SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
Download to read offline
Paper Neurologi
PENANGANAN PERDARAHAN
SUBARACHNOID
Oleh:
Pahala Febrianto Rumahorbo
170100170
Pembimbing
dr. Muhammad Yusuf, M.Ked(Neu), Sp.S(K)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Penanganan Perdarahan Subarachnoid”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada dr. Muhammad Yusuf, M.Ked(Neu), Sp.S(K) selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi yang baik dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Medan, 4 April 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Tujuan penelitian................................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
2.1 Anatomi ..................................................................................................................3
2.2 Definisi....................................................................................................................5
2.3 Etiologi....................................................................................................................5
2.4 Epidemiologi ..........................................................................................................6
2.5 Patofisiologi............................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................................9
2.7 Diagnosis ..............................................................................................................10
2.8 Diagnosis Banding...............................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................................13
2.10 Komplikasi .........................................................................................................17
2.11 Prognosis ............................................................................................................17
BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................20
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Anatomi Meningen 3
2.2 Tipe Aneurisma 7
2.3 Lokasi Aneurisma di Arteri Intrakranial 8
2.4 Algoritma Penegakan Diagnosis Untuk Suspek
Perdarahan Subarachnoid Oleh Karena Aneurisma 11
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Grading WFNS Untuk PSA Berdasarkan GCS 12
2.2 Skala Fisher Untuk PSA Berdasarkan CT Scan 12
2.3 Sistem Ogilvy dan Carter 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perdarahan Subarakhnoid atau PSA merupakan suatu keadaan dimana terdapat
darah pada rongga subarachnoid yang disebabkan oleh proses patologis, baik oleh
karena trauma maupun non trauma. PSA ditandai oleh ekstravasasi darah ke rongga
subarachnoid, yaitu rongga yang terdapat di antara piamater dan arachnoid mater
yang merupakan bagian dari selaput yang membungkus otak (meningen). PSA
umumnya disebabkan oleh karena non trauma, seperti rupturnya pembuluh darah
intrakranial[1][2].
Kejadian PSA menyumbang hingga 15% dari seluruh kasus gangguan
peredaran darah di otak. Puncak insidensi PSA umunya terjadi pada kisaran usia 55
tahun (laki-laki) dan 60 tahun (perempuan). Ada beberapa faktor yang
meningkatkan terjadinya PSA antara lain, aneurisma, malformasi arteri vena
(MAV), dan juga genetik. Adapun faktor lain yang tidak secara langsung
menyebabkan PSA, antara lain merokok, alkohol, aterosklerosis, dan
penyalahgunaan obat terlarang, seperti kokain. Risiko terjadinya PSA akan
meningkat dua kali jika tekanan darah sistolnya lebih dari 130 mmHg, dan tiga kali
lipat jika melebihi 170 mmHg[2][3]
. Adapun keluhan yang umum dirasakan oleh
mereka yang mengalami PSA, antara lain nyeri kepala mendadak, muntah, kaku
bagian leher, fotofobia, defisit neurologis, dan penurunan kesadaran. Keadaan PSA
dapat diidentifikasi melalui CT Scan ataupun MRI[4]
.
Pada kasus yang di diagnosis dengan PSA ataupun yang dicurigai, harus segera
mendapatkan tatalaksana guna mencegah terjadinya perburukan ataupun
komplikasi. Pasien yang dengan PSA dianjurkan untuk dirawat dan tidak
diperkenankan untuk melakukan aktivitas berat agar tidak memperburuk perdarahan
yang sudah ada. Adapun tatalaksana yang diberikan beragam, seperti pemberian
analgetik untuk meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien, anti fibrinolitik untuk
mencegah perdarahan berulang, dan jika diperlukan dapat dilakukan tindakan
operasi pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami perdarahan
berulang. Para ahli menyarankan agar tindakan operasi yang diperlukan sebaiknya
dilaksanakan 3 hari setelah timbul gejala, jika tindakan operasi ditunda untuk
2
mengurangi risiko dari pembedahan dikhawatirkan dapat meningkatkan probabilitas
terjadinya perdarahan berulang yang lebih fatal[5].
Selain menimbulkan perdarahan di rongga otak, PSA juga dapat menyebabkan
gangguan lainnya, seperti iskemia pada daerah di dekat rupturnya pembuluh darah.
Iskemia dapat menyebabkan kerusakan jaringan sementara karena terhambatnya
aliran darah yang membawa oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan oleh sel untuk
berfungsi dengan baik. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan
menyebabkan kerusakan permanen di area otak atau bahkan kematian. Adapun
komplikasi yang umujm terjadi pada kasus PSA adalah vasospasme, hidrosefalus,
dan penigkatan tekanan intrakranial[2].
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk memberikan penjelasan
mengenai Penanganan Perdarahan Subarachnoid dan sekaligus untuk memenuhi
persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 MANFAAT
Penulisan paper ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta
pembaca khususnya peserta P3D, agar lebih memahami mengenai Penanganan
Perdarahan Subarachnoid.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Otak dibungkus oleh selaput tipis yang disebut meningen. Lapisan luarnya
adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi
menjadi arachnoidea dan piamater[6]
.
Gambar 2.1 Anatomi Meningen[6]
1. Duramater
Duramater adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan
dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dura yang
melapisi otak ini umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya
berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus
venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana
lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater
lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk
periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam
tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Di antara
4
kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Bagian
ini melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang
sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu
dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi
pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing
hemispherium aman pada ruangnya sendiri[4][6]
.
2. Arachnoidea
Lapisan arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.
Lapisan ini dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga yang saling
berhubungan. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan
piamater yang secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer
cerebrum, namun rongga tersebut menjadi lebih lebar di daerah-daerah pada
dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali
diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan.
Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan
dengan rongga subarachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh
pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla
oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan
rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek
ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah
cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,
cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis
di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan
temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii)[4][6]
.
3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fisura, dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fisura transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini piamater
5
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung
dengan ependim dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus
choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Piamater dan ependim berjalan di
atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat
itu[4][6].
2.2 DEFINISI
Pendarahan subarachnoid (PSA) merupakan suatu keadaan dimana
berkumpulnya darah pada rongga subarachnoid, keadaan tersebut muncul karena
adanya ekstravasasi darah dari pembuluh darah ke rongga subarachnoid yang
terletak diantara lapisan tengah (arachnoid mater) dan lapisan dalam (pia mater)
yang merupakan bagian dari selaput pembungkus otak[7]
.
2.3 ETIOLOGI
Pada kasus PSA yang disebabkan oleh non trauma, hampir 80% diakibatkan
oleh rupturnya berry atau saccular aneurisma, rupturnya malformasi arteri-vena
(10%), adapun sisanya disebabkan oleh karena rupturnya pembuluh darah pada
kondisi dibawah ini :
 Aneurisma mikotik
 Angioma
 Neoplasma
 Kortikal thrombosis
Ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma, antara lain :
 Aterosklerosis
 Hipertensi
 Penuaan
6
 Merokok
 Gangguan hemodinamik
Meskipun telah dilakukan evaluasi yang menyeluruh mengenai hubungan faktor
risiko dengan kejadian PSA, namun hanya sedikit yang memberikan hasil yang
konklusif. Sejauh ini, merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan dipercaya
sebagai faktor risiko yang paling meningkatkan kemungkinan terjadinya PSA, dan
rupturnya MAV meningkat selama kehamilan. Dari data yang ada, hipertensi akut
yang parah dengan tekanan diastolik diatas 110 mmHg sering dihubungkan dengan
kejadian PSA.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu penyakit neurologi yang paling
ditakutkan dikarenakan tingkat mortalitasnya yang tinggi serta cenderung
menyebabkan ketergantungan pada mereka yang terkena, dimana kejadian PSA dapat
memberikan dampak ekonomi dua kali lebih berat dibandingkan mereka yang
terkena stroke iskemik[8]
. Di Eropa, berdasarkan European Registers of Stroke Study
(EROS) ada sekitar 9 kasus/100.000 penduduk, dimana angka tersebut cenderung
stabil dari tahun ke tahun[9]. Di Indonesia, ada sekitar 200.000 kasus baru setiap
tahunnya yang mana dapat berlanjut menjadi stroke hemoragik.
Risiko terjadinya PSA lebih tinggi pada populasi kulit hitam dibandingkan kulit
putih, namun semua orang dari berbagai etnis dapat mengalami aneurisma.
Perbedaan dari frekuensi terjadinya ruptur ini dikaitkan dengan variasi dari populasi
penelitian sehubungan dengan faktor risiko dan distribusi usia. Berdasarkan jenis
kelamin, insiden terjadinya PSA pada wanita lebih tinggi dibanding pada pria dengan
rasio 3:2. Dimana hal tersebut semakin meningkat pada wanita yang sedang hamil,
terkhusus pada trimester ketiga kehamilan.
Insiden terjadinya PSA juga meningkat seiring bertambahnya usia, dan
puncaknya berada pada usia 50 tahun. Sekitar 80% dari total kasus PSA yang ada
berasal dari usia 40-65 tahun, 15% terjadi pada mereka yang berusia 20-40 tahun,
dan sekitar 5% terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun. PSA sangat
jarang terjadi pada anak-anak yang berusia dibawah 10 tahun.
7
2.5 PATOFISIOLOGI
Perdarahan Subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah intrakranial pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari
arteriovenous malformation (AVM). PSA dapat disertai oleh gangguan
serebrovaskular karena adanya aliran yang terganggu. Defisit neurologis dapat timbul
jika PSA tidak segera di tatalaksana karena akan terjadi perusakan jaringan otak oleh
penumpukan darah di ruang subarachnoid atau karena kurangnya aliran darah dari
pembuluh darah yang pecah. Penumpukan darah yang terjadi, khususnya di sisterna
basalis, dapat menginduksi terjadinya vasospasme. Dimana vasospasme yang
berlanjut dan meluas dapat menyebabkan terjadinya infark serebri sekunder yang
berdampak semakin luasnya lesi yang timbul di otak[10].
Gambar 2.2 Tipe Aneurisma[11]
8
Gambar 2.3 Lokasi Aneurisma di Arteri Intrakranial[12]
PSA umumnya disebabkan karena rupturnya aneurisma pembuluh darah
intrakranial. Dimana aneurisma merupakan kondisi dimana pembuluh darah
mengalami penggembungan yang umumnya disebabkan oleh tekanan hemodinamik
pada dinding arteri ataupun perlekukannya. Saccular atau berry aneurism merupakan
bentuk yang umum terjadi, dimana bentuknya menyerupai biji atau buah beri dan
bentuk ini spesifik terjadi pada percabangan/bifurcation arteri intrakranial. Arteri
intrakranial tidak memiliki selaput tipis pada bagian luarnya, dimana selaput ini
mengandung faktor adventitia yang membantu mempertahankan kekuatan dinding
pembuluh darah. Aneurisma yang terbentuk dapat menekan struktur yang ada di
dekatnya sehingga dapat mengganggu fungsi dari struktur yang tertekan olehnya.
Rupturnya aneurisma sakular ini biasanya terjadi di fundus arteri yang berdinding
tipis, penumpukan darah yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan pada parenkim
otak. Infark parenkim juga dapat terjadi sebagai akibat vasospasme arteri intracranial
yang terjadi[13][14].
Terbentuknya aneurisma sakular sering dikaitkan dengan situasi berikut, seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan aliran darah, kelainan pembuluh darah,
kelainan genetik, metastasis tumor ke arteri serebral, dan juga infeksi. Selain
aneurisma, MAV merupakan salah satu kelainan pembuluh darah congenital yang
tersering di otak dan berkaitan dengan terjadinya PSA. Secara makroskopis
malformasi arteriovena tampak sebagai kumpulan pembuluh darah yang berkelok-
kelok sedangkan secara mikroskopis berupa pembuluh dengan diameter yang
beragam, tersusun secara acak yang mencakup arteri, vena, serta bentuk transisinya,
9
dimana pembuluh darah ini dipisahkan oleh parenkim otak[11][13].
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang timbul pada PSA beragam, mulai dari yang umum
sampai yang klasik. Adapun tanda dan gejala yang umum terjadi sekitar 10-20 hari
sebelum rupturnya aneurisma, seperti nyeri kepala, pusing, nyeri daerah mata,
penglihatan ganda, sampai gangguan penglihatan. Namun gejala tersebut sering
dihiraukan dan salah didiagnosis. Tanda dan gejala yang klasik dari PSA adalah
sebagai berikut[11][13]
:
 Nyeri kepala hebat (thunderclap headache) dengan sensasi seperti
meledak, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang
 Penurunan kesadaran, mulai dari delirium sampai koma
 Dijumpai gejala atau tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk (+),
tanda kernig (+)
 Defisit neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi
Selain tanda dan gejala diatas, untuk menegakkan diagnosa PSA, ada 7
karakteristik pasien yang sering dikaitkan dengan PSA:
 Berusia 40 tahun atau lebih
 Kehilangan kesadaran
 Mengeluhkan nyeri atau kaku di leher
 Manifestasi timbul saat beraktivitas
 Diantar dengan bantuan ambulance
 Muntah
 Diastolik >= 100mmHg atau Sistolik >=160mmHg
Jika pasien memiliki satu atau lebih karakteristik diatas dengan nyeri kepala
akut (non trauma) dengan intensitas yang sangat berat dalam 1 jam, kemungkinan
terjadinya PSA pada pasien tersebut harus dipastikan[15]
.
10
2.7 DIAGNOSIS
Melalui anamnesa, maka akan didapat bahwa pasien dengan PSA umumnya
memiliki tanda-tanda klasik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terkhusus
nyeri kepala hebat yang tiba-tiba (thunderclap headache)[11]
. Pada pemeriksaaan
klinis, dapat dinilai gangguan fungsi saraf kranialis, tingkat kesadaran, gangguan
motorik maupun sensorik, ada atau tidak rangsangan meningeal ataupun refleks yang
meningkat. Pada pasien PSA, biasanya akan dijumpai kaku kuduk (+) dan kernig
sign (+). Dan pada PSA, dapat juga dijumpai perdarahan retina di bagian
subhyaloid[16]
.
Selain anamnesa dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang juga
diperlukan untuk memastikan diagnosis dari PSA. Umumnya pemeriksaan penunjang
yang dilakukan adalah CT Scan tanpa kontras dan CT Angiography yang dapat
mendeteksi PSA dengan sesnsitivitas lebih dari 99% [17]. Selain kedua modalitas
tersebut, ada pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa dilakukan seperti lumbal
pungsi, magnetic resonance imaging (MRI), digital subtraction angiografi (DSA),
trans cranial doppler (TCD). Adapun pemeriksaan lainnya, seperti darah lengkap,
kadar ureum, elektrolit, glukosa darah, foto toraks, dan EKG dapat dilakukan jika
ada indikasi atau untuk melihat ada tidaknya faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya PSA. Pemeriksaan faal ginjal juga dapat dilakukan untuk melihat apakah
terdapat gangguan yang dapat menyebabkan hipertensi[4][14]
.
11
Gambar 2.4 Algoritma Penegakan Diagnosis Untuk Suspek Perdarahan
Subarachnoid Oleh Karena Aneurisma[18]
Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk menilai tingkat keparahan dari
perdarahan subarachnoid umumnya menggunakan skala penilaian, antara lain :
A. Skala Hunt & Hess[11]
 Grade I : Asimtomatik atau sakit kepala ringan
 Grade Ia : Defisit neurologis tanpa tanda meningeal
 Grade II : Kelumpuhan saraf kranial, nyeri kepala sedang sampai
berat
 Grade III : Defisit fokal ringan, letargi, kebingungan
 Grade IV : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat
 Grade V : Koma, kekakuan deserebrasi, gambaran moribund
12
Pada skala ini, grade I-III memiliki prognosis yang lebih baik dan
merupakan kandidat yang baik untuk menjalani tindakan operasi, sedangkan
pasien dengan grade IV-V membutuhkan penanganan yang lebih intensif
hingga tercapai grade III agar dapat dilakukan tindakan operasi.
B. World Federation of Neurosurgeon Scale (WFNS)[18]
Grades Glasgow Scale Gambaran Defisit Motorik
I 15 points Tidak ada
II 13-14 points Tidak ada
III 13-14 points Ada
IV 7-12 points Mungkin ada atau mungkin tidak
V 3-7 points Mungkin ada atau mungkin tidak
Tabel 2.1 Grading WFNS Untuk PSA Berdasarkan GCS
C. Skala Fisher (gambaran CT Scan)[19]
Grade Gambaran CT Scan
I Tidak ada darah yang terdeteksi
II Deposit darah difus atau lapisan vertikal darah dengan
ketebalan < 1mm, tidak ada cloting
III Didapatkan cloting yang terlokalisir dengan ketebalan > 1mm
IV Intraserebral dan intraventrikular cloting dengan PSA difus atau
tidak
Tabel 2.2 Skala Fisher Untuk PSA Berdasarkan CT Scan
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari
perdarahan subaracnoid, yaitu[4]
:
1. Meningitis aseptik
2. Nyeri kepala tipe cluster (emergensi)
3. Ensefalitis
4. Perdarahan intrakranial
5. Nyeri kepala tipe migraine
13
6. Transient ischemic attack
7. Stroke akibat perdarahan intrakranial
8. Stroke akibat malformasi arteriovena
9. Meningitis meningokokus
10. Trombosis arteri basilaris
11. Perdarahan serebelar
12. Aneurisma serebral
13. Thrombosis vena serebral
14. Hematoma epidural
15. Hidrosefalus
16. Temporal arteritis
2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada perdarahan subarachnoid adalah
untuk menempatkan pasien dalam kondisi klinis terbaik sembari menyingkirkan atau
mengeluarkan aneurisma yang pecah dari system peredaran darah seaman mungkin.
Oleh karena itu, pada kasus perdarahan subarachnoid yang tidak melibatkan
aneurisma, penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah timbulnya dua komplikasi
neurologis yang umum, yakni perdarahan berulang dan vasospasme. Vasospasme
yang timbul harus segera ditangani sedini mungkin. Selain itu, masalah lain yang
timbul berhubungan dengan komplikasi ini akan ditatalaksana, seperti nyeri kepala,
edema serebral, kemungkinan timbulnya kejang, dan manifestasi klinis lainnya.
Keluhan tambahan dapat berupa ketidakseimbangan ion (hiponatremia oleh karena
ekskresi hormone ADH yang inadekuat dan hipernatremia oleh karena diabetes
insifidus); gangguan jantung (aritmia, infeksi miokardium akut, atau kardiomiopati
takotsubo); gangguan gastrointestinal (perdarahan saluran cerna), dan gangguan
pernapasan (edema pulmo neurogenik atau tromboemboli paru)[18]
.
Ada beberapa tatalaksana yang dilakukan pada kasus perdarahan subarachnoid,
antara lain:
1. Pedoman Tatalaksana Berdasarkan Skala Hunt & Hess[4][11][13]
a. Pasien dengan grade I & II Hunt & Hess
 Identifikasi tanda yang khas seperti thunderclap headache sedini
14
mungkin untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
pasien
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30˚ dalam ruangan
yang tenang dan nyaman, bila perlu berikan oksigen 2-3 L/menit
 Perhatikan penggunaan obat sedative
 Berikan infus i.v, serta monitor ketat kelainan neurologis yang
mungkin timbul
b. Pasien dengan grade III, IV, dan V Hunt & Hess
 Berikan penatalaksanaan ABC pada pasien sesuai dengan protokol di
ruang gawat darurat
 Lakukan intubasi endotrakeal untuk mencegah terjadinya aspirasi dan
menjamin jalan napas yang adekuat
 Jika ada tanda-tanda herniasi maka lakukan intubasi
 Hindari penggunaan sedative yang berlebihan karena akan menyulitkan
penilaian status neurologis pasien
2. Pencegahan Perdarahan Berulang
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan berulang
pada kasus perdarahan subarachnoid dapat dilakukan dengan pemberian anti
fibrinolitik. Namun pemberian ini hanya di rekomendasikan pada kondisi klinis
tertentu saja, seperti pada pasien dengan risiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau untuk memberikan efek yang bermanfaat pada tindakan operasi
yang ditunda.
3. Penanganan Aneurisma
 Operasi Clipping
Merupakan tindakan operasi baku emas pada aneurisma. Prosedur
ini dilakuakn dengan penempatan klip melintasi leher aneurisma untuk
mengeluarkan aneurisma dari sirkulasi tanpa menyumbat vena normal.
Tindakan ini sangat di rekomendasikan untuk mengurangi perdarahan
berulang setelah rupturnya aneurisma pada kasus perdarahan
subarachnoid. Clipping efektif mencegah terjadinya perdarahan ulang,
karena sangat jarang terjadi slip pada klip. Apabila ada bagian leher
15
diluar klip, biasanya akan terjadi rekurensi pertumbuhan.
 Operasi Wrapping atau Coating
Pada tindakan ini, aneurisma dibungkus atau ditutup menggunakan
media tertentu, seperti jaringan otot, katun, plastik resin atau polimer
lain, teflon ataupun lem fibrin.
 Teknik Endovaskular
Pada teknik ini dilakukan penyumbatan atau mengisi ruangan pada
aneurisma dengan cara memasukkan gulungan dari bahan khusus. Ada
dua cara, yakni coiling dan trapping. Umumnya teknik ini dilakukan
pada aneurisma dengan diameter yang cukup besar (>25 mm).
4. Pencegahan Vasospasme
 Pemberian nimodipin, dimulai dengan dosis 1-2 mg per jam i.v pada hari
ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemberian
nimodipin terbukti dapat memperbaiki defisit neurologis yang ditimbulkan
oleh vasospasme.
 Pengobatan dengan metode hyperdinamic therapy yang dikenal dengan
istilah triple H, yaitu Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution, dengan
tujan mempertahankan tekanan perfusi ke otak, sehingga dapat mengurangi
terjadinya iskemik serebral akibat vasospasme. Perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan
embolisasi atau clipping.
 Angioplasti transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien yang gagal dengan terapi konvensional
5. Anti Fibrinolitik
Penggunaan obat golongan ini dapat mencegah terjadinya perdarahan ulang.
Obat yang sering dipakai adalah epsilon amino-caproid acid dengan dosis 36
gram/ hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 gram/hari.
6. Anti Hipertensi
 Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan
darah sistolik tidak lebih dari 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
16
mmHg.
 Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik melebihi batasannya dan MAP di atas 130 mmHg.
 Obat anti hipertensi yang dapat dipakai adalah Labetolol (i.v) 0,5-
2mg/menit sampai mencapai maksimum 20 mg/jam atau Esmolol infus
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
7. Penanganan Kejang
Tindakan ini hanya dipertimbangkan pada pasien yang mungkin timbul
kejang, seperti pada kasus hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
dan kesadaran yang tidak baik. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko
terjadinya perdarahan ulang yang disebabkan oleh kejang, dapat diberikan
fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari secara oral atau intravena. Dosis
awal 100 mg oral atau i.v 3x/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/hari secara
oral dan terbagi menjadi beberapa dosis pemberian. Benzodiazepin dapat
digunakan untuk menghentikan kejang.
8. Penanganan Hidrosefalus
Timbulnya hidrosefalus merupakan salah satu tanda terjadinya komplikasi
pada kasus perdarahan subarachnoid, hal tersebut muncul karena darah yang
keluar memenuhi rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Ada 2
tipe, yakni:
 Akut
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering pada 7 hari
pertama. Dianjurkan untuk ventrikulostomi (drainase eksternal
ventricular), walaupun risikonya dapat terjadi perdarahan berulang dan
infeksi.
 Kronik
Sering terjadi setelah perdarahan subarachnoid. Dilakukan pengaliran
cairan serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventrikulo
peritoneal shunt.
17
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari perdarahan subarachnoid dapat terjadi intrakranial maupun
ekstrakranial, antara lain:
1. Intrakranial
 Perdarahan berulang
 Hidrosefalus
 Epilepsi atau kejang
 Iskemia serebral
 Hematom yang meluas
2. Ekstrakranial
 Infark miokardium
 Aritmia
 Hiponatremia
 Edema paru akut dan hipoksemia
 Stress ulser
2.11 PROGNOSIS
Keadaan neurologis pasien sewaktu dibawa ke rumah sakit merupakan indicator
yang penting untuk menilai prognosis perdarahan subarachnoid pada pasien tersebut.
Umumnya pasien dengan perdarahan subarachnoid mengalami gangguan kesadaran
mulai dari delirium sampai koma. Berdasarkan skala Hunt & Hess, kita dapat
mengklasifikasikan prognosis pasien berdasarkan grading tersebut. Pasien yang
berada pada grade I & II memiliki prognosis yang relative baik, grade III memiliki
prognosis sedang, sedangkan grade IV & V memiliki prognosis yang jelek.
Selain cara diatas, prognosis pasien juga dapat dinilai berdasarkan system
scoring yang dikembangkan oleh Ogilvy dan Carter.
18
Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukurn aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥ 25mm)
Tabel 2.3 Sistem Ogilvy dan Carter[19]
Pada sistem ini, prognosis pasien ditentukan oleh total skor yang diperolehnya,
yaitu total skor 5 memiliki prognosis yang paling buruk, sedangkan skor 0 memiliki
prognosis yang paling baik.
Prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien perdarahan subarachnoid
ditangani secepat mungkin secara intensif seperti resusitasi preoperative yang
adekuat, tindakan bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial,
mencegah terjadinya vasospasme, serta monitoring yang ketat sesudah dilakukannya
tatalaksana terhadap pasien dengan melibatkan fasilitas dan tenaga medis yang
mumpuni[20].
19
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan subarachnoid (PSA) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
adanya darah pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarachnoid muncul karena adanya ekstravasasi darah ke rongga
subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam selaput pembungkus otak (pia mater)
dan lapisan tengah (arakhnoid mater). Perdarahan subarachnoid yang disebabkan
oleh faktor non trauma, umumnya terjadi karena rupturnya aneurisma pembuluh
darah di otak. Untuk menegakkan diagnosanya dibutuhkan bantuan neuroimaging,
seperti CT Scan kepala, dan Angiografi. Penatalaksanaan pada kasus perdarahan
subarachnoid dapat berupa medikamentosa ataupun tindakan operasi yang sesuai
dengan indikasi pasien. Prognosis pada kasus ini beragam, tergantung dari luasnya
perdarahan, komplikasi yang terjadi, serta faktor penyulit lainnya selama perawatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
[1] Connolly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, et al. Guidelines for the
Management of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: A Guideline for
Healthcare Profesionals From The American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-1737
[2] Caplan LR. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysm, and Vascular Malformations.
In: Stroke A Clinical Approach. 4th ed. Philadelphia,PA:Saunders Elsevier;
2009:446-486 2.
[3] Sandvei MS, Romundstad PR, Müller TB, Vatten L, Vik A. Risk factors for
aneurysmal subarachnoid hemorrhage in a prospective population study: the
HUNT study in Norway. Stroke. 2009;40:1958—62.
[4] Greenberg MS. SAH and Aneurysm. In: Handbook of Neurosurgery. 10th ed.
Lakeland, Fla: Greenburg Graphics,Inc; 2012:1034-1054.
[5] Hamby WB. Spontaneus Subarachnoid Haemmorhage of Aneurysmal Origin
Factor Influencing Prognosis. JAMA. 2014;138(8):482-512.
[6] Anonym. Sub Arachnoid Hemorrhage.
www.neurosurgery.mgh.harvard.edu/Neurovascular. Accessed 23 Februari 2018
[7] Student Med. Stroke.2011.
[8] Taylor TN, Davis PH, Torner JC, Holmes J, Meyer JW, Jacobson MF. Lifetime
cost of stroke in the United States. Stroke. 1996;9:1459—66.
[9] Heuschmann PU, Di Carlo A, Bejot Y, Rastenyte D, Ryglewicz D, Sarti C, et
al., European Registers of Stroke (EROS) Investigators. Incidence of stroke in
Europe at the beginning of the 21st century. Stroke. 2009;40:1557—63.
[10] Siasios J, Kapsalaki E, Fountas K. Surgical Management in Subarachnoid
Hemmoraghe. International Journal of Pediatrics 2012;1-10
[11] Lindsay KW. Sub Arachnoid Haemmorhage. In: Neurology and Neurosurgery
Illustrated, 4th ed. Churchill Livingstone,Elsevier;2004: 273-298
[12] Anonym. Perdarahan Sub-Arakhnoid. https://dokumen.tips/documents/4-
perdarahan-sub-arakhnoid.html. Accessed 31 March 2021
[13] Kelly MP, Guillaume TJ, Lenke LG. Subarachnoid Hemmoraghe and Its
Complication. Neurosurg Clin N Am 2015; 29:296-321.
21
[14] Fernandez AA, Guerrero AI, Martinez MI, et al. Malformations of
Subarachnoid Hemmoraghe. BMC Musculoskeletal Disorders 2013;10-45.
[15] Perry JJ, Stiell IG, Sivilotti ML, Bullard MJ, Lee JS, Eisenhauer M. High risk
clinical characteristics for subarachnoid haemorrhage in patients with acute
headache: prospective cohort study. BMJ. 2010. 341:c5204.
[16] Urbizu A, Toma C, Poca M, et al. Subarachnoid Hemmoraghe and Theraphy.
Plus One 2014;8(2):e57241
[17] McCormack RF, Hutson A. Can computed tomography angiography of the
brain replace lumbar puncture in the evaluation of acute-onset headache after a
negative noncontrast cranial computed tomography scan?. Acad Emerg Med.
2010 Apr. 17(4):444-51.
[18] Vivancos J, Gilo F, Frutos R, Maestre J, García-Pastor A, Quintana F, et al.
Guía de actuación clínica en la hemorragia subaracnoidea. Sistemática
diagnóstica y tratamiento. Neurología. 2014;29:353—370.
[19] Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39.
[20] Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield
Clinic. 2013

More Related Content

What's hot

Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPVKharima SD
 
Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalKharima SD
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Surya Amal
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akutPhil Adit R
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPuteri Mentira
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasusaauyahilda
 
Check list pemeriksaan neurologi 1
Check list pemeriksaan neurologi 1Check list pemeriksaan neurologi 1
Check list pemeriksaan neurologi 1cokordawahyu
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiMerdy Prianda
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2cokordawahyu
 
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Novi Y'uZzman
 

What's hot (20)

Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPV
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur Ginjal
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec app
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 
Syok pada anak
Syok pada anak Syok pada anak
Syok pada anak
 
Case OMSK
Case OMSKCase OMSK
Case OMSK
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
Fraktur
FrakturFraktur
Fraktur
 
Check list pemeriksaan neurologi 1
Check list pemeriksaan neurologi 1Check list pemeriksaan neurologi 1
Check list pemeriksaan neurologi 1
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopati
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2
 
Radioanatomi (presentasi)
Radioanatomi (presentasi)Radioanatomi (presentasi)
Radioanatomi (presentasi)
 
Skdi new
Skdi newSkdi new
Skdi new
 
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
 
Invaginasi
InvaginasiInvaginasi
Invaginasi
 

Similar to Referat Penanganan Perdarahan Subarachnoid

Similar to Referat Penanganan Perdarahan Subarachnoid (20)

referat PDPH.pdf
referat PDPH.pdfreferat PDPH.pdf
referat PDPH.pdf
 
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.docPLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
 
Paper neurologi (Takayasu arteritis)
Paper neurologi (Takayasu arteritis)Paper neurologi (Takayasu arteritis)
Paper neurologi (Takayasu arteritis)
 
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdfSTROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
 
Vsd pada anak
Vsd pada anakVsd pada anak
Vsd pada anak
 
ASKEP PENYAKIT KATUP JANTUNG-1.docx
ASKEP PENYAKIT KATUP JANTUNG-1.docxASKEP PENYAKIT KATUP JANTUNG-1.docx
ASKEP PENYAKIT KATUP JANTUNG-1.docx
 
Askep kdp sutrisna
Askep kdp sutrisnaAskep kdp sutrisna
Askep kdp sutrisna
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docxPERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
 
116642547 fraktur-basis-kranii
116642547 fraktur-basis-kranii116642547 fraktur-basis-kranii
116642547 fraktur-basis-kranii
 
Askep chv (gagal jantung)
Askep chv (gagal jantung)Askep chv (gagal jantung)
Askep chv (gagal jantung)
 
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
Askep chv (gagal jantung) AKPER PEMKAB MUNA
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNATrauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
 
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNATrauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx
 
144455091 case-tumor-parotis
144455091 case-tumor-parotis144455091 case-tumor-parotis
144455091 case-tumor-parotis
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
RUPTUR MIOKARD
RUPTUR MIOKARDRUPTUR MIOKARD
RUPTUR MIOKARD
 

Recently uploaded

Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxMateri E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxssuser981dcb
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdfbendaharadakpkmbajay
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTRiskaViandini1
 
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptx
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptxKEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptx
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptxFATMAWATIMADYA
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyIkanurzijah2
 
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxMengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxLintangDwiCandra1
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitaBintangBaskoro1
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptAcephasan2
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiAikawaMita
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptAnisyahHariadi
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanB117IsnurJannah
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanFeraAyuFitriyani
 
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannyaleaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannyaYosuaNatanael1
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxTULUSHADI
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio PerawatMovieWulandari
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatZuheri
 

Recently uploaded (20)

Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxMateri E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptx
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptxKEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptx
KEJADIAN PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN.pptx
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxMengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannyaleaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 

Referat Penanganan Perdarahan Subarachnoid

  • 1. Paper Neurologi PENANGANAN PERDARAHAN SUBARACHNOID Oleh: Pahala Febrianto Rumahorbo 170100170 Pembimbing dr. Muhammad Yusuf, M.Ked(Neu), Sp.S(K) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021
  • 2. i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanganan Perdarahan Subarachnoid”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Muhammad Yusuf, M.Ked(Neu), Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi yang baik dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya. Medan, 4 April 2021 Penulis
  • 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................................i DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iii DAFTAR TABEL........................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 Tujuan penelitian................................................................................................2 1.3 Manfaat Penelitian...............................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3 2.1 Anatomi ..................................................................................................................3 2.2 Definisi....................................................................................................................5 2.3 Etiologi....................................................................................................................5 2.4 Epidemiologi ..........................................................................................................6 2.5 Patofisiologi............................................................................................................7 2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................................9 2.7 Diagnosis ..............................................................................................................10 2.8 Diagnosis Banding...............................................................................................12 2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................................13 2.10 Komplikasi .........................................................................................................17 2.11 Prognosis ............................................................................................................17 BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................20
  • 4. iii DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1 Anatomi Meningen 3 2.2 Tipe Aneurisma 7 2.3 Lokasi Aneurisma di Arteri Intrakranial 8 2.4 Algoritma Penegakan Diagnosis Untuk Suspek Perdarahan Subarachnoid Oleh Karena Aneurisma 11
  • 5. iv DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 2.1 Grading WFNS Untuk PSA Berdasarkan GCS 12 2.2 Skala Fisher Untuk PSA Berdasarkan CT Scan 12 2.3 Sistem Ogilvy dan Carter 18
  • 6. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perdarahan Subarakhnoid atau PSA merupakan suatu keadaan dimana terdapat darah pada rongga subarachnoid yang disebabkan oleh proses patologis, baik oleh karena trauma maupun non trauma. PSA ditandai oleh ekstravasasi darah ke rongga subarachnoid, yaitu rongga yang terdapat di antara piamater dan arachnoid mater yang merupakan bagian dari selaput yang membungkus otak (meningen). PSA umumnya disebabkan oleh karena non trauma, seperti rupturnya pembuluh darah intrakranial[1][2]. Kejadian PSA menyumbang hingga 15% dari seluruh kasus gangguan peredaran darah di otak. Puncak insidensi PSA umunya terjadi pada kisaran usia 55 tahun (laki-laki) dan 60 tahun (perempuan). Ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya PSA antara lain, aneurisma, malformasi arteri vena (MAV), dan juga genetik. Adapun faktor lain yang tidak secara langsung menyebabkan PSA, antara lain merokok, alkohol, aterosklerosis, dan penyalahgunaan obat terlarang, seperti kokain. Risiko terjadinya PSA akan meningkat dua kali jika tekanan darah sistolnya lebih dari 130 mmHg, dan tiga kali lipat jika melebihi 170 mmHg[2][3] . Adapun keluhan yang umum dirasakan oleh mereka yang mengalami PSA, antara lain nyeri kepala mendadak, muntah, kaku bagian leher, fotofobia, defisit neurologis, dan penurunan kesadaran. Keadaan PSA dapat diidentifikasi melalui CT Scan ataupun MRI[4] . Pada kasus yang di diagnosis dengan PSA ataupun yang dicurigai, harus segera mendapatkan tatalaksana guna mencegah terjadinya perburukan ataupun komplikasi. Pasien yang dengan PSA dianjurkan untuk dirawat dan tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas berat agar tidak memperburuk perdarahan yang sudah ada. Adapun tatalaksana yang diberikan beragam, seperti pemberian analgetik untuk meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien, anti fibrinolitik untuk mencegah perdarahan berulang, dan jika diperlukan dapat dilakukan tindakan operasi pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami perdarahan berulang. Para ahli menyarankan agar tindakan operasi yang diperlukan sebaiknya dilaksanakan 3 hari setelah timbul gejala, jika tindakan operasi ditunda untuk
  • 7. 2 mengurangi risiko dari pembedahan dikhawatirkan dapat meningkatkan probabilitas terjadinya perdarahan berulang yang lebih fatal[5]. Selain menimbulkan perdarahan di rongga otak, PSA juga dapat menyebabkan gangguan lainnya, seperti iskemia pada daerah di dekat rupturnya pembuluh darah. Iskemia dapat menyebabkan kerusakan jaringan sementara karena terhambatnya aliran darah yang membawa oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan oleh sel untuk berfungsi dengan baik. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan kerusakan permanen di area otak atau bahkan kematian. Adapun komplikasi yang umujm terjadi pada kasus PSA adalah vasospasme, hidrosefalus, dan penigkatan tekanan intrakranial[2]. 1.2 TUJUAN Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai Penanganan Perdarahan Subarachnoid dan sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3 MANFAAT Penulisan paper ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca khususnya peserta P3D, agar lebih memahami mengenai Penanganan Perdarahan Subarachnoid.
  • 8. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI Otak dibungkus oleh selaput tipis yang disebut meningen. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater[6] . Gambar 2.1 Anatomi Meningen[6] 1. Duramater Duramater adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dura yang melapisi otak ini umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Di antara
  • 9. 4 kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Bagian ini melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri[4][6] . 2. Arachnoidea Lapisan arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Lapisan ini dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga yang saling berhubungan. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi lebih lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga subarachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii)[4][6] . 3. Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fisura, dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fisura transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini piamater
  • 10. 5 membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Piamater dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu[4][6]. 2.2 DEFINISI Pendarahan subarachnoid (PSA) merupakan suatu keadaan dimana berkumpulnya darah pada rongga subarachnoid, keadaan tersebut muncul karena adanya ekstravasasi darah dari pembuluh darah ke rongga subarachnoid yang terletak diantara lapisan tengah (arachnoid mater) dan lapisan dalam (pia mater) yang merupakan bagian dari selaput pembungkus otak[7] . 2.3 ETIOLOGI Pada kasus PSA yang disebabkan oleh non trauma, hampir 80% diakibatkan oleh rupturnya berry atau saccular aneurisma, rupturnya malformasi arteri-vena (10%), adapun sisanya disebabkan oleh karena rupturnya pembuluh darah pada kondisi dibawah ini :  Aneurisma mikotik  Angioma  Neoplasma  Kortikal thrombosis Ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma, antara lain :  Aterosklerosis  Hipertensi  Penuaan
  • 11. 6  Merokok  Gangguan hemodinamik Meskipun telah dilakukan evaluasi yang menyeluruh mengenai hubungan faktor risiko dengan kejadian PSA, namun hanya sedikit yang memberikan hasil yang konklusif. Sejauh ini, merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan dipercaya sebagai faktor risiko yang paling meningkatkan kemungkinan terjadinya PSA, dan rupturnya MAV meningkat selama kehamilan. Dari data yang ada, hipertensi akut yang parah dengan tekanan diastolik diatas 110 mmHg sering dihubungkan dengan kejadian PSA. 2.4 EPIDEMIOLOGI Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu penyakit neurologi yang paling ditakutkan dikarenakan tingkat mortalitasnya yang tinggi serta cenderung menyebabkan ketergantungan pada mereka yang terkena, dimana kejadian PSA dapat memberikan dampak ekonomi dua kali lebih berat dibandingkan mereka yang terkena stroke iskemik[8] . Di Eropa, berdasarkan European Registers of Stroke Study (EROS) ada sekitar 9 kasus/100.000 penduduk, dimana angka tersebut cenderung stabil dari tahun ke tahun[9]. Di Indonesia, ada sekitar 200.000 kasus baru setiap tahunnya yang mana dapat berlanjut menjadi stroke hemoragik. Risiko terjadinya PSA lebih tinggi pada populasi kulit hitam dibandingkan kulit putih, namun semua orang dari berbagai etnis dapat mengalami aneurisma. Perbedaan dari frekuensi terjadinya ruptur ini dikaitkan dengan variasi dari populasi penelitian sehubungan dengan faktor risiko dan distribusi usia. Berdasarkan jenis kelamin, insiden terjadinya PSA pada wanita lebih tinggi dibanding pada pria dengan rasio 3:2. Dimana hal tersebut semakin meningkat pada wanita yang sedang hamil, terkhusus pada trimester ketiga kehamilan. Insiden terjadinya PSA juga meningkat seiring bertambahnya usia, dan puncaknya berada pada usia 50 tahun. Sekitar 80% dari total kasus PSA yang ada berasal dari usia 40-65 tahun, 15% terjadi pada mereka yang berusia 20-40 tahun, dan sekitar 5% terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun. PSA sangat jarang terjadi pada anak-anak yang berusia dibawah 10 tahun.
  • 12. 7 2.5 PATOFISIOLOGI Perdarahan Subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah intrakranial pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM). PSA dapat disertai oleh gangguan serebrovaskular karena adanya aliran yang terganggu. Defisit neurologis dapat timbul jika PSA tidak segera di tatalaksana karena akan terjadi perusakan jaringan otak oleh penumpukan darah di ruang subarachnoid atau karena kurangnya aliran darah dari pembuluh darah yang pecah. Penumpukan darah yang terjadi, khususnya di sisterna basalis, dapat menginduksi terjadinya vasospasme. Dimana vasospasme yang berlanjut dan meluas dapat menyebabkan terjadinya infark serebri sekunder yang berdampak semakin luasnya lesi yang timbul di otak[10]. Gambar 2.2 Tipe Aneurisma[11]
  • 13. 8 Gambar 2.3 Lokasi Aneurisma di Arteri Intrakranial[12] PSA umumnya disebabkan karena rupturnya aneurisma pembuluh darah intrakranial. Dimana aneurisma merupakan kondisi dimana pembuluh darah mengalami penggembungan yang umumnya disebabkan oleh tekanan hemodinamik pada dinding arteri ataupun perlekukannya. Saccular atau berry aneurism merupakan bentuk yang umum terjadi, dimana bentuknya menyerupai biji atau buah beri dan bentuk ini spesifik terjadi pada percabangan/bifurcation arteri intrakranial. Arteri intrakranial tidak memiliki selaput tipis pada bagian luarnya, dimana selaput ini mengandung faktor adventitia yang membantu mempertahankan kekuatan dinding pembuluh darah. Aneurisma yang terbentuk dapat menekan struktur yang ada di dekatnya sehingga dapat mengganggu fungsi dari struktur yang tertekan olehnya. Rupturnya aneurisma sakular ini biasanya terjadi di fundus arteri yang berdinding tipis, penumpukan darah yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan pada parenkim otak. Infark parenkim juga dapat terjadi sebagai akibat vasospasme arteri intracranial yang terjadi[13][14]. Terbentuknya aneurisma sakular sering dikaitkan dengan situasi berikut, seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan aliran darah, kelainan pembuluh darah, kelainan genetik, metastasis tumor ke arteri serebral, dan juga infeksi. Selain aneurisma, MAV merupakan salah satu kelainan pembuluh darah congenital yang tersering di otak dan berkaitan dengan terjadinya PSA. Secara makroskopis malformasi arteriovena tampak sebagai kumpulan pembuluh darah yang berkelok- kelok sedangkan secara mikroskopis berupa pembuluh dengan diameter yang beragam, tersusun secara acak yang mencakup arteri, vena, serta bentuk transisinya,
  • 14. 9 dimana pembuluh darah ini dipisahkan oleh parenkim otak[11][13]. 2.6 MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang timbul pada PSA beragam, mulai dari yang umum sampai yang klasik. Adapun tanda dan gejala yang umum terjadi sekitar 10-20 hari sebelum rupturnya aneurisma, seperti nyeri kepala, pusing, nyeri daerah mata, penglihatan ganda, sampai gangguan penglihatan. Namun gejala tersebut sering dihiraukan dan salah didiagnosis. Tanda dan gejala yang klasik dari PSA adalah sebagai berikut[11][13] :  Nyeri kepala hebat (thunderclap headache) dengan sensasi seperti meledak, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit  Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang  Penurunan kesadaran, mulai dari delirium sampai koma  Dijumpai gejala atau tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk (+), tanda kernig (+)  Defisit neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi Selain tanda dan gejala diatas, untuk menegakkan diagnosa PSA, ada 7 karakteristik pasien yang sering dikaitkan dengan PSA:  Berusia 40 tahun atau lebih  Kehilangan kesadaran  Mengeluhkan nyeri atau kaku di leher  Manifestasi timbul saat beraktivitas  Diantar dengan bantuan ambulance  Muntah  Diastolik >= 100mmHg atau Sistolik >=160mmHg Jika pasien memiliki satu atau lebih karakteristik diatas dengan nyeri kepala akut (non trauma) dengan intensitas yang sangat berat dalam 1 jam, kemungkinan terjadinya PSA pada pasien tersebut harus dipastikan[15] .
  • 15. 10 2.7 DIAGNOSIS Melalui anamnesa, maka akan didapat bahwa pasien dengan PSA umumnya memiliki tanda-tanda klasik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terkhusus nyeri kepala hebat yang tiba-tiba (thunderclap headache)[11] . Pada pemeriksaaan klinis, dapat dinilai gangguan fungsi saraf kranialis, tingkat kesadaran, gangguan motorik maupun sensorik, ada atau tidak rangsangan meningeal ataupun refleks yang meningkat. Pada pasien PSA, biasanya akan dijumpai kaku kuduk (+) dan kernig sign (+). Dan pada PSA, dapat juga dijumpai perdarahan retina di bagian subhyaloid[16] . Selain anamnesa dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang juga diperlukan untuk memastikan diagnosis dari PSA. Umumnya pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah CT Scan tanpa kontras dan CT Angiography yang dapat mendeteksi PSA dengan sesnsitivitas lebih dari 99% [17]. Selain kedua modalitas tersebut, ada pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa dilakukan seperti lumbal pungsi, magnetic resonance imaging (MRI), digital subtraction angiografi (DSA), trans cranial doppler (TCD). Adapun pemeriksaan lainnya, seperti darah lengkap, kadar ureum, elektrolit, glukosa darah, foto toraks, dan EKG dapat dilakukan jika ada indikasi atau untuk melihat ada tidaknya faktor risiko yang dapat memicu terjadinya PSA. Pemeriksaan faal ginjal juga dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat gangguan yang dapat menyebabkan hipertensi[4][14] .
  • 16. 11 Gambar 2.4 Algoritma Penegakan Diagnosis Untuk Suspek Perdarahan Subarachnoid Oleh Karena Aneurisma[18] Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk menilai tingkat keparahan dari perdarahan subarachnoid umumnya menggunakan skala penilaian, antara lain : A. Skala Hunt & Hess[11]  Grade I : Asimtomatik atau sakit kepala ringan  Grade Ia : Defisit neurologis tanpa tanda meningeal  Grade II : Kelumpuhan saraf kranial, nyeri kepala sedang sampai berat  Grade III : Defisit fokal ringan, letargi, kebingungan  Grade IV : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat  Grade V : Koma, kekakuan deserebrasi, gambaran moribund
  • 17. 12 Pada skala ini, grade I-III memiliki prognosis yang lebih baik dan merupakan kandidat yang baik untuk menjalani tindakan operasi, sedangkan pasien dengan grade IV-V membutuhkan penanganan yang lebih intensif hingga tercapai grade III agar dapat dilakukan tindakan operasi. B. World Federation of Neurosurgeon Scale (WFNS)[18] Grades Glasgow Scale Gambaran Defisit Motorik I 15 points Tidak ada II 13-14 points Tidak ada III 13-14 points Ada IV 7-12 points Mungkin ada atau mungkin tidak V 3-7 points Mungkin ada atau mungkin tidak Tabel 2.1 Grading WFNS Untuk PSA Berdasarkan GCS C. Skala Fisher (gambaran CT Scan)[19] Grade Gambaran CT Scan I Tidak ada darah yang terdeteksi II Deposit darah difus atau lapisan vertikal darah dengan ketebalan < 1mm, tidak ada cloting III Didapatkan cloting yang terlokalisir dengan ketebalan > 1mm IV Intraserebral dan intraventrikular cloting dengan PSA difus atau tidak Tabel 2.2 Skala Fisher Untuk PSA Berdasarkan CT Scan 2.8 DIAGNOSIS BANDING Terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari perdarahan subaracnoid, yaitu[4] : 1. Meningitis aseptik 2. Nyeri kepala tipe cluster (emergensi) 3. Ensefalitis 4. Perdarahan intrakranial 5. Nyeri kepala tipe migraine
  • 18. 13 6. Transient ischemic attack 7. Stroke akibat perdarahan intrakranial 8. Stroke akibat malformasi arteriovena 9. Meningitis meningokokus 10. Trombosis arteri basilaris 11. Perdarahan serebelar 12. Aneurisma serebral 13. Thrombosis vena serebral 14. Hematoma epidural 15. Hidrosefalus 16. Temporal arteritis 2.9 PENATALAKSANAAN Tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada perdarahan subarachnoid adalah untuk menempatkan pasien dalam kondisi klinis terbaik sembari menyingkirkan atau mengeluarkan aneurisma yang pecah dari system peredaran darah seaman mungkin. Oleh karena itu, pada kasus perdarahan subarachnoid yang tidak melibatkan aneurisma, penatalaksanaan ditujukan untuk mencegah timbulnya dua komplikasi neurologis yang umum, yakni perdarahan berulang dan vasospasme. Vasospasme yang timbul harus segera ditangani sedini mungkin. Selain itu, masalah lain yang timbul berhubungan dengan komplikasi ini akan ditatalaksana, seperti nyeri kepala, edema serebral, kemungkinan timbulnya kejang, dan manifestasi klinis lainnya. Keluhan tambahan dapat berupa ketidakseimbangan ion (hiponatremia oleh karena ekskresi hormone ADH yang inadekuat dan hipernatremia oleh karena diabetes insifidus); gangguan jantung (aritmia, infeksi miokardium akut, atau kardiomiopati takotsubo); gangguan gastrointestinal (perdarahan saluran cerna), dan gangguan pernapasan (edema pulmo neurogenik atau tromboemboli paru)[18] . Ada beberapa tatalaksana yang dilakukan pada kasus perdarahan subarachnoid, antara lain: 1. Pedoman Tatalaksana Berdasarkan Skala Hunt & Hess[4][11][13] a. Pasien dengan grade I & II Hunt & Hess  Identifikasi tanda yang khas seperti thunderclap headache sedini
  • 19. 14 mungkin untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien  Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30˚ dalam ruangan yang tenang dan nyaman, bila perlu berikan oksigen 2-3 L/menit  Perhatikan penggunaan obat sedative  Berikan infus i.v, serta monitor ketat kelainan neurologis yang mungkin timbul b. Pasien dengan grade III, IV, dan V Hunt & Hess  Berikan penatalaksanaan ABC pada pasien sesuai dengan protokol di ruang gawat darurat  Lakukan intubasi endotrakeal untuk mencegah terjadinya aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat  Jika ada tanda-tanda herniasi maka lakukan intubasi  Hindari penggunaan sedative yang berlebihan karena akan menyulitkan penilaian status neurologis pasien 2. Pencegahan Perdarahan Berulang Tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan berulang pada kasus perdarahan subarachnoid dapat dilakukan dengan pemberian anti fibrinolitik. Namun pemberian ini hanya di rekomendasikan pada kondisi klinis tertentu saja, seperti pada pasien dengan risiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau untuk memberikan efek yang bermanfaat pada tindakan operasi yang ditunda. 3. Penanganan Aneurisma  Operasi Clipping Merupakan tindakan operasi baku emas pada aneurisma. Prosedur ini dilakuakn dengan penempatan klip melintasi leher aneurisma untuk mengeluarkan aneurisma dari sirkulasi tanpa menyumbat vena normal. Tindakan ini sangat di rekomendasikan untuk mengurangi perdarahan berulang setelah rupturnya aneurisma pada kasus perdarahan subarachnoid. Clipping efektif mencegah terjadinya perdarahan ulang, karena sangat jarang terjadi slip pada klip. Apabila ada bagian leher
  • 20. 15 diluar klip, biasanya akan terjadi rekurensi pertumbuhan.  Operasi Wrapping atau Coating Pada tindakan ini, aneurisma dibungkus atau ditutup menggunakan media tertentu, seperti jaringan otot, katun, plastik resin atau polimer lain, teflon ataupun lem fibrin.  Teknik Endovaskular Pada teknik ini dilakukan penyumbatan atau mengisi ruangan pada aneurisma dengan cara memasukkan gulungan dari bahan khusus. Ada dua cara, yakni coiling dan trapping. Umumnya teknik ini dilakukan pada aneurisma dengan diameter yang cukup besar (>25 mm). 4. Pencegahan Vasospasme  Pemberian nimodipin, dimulai dengan dosis 1-2 mg per jam i.v pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemberian nimodipin terbukti dapat memperbaiki defisit neurologis yang ditimbulkan oleh vasospasme.  Pengobatan dengan metode hyperdinamic therapy yang dikenal dengan istilah triple H, yaitu Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution, dengan tujan mempertahankan tekanan perfusi ke otak, sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemik serebral akibat vasospasme. Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.  Angioplasti transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien yang gagal dengan terapi konvensional 5. Anti Fibrinolitik Penggunaan obat golongan ini dapat mencegah terjadinya perdarahan ulang. Obat yang sering dipakai adalah epsilon amino-caproid acid dengan dosis 36 gram/ hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 gram/hari. 6. Anti Hipertensi  Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik tidak lebih dari 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
  • 21. 16 mmHg.  Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik melebihi batasannya dan MAP di atas 130 mmHg.  Obat anti hipertensi yang dapat dipakai adalah Labetolol (i.v) 0,5- 2mg/menit sampai mencapai maksimum 20 mg/jam atau Esmolol infus dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. 7. Penanganan Kejang Tindakan ini hanya dipertimbangkan pada pasien yang mungkin timbul kejang, seperti pada kasus hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, dan kesadaran yang tidak baik. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko terjadinya perdarahan ulang yang disebabkan oleh kejang, dapat diberikan fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari secara oral atau intravena. Dosis awal 100 mg oral atau i.v 3x/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/hari secara oral dan terbagi menjadi beberapa dosis pemberian. Benzodiazepin dapat digunakan untuk menghentikan kejang. 8. Penanganan Hidrosefalus Timbulnya hidrosefalus merupakan salah satu tanda terjadinya komplikasi pada kasus perdarahan subarachnoid, hal tersebut muncul karena darah yang keluar memenuhi rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Ada 2 tipe, yakni:  Akut Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering pada 7 hari pertama. Dianjurkan untuk ventrikulostomi (drainase eksternal ventricular), walaupun risikonya dapat terjadi perdarahan berulang dan infeksi.  Kronik Sering terjadi setelah perdarahan subarachnoid. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventrikulo peritoneal shunt.
  • 22. 17 2.10 KOMPLIKASI Komplikasi dari perdarahan subarachnoid dapat terjadi intrakranial maupun ekstrakranial, antara lain: 1. Intrakranial  Perdarahan berulang  Hidrosefalus  Epilepsi atau kejang  Iskemia serebral  Hematom yang meluas 2. Ekstrakranial  Infark miokardium  Aritmia  Hiponatremia  Edema paru akut dan hipoksemia  Stress ulser 2.11 PROGNOSIS Keadaan neurologis pasien sewaktu dibawa ke rumah sakit merupakan indicator yang penting untuk menilai prognosis perdarahan subarachnoid pada pasien tersebut. Umumnya pasien dengan perdarahan subarachnoid mengalami gangguan kesadaran mulai dari delirium sampai koma. Berdasarkan skala Hunt & Hess, kita dapat mengklasifikasikan prognosis pasien berdasarkan grading tersebut. Pasien yang berada pada grade I & II memiliki prognosis yang relative baik, grade III memiliki prognosis sedang, sedangkan grade IV & V memiliki prognosis yang jelek. Selain cara diatas, prognosis pasien juga dapat dinilai berdasarkan system scoring yang dikembangkan oleh Ogilvy dan Carter.
  • 23. 18 Skor Keterangan 1 Nilai Hunt dan Hess > III 1 Skor skala Fisher > 2 1 Ukurn aneurisma > 10 mm 1 Usia pasien > 50 tahun 1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥ 25mm) Tabel 2.3 Sistem Ogilvy dan Carter[19] Pada sistem ini, prognosis pasien ditentukan oleh total skor yang diperolehnya, yaitu total skor 5 memiliki prognosis yang paling buruk, sedangkan skor 0 memiliki prognosis yang paling baik. Prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien perdarahan subarachnoid ditangani secepat mungkin secara intensif seperti resusitasi preoperative yang adekuat, tindakan bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial, mencegah terjadinya vasospasme, serta monitoring yang ketat sesudah dilakukannya tatalaksana terhadap pasien dengan melibatkan fasilitas dan tenaga medis yang mumpuni[20].
  • 24. 19 BAB III KESIMPULAN Perdarahan subarachnoid (PSA) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya darah pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarachnoid muncul karena adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam selaput pembungkus otak (pia mater) dan lapisan tengah (arakhnoid mater). Perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh faktor non trauma, umumnya terjadi karena rupturnya aneurisma pembuluh darah di otak. Untuk menegakkan diagnosanya dibutuhkan bantuan neuroimaging, seperti CT Scan kepala, dan Angiografi. Penatalaksanaan pada kasus perdarahan subarachnoid dapat berupa medikamentosa ataupun tindakan operasi yang sesuai dengan indikasi pasien. Prognosis pada kasus ini beragam, tergantung dari luasnya perdarahan, komplikasi yang terjadi, serta faktor penyulit lainnya selama perawatan.
  • 25. 20 DAFTAR PUSTAKA [1] Connolly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, et al. Guidelines for the Management of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Profesionals From The American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-1737 [2] Caplan LR. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysm, and Vascular Malformations. In: Stroke A Clinical Approach. 4th ed. Philadelphia,PA:Saunders Elsevier; 2009:446-486 2. [3] Sandvei MS, Romundstad PR, Müller TB, Vatten L, Vik A. Risk factors for aneurysmal subarachnoid hemorrhage in a prospective population study: the HUNT study in Norway. Stroke. 2009;40:1958—62. [4] Greenberg MS. SAH and Aneurysm. In: Handbook of Neurosurgery. 10th ed. Lakeland, Fla: Greenburg Graphics,Inc; 2012:1034-1054. [5] Hamby WB. Spontaneus Subarachnoid Haemmorhage of Aneurysmal Origin Factor Influencing Prognosis. JAMA. 2014;138(8):482-512. [6] Anonym. Sub Arachnoid Hemorrhage. www.neurosurgery.mgh.harvard.edu/Neurovascular. Accessed 23 Februari 2018 [7] Student Med. Stroke.2011. [8] Taylor TN, Davis PH, Torner JC, Holmes J, Meyer JW, Jacobson MF. Lifetime cost of stroke in the United States. Stroke. 1996;9:1459—66. [9] Heuschmann PU, Di Carlo A, Bejot Y, Rastenyte D, Ryglewicz D, Sarti C, et al., European Registers of Stroke (EROS) Investigators. Incidence of stroke in Europe at the beginning of the 21st century. Stroke. 2009;40:1557—63. [10] Siasios J, Kapsalaki E, Fountas K. Surgical Management in Subarachnoid Hemmoraghe. International Journal of Pediatrics 2012;1-10 [11] Lindsay KW. Sub Arachnoid Haemmorhage. In: Neurology and Neurosurgery Illustrated, 4th ed. Churchill Livingstone,Elsevier;2004: 273-298 [12] Anonym. Perdarahan Sub-Arakhnoid. https://dokumen.tips/documents/4- perdarahan-sub-arakhnoid.html. Accessed 31 March 2021 [13] Kelly MP, Guillaume TJ, Lenke LG. Subarachnoid Hemmoraghe and Its Complication. Neurosurg Clin N Am 2015; 29:296-321.
  • 26. 21 [14] Fernandez AA, Guerrero AI, Martinez MI, et al. Malformations of Subarachnoid Hemmoraghe. BMC Musculoskeletal Disorders 2013;10-45. [15] Perry JJ, Stiell IG, Sivilotti ML, Bullard MJ, Lee JS, Eisenhauer M. High risk clinical characteristics for subarachnoid haemorrhage in patients with acute headache: prospective cohort study. BMJ. 2010. 341:c5204. [16] Urbizu A, Toma C, Poca M, et al. Subarachnoid Hemmoraghe and Theraphy. Plus One 2014;8(2):e57241 [17] McCormack RF, Hutson A. Can computed tomography angiography of the brain replace lumbar puncture in the evaluation of acute-onset headache after a negative noncontrast cranial computed tomography scan?. Acad Emerg Med. 2010 Apr. 17(4):444-51. [18] Vivancos J, Gilo F, Frutos R, Maestre J, García-Pastor A, Quintana F, et al. Guía de actuación clínica en la hemorragia subaracnoidea. Sistemática diagnóstica y tratamiento. Neurología. 2014;29:353—370. [19] Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical Education. 2012;39. [20] Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield Clinic. 2013