
mengerti jelas pentingnya peran bahasa dalam komunikasi antar budaya.
Komunikasi yang terjadi antar budaya sering terdengar. Hal ini karena budaya atau pola
hidup mereka yang berbeda akan membuat kesalahpahaman dua antara kedua individu.
Sehingga perlu ada sesuatu yang dapat mengurangi tingkat kesalahpahaman diantara kedua
individu agar tidak terjadi konflik. Hal itu dapat ditemukan pada bahasa baik verbal dan
nonverbal. Peranan bahasa saat ini merupakan alat yang tentunya sangat berperan penting
dalam komunikasi antar budaya. Dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa
kebangsaan, maka akan meminimalisir kesalahpahaman.
Selain itu ada juga fungsi dari komunikasi antar budaya yaitu menyatakan identitas
sosial. Dalam proses komunikasi antar budaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu
yang bisa digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui
tindakan berbahasa baik secara verbal dan non verbal.
Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya
dapat diketahui asal usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
Selanjutnya ada juga menyatakan integrasi sosial dan pengertian sosial menurut Engin Fahri
Isin, sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih tetap
ada perdebatan tentang pola berhubungan bagi para individu tersebut.
Menurut Wursanto (2001:31), komunikasi adalah proses kegiatan pengoperan atau
penyampaian warta, berita, atau informasi yang mengandung arti dari satu pihak (seseorang
3. atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam usaha mendapatkan saling
pengertian. Komunikasi antar budaya dapat menyatukan dan mempersatukan antar pribadi
dalam interaksi tersebut dan bisa juga Menambah pengetahuan, dengan adanya komunikasi
antarbudaya kita dapat menambah wawasan satu sama lain dengan saling mengetahui
kebudayaan masing-masing karena budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sekelompok orang atau seseorang, serta diwariskan darigenerasi ke
generasi. Untuk itu sangat penting untuk memperhatikan gaya bahasa dan latar belakang
seorang sebelum berkomunikasi agak tidak terjadinya miskomunikasi antar budaya. Tetapi ada
juga beberapa dari mereka yang mengalami miskomunikasi antar budaya. Seperti terjadinya
miskomunikasi antarbudaya mahasiswa daerah dan mahasiswa perkotaan.
Adapun contoh konflik terjadinya miskomunikasi antarbudaya mahasiswa daerah dan
mahasiswa perkotaan. Dalam contoh konflik ini terjadi Culture shock atau dalam bahasa
Indonesia disebut “Gegar Budaya” adalah istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan
dan perasaan seseorang menghadapi kondisi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda.
Seperti seorang mahasiswa bernama Orpa yang berasal dari daerah. Lebih tepatnya berasal dari
Jayapura, Papua. Di daerah Papua memiliki perbedaan bahasa dengan masyarakat yang berada
di kota-kota besar tentunya. Salah satunya yaitu Jakarta. Selain menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Masyarakat yang berada di Jakarta lebih sering menggunakan kata "lo -
gue" sebagai bahasa sehari-hari mereka antar sesama orang yang dekat atau seumuran dengan
mereka. Sedangkan mereka menggunakan "saya - kamu, aku - kamu" untuk orang yang kurang
dekat atau orang asing dan orang yang lebih tua dengan mereka, karena hal tersebut dianggap
lebih sopan dibanding menggunakan kata "lo - gue". Sedangkan di Papua menggunakan bahasa
Indonesia namun penggunannya lebih disingkat. Orang papua menggunakan kata "ko - sa"
untuk orang asing atau orang yang dekat dengan mereka, dan beberapa kata lainnya yang biasa
disingkat-singkat. Ketika Orpa datang ke Jakarta & menjadi mahasiswa di Jakarta, ia bertemu
dengan Marcella dan Gracella. Dan disinilah Orpa mengalami geger budaya. Sehingga sempat
terjadinya miskomunikasi antara Orpa dengan Gracella & Marcella. Gracella & Marcella
awalnya kurang mengerti dengan pesan yang di sampaikan oleh Orpa, karena terkadang Orpa
menggunakan bahasa di daerahnya dan masih terdengar jelas logat daerah dari Orpa. Hal
tersebut membuat Gracella & Marcella menghindari berkomunikasi lagi dengan Orpa, akibat
beberapa Bahasa Daerah yang diucapkan oleh Orpa. Tentu saja Orpa berusaha pelan-pelan
untuk menjelaskan apa maksud dari ucapannya sehingga membuat Gracella & Marcella
berpikir lagi untuk tidak ada salahnya memiliki teman yang berasal dari daerah yang berbeda,
yang memiliki kebudayaan berbeda. Marcella berpikir hal tersebut dapat menambah
wawasannya sehingga Marcella mulai pelan-pelanmengerti bahasa yang disampaikan Orpa dan
Gracella yang pelan-pelan membantu Orpa untuk beradaptasi dengan gaya bahasa dari tempat
tinggalnya ini. Dengan itu tujuan penelitian ini untuk memperkecil terjadinya konflik
4. miskomunikasi & lebih memahami pentingnya komunikasi yang baik agar tidak terjadi
kesalahpahaman antar perbedaan budaya di kalangan Mahasiswa.
METOLOGI
Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme.
Hal ini dikarenakan fenomena yang akan diteliti adalah miskomunikasi di kalangan mahasiswa
akibat perbedaan latar belakang budaya. Paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang hampir
merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam
menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sebagai pengumpul data,
peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, sesuai dengan paradigma
dan permasalahan yang dipilih dalam penelitian. Dengan begitu maka penelitian akan
menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data yang
nantinya akan menjadi sumber data dapat dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi
kepustakaan secara mendalam. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis penelitian deskriptif, dikarenakan jenis deskriptif ini memang sudah melekat dengan
penelitian kualitatif.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian kali ini, penulis mengambil topik pembahasan yaitu miskomunikasi di
kalangan mahasiswa akibat perbedaan latar belakang budaya. Penelitian dilakukan pada
beberapa mahasiswa Universitas Prof. Dr Moestopo ( Beragama ) fakultas ilmu komunikasi
yang dimana memiliki latar belakang budaya yang berbeda terkhususnya dalam penggunaan
bahasa dalam lingkungan baru sehingga hal ini menimbulkan konflik atau kurang adanya
kesetaraan bahasa, dalam penelitian tersebut penulis melakukan wawancara dan observasi
kepada tiga (3) mahasiswa UPDM(B) sebagai bentuk objek dari penelitian yang di jalankan.
Pada penelitian mengambil model komunikasi Lasswell dimana sebagai arah proses
komunikasi yang terjadi antara komunikator yang menyampaikan pesan atau isi pesan kepada
komunikan sebagai penerima pesan. Konflik yang terjadi dimulai dari dimana ada seorang
mahasiswi bernama Orpa yang berasal dari suatu daerah, ia merantau ke tempat orang dengan
alasan tuntutan pendidikan sebagai mahasiswi di UPDM(B). Tempat Orpa menuntut ilmu ialah
salah satu kota dimana terbilang cukup maju dalam segi pembangunan dan penduduknya yang
beragam mulai dari gaya berpakaian, cara berbicara, kebahasan atau bahasa yang digunakan
hingga dengan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Hal tersebut tentu adalah hal yang sangat baru
bagi Orpa dan membuat ia terkejut akan hal itu sehingga Orpa harus memulai untuk beradaptasi
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tempat ia tinggal. Di tempat Orpa menuntut
5. ilmu pun tentu memiliki keberagaman mulai dari perbedaan suku, ras, budaya, agama, warna
kulit bahkan bahasa yang digunakan dan sebagainya. Karena faktanya Orpa adalah seorang
mahasiswi rantauan dimana tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan mengalami culture
shock atau biasa disebut dengan geger budaya. Benar saja, bahwa hal tersebut dialami oleh
Orpa dalam lingkungan barunya. Dalam lingkungan baru yang Orpa tinggali ia bertemu dengan
dua (2) mahasiswi bernama Gracella dan Marcella yang berada pada satu universitas bahkan
fakultas yang sama dengannya. Gracella dan Marcella berperan sebagai komunikator, dimana
Gracella dan Marcella adalah dua (2) mahasiswi yang terbilang cukup lama menetap di kota
yang Orpa tinggali, tepatnya kota Jakarta sehingga Marcella dan Gracella lebih dulu
menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut dan sudah dapat menyesuaikan kebahasan atau
sudah menyetarakan bahasa yang digunakan di tempat tersebut. Gracella dan Marcella sendiri
juga memiliki latar belakang yang berbeda namun karena keduanya sudah lebih dulu menetap
di Jakarta tempat Orpa menuntut ilmu sehingga keduanya lebih cepat beradaptasi dan nyaman
serta nyambung saat bertukar pesan atau informasi.
Dibandingkan dengan Orpa yang anak rantauan dari suatu daerah dan harus mengalami
adanya proses penyesuaian diri yang ia lewati, dalam contoh konflik yang diambil, Orpa
memiliki peran sebagai komunikan karena ia paham apa yang dibicarakan Gracella dan
Marcella namun ia kurang paham betul dalam memberi feedback atau umpan balik kepada
Gracella dan Marcella akibat Orpa belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan
belum mempelajari bahasa di daerah tersebut. Orpa juga takut Gracella dan Marcella
mengalami kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengannya, baik dalam bentuk verbal
maupun nonverbal, dimana hal tersebut adalah salah satu faktor penyebab terjadinya
miskomunikasi. Dalam penelitian yang dijalankan ini terdapat pesan atau nilai moral yang
dimana jika seseorang merantau ke sustu daerah tertentu orang tersebut harus mempelajari apa
yang di pelajari atau di gunakan di daerah tersebut, itulah alasan mengapa Orpa yang harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Karena kurang pahamnya Orpa dalam memberikan
feedback atau umpan balik kepada Gracella dan Marcella ia lebih memilih untuk lebih banyak
mendengarkan pesan dibanding memberikan respond balik atas pesan yang disampaikan.
Namun dalam proses beradaptasi sering terjadi beberapa kendala seperti beberapa kali Orpa
berbicara menggunakan logat dan beberapa bahasa dari daerahnya yang dimana hal tersebut
membuat Gracella dan Marcella kurang memahami pesan yang disampaikan Orpa karena
perbedaan bahasa yang ia gunakan. Pada kejadian tersebut dapat dilihat terjadinya
miskomunikasi diantara Orpa, Gracella dan Marcella atau dimana Gracella dan Marcella salah
dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh Orpa karena Gracella dan Marcella merasa
tahu arti kata dalam bahasa yang Orpa gunakan, padahal apa yang Orpa ucapkan memiliki
makna yang berbeda dengan apa yang dipersepsikan, sehingga penyampaian pesan tidak dapat
berlanjut dengan baik melainkan berhenti di satu pihak. Jenis pesan yang digunakan saat itu
6. dalam proses komunikasi tersebut yaitu pesan verbal dalam bentuk lisan atau menyampaikan
pesan secara langsung dari komunikator kepada komunikan namun konflik yang terjadi disini
Orpa sebagai komunikan kurang tepat atau belum bisa memberikan umpan balik kepada
komunikator sesuai yang di harapkan. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan budaya
terkhususnya penggunaan kebahasan yang ia gunakan sangat berbeda dari sebelumnya yang
biasa ia gunakan atau dapat disebut ia mengalami geger budaya yang membuat terjadinya
miskomunikasi diantara kedua belah pihak atau menghambat proses komunikasi diantara
mereka. Namun seiring berjalannya waktu Orpa dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan
baru di tempat yang ia tinggali, bahkan saat ini Orpa dapat memberikan feedback seperti yang
di harapkan karena Gracella dan Marcella yang perlahan mulai dapat memahami beberapa
kalimat atau penggunaan bahasa daerah yang Orpa ucapkan. Hal ini membuat ke tiga (3)
mahasiswi tersebut tidak lagi mengalami miskomunikasi, karena Orpa telah mencapai
kesetaraan kebahasaan dalam lingkungan baru yang ia tempati saat ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
miskomunikasi terjadi karena beberapa faktor yaitu perbedaan latar belakang, perbedaan
kebudayaan dan perbedaan penggunaan bahasa. Seseorang akan merasa kurang mampu
melakukan proses komunikasi jika ia berada dalam budaya atau lingkungan yang berbeda dari
sebelumnya, hal tersebut yang menyebabkan terjadinya miskomunukasi sehingga perlu
penyesuaian diri yang baik agar tidak terjadi miskomunikasi lagi.
7. DAFTAR PUSTAKA
Humaira Aliya (2022). Miskomunikasi: Arti, Penyebab, Contoh, dan Cara Mengatasinya.
Diakses dari https://glints.com/id/lowongan/miskomunikasi-miscommunication-
adalah/#.Y0- dnuwxdPw
Husen Mulachela (2022). Budaya Adalah Cara Hidup, Begini Penjelasannya. Diakses dari
https://katadata.co.id/safrezi/berita/61e128ff924cd/budaya-adalah-cara-hidup-begini-
penjelasannya
RadeJuniver, Marco (2022). Paradigma Konstruktivsme: Multi Realitas. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/marco88729/635902c129f19e035b7a92f2/paradigma-
konstruktivisme-multi-realitas
Liang Markomi (2016). Fungsi-fungsi Komunikasi Antarbudaya. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/pairunan/56b0ab5d33977362048b456b/fungsifungsi-
komunikasi-antarbu