1. STANDAR OPERATING PROSEDUR
DALAM PELAYANAN
OBSTETRI EMERGENSI
CALL CENTER 119
Tujuan Umum
Format SPK
Pernyataan Standar
Risiko Kehamilan
Kendala Kesehatan Maternal
Pedoman Merujuk
Pre Eklamsia
SPGDT Dinkes Jateng
2. STANDAR OPERATING PROSEDUR
DALAM PELAYANAN
OBSTETRI EMERGENSI
Dr RATNASARI DWI CAHYANTI, MsiMed, SpOG
Dr R SOERJO HADIJONO SpOG-K, DTRM&B(Ch)
Sub Bagian Obginsos FK Undip – RSUP Dr Kariadi Semarang
P2KS- Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi
3. TUJUAN UMUM
● Agar dalam pelaksanaan pelayanan ke-
bidanan didapatkan hasil yang
memenuhi standar tertentu yang aman
dan efektif.
● Masyarakat agar mempunyai keper-
cayaan yang lebih mantap terhadap
pelaksana pelayanan kebidanan.
● Untuk menentukan kompetensi yang
di-perlukan bagi Bidan praktek.
● Untuk menentukan kebutuhan opera-
sional.
Ke Menu
5. 5/19/2023 5
FAKTOR KUALITAS PELAYANAN
● SDM provider
● Sistem & standar pelayanan kebidanan
● Fasilitas
● Perilaku / budaya masyarakat
● Tingkat pendidikan & pengetahuan
masyarakat
● Sosial ekonomi masyarakat
Ke Menu
6. TUJUAN :
Merupakan tujuan standar.
PERNYATAAN STANDAR :
Pernyataan pelayanan kebidanan yang
dilakukan – tingkat kompetensi yang
diharapkan.
HASIL :
Yang akan dicapai, dinyatakan dalam
bentuk yang dapat diukur.
PRASYARAT :
Hal - hal yang diperlukan obat, alat,
ketrampilan.
PROSES :
Langkah - langkah yang perlu diikuti.
Ke Menu
Ke Menu
7. 5/19/2023 7
INGAT :
Hal - hal yang perlu diingat,
Ringkasan, hasil penelitian,
yang berpengaruh terhadap
pelayanan kebidanan.
Ke Menu
9. Kendala Kesehatan
Maternal
● Keterbatasan akses pada pertolongan
persalinan oleh tenaga terampil dan
sistem rujukan yang tidak memadai
mengakibatkan:
• hampir 40% wanita melahirkan tanpa
pertolongan tenaga kesehatan terampil
dan
• 70% tidak mendapatkan pelayanan pasca
persalinan dalam waktu 6 minggu setelah
persalinan.
Ke Menu
10. Tiga terlambat penyebab
kematian ibu
● Terlambat satu : terlambat
memutuskan untuk mencari
pertolongan baik secara individu,
keluarga atau keduanya.
● Terlambat dua : terlambat mencapai
fasilitas pelayanan kesehatan.
● Terlambat tiga : terlambat
mendapatkan pelayanan yang
adekuat.
Ke Menu
11. Empat TERLALU
● Terlalu muda untuk menikah (< 20
tahun)
● Terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun)
● Terlalu sering untuk hamil (< 2 tahun)
● Terlalu banyak melahirkan (> 4 anak)
• disamping mempunyai pengaruh terhadap
angka kematian ibu, juga mempunyai
dampak terhadap angka kematian bayi dan
pertumbuhan & perkembangan bayi
Ke Menu
15. MENGENALI ● Ibu A, 22 tahun, G1P0A0, hamil 38 minggu,
dengan riwayat preeklampsia ringan pada
kunjungan 1 minggu y.l. dengan hasil pemr.:
• Tensi 140/90 mmHg, Nadi 84/menit, keluhan
pusing (-), nyeri epigastrium (-), gangguan
penglihatan (-).
● Klien mengeluhkan adanya pusing dan nyeri pada
daerah epigastrium
• Tensi 150/110 mmHg, Nadi 84/menit,
terdapat keluhan pusing (+), nyeri pada
daerah epigastrium (+) dan tidak didapatkan
adanya gangguan penglihatan.
• Pemeriksaan laboratorium: Proteinuria 2+
• His teratur 3 kali dalam 10 menit 40-50 detik.
Bagian terbawah janin kepala dengan
penurunan 3/5, pembukaan serviks 4 cm, kulit
ketuban masih utuh.
Ke Menu
16. MENGENALI KEPUTUSAN KLINIK
● G1P0A0, 22 tahun, hamil 38 minggu
● Anak 1 hidup intrauterin, Letak kepala
sudah masuk ke panggul
● Inpartu kala I, fase aktif
● Preeklampsia berat
SIKAP (Upaya stabilisasi)
● Pasang infus Ringer Laktat dan
pemberian MgSO4 40% dosis inisial 4
gram, dosis pemeliharaan 6 gr MgSO4 /
6 jam
● Rujuk, pertimbangkan jarak ke RS
Rujukan
● Komunikasi dengan RSUD/RS
SWASTA/Puskesmas
Ke Menu
18. TANGGAP
● Response time
● Pengawasan keadaan
umum
● Pengawasan persalinan
dengan partograf
● Koordinasi dengan Dr
Spes. Anak / disiplin lain
● Tindakan
● Jawaban Rujukan
● Kontrasepsi
Ke Menu
20. PENDAHULUAN
● 50,000 kematian ibu / tahun
● Insidens Eklampsia di negara berkembang
1:100 – 1:1700
● Pergeseran penyebab kematian utama di
Jawa Tengah 31,29% tahun 2011
● MAGNESIUM SULFAT ditetapkan sebagai
OBAT PALING EFEKTIF untuk mengatasi
kejang eklampsia (Cochrane Database Syst
Rev 2010)
21. PRINSIP DASAR
WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN
MENGELUH NYERI KEPALA HEBAT ATAU
PENGLIHATAN KABUR
WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN
MENDERITA KEJANG ATAU KEHILANGAN
KESADARAN / KOMA
22. PENILAIAN KLINIK
TEKANAN DARAH
MENINGKAT
( 140/90 mmHg)
NYERI KEPALA
GANGGUAN
PENGLIHATAN
HIPERREFLEKSIA
PROTEINURIA
KOMA
HAMIL
> 20 MG
SUPERIMPOSED
PREECLAMPSIA
EKLAMPSIA
PREEKLAMPSIA
BERAT
PREEKLAMPSIA
RINGAN
HIPERTENSI
KEJANG +
KEJANG –
HIPERTENSI
KRONIK
HAMIL
< 20 MG
24. LEBIH SERING PADA PRIMIGRAVIDA
RISIKO MENINGKAT PADA
MASSA PLASENTA BESAR (GEMELI, PENYAKIT TROFOBLAS)
HIDRAMNION
DIABETES MELLITUS
ISOIMUNISASI RHESUS
FAKTOR HEREDITER
MASALAH VASKULER
HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN
HIPERTENSI TANPA PROTEINURIA ATAU EDEMA
PREEKLAMPSIA RINGAN
PREEKLAMPSIA BERAT
EKLAMPSIA
HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN
26. KEJANG DAPAT TERJADI TANPA
TERGANTUNG PADA BERAT
RINGANNYA HIPERTENSI
SIFAT KEJANG TONIK-KLONIK
KOMA TERJADI SETELAH KEJANG DAN DAPAT
BERLANGSUNG LAMA
EKLAMPSIA
28. PEMBATASAN KALORI, CAIRAN dan DIIT RENDAH
GARAM TIDAK MENCEGAH HIPERTENSI DALAM
KEHAMILAN BAHKAN MEMBAHAYAKAN JANIN
MANFAAT ASPIRIN, KALSIUM DLL. BELUM
TERBUKTI
DETEKSI DINI DAN PENANGANAN CEPAT-TEPAT
PENCEGAHAN
31. JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK
TERJADI PERBAIKAN, LAKUKAN PENILAIAN 2
KALI/MG RAWAT JALAN
PEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR, PROTEINURIA
1X/HR & KONDISI JANIN
BANYAK ISTIRAHAT
DIIT BIASA
TIDAK PERLU PENGOBATAN
PENGELOLAAN
PREEKLAMPSIA RINGAN
32. JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK MEMUNGKINKAN
RAWAT JALAN, RAWAT DI RS
PEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR, PROTEINURIA 1X/HR &
KONDISI JANIN
BANYAK ISTIRAHAT
DIIT BIASA
TIDAK PERLU PENGOBATAN
TIDAK PERLU DIURETIK, KECUALI TERDAPAT EDEMA PARU,
DEKOMPENSASI KORDIS & GAGAL GINJAL AKUT
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT PERTIMBANGKAN TERMINASI
PROTEINURIA KELOLA SEBAGAI PREEKLAMPSIA BERAT
TEKANAN DIASTOLIK TURUN SAMPAI NORMAL
PASIEN DIPULANGKAN
ISTIRAHAT & PERHATIKAN TANDA PREEKLAMPSIA BERAT
TEKANAN DIASTOLIK NAIK RAWAT
PENGELOLAAN
PREEKLAMPSIA RINGAN
33. JIKA KEHAMILAN > 37 MINGGU
PERTIMBANGKAN TERMINASI KEHAMILAN
SERVIKS MATANG LAKUKAN INDUKSI OKSITOSIN
5 IU / 500 ml DEKSTROSE 5% 10 TETES/MENIT ATAU
PROSTAGLANDIN
SERVIKS BELUM MATANG PROSTAGLANDIN /
MISOPROSTOL / KATETER FOLEY / BEDAH CAESAR
PENGELOLAAN
PREEKLAMPSIA RINGAN
34. ALUR
TERAPI
PREEKLAMPSIA
BERAT DAN
EKLAMPSIA
ANTI KONVULSAN ANTI HIPERTENSI
PASANG INFUS KESEIMBANGAN CAIRAN
PENGAWASAN OBSERVASI TANDA VITAL,
REFLEKS, DJJ, EDEMA PARU, UJI
PEMBEKUAN DARAH
ANTI KONVULSAN
GAWAT JANIN
OLIGURIA
SINDROM
HELLP
KOMA
PERSALINAN 12
JAM (EKLAMPSIA)
/ 24 JAM
(PREEKLAMPSIA)
RUJUK
PARTUS
PERVAGINAM
KEJANG
BEDAH
CAESAR
35. PENGELOLAAN KEJANG
ANTI KONVULSAN
PERLENGKAPAN PENGELOLAAN KEJANG
LINDUNGI DARI TRAUMA
ASPIRASI MULUT DAN TENGGOROK
BARINGKAN PADA SISI KIRI, TRENDELENBURG
O2 4-6 LITER/MEN
PENGELOLAAN
PREEKLAMPSIA BERAT &
EKLAMPSIA
36. PENGELOLAAN UMUM
JIKA DIASTOLIK ≥ 110 mmHg BERIKAN ANTI HIPERTENSI
SAMPAI DIASTOLIK ANTARA 90-100 mmHg
PASANG INFUS RINGER LAKTAT
UKUR KESEIMBANGAN CAIRAN
KATETERISASI URIN
JIKA JUMLAH URIN < 300 ML/JAM PANTAU EDEMA PARU
PENGAWASAN
OBSERVASI TANDA VITAL, REFLEKS & DJJ TIAP 1 JAM
LAKUKAN UJI PEMBEKUAN DARAH
PENGELOLAAN
PREEKLAMPSIA BERAT & EKLAMPSIA
37. MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN
EKLAMPSIA
Alternatif I Dosis awal
Sediaan MgSO4
40% : 10gr 25 cc
1gr = 2,5 cc
20% : 5gr 25 cc
1gr = 5cc
MgSO4 4 g IV selama 5 menit
40% 10cc diencerkan 10cc
20% 20cc
Segera dilanjutkan dengan MgSO4 6 g
40%(15cc) atau 20%(30cc) dalam larutan
Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit,
berikan MgSO4 20%/ (40%) diencerkan 2 g
IV selama 5 menit
Dosis Pemeliharaan MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat
/ Ringer Laktat yang diberikan sampai 24
jam postpartum
38. MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN
EKLAMPSIA
Alternatif II Dosis
awal
MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40%
(diencerkan)/20% selama 5 menit
Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1
ml Lignokain (dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemberian MgSO4
39. MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Sebelum pemberian
MgSO4 ulangan,
lakukan pemeriksaan:
Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
Refleks patella (+)
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
Hentikan pemberian
MgSO4, jika:
Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)
Urin < 30 ml/jam pada hari ke 2
Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:
Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%)
IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi
40. Pengelolaan antihipertensi
● Obat pilihan adalah Nifedipin, yang
diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam
● Jika respons tidak membaik setelah 10
menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
● Labetolol 10 mg oral. Jika respons
tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi Labetolol 20 mg oral.
41. PENGELOLAAN DIASEPAM
DOSIS AWAL Diasepam 10 mg IV selama 2 menit
DOSIS
PEMELIHARAAN
Diasepam 40 mg / 500 ml Ringer Laktat
Tidak melebihi 100 mg/24 jam
Pemberian
melalui rektum
Diasepam 20 mg dalam semprit 10 ml
Jika masih ada kejang dosis tambahan
10 mg/jam
Dapat diberikan melalui kateter urin ke
dalam rektum
42. PREEKLAMPSIA BERAT PERSALINAN DALAM 24 JAM
EKLAMPSIA PERSALINAN DALAM 12 JAM
BILA DILAKUKAN BEDAH CAESAR
TIDAK ADA KOAGULOPATI
ANESTESIA TERPILIH ANESTESIA UMUM
JIKA TIDAK TERSEDIA ANESTESI UMUM
JANIN MATI
BBLR
LAKUKAN PERSALINAN PERVAGINAM
JIKA PEMATANGAN SERVIKS BAIK INDUKSI OKSITOSIN 5 IU /
500 ML DEKSTROSE 5% ATAU PROSTAGLANDIN
PENGELOLAAN PERSALINAN
43. OLIGURIA (< 400 ml/24 jam)
Sindroma HELLP
(HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYMES & LOW
PLATELETS)
KOMA BERLANJUT > 24 JAM SETELAH
KEJANG
LAKUKAN RUJUKAN
BILA:
44. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam
postpartum / kejang terakhir
Anti hipertensi jika tekanan diastolik >
110 mmHg
Pemantauan jumlah urin
PERAWATAN POSTPARTUM
45. Prosedur Rujukan
● Rawat jalan dengan pengawasan pada kasus preeklampsia
ringan.
● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas
PONED pada kasus preeklampsia ringan yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan istirahat.
● Rujukan konsultatif ke Puskesmas PONED pada kasus
dengan hipertensi kronis dengan/tanpa tanda klinis
preeklampsia.
● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada
kasus dengan preeklampsia berat / eklampsia setelah
pemberian MgSO4 dosis inisial (4 g iv) maupun dosis
pemeliharaan (6 g / 6 jam dalam 500 ml RL).
● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan
perlengkapan pencegahan kejang dan kegawatdaruratan
medis.
● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi
terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi
pelayanan kesehatan tujuan rujukan.
47. PRINSIP DASAR
● Infeksi pada dan melalui traktus
genitalis setelah persalinan
● Suhu ≥ 38C antara hari ke 2 – 10
postpartum dan diukur per oral
sedikitnya 4 kali sehari disebut
sebagai morbiding puerperalis.
● Kenaikan suhu tubuh di dalam masa
nifas, dianggap sebagai infeksi nifas
jika tidak ditemukan sebab
ekstragenital lain
48. FAKTOR PREDISPOSISI
● kurang gizi atau malnutrisi
● anemia
● higiene
● kelelahan
● proses persalinan bermasalah:
• partus lama/macet
• korioamnionitis
• persalinan traumatik
• kurang baiknya proses pencegahan infeksi
• periksa dalam yang berlebihan
49. Pemberian cairan
● Suhu Basal kebutuhan cairan 2000
ml/24 jam
● Tambahan 500 ml untuk setiap
peningkatan suhu 1 C
50. Gejala dan tanda
yang selalu didapat
Gejala lain yang mungkin
didapat
Kemungkinan
diagnosis
● Nyeri perut bagian
bawah
● Lokhia purulen dan
berbau
● Uterus tegang dan
subinvolusi
● Perdarahan pervaginam
● Syok
● Peningkatan sel darah
putih, terutama
polimorfonuklear
Metritis
(Endometritis /
Endomiometritis)
● Nyeri perut bagian
bawah
● Pembesaran perut
bawah
● Demam terus menerus
● Dengan antibiotik tidak
membaik
● Pembengkakan pada
adneksa atau kavum
Douglas
Abses pelvik
● Nyeri perut bagian
bawah
● Bising usus tidak ada
● Perut yang tegang
(rebound tenderness)
● Anoreksia/muntah
Peritonitis
51. Gejala dan
tanda yang
selalu didapat
Gejala lain yang mungkin
didapat
Kemungkinan
diagnosis
Nyeri payudara
dan tegang
Payudara yang mengeras dan
membesar (pada kedua payudara)
Biasanya terjadinya antara hari 3-5
pascapersalinan
Bendungan
pada
payudara
Nyeri payudara
dan
tegang/bengkak
Ada inflamasi yang didahului
bendungan
Kemerahan dengan batas jelas
Biasanya hanya satu payudara
Biasanya terjadi antara 3 – 4 minggu
pascapersalinan
Mastitis
Payudara yang
tegang dan
padat
kemerahan
Pembengkakan dengan adanya
fluktuasi
Mengalir nanah
Abses
payudara
52. Gejala dan tanda
yang selalu didapat
Gejala lain yang
mungkin didapat
Kemungkinan
diagnosis
Nyeri pada luka / irisan
dan tegang/indurasi
Luka/irisan pada perut dan
perineal yang
mengeras/indurasi
Keluar pus
Kemerahan
Selulitis pada
luka (perineal /
Abdominal)
Luka yang mengeras
disertai pengeluaran
cairan serous atau
kemerahan dari luka;
tidak ada / sedikit
erithema dekat luka
insisi
Abses atau
hematoma
pada luka insisi
53. Gejala dan tanda
yang selalu
didapat
Gejala lain yang mungkin
didapat
Kemungkinan
diagnosis
Disuria
Nyeri dan tegang pada
daerah pinggang
Nyeri suprapublik
Uterus tidak mengeras
Menggigil
Infeksi pada
traktus urinarius
Demam yang tinggi
walau mendapat
antibiotika
menggigil
Ketegangan pada otot kaki
Komplikasi pada paru, ginjal,
persendian, mata dan
jaringan subkutan
Thrombosis vena
dalam (deep vein
thrombosis)
Thromboflebitis:
-pelviotrombo-
flebitis
-Femoralis
54. Gejala dan tanda
yang selalu didapat
Gejala lain yang mungkin
didapat
Kemungkinan
diagnosis
Konsolidasi
Batuk
Peningkatan frekuensi
nafas
Kerongkongan yang terasa
penuh
Keluar dahak
Kesukaran bernafas
Nyeri dada
Pneumonia
Mengigil Pembesaran liver
Pembesaran limpa
Kuning
Nyeri epigastrium
Malaria
Tifoid (b)
Hepatitis (c)
55. METRITIS
● Metritis adalah infeksi uterus setelah
persalinan, merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu.
● Dapat menjadi abses pelviks,
peritonitis, syok septik, thrombosis
vena yang dalam, emboli pulmonal,
infeksi pelvik yang menahun,
dispareunia, penyumbatan tuba dan
infertilitas.
56. Pengelolaan
● Transfusi PRC (Packed Red Cell) bila
dibutuhkan
● Berikan antibiotika spektrum luas dosis tinggi.
• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam
• Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari
• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
• Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak
panas selama 24 jam.
● Antitetanus profilaksis.
● Bila dicurigai ada sisa plasenta, lakukan
pengeluaran (digital atau dengan kuret tumpul
besar).
57. Catatan Tambahan
● Bila metronidazol infus tidak tersedia,
dapat menggunakan metronidazol
suppositoria
● Untuk memperbaiki subinvolusio uteri,
bisa memanfaatkan misoprostol
● Evakuasi sisa plasenta yang tidak
terlalu banyak bisa menggunakan
teknik AVM
58. Penanganan
● Bila ada pus lakukan drainase (kalau
perlu kolpotomi), ibu dalam posisi
Fowler.
● Bila tak ada perbaikan dengan
pengobatan konservatif dan ada tanda
peritonitis generalisata lakukan
laparotomi dan keluarkan pus.
● Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan
septik lakukan histerektomi subtotal.
59. BENDUNGAN PAYUDARA
● Peningkatan aliran vena dan limfe
pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi.
● Bukan disebabkan overdistensi dari
saluran sistem laktasi
60. Bila ibu menyusui
● Susukan sesering mungkin.
● Kedua payudara disusukan.
● Kompres hangat payudara sebelum disusukan.
● Bantu dengan memijat payudara untuk
permulaan menyusui.
● Sangga payudara.
● Kompres dingin pada payudara di antara
waktu menyusui.
● Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500
mg per oral setiap 4 jam.
● Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk
mengetahui hasilnya
61. Bila ibu tidak menyusui
● Sangga payudara.
● Kompres dingin payudara untuk
mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit.
● Bila diperlukan berikan Parasetamol
500 mg per oral setiap 4 jam.
● Jangan dipijat atau memakai kompres
hangat pada payudara.
● Pompa dan kosongkan payudara
63. Mastitis
● Payudara tegang / indurasi dan kemerahan
● Kloksasilin 500 mg / 6 jam selama 10 hari.
● Sangga payudara.
● Kompres dingin.
● Bila diperlukan Parasetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam.
● Ibu harus didorong menyusui bayinya walau
ada pus.
● Pantau 3 hari setelah pengobatan.
64. Abses payudara
● Terdapat masa padat, mengeras di bawah
kulit yang kemerahan.
● Diperlukan anestesi umum (ketamin).
● Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola,
ke pinggir supaya tidak memotong saluran
ASI.
● Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan
(pean) atau jari tangan.
● Pasang tampon dan drain, diangkat setelah
24 jam.
● Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam
selama 10 hari.
65. Abses payudara
● Sangga payudara.
● Kompres dingin.
● Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4
jam bila diperlukan.
● Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI
walau ada pus.
● Follow up selama 3 hari.
66. Abses pelvis
● Bila ada tanda cairan fluktuasi pada daerah
cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau dengan
laparotomi. Ibu posisi Fowler.
● Antibiotika spektrum luas dalam dosis yang
tinggi
• Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam,
ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV
dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg
IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini
sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
67. PERITONITIS
● Pasang selang nasogastrik bila perut
kembung akibat ileus.
● Infus (NaCL atau Ringer laktat) 3000 ml.
● Antibiotika sehingga bebas panas selama 24
jam:
• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam,
• Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari
• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
● Laparotomi diperlukan untuk pembersihan
perut (peritoneal lavage) bila terdapat
kantong abses.
68. INFEKSI LUKA PERINEAL
DAN LUKA ABDOMINAL
● Akibat kurang bersih dan tindakan
pencegahan infeksi yang kurang baik.
● Wound abcess, wound seroma dan wound
hematoma pengerasan yang tidak biasa
dengan mengeluarkan cairan serous atau
kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema
sekitar luka insisi.
● Wound cellulitis didapatkan erithema dan
edema meluas mulai dari tempat insisi.
69. INFEKSI LUKA PERINEAL
DAN LUKA ABDOMINAL
● Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka
jahitan dan lakukan pengeluaran serta
kompres antiseptik.
● Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan
dan lakukan debridemen.
● Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
● Bila infeksi relatif superfisial, berikan
Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan
Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari
selama 5 hari.
70. INFEKSI LUKA PERINEAL
DAN LUKA ABDOMINAL
● Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan
menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta
U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4
x/hari) + Gentamisin 5 mg/kg berat badan per
hari IV sekali + Metronidazol 500 mg IV setiap
8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam.
Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang.
Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu
setelah infeksi membaik.
● Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian
pembalut yang bersih dan sering ganti.
71. TROMBOFLEBITIS
● Perluasan infeksi nifas yang paling
sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme patogen yang
mengikuti aliran darah di sepanjang
vena dan cabang-cabangnya sehingga
terjadi tromboflebitis
73. PELVIOTROMBOFLEBITIS
● Nyeri, perut bagian bawah dan/atau perut
samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa
nifas dengan atau tanpa panas.
● Penderita tampak sakit berat dengan
gambaran karakteristik sebagai berikut:
• Menggigil berulang. Menggigil inisial sangat berat
(30 – 40 menit) dengan interval beberapa jam dan
kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil
penderita hampir tidak panas.
• Suhu badan naik turun secara tajam (36C
menjadi 40C), diikuti penurunan suhu dalam 1
jam (biasanya subfebris seperti pada
endometritis).
74. PELVIOTROMBOFLEBITIS
● Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3
bulan.
● Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke
mana-mana, terutama ke paru-paru.
● Gambaran darah:
• Leukositosis (setelah endotoksin menyebar ke
sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).
• Kultur darah diambil pada saat yang tepat
sebelum mulainya menggigil. Meskipun
bakteri ditemukan di dalam darah selama
menggigil, kultur sukar dibuat karena
bakterinya anaerob.
75. PELVIOTROMBOFLEBITIS
● Pada periksa dalam hampir tidak
diketemukan apa-apa karena yang
paling banyak terkena ialah vena
ovarika yang sukar dicapai pada
pemeriksaan.
76. Komplikasi
● Komplikasi paru: infark, abses,
pneumonia
● Komplikasi ginjal sinistra, nyeri
mendadak, yang diikuti dengan
proteinuria dan hematuria
● Komplikasi pada persendian, mata dan
jaringan subkutan
77. Pengelolaan
● Rawat inap
• Tirah baring untuk pemantauan gejala
penyakit dan mencegah emboli pulmonum.
● Terapi medik
• Pemberian antibiotika dan heparin jika
terdapat tanda / dugaan emboli pulmonum.
● Terapi operatif
• Pengikatan vena kava inferior dan vena
ovarika jika emboli septik terus berlangsung.
78. TROMBOFLEBITIS
FEMORALIS
● Keadaan umum tetap baik, suhu badan
subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian suhu
mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 –
20, yang disertai menggigil dan nyeri.
● Kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan
memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
• Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke
luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding
dengan kaki lainnya.
• Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki
terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
79. TROMBOFLEBITIS
FEMORALIS
● Nyeri hebat pada lipat paha dan paha.
● Reflektorik akan terjadi spasmus arteria
sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,
putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
● Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau
setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada
paha bagian atas, tetapi lebih sering mulai
dari jari kaki dan pergelangan kaki,
kemudian meluas dari bawah ke atas.
● Nyeri pada betis, terjadi spontan atau
dengan memijit betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda Homan)
80. Penanganan
● Perawatan
• Kaki ditinggikan untuk mengurangi
edema,
• lakukan kompres pada kaki.
• Setelah mobilisasi, kaki tetap dibalut
elastik / memakai kaos kaki panjang yang
elastik selama mungkin.
● Sebaiknya jangan menyusui.
● Terapi medik: Antibiotika dan
analgetika.
81. Prosedur Rujukan
● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke
Puskesmas PONED pada kasus infeksi nifas setelah
pemberian antibiotika yang sesuai.
● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten
ditentukan di puskesmas PONED setelah komunikasi
konsultasi dengan rumah sakit kabupaten pada kasus
dengan infeksi nifas setelah pemberian antibiotika
yang sesuai.
● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan
dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan
medis.
● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan
komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan
dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.
83. PERDARAHAN PASCA
PERSALINAN
● Definisi: Perdarahan post partum adalah
perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir.
● Perdarahan yang lebih dari normal yang
telah menyebabkan perubahan tanda
vital (ibu mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi >
100/menit, Hb < 8 g%)
84. MASALAH
● Perdarahan post partum dini yaitu
perdarahan setelah bayi lahir dalam 24
jam pertama persalinan dan perdarahan
post partum lanjut yaitu perdarahan
setelah 24 jam persalinan.
● Perdarahan post partum dapat
disebabkan oleh atonia uteri, robekan
jalan lahir, retensio plasenta, sisa
plasenta dan kelainan pembekuan darah.
85. PENGELOLAAN UMUM
● PENGELOLAAN SYOK
● Selalu siapkan tindakan gawat darurat
● Tata laksana persalinan kala III secara aktif
● Minta pertolongan pada petugas lain untuk
membantu bila dimungkinkan
● Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu
meliputi kesadaran nadi, tekanan darah,
pernafasan dan suhu
● Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
● Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
● Cari penyebab perdarahan dan lakukan
pemeriksaan untuk menentukan penyebab
perdarahan
86. GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAIN
DIAGNOSIS
KERJA
● Uterus tidak berkontraksi
dan lembek
● Perdarahan segera setelah
anak lahir
● Syok
● Bekuan darah pada serviks
/ posisi terlentang akan
menghambat aliran darah
keluar
Atonia uteri
● Darah segar yang meng-alir
segera setelah bayi lahir
● Uterus kontraksi dan keras
● Plasenta lengkap
● Pucat
● Lemah
● Menggigil
Robekan jalan
lahir
● Plasenta belum lahir setelah
30 menit
● Perdarahan segera (P3)
● Uterus berkontraksi dan
keras
● Tali pusat putus akibat
traksi berlebihan
● Inversio uteri akibat tarikan
● Perdarahan lanjutan
Retensio
plasenta
87. GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAIN DIAGNOSIS KERJA
● Plasenta / sebagian
selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak
lengkap
● Perdarahan segera (P3)
● Uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak
berkurang
Tertinggalnya
sebagian plasenta
atau ketuban
● Uterus tidak teraba
● Lumen vagina terisi
masa
● Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
● Neurogenik syok
● Pucat dan limbung
Inversio uteri
● Sub-involusi uterus
● Nyeri tekan perut
bawah dan uterus
● Perdarahan
● Lokhia mukopurulen
dan berbau
● Anemia
● Demam
Endometritis atau sisa
fragmen plasenta
Late postpartum
hemorrhage
Perdarahan postpartum
sekunder
88. ATONIA UTERI
● Terjadi bila miometrium tidak
berkontraksi
● Uterus menjadi lunak dan pembuluh
darah pada daerah bekas perlekatan
plasenta terbuka lebar
● Penyebab tersering perdarahan
postpartum (2/3 dari semua perdarahan
postpartum disebabkan oleh atonia uteri)
89. Faktor risiko
● Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang
lebih dari kondisi normal :
• Polihidramnion
• Kehamilan kembar
• Makrosomia
● Persalinan lama
● Persalinan terlalu cepat
● Persalinan dengan induksi atau akselerasi
oksitosin
● Infeksi intrapartum
● Paritas tinggi
91. ● Suntikan Oksitosin
• Periksa fundus uteri untuk memastikan
kehamilan tunggal.
• Suntikan Oksitosin 10 IU IM.
● Peregangan Tali Pusat Terkendali
• Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva /
gulung tali pusat
• Tangan kiri di atas simfisis menahan
bagian bawah uterus, tangan kanan
meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva
• Saat uterus kontraksi, tegangkan tali
pusat sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati ke arah dorso-
kranial
92. ● Mengeluarkan plasenta
• Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan
terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu
meneran sedikit sementara tangan kanan menarik
tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai
dengan kurve jalan lahir.
• Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum
lahir, dekatkan klem ± 5-10 cm dari vulva.
• Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas
selama 15 menit
Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m.
Periksa kandung kemih, lakukan
kateterisasi bila penuh
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan
tindakan plasenta manual
93. ● Masase Uterus
• Segera setelah plasenta lahir, melakukan
masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler
menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik
(fundus teraba keras)
• Memeriksa kemungkinan adanya
perdarahan pasca persalinan
Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir
94. Masase fundus uteri
Segera sesudah plasenta lahir
(maksimal 15 detik)
Uterus kontraksi ?
Tidak
Uterus kontraksi ?
● Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)
● Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati
● Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m
● Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur
● Lakukan lagi KBI
● Pertahankan KBI selama 1-2 menit
● Keluarkan tangan secara hati-hati
● Lakukan pengawasan kala IV
Evaluasi rutin
Tidak
Ya
Ya
● Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban
● Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit
95. Ligasi arteri uterina dan/atau hipogastrika
B-Lynch method
● Rujuk siapkan laparotomi
● Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin
minimal 500 cc/jam hingga mencapai
tempat rujukan
● Selama perjalanan dapat dilakukan
Kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi
Bimanual Eksternal
Histerektomi
Perdarahan
berlanjut
Tidak
Pengawasan
kala IV
Ya
Pertahankan
uterus
Perdarahan
berhenti
Uterus kontraksi
?
98. Robekan perineum
● Tingkat I : robekan hanya pada selaput
lendir vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum
● Tingkat II : robekan mengenai selaput
lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
● Tingkat III : robekan mengenai seluruh
perineum dan otot sfingter ani
● Tingkat IV : robekan sampai mukosa
rektum
99. ● Robekan perineum tingkat I
• dengan catgut secara jelujur atau jahitan
angka delapan (figure of eight).
● Robekan perineum tingkat II
• Ratakan dahulu pinggir robekan yang tidak
rata atau bergerigi.
• Pinggir robekan kiri dan kanan dijepit dengan
klem, kemudian digunting.
• Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir
vagina dengan catgut secara terputus-putus
atau jelujur. Jahitan mukosa vagina mulai dari
puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
● Robekan perineum tingkat III & IV
• Lakukan Rujukan
100. Hematoma vulva
● Bergantung pada lokasi dan besar hematoma.
● Hematoma kecil cukup dilakukan kompres.
● Hematoma besar dilakukan sayatan di
sepanjang bagian hematoma yang paling
terenggang.
● Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong
hematoma kosong.
● Dicari sumber perdarahan, perdarahan
dihentikan dengan mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut.
● Luka sayatan kemudian dijahit.
● Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain.
101. Robekan dinding vagina
● Robekan dinding vagina harus dijahit.
● Kasus kolporeksis dan fistula
vesikovaginal harus dirujuk ke rumah
sakit.
104. PENILAIAN KLINIK RETENSIO PLASENTA
GEJALA
SEPARASI /
AKRETA PARSIAL
PLASENTA
INKARSERATA
PLASENTA AKRETA
KONSISTENSI
UTERUS
KENYAL KERAS CUKUP
TFU PUSAT 2 JR < PUSAT PUSAT
BENTUK UTERUS DISKOID AGAK GLOBULER DISKOID
PERDARAHAN SEDANG-BANYAK SEDANG
SEDIKIT - TIDAK
ADA
TALI PUSAT TERJULUR TERJULUR # TERJULUR
OSTIUM UTERI SEBAG TERBUKA KONSTRIKSI TERBUKA
SEPARASI
PLASENTA
LEPAS SEBAGIAN SUDAH LEPAS
MELEKAT
SELURUHNYA
SYOK SERING JARANG JARANG
105. Plasenta manual
● Dengan narkosis
● Pasang infus NaCl 0,9%
● Tangan kanan dimasukkan secara
obstetrik kedalam vagina.
● Tangan kiri menahan fundus untuk
mencegah kolporeksis.
● Tangan kanan menuju ke ostium
uteri dan terus ke lokasi plasenta.
● Tangan ke pinggir plasenta dan
mencari bagian plasenta yang
sudah lepas
● Dengan sisi ulner, plasenta
dilepaskan
106. SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam
rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6
– 10 hari pasca persalinan).
107. Pengeluaran sisa plasenta
● Pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase.
● Dalam memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
● Kuretase harus dilakukan di rumah sakit.
● Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral.
● Antibiotika dalam dosis pencegahan
sebaiknya diberikan.
108. Prosedur Rujukan
● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke
Puskesmas PONED pada kasus sisa plasenta yang
memerlukan tindakan kuretase.
● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten
pada kasus dengan pendarahan pasca persalinan
karena atonia uteri setelah tindakan stabilisasi dengan
kompresi bimanual maupun pemberian uterotonika,
retensio plasenta dan robekan porsio serta jalan lahir
derajat III/IV.
● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan
dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan
medis.
● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan
komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan
dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.
109. Saya berharap dalam waktu
yang akan datang dapat bekerja
sama dengan anda… untuk
menyelamatkan kehidupan ibu
(to save women’s lives) !