SlideShare a Scribd company logo
1 of 51
Download to read offline
ISU STRATEGIS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENYEDERHANAAN BIROKRASI
DI DAERAH
TELAAH
PUSAT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
DAN KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
ISU STRATEGIS
TELAAH
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI DAERAH
Redesain Model Pengembangan
Kompetensi Pejabat Fungsional
Penyetaraan
Membangkitkan Motivasi Kerja
Pejabat Fungsional Hasil Penyetaraan
Membangun Sistem Kerja Ideal
Di Pemerintah Daerah
Strategi Adaptasi Manajemen Kinerja
Organisasi Untuk Akselerasi
Peningkatan Kinerja JF AK
Pasca Penyetaraan JA Ke JF
3
4
5
8
Akselerasi Penyelenggaraan Pelatihan
Khusus Analis Kebijakan Bagi Pemangku
Hasil Penyetaraan
9
Menggiatkan Peran Instansi Pembina
Dalam Merangkul Pejabat Fungsional
Hasil Penyetaraan
Memacu Kinerja Analis Kebijakan
Hasil Penyederhanaan Birokrasi
2 7
Penguatan Kebijakan
Penyederhanaan Birokrasi:
Sebuah Upaya Mitigasi Masalah
Upaya Mengoptimalkan Karir
Jabatan Fungsional
Hasil Penyetaraan
1 6
TELAAH ISU STRATEGIS:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENYEDERHANAAN
BIROKRASI DI DAERAH
Editor:
Muhammad Aswad
Reviewer:
1. Tri Widodo Wahyu Utomo
2. Agus Sudrajat
3. Bevaola Kusumasari
4. Roy Valiant Salomo
Penulis:
1. Rustan Amarullah
2. Tri Wahyuni
3. Dewi Sartika
4. Fani Heru Wismono
5. Mayahayati Kusumaningrum
6. Kemal Hidayah
7. Maria Agustini Permata Sari
8. Tri Noor Aziza
9. Novi Prawitasari
10. Ricky Noor Permadi
11. Maya Retno Sari
12. Mardiono
Desain Sampul dan Tata Letak
Abdul Rozieq
Muhammad Aswad, et.al. (Editors)
Copyright @ 2022 Lembaga Administrasi Negara. AllRightReserved. Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang.
Judul Buku : Telaah Isu Strategis Penyederhanaan Birokrasi di Daerah
Penerbit : Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Tempat Terbit : Samarinda
Tahun Terbit : 2022
Cetakan Ke : 1 (Pertama)
ISBN : 978-979-1176-52-1
Redaksi:
Jl. HM. Ardans 2 (Ring Road III) Samarinda, Kalimantan Timur 75124
Website : https://samarinda.lan.go.id
Whatsapp : 085100040853 / 085105040854
Tantangan disrupsi di era VUCA saat ini serta kehendak publik yang
semakin kri�s, perlu dikelola secara cermat oleh lingkungan birokasi.
Kebijakan reformasi struktural serta sistem kerja berbasis fungsi dan
squad team yang digaungkan saat ini menjadi momentum pen�ng
dalam menjawab kondisi tersebut. Resultan dari upaya mewujudkan
birokrasi yang unggul dan semakin responsif diyakini dapat mendorong
terlaksananya Visi Indonesia Maju.
Tantangan disrupsi di era VUCA saat ini serta kehendak publik yang semakin kri�s, perlu dikelola
secara cermat oleh lingkungan birokasi. Kebijakan reformasi struktural serta sistem kerja berbasis
fungsi dan squad team yang digaungkan saat ini menjadi momentum pen�ng dalam menjawab
kondisi tersebut. Resultan dari upaya mewujudkan birokrasi yang unggul dan semakin responsif
diyakini dapat mendorong terlaksananya Visi Indonesia Maju.
Garis haluan pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi ini dapat menjadi peluang untuk
mengembalikan birokrasi yang lebih ramping dan mengarah pada birokrasi yang tepat ukuran
(right-sizing). Simplifikasi birokrasi perlu dipandang sebagai upaya menciptakan birokrasi yang lebih
dinamis, agile, dan professional dalam menciptakan kinerja pelayanan kepada publik yang semakin
prima dari waktu ke waktu. Data menunjukkan, Indeks Reformasi Birokrasi Nasional saat ini
menunjukkan perbaikan signifikan, pada �ngkat Pemerintah Provinsi dari 64,28 (2020) menjadi
65,63 di Tahun 2021; sedangkan untuk �ngkat Pemerintah Kabupaten/ Kota dari 53,85 (2020)
menjadi 54,44 di Tahun 2021.
Gambaran ini diharapkan berdampak pada alignment organisasi dari cascading rencana strategi,
kejelasan dalam pengambilan keputusan karena peningkatan span of control, peningkatan
produk�vitas karena sedikitnya layer manajemen, dan customer oriented atau fokus pada
kebutuhan publik daripada proses internalisasi birokrasi. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya
menuntut ASN sebagai SDM di pemerintahan daerah untuk memiliki keahlian dan berkompeten
agar dapat bekerja dengan cepat, adap�f, serta inova�f.
Telaah isu strategis yang diangkat oleh Pusat Pela�han dan Pengembangan dan Kajian
Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Puslatbang KDOD) merupakan respon cepat atas diskursus
aktual terhadap implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di �ngkat pemerintah daerah.
Semoga rekomendasi kebijakan yang disajikan memberikan masukan pen�ng bagi penyempurnaan
kebijakan penyederhanaan birokrasi dalam rangka merealisasikan birokrasi berkelas dunia.
KATA PENGANTAR
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Jakarta, Agustus 2022
Kepala Lembaga administrasi negara
Adi Suryanto
Persoalan kelembagaan menjadi salah satu patologi birokrasi yang dihadapi di Indonesia. Birokrasi
yang berkembang dan menjadi gemuk memberikan konsekuensi pada meningkatnya pembiayaan
anggaran publik untuk ak�vitas birokrasi, juga �dak efek�fnya birokrasi dikarenakan panjangnya
hirarki organisasi, rentang kendali organisasi, dan mekanisme kerjanya. Hal ini berdampak pada
terganggunya pelayanan publik akibat lambannya kerja birokrasi. Oleh karenanya, kebijakan
penyederhanaan birokrasi dengan struktur yang sederhana, organisasi dapat bergerak lincah
(agile).
Kebijakan penyederhanaan birokrasi dipandang sebagai upaya untuk memotong prosedur dan
hirarki yang panjang. Kebijakan penyederhanaan birokrasi memprioritaskan keberadaan JF dalam
pengaturan susunan organisasi serta penataan struktural, yaitu pengalihan jabatan struktural ke
dalam jabatan fungsional. Penyederhanaan birokrasi sendiri melalui 3 (�ga) tahapan utama, yaitu 1)
penyederhanaan struktur organisasi, merujuk pada Permenpan RB Nomor 25 Tahun 2021 tentang
Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Organisasi;
2) penyetaraan jabatan, merujuk pada Permenpan RB Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan
Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional; dan 3) penyesuaian sistem kerja, merujuk pada
Permenpan RB Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Sistem Kerja, yaitu penyempurnaan mekanisme kerja
dan proses bisnis birokrasi yang berorientasi pada percepatan pengambilan keputusan dan
perbaikan pelayanan publik serta pengembangan sistem kerja berbasis digital.
Dalam implementasinya, Kebijakan delayering tersebut menimbulkan beberapa permasalahan,
diantaranya: kompleksitas pekerjaan, permasalahan wewenang, mekanisme koordinasi,
pengorganisasian, kedudukan, dan sistem kerja. Dalam upaya menginventarisasi dan menjawab
permasalahan kebijakan penyederhanaan birokrasi agar dapat mencapai tujuannya, khususnya di
�ngkat pemerintah daerah, Puslatbang KDOD-LAN melaksanakan telaah isu strategis atas
implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah. Hasil telaahan tersebut selanjutnya
dikemas dalam 9 (sembilan) Policy Brief yang disajikan dalam buku ini.
Secara agregat policy brief tersebut menawarkan perbaikan kebijakan penyederhanaan birokrasi
dalam rangka menciptakan birokrasi yang dinamis dan agile, mewujudkan profesionalitas ASN,
fokus pada pekerjaan fungsional, percepatan sistem kerja dan mendorong efek�fitas dan efisiensi
kinerja birokrasi.
PROLOG
Samarinda, Agustus 2022
Kepala Pusat Pela�han dan Pengembangan dan
Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Muhammad Aswad
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
PROLOG........................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
PB I – PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA
MITIGASI MASALAH
A. Executive Summary ........................................................................................ A1
B. Pendahuluan................................................................................................... A2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... A2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. A4
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. A4
PB II – MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT
FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
A. Executive Summary ........................................................................................ B1
B. Pendahuluan................................................................................................... B2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... B2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. B3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. B4
PB III – REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL
PENYETARAAN
A. Executive Summary ........................................................................................ C1
B. Pendahuluan................................................................................................... C2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... C2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. C3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. C4
PB IV – MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
A. Executive Summary ........................................................................................ D1
B. Pendahuluan................................................................................................... D2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... D2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. D3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. D4
PB V – MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH
A. Executive Summary ........................................................................................ E1
B. Pendahuluan................................................................................................... E2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... E2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. E3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. E4
iv
PB VI – UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL
PENYETARAAN
A. Executive Summary ........................................................................................ F1
B. Pendahuluan................................................................................................... F2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... F2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. F3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. F4
PB VII – MEMACU KINERJA ANALIS KEBIJAKAN HASIL PENYEDERHANAAN BIROKRASI
A. Executive Summary ........................................................................................ G1
B. Pendahuluan................................................................................................... G2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... G2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. G3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. G4
PB VIII – STRATEGI ADAPTASI MANAJEMEN KINERJA ORGANISASI UNTUK AKSELERASI
PENINGKATAN KINERJA JF AK PASCA PENYETARAAN JA KE JF
A. Executive Summary ........................................................................................ H1
B. Pendahuluan................................................................................................... H2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... H2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. H3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. H4
PB IX – AKSELERASI PENYELENGGARAAN PELATIHAN KHUSUS ANALIS KEBIJAKAN
BAGI PEMANGKU HASIL PENYETARAAN
A. Executive Summary ........................................................................................ I1
B. Pendahuluan................................................................................................... I2
C. Deskripsi Masalah........................................................................................... I2
D. Alternatif Solusi .............................................................................................. I3
E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. I4
1
PENDAHULUAN
Persoalan kelembagaan menjadi salah satu penyakit birokrasi (patologi
birokrasi) yang dihadapi di Indonesia. Birokrasi yang awalnya dirancang untuk
melaksanakan tugas tertentu dengan struktur yang telah ditetapkan, kemudian
berkembang menjadi organisasi yang gemuk akibat penambahan struktur untuk
mengakomodir kepentingan tertentu. Fenomena seperti ini terjadi karena upaya
memperluas misi birokrasi serta melakukan pekerjaan di luar misinya. Hal ini karena
adanya dorongan untuk memperoleh akses kekuasaan dan tambahan anggaran yang
lebih besar (Dwiyanto, 2011, pp. 97-98). Konsekuensi dari pengembangan birokrasi
tersebut adalah meningkatnya pembiayaan anggaran publik untuk aktivitas birokrasi
yang beresiko tidak efektifnya birokrasi dikarenakan panjangnya hirarki organisasi,
rentang kendali organisasi dan mekanisme kerjanya. Hal ini berdampak pada
terganggunya pelayanan publik akibat lambannya kerja birokrasi. Dengan struktur
yang sederhana, organisasi dapat bergerak lincah (agile).
Gambar 1. Agile Organization
(https://www.mckinsey.de/publikationen/leading-in-a-disruptive-world/the-five-trademarks-of-
agile-organizations)
McKinsey dalam (LAN RI, 2021) mendefinisikan organisasi yang tangkas
(agile organization) sebagai organisasi yang bercirikan 1) strategy yaitu organisasi
yang menyebarluaskan tujuan dan visi pada semua anggota organisasi, mencari
2
peluang dan mengukur peluang yang ada, menggunakan sumber daya yang luwes dan
adanya petunjuk pelaksanaan strategi; 2) structure yakni adanya struktur yang
mendatar dan jelas, peran akuntabel yang jelas, tata kelola yang sudah dipahami,
komunitas yang bersemangat melaksanakan, terbangunya kemitraan dan ekosistem
yang aktif, tersedianya lingkungan fisik dan virtual yang terbuka; 3) process yaitu
adanya tindakan cepat yang berulang-ulang dan eksperimental, adanya standardisasi
cara untuk bekerja, orientasi pada kinerja, adanya keterbukaan informasi,
pembelajaran yang terus menerus, pembuatan keputusan yang berorientasi pada
tindakan; 4) people yakni dengan adanya komunitas yang kohesif, kepemimpinan yang
membagi dan melayani, dorongan untuk menciptakan hal yang baru, peran yang
bergerak; serta terakhir yakni 5) technology yaitu pengembangan arsitektur teknologi,
sistem dan peralatan pendukung, serta pengembangan dan menjalankan secara nyata
teknologi generasi mendatang (LAN RI, 2021).
Kebijakan penyederhanaan birokrasi itu sendiri diungkapkan Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo pada saat pelantikannya sebagai Presiden RI periode 2019-
2024. Terdapat lima prioritas kerja diantaranya Pembangunan SDM, Pembangunan
Infrastruktur, Simplifikasi Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi
Ekonomi. Dalam arahannya Bapak Presiden menyatakan bahwa:
“Keempat, penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran.
Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang
panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi
harus disederhanakan. Eselon I, Eselon II, Eselon III, Eselon IV, apa tidak
kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti
dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi…”
(Tribunnews.com, Jumat 20 Oktober 2019)
Kebijakan penyederhanaan birokrasi ini kemudian dilanjutkan dalam
PERMENPANRB No. 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke
dalam Jabatan Fungsional. Dalam perkembangan selanjutnya, peraturan tersebut
menjadi payung hukum tertinggi yang menjelaskan tujuan penyederhanaan birokrasi
yakni termaktub dalam ayat a klausul menimbang sebagai berikut:
“bahwa untuk menciptakan birokrasi yang lebih dinamis dan profesional
sebagai upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi untuk mendukung kinerja
pelayanan pemerintah kepada publik, perlu dilakukan penyederhanaan
3
birokrasi melalui penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan
fungsional”. (KEMENPANRB-RI, 2020); (LAN RI, 2021).
Selain itu, kebijakan penyederhanaan birokrasi berpeluang mengembalikan
birokrasi yang lebih ramping dan tepat ukuran (right sizing) karena berdampak pada
pengaturan organisasi dimana memprioritaskan keberadaan JF dalam pengaturan
susunan organisasi; serta penataan struktural yaitu pengalihan jabatan struktural
eselon III ke bawah ke dalam jabatan fungsional. Dengan kata lain, penyederhanaan
birokrasi bertujuan menciptakan birokrasi yang dinamis dan agile; mewujudkan
profesionalitas ASN; fokus pada pekerjaan fungsional; percepatan sistem kerja dan
mendorong efektifitas dan efisiensi kinerja. Hal ini diharapkan berdampak pada
alignment organisasi dari cascading rencana strategi; kejelasan dalam pengambilan
keputusan karena peningkatan span of control; peningkatan produktivitas karena
sedikitnya layer manajemen; dan customer oriented atau fokus pada kebutuhan publik
daripada proses internalisasi birokrasi (KEMENPANRB et al., 2021).
Penyederhanaan birokrasi itu sendiri melalui tahapan: 1) penyederhanaan
struktur organisasi (Permenpan-RB No. 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan
Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Organisasi)
dimana terjadi penyederhanaan struktur organisasi menjadi 2 level; perampingan
struktur organisasi JA dengan kriteria tertentu dan memperhatikan karakteristik sifat
tugas dari JA tersebut dan berkoordinasi dengan Kemndagri; 2) penyetaraan jabatan
(Permenpan-RB No. 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke
Dalam Jabatan Fungsional) yakni pengalihan pejabat JA yang unit organisasinya
dirampingkan menjadi Pejabat JF yang bersesuaian, pengembangan JF dan
penyetaraan penghasilan; dan 3) penyesuaian sistem kerja (Permenpan-RB No. 7
Tahun 2022 Tentang Sistem Kerja) yaitu penyempurnaan mekanisme kerja dan proses
bisnis birokrasi yang berorientasi pada percepatan pengambilan keputusan dan
perbaikan pelayanan publik serta pengembangan sistem kerja berbasis digital.
Penyederhanaan struktur organisasi; 1) tidak mengubah tipologi perangkat
daerah tetapi hanya menyederhanakan menjadi 2 layer; 2) tidak menghapus tugas
fungsi urusan pemerintahan tetapi hanya mengalihkan pelaksana fungsi menjadi
jabatan fungsional. Jumlah jabatan struktural mencerminkan besaran organisasi.
Berdasarkan data dari BKN (Badan Kepegawaian Negara, 2021) terlihat jabatan
struktural terbagi menjadi enam level yaitu:
4
Tabel 1. Jumlah Jabatan Struktural di Indonesia, Juni 2021
Level Jumlah Prosentase (%)
JPT Utama 15 0,1
JPT Madya 567 3
JPT Pratama 19.205 97
Administrator 95.435 23
Pengawas 306.518 74
Eselon V 12.630 3
Sumber: BKN (Badan Kepegawaian Negara, 2021).
Hingga saat ini, penyederhanaan birokrasi di daerah belum selesai. Kemendagri
sampai dengan akhir Desember 2021 mencatat sebanyak 493 dari 508 Kabupaten/Kota
yang telah mengajukan penyederhanaan birokrasinya. Sementara itu baru 32 dari 34
Provinsi yang mengajukan usulan serupa (viva.co.id, 2022). Hingga Kamis 30
Desember 2021, capaian Penyederhanaan Struktur Organisasi (PSO) di lingkup Pemda
mencapai angka 142.829 jabatan atau 99,80 persen dari jumlah target. Sementara,
untuk capaian penyetaraan jabatan telah mencapai 94.156 jabatan atau 65,79 persen
yang berasal dari 327 Pemda. Arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tertuang
dalam Permen PANRB Nomor 17 Tahun 2021 dinyatakan penyederhanaan itu
dilakukan paling lambat akhir Desember 2021. Kemendagri bersama Kementerian
PANRB, memberikan apresiasi bagi daerah-daerah yang telah melaksanakan
penetapan dan pelantikan pejabat fungsional hasil penyederhanaan birokrasi. Namun,
bagi daerah yang belum menindaklanjutinya, Kemendagri akan melakukan upaya
pembinaan termasuk opsi terakhir, yakni memberikan punishment secara terukur
dengan mempertimbangkan tantangan dan kondisi di masing-masing daerah
(Https://www.merdeka.com/, 2021).
Penyederhanaan birokrasi melalui penataan kelembagaan bukan satu-satunya
cara untuk meningkatkan kinerja, akan tetapi down sizing ini sejalan dengan konsep
penyederhanaan struktur organisasi. Dalam proses penatalaksanaan kelembagaan
itupun haruslah memperhatikan ketentuan diantaranya perumpunan urusan yang dapat
dilekatkan dan disesuaikan yaitu maksimal hanya 3 (tiga) urusan yang dapat
digabungkan berdasarkan PP No. 18 Tahun 2016. Sehingga proses perubahan
nomenklatur dan jumlah eselonisasi agar tetap memperhatikan kebijakan arah
penyederhanaan birokrasi (Kemendagri, 2021).
Namun implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi tidak sesederhana
yang diharapkan, Kebijakan penyederhanaan birokrasi khususnya kebijakan
pengalihan Jabatan Administrasi ke Jabatan Fungsional berdasarkan PermenpanRB
5
No. 28 Tahun 2019 dan PermenpanRB No.17 Tahun 2021 masih belum optimal (LAN
RI, 2021). Model organisasi adhokratis sebagai antithesis birokrasi dengan
membentuk beberapa kelompok tugas yang dikoordinir oleh pejabat tertinggi,
penataan ulang pengelolaan jabatan dan penerapan proses bisnis sebagai rekomendasi
antisipasi permasalahan penyederhanaan birokrasi (Irwansyah, 2021). Hal ini
menimbulkan pertanyaan (Goggin, 1990 dalam (Erwan AP, 2012: 70-71) apakah
program/ kebijakan penyederhanaan birokrasi ini mencapai tujuannya dengan efektif;
apakah hasil yang dicapai disebabkan oleh faktor lain selain program; dan apakah
terdapat efek yang tidak diinginkan.
Perlunya perluasan ruang lingkup kebijakan dari hanya teknis pengalihan
jabatan menjadi Peraturan Menteri PANRB tentang penyederhanaan birokrasi bersifat
omnibus law yang mensinergikan kebijakan penataan kelembagaan, ketatalaksanaan
dan sumber daya manusia, kebutuhan roadmap penyederhanaan birokrasi level
nasional yang dilanjutkan dengan pembentukan tim penyederhanaan birokrasi tingkat
nasional; penataan kembali kebutuhan JF Nasional dan merubah mekanisme
pembentukan JF yang tidak hanya bottom up tetapi juga top down (LAN RI, 2021).
Dari kompleksnya permasalahan penyederhanaan birokrasi diatas, dibutuhkan
jawaban (Hill dan Hupe, 2002: 25 dalam (Erwan AP, 2012: 71) dalam melihat sejauh
mana proses kebijakan penyederhanaan birokrasi ini dijalankan oleh pengambil
keputusan di pemerintah daerah; bagaimana bentuk keluaran kebijakan
penyederhanaan birokrasi ini di pemerintah daerah; apa hasil kebijakan
penyederhanaan birokrasi di daerah; dan hubungan sebab antara hasil kebijakan
tersebut dengan proses bagaimana implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi
di daerah tersebut dilakukan.
Dalam aspek hukum, diperlukan kebijakan tertentu dalam mempercepat
pelaksanaan penyederhanaan birokrasi dan pemecahan masalah dalam struktur
organisasi dan manajemen personalia. Tidak hanya itu, komitmen pemerintah dalam
sistem perencanaan terkait pengembangan jabatan fungsional baik di tingkat pusat
maupun daerah. Dari aspek teknis, pengembangan kompetensi menjadi keharusan
dalam mengatasi kesenjangan kompetensi antara posisi administrasi dan posisi
fungsional. Sedangkan aspek kesejahteraan diperlukan regulasi terkait kesenjangan
jabatan antara jabatan administratif dan beberapa jabatan fungsional (Sumanti et al.,
2021).
6
Realita implementasi di tingkat Pemerintah Daerah, kebijakan delayering
menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya: kompleksitas pekerjaan,
permasalahan wewenang, mekanisme koordinasi, pengorganisasian, kedudukan,
pengembangan kompetensi, hingga sistem kerja. Dalam upaya menginventarisasi dan
menjawab permasalahan kebijakan penyederhanaan birokrasi agar dapat mencapai
tujuannya, khususnya di tingkat pemerintah daerah, Puslatbang KDOD melaksanakan
telaah isu strategis atas implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah
selama ±3 bulan. Hasil telaahan tersebut selanjutnya dikemas dalam 9 (sembilan)
policy brief yang tertuang dalam buku ini. Adapun kerangka pikir penyusunan Policy
Brief dalam Buku Telaah Isu Strategis: Impelementasi kebijakan Penyederhanaan
Birokrasi di Daerah dapat digambarkan secara lengkap sebagai berikut:
7
PENGUATAN KEBIJAKAN
PENYEDERHANAAN
BIROKRASI:
SEBUAH UPAYA
MITIGASI MASALAH
Kebijakan penyederhanaan birokrasi menyisakan persoalan yang dapat melemahkan implementasinya. Komunikasi
yang belum efektif, sumber daya yang belum merepresentasikan jabatan baru, sikap implementator dalam
melaksanakan kebijakan, serta perubahan struktur birokrasi merupakan unsur penyebabnya. Guna menyelesaikan
persolan tersebut, diperlukan upaya: sosialisasi secara intensif, Kegiatan in house training, sanksi tegas bagi daerah
yang belum melaksanakan, dan Penataan terkait struktur perangkat daerah. Policy brief ini dimaksudkan untuk
memberikan rekomendasi kebijakan kepada Kemendagri dan Pemerintah daerah, baik di Provinsi maupun di
Kabupaten/Kota.
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
A1
POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI:
SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH
Policy Brief ini ditulis oleh
Tri Wahyuni
Kemal Hidayah
Maya Retno Sari
Policy Brief ini ditujukan untuk:
1. Kemendagri
2. Pemerintah Daerah
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Kebijakan Penyederhanaan birokrasi dengan memangkas jalur birokrasi menjadi dua level diharapkan Presiden mampu mewujudkan
birokrasi yang lebih dinamis dan professional dalam mempercepat proses layanan. Dalam upaya merampingkan struktur birokrasi,
sebanyak 36.326 jabatan struktural telah dipangkas hingga 10 November 2020. Pemangkasan dimulai dari jabatan administrator,
kemudian jabatan pengawas (Mursid,2020 dalam Rakhmawanto,2021).
A2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI:
SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH
Grafik 1. Perbandingan Jumlah Jabatan Hasil penyederhanaan
Terdapat empat dimensi yang menjadi permasalahan penyederhanaan birokrasi,sebagaimana dimensi Implementasi Kebijakan yang
dikemukakan Edward III (Nalien,2021).
DESKRIPSI MASALAH
Sumber : Mursid, 2020 dalam Rakhmawanto, 2021
1 Komunikasi
Penerapan kebijakan penyederhanaan birokrasi sangat cepat, bahkan ada yang melakukan proses pemindahan jabatan
struktural ke jabatan fungsional dilaksanakan hanya dalam waktu 1 (satu) bulan (Marthalina, 2021). Dalam kecepatan
penerapan kebijakan, sosialisasi secara intensif harus dilakukan, sebagai langkah mendiseminasikan semua peraturan
penyederhanaan birokrasi. Dengan demikian, para pejabat yang terdampak kebijakan penyederhanaan birokrasi paham
akan peraturan yang berlaku bagi dirinya, sehingga tidak muncul salah tafsir peraturan, sebagaimana yang disampaikan
oleh salah satu peserta FGD dari Kabupaten Kutai Kartanegara :
Kami dituntut mengikuti berbagai perubahan kebijakan dari pusat,dan oleh Kepala Daerah kami juga ada tuntutan untuk
berkinerja mencapai visi dan misi yang sudah dibuat.Padahal jika kami salah menafsirkan kebijakan kita juga yang ditegur.
Jadi kita ini bingung untukbergerak.
20.006
Jumlah Jabatan Pengawas
Sesudah Pemangkasan
36.596
Jumlah Jabatan Pengawas
Sebelum Pemangkasan
5834
Jumlah Jabtan Administrator
Sesudah Pemangkasan
10.635
Jumlah Jabtan Administrator
Sebelum Pemangkasan
Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan yang dapat melemahkan implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi. Wakil
Presiden Ma'ruf Amin, menguatkan pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa, meskipun penyederhanaan birokrasi sudah
dilakukan,namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.Salah satunya adalah masih kurang optimalnya pengalihan jabatan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Okezone,2021).Komunikasiyang belum efektif,sumber dayayang belum merepresentasikan
jabatan baru, sikap implementator dalam melaksanakan kebijakan, serta perubahan struktur birokrasi merupakan unsur yang
melemahkan proses penyederhanaan.
Permasalahan pelemahan implementasi penyederhanaan birokrasi yang tidak mendapatkan respon cepat, dapat berdampak pada
terhambatnya implementasi kebijakan dan ketidak optimalan para pejabat fungsional hasil penyederhanaan birokrasi dalam
berkinerja dan berkontribusi lebih baik bagi organisasinya. Padahal, organisasi birokrasi merupakan support sistem bagi perbaikan
pelayanan publik.
Kementerian yang menaungi kebijakan penyederhanaan birokrasi pasti telah melakukan sosialisasi,namun intensitas dan
subyek sosialisasi harus lebih diperluas.Sosialisasi harus dilakukan hingga ke level pejabat yang terdampak,bukan hanya
pejabat dilevel 1 atau 2.Kecenderungan selama ini,sosialisasi dilakukan di level pimpinan,dengan harapan para pimpinan
mampu menyampaikan hingga ke level pejabat di bawahnya. Namun, dalam prakteknya pesan sosialisasi tidak
tersampaikan ke level bawah, terutama kepada pejabat yang terdampak. Oleh karenanya perlu komunikasi yang intensif
terkait pola sosialisasi,terutama di lingkungan pemerintah daerah,yang pejabatnya banyakterdampak.
A3
POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI:
SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH
Gambar 2. Perbandingan Jumlah PNS Pusat dan Pemda
3.058.775,00
Pemda
936.859,00
Pegawai Pusat
76,60% 23,40%
Sumber : BKN, 2022
Dari data tersaji,76,6% PNS Indonesia bekerja pada instansi pemerintah daerah.Sementara hanya 23,4%yang bekerja pada
instansi pemerintah pusat (BKN, 2022). Besaran data tersebut, memberikan fakta tentang betapa besarnya tantangan
kegiatan sosialisasi kebijakan penyederhanaan birokrasi,terutama di lingkungan pemerintah daerah.
2 Sumber daya
Persoalan sumber daya juga merupakan persoalan besar yang menghambat/ melemahkan proses kegiatan
penyederhanaan birokrasi. Diangkat otomatis berdasarkan jabatan, membuat manajemen jabatan fungsional hasil
penyederhanaan birokrasi belum dilaksanakan secara professional, sehingga belum mampu menghasilkan sosok jabatan
fungsional yang qualified sesuai tuntutan tugas dan fungsinya, terlebih seleksi pengalihan jabatan pengawas ke jabatan
fungsional tidak seketat pengangkatan jabatan fungsional pada jalur regular atau biasanya (Rusliandy, 2022). Hal seperti
yang disampaikan salah satu peserta FGDyang dilaksanakan oleh Puslatbang KDOD:
‘Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi,penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi,
(contohnya setwan seorang sarjana perikanan jadi perancang perundang-undangan)’.
Kegiatan in house training dapat diagendakan bagi sesama pengampu jabatan fungsional, baik dari hasil penyederhanaan
birokrasi dan fungsional regular,untuksaling bertukar ilmu dan kolaborasi dalam menghasilkan output kinerja.
3 Sikap Implementator
Kebijakan penyederhanaan birokrasi berlaku bagi semua K/L/Pemda di seluruh Indonesia,tanpa terkecuali.Namun,dalam
prakteknya, masih ada daerah yang belum melakukannya, dengan atau tanpa alasan. Ketidakseragaman ini dapat memicu
rasa ketidak adilan, terlebih tidak ada sanksi yang diberikan bagi daerah yang belum melaksanakan. Belum adanya sanksi
secara tersirat dibenarkan oleh Akmal, Direktur Jenderal Otonomi Daerah, bagi daerah yang belum menindaklanjutinya,
Kemendagri akan melakukan upaya pembinaan. Termasuk opsi terakhir, yakni memberikan punishment secara terukur
dengan mempertimbangkan tantangan dan kondisi di masing-masing daerah. Namun demikian, Akmal mengaku tak
mengharapkan pemberian punishment itu akan terjadi (Batam,go.id,2022).Untuk pemda yang masih belum melaksanakan
kebijakan penyederhanaan, dapat diberikan sanksi agar tidak menyebabkan demotivasi bagi daerah lain yang sudah jatuh
bangun dalam proses penyederhanaan birokrasi.
4 Struktur Birokrasi
Haryomo Dwi Putranto selaku Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian dalam Sosialisasi Pembinaan Jabatan
Fungsional Pasca Penyetaraan Jabatan menyatakan, dalam prakteknya hingga saat ini belum semua instansi pemerintah
menerapkan kebijakan penyetaraan jabatan yang telah diimplementasikan sejak tahun 2020 ini. Berbagai kendala
dirasakan dalam pelaksanaan kebijakan ini, diantaranya adalah instansi yang belum melakukan perubahan stuktur
organisasi. Terkait struktur organisasi banyak menimbulkan kebingungan di lapangan, karena para pejabat hasil
penyederhanaan birokrasi masih bekerja dengan struktur yang lama, namun dengan jabatan yang berbeda. Pejabat
fungsional agar optimal peran dan fungsinya,harus mengerjakan tugas fungsionalnya,namun dalam praktek saat ini,para
pejabat hasil penyederhanaan,masih dibebankan pekerjaanyang bersifat manajerial,sebagaimanayang disampaikan salah
satu peserta FGD dari Kutim:
Penataan struktur perangkat daerah harus segera disesuaikan, agar dapat menyesuaikan dengan jabatan baru yang ada di
dalamnya.Sistem kerja berdasarkan Permenpan No.7Tahun 2022,juga harus segera ditindak lanjuti ke dalam penyusunan
juknis agar mudah terimplementasikan.Dengan demikian,kemungkinan untukmencapai output kinerja sebagai fungsional
akan selalu ada,walaupun dalam keseharian,lebih mengerjakan tugas manajerial
Adanya PJA-JF semangat kerja teman-teman semakin menurun, karena terbebani kerja manajerial ditambah pencapaian
butir angka kredit sesuai JF nya
Daftar Pustaka
Marthalina, 2021, Analisis Dampak Pengembangan Karir Pegawai Negeri Sipil Pasca Pelaksanaan Pemindahan Jabatan Struktural Ke Jabatan
Fungsional, Jurnal MSDA (Manajemen Sumber Daya Aparatur) Vol 9, No. 1, 2021, pp. 42-55
Nalien, Mulya. Elvira, 2021, Faktor – Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bureaucratic Trimming Di Pemerintah Kota Bukittinggi, Jurnal
Kebijakan Pemerintahan 4 (1) (2021) : 1-13 DOI: https://doi.org/10.33701/jkp.v4i1.1622
Rusliandy, 2022, Jurnal Administrasi Publik, Volume 8, Nomor 1 (e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah
Rakhmawanto, Ajib Analisis Dampak Perampingan Birokrasi Terhadap Penyetaraan Jabatan Administrator dan Pengawas, Civil Service VOL. 15, No.2,
November 2021 : 11 – 24
Badan Kepegawaian Negara, [Siaran Pers] Nomor: 003/RILIS/BKN/III/2022
A4 POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI:
SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Dari tiga alternatif yang disampaikan, penulis merekomendasi ketiga alternatif untuk ditindak lanjuti sebagai agenda
kebijakan jangka pendek. Sosialisasi dapat dilakukan secara online, sehingga bisa mengurangi biaya kegiatan.
Pelaksanaan monitoring, penyusunan Instrumen dan indikator monitoring, dapat disusun di Tri Wulan III Tahun 2022,
sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan di Tri Wulan IV Tahun 2022. Semakin cepat terindikasi kelemahan proses
penyederhanaan birokrasi,semakin cepat upaya penguatannya.Dengan demikian,kebijakan penyederhanaan birokrasi
bisa segera terwujud sesuai dengan tujuannya,memperbaiki kualitas pelayanan publik dan menciptakan pemerintahan
yang agile.
ALTERNATIF SOLUSI
Dalam mengakselerasi penguatan kebijakan penyederhanaan birokrasi,beberapa alternatif solusiyang ditawarkan sebagai berikut:
1 Sosialisasi secara intensif.
Walaupun kebijakan penyederhanaan birokrasi telah memasuki tahun ke dua pelaksanaan.Kegiatan sosialisasi masih harus
dilakukan untuk memperkuat penerapan kebijakan. Selama ini ada kesan, yang banyak mendapatkan sosialisasi
penyederhanaan birokrasi adalah para pimpinan dan perangkat daerah yang menjadi leading sector proses penyederhanaan
birokrasi (BKD,Ortal).Sementara,bagi pengampu jabatan fungsional sendiri,adayang belum mengikuti kegiatan sosialisasi.
2 Pelaksanaan monitoring terhadap keseluruhan aspek penerapan kebijakan
penyederhanaan birokrasi.
Pelaksanaan monitoring hendaknya dilakukan dengan data yang akurat. Pengumpulan data yang digunakan tidak saja
hanya berbasis dokumen, tapi lebih bervariasi seperti: survey, angket dan wawancara. Survey dan angket mempunyai
keunggulan,responden memberikan jawaban yang obyektif karena petugas monitoring tidak terhubung langsung dengan
responden. Adapun wawancara memberikan keunggulan terhadap informasi yang mendalam yang dapat dieksplorasi.
Wawancara bisa dilakukan viazoom sehingga pelaksanaannya efektif dan efisien
3 Pembentukan Desk Evaluasi Penyederhanaan Birokrasi.
Salah satu dari tugas deskevaluasi penyederhanaan birokrasi adalah melahirkan kebijakan pemberian penghargaan terkait
program penyederhanaan birokrasi. Penghargaan diberikan kepada pemerintah daerah yang mampu melakukan: mitigasi
resistensi, mampu mencari solusi ketika masalah timbul dari proses penyederhanaan, rendah komplain dari JF hasil
penyederhanaan,menciptakan koordinasi yang baikantar unit leading penyederhanaan (Ortal dan BKD),mampu mengelola
ekspektasi para JF hasil penyederahaan, mampu memetakan peran JF hasil penyederhanaan. Daerah yang lebih dahulu
memenuhi unsur penilaian dapat menjadi role model bagi daerah lainnya.
Menggiatkan Peran
Instansi Pembina
Dalam Merangkul
Pejabat Fungsional
Hasil Penyetaraan
Penyetaraan Jabatan Administrasi (JA) ke dalam Jabatan Fungsional (JF) dalam rangka Penyederhanaan Birokrasi
telah terlaksana dan masih terus berproses. Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan masalah bahwa JF hasil
penyetaraan belum optimal menjalankan perannya. Hal ini disebabkan JF hasil penyetaraan kesulitan dalam
mengimplementasikan kebijakan peraturan terkait tugas dan fungsinya, keterbatasan jangkauan koordinasi,
konsultasi dan komunikasi pemerintah daerah dengan instansi pembina JF. Solusi yang dapat direkomendasikan
yaitu instansi pembina JF perlu melibatkan Pemerintah Daerah secara partisipatif dalam percepatan penyelesaian
penyesuaian substansi pengaturan JF yang sesuai dinamika pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkup pemerintah
daerah secara khusus, serta mengakselerasi penguatan kompetensi pemangku JF hasil penyetaraan melalui
perluasan media sosialisasi dan pembinaan
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
B1
POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Policy Brief ini ditulis oleh
Tri Noor Aziza
Rustan Amarullah
Fani Heru Wismono
Policy Brief ini ditujukan untuk
1. Instansi Pembina Jabatan Fungsional
2. Kementerian PAN-RB
3. Pemerintah Daerah
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi yang meliputi Penyederhanaan Struktur Organisasi (PSO),
penyetaraan JA ke dalam JF (JAJF),serta penyesuaian sistem kerja hingga tenggat waktu bulan Desember Tahun 2021 di
lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah terlaksana dan masih berproses hingga saat ini.Khusus
pada penyetaraan JA ke JF, telah diatur dalam Peraturan Menteri PAN-RB No. 17 Tahun 2021. Namun, mengingat waktu
pelaksanaan pengalihan tersebut yang tergolong pendek serta terbatasnya pilihan JF yang tersedia bagi pemerintah
daerah, maka relatif pengangkatan Pejabat Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dilakukan melalui penyesuaian
pada JF yang serumpun atau mendekati tugas dan fungsi administrasi sebelumnya (Hasil Wawancara pada 26
Pemerintah Daerah,2022).
Hingga Desember 2021, Kemendagri menyebutkan capaian PSO Pemerintah Daerah mencapai 142.829 jabatan
(99,80%) dari jumlah target. Sementara, untuk capaian penyetaraan jabatan JA ke JF telah mencapai 94.156 jabatan
(65,79%) yang berasal dari 327 Pemerintah daerah dan jumlah ini masih terus berproses (Merdeka,2021).Dari 8 daerah
di Provinsi Kalimantan Timur, diperoleh total pemangku JA yang beralih ke JF adalah 2.393 orang yang terdistribusi ke
dalam 44 hingga 62 jenis JF.
B2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Gambar 1. Sebaran JF Penyetaraan di 8 Kabupaten/Kota Prov. Kalimantan Timur
Sumber: Data Penyetaraan Jabatan di 8 Kabupaten/Kota Kalimantan Timur (diolah, 2022).
Dari daerah-daerah tersebut,prosentase perpindahan JA ke JF terbanyak adalah di jabatan Analis Kebijakan yaitu sekitar
10% - 30% dari jenis jabatan yang dipilih. Jenis jabatan lainnya yang diminati adalah JF Perencana dengan prosentase
antara 10% - 13%. Terdapat JF lainnya yang sering muncul di daerah, yaitu: Analis Keuangan Pusat dan Daerah, Analis
SDM/Analis Kepegawaian, Analis Ketahanan Pangan, Penggerak Swadaya Masyarakat, Pamong Belajar, Peneliti, serta
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif.
Penyederhanaan birokrasi yang berlangsung cukup singkat memunculkan masalah belum optimalnya JF hasil
penyetaraan menjalankan perannya. Hal ini disebabkan JF hasil penyetaraan kesulitan dalam mengimplementasikan
kebijakan peraturan terkait tugas dan fungsinya, yang mana proses pengalihan JA ke JF relatif belum memperhatikan
kemudahan bagi pemangku JF-nya dalam mencapai angka kredit pada instansinya masing-masing (Hasil Wawancara,
2022).Padahal berdasarkan UU No.23 tahun 2014,urusan pemerintahan daerah membutuhkan sosokpemangku JF yang
handal dan profesional untukmendukung tugas dan fungsiyang ada
DESKRIPSI MASALAH
344
Samarinda
237
Balikpapan
192
Bontang
405
Kukar
347
Berau
214
PPU
290
Paser
405
Kutim
Jumlah
Pemangku JF
Penyetaraan
60
Samarinda
44
Balikpapan
50
Bontang
62
Kukar
59
Berau
46
PPU
55
Paser
60
Kutim
Jumlah
Jenis JF
Penyetaraan
B3
POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Penyebab lainnya, pemerintah daerah mengalami keterbatasan jangkauan koordinasi, konsultasi dan komunikasi
dengan instansi pembina JF,terutama pada JF yang baru ada di daerah.Berdasarkan informasi penyetaraan JA ke JF yang
diperoleh pada salah satu lokus yaitu Kota Balikpapan. Terdapat 237 orang pemangku JF, dengan 44 Jenis Jabatan
Fungsional. Setelah diidentifikasi, terdapat 28 Instansi Pembina yang menaungi para Pejabat Fungsional yang ada di
Kota Balikpapan. Hal ini menggambarkan luasnya rentang koordinasi, konsultasi dan komunikasi pemerintah daerah
kepada instansi pembina JF.
Setidaknya terdapat 54 instansi pembina JF dengan sekitar 25 Rumpun Jabatan Fungsional yang terdiri dari 243 jenis
Jabatan Fungsional (Ketetapan Kementerian PAN-RB per Januari 2021 dalam Kusnadi, 2021) dengan 10 domain tugas
Instansi Pembina JF berdasarkan PPNo.17Tahun 2020 yang meliputi: penyusunan kebijakan,penyelenggaraan kegiatan,
pembinaan,analisis,sosialisasi,pengembangan,fasilitasi,akreditasi,koordinasi,serta monitoring dan evaluasi.termasuk
di dalamnya penyesuaian terhadap butir kegiatan terkait tugas dan fungsi JF secara luas. Dengan besarnya jumlah
penyetaraan JAke JF,maka intensitas tugasyang diemban oleh Instansi Pembina JF akan semakin tinggi.
1
Mekanisme penyesuaian butir kegiatan yang lebih sesuai dengan dinamika pelaksanaan tugas dan fungsi JF di
lingkup pemerintah daerah sangat diperlukan.Instansi pembina JF sedang dalam proses penyesuaian regulasi
terkait butir-butir kegiatan JF tersebut. Oleh karena itu, mendorong percepatan penyelesaian pedoman
pelaksanaan maupun pedoman teknis pembinaan JF hasil penyetaraan menjadi kebutuhan mendesak.
Untuk pemenuhan butir kegiatan JF, maka instansi pembina JF perlu melibatkan pihak pemerintah daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) secara partisipatif dalam penyesuaian substansi pengaturan JF yang baru.
Langkah lebih lanjut instansi pembina JF perlu melakukan pilotting awal untuk melihat operasionalisasi
kebijakan butir-butir kegiatan JF atau beban kerja yang memungkinkan untuk pencapaian angka kredit bagi
Pejabat Fungsional yang bersangkutan.Adanya pilot project atau role model awal tersebut akan memantapkan
kebijakan yang dikeluarkan agar lebih kompatibel dijalankan serta tidakmenghambat karir pemangku JF hasil
penyetaraanyang sebagian besarnya langsung disetarakan pada minimal JFAhli Muda tersebut.
Kementerian PAN-RB sedang mempersiapkan regulasi untuk penyesuaian dan simplifikasi pembinaan dan pengelolaan
jabatan fungsional berdasarkan Surat Menteri PAN-RB No.B/653/M.SM.02.03/2021. BKN juga menyebutkan bahwa
instansi pembina, selain melakukan tugas sebagai instansi pembina, juga perlu melakukan penyesuaian terhadap
regulasi teknis dan kewenangan pembinaan JF (Kominfo,2021),regulasi terkait JF dari makro hingga teknis,pengelolaan
SDM, pembagian peran instansi pembina, instansi pengguna, hingga pejabat fungsional. Saat ini bahkan BKN tengah
memroses peraturan terkait pedoman teknis mengenai pembinaan JF sebagai dampak dari peralihan JA ke JF
(Kemenpan-RB, 2021). Dalam mengakselerasi pelaksanaan tugas pemangku JF hasil penyetaraan, peran instansi
pembina menjadi sangat penting,terutama dalam memberikan panduan solusiyang ditawarkan sebagai berikut:
ALTERNATIF SOLUSI
Pelibatan Pemerintah Daerah Secara Partisipatif Dalam Percepatan Penyelesaian Penyesuaian
Substansi Pengaturan JF yang Sesuai Dinamika Pelaksanaan Tugas dan Fungsi di Lingkup
PemerintahDaerahSecaraKhusus
2 Instansi pembina JF perlu memberikan pemahaman utuh terkait ruang lingkup tugas serta kebutuhan
kompetensi yang perlu dimiliki.Strategi perluasan media sosialisasi dan pembimbingan teknis kepada seluruh
pemangku JF dapat dilakukan baik melalui cara umum seperti webinar atau diklat atau khusus seperti diklat
kelas khusus untukmengakselerasi kompetensi JF hasil penyetaraan.
Terobosan lain misalnya,Pembentukan CommunityofPractices (CoP) JF adalah langkah praktis untukmerangkul
para pemangku JF Hasil Penyetaraan yang tersebar pada seluruh pemerintah daerah. Aktualisasi CoP salah
satunya adalah membuat grup WA khusus untuk memudahkan aliran informasi dan komunikasi terkait JF yang
diampu, serta sebagai media untuk saling sharing dan memotivasi. Selain itu, CoP ini dapat menjadi sarana
untuk memperluas kolaborasi dan kerjasama dalam peningkatan kompetensi JF dan upaya memenuhi butir-
butir kegiatan JFyang sifatnya dapat lintas daerah.
Mengakselerasi Penguatan kompetensi Pemangku JF Hasil Penyetaraan Melalui Perluasan
MediaSosialisasidanPembinaan
Daftar Pustaka
Merdeka. (2021). Kemendagri Ingatkan Pemda Segera Lakukan Penyederhanaan Birokrasi. Retrieved from
https://www.merdeka.com/peristiwa/kemendagri-ingatkan-pemda-segera-lakukan-penyederhanaan-
birokrasi.html
Kusnadi, Baryati. (2021). 243 Jenis Jabatan Fungsional ASN Tahun 2021. Retrieved from https://bralink.id/243-jenis-
jabatan-fungsional-asn-tahun-2021/
Kemenpan-RB. (2021). Instansi Pembina JF Didorong Lakukan Penyesuaian JF Terkait Penyetaraan Jabatan. Retrieved
from https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/instansi-pembina-jf-didorong-lakukan-penyesuaian-
jf-terkait-penyetaraan-jabatan
Kominfo. (2021). Instansi Pembina Jabatan Fungsional Wajib Lakukan Penyesuaian Substansi. Retrieved from
https://www.kominfo.go.id/content/detail/33108/instansi-pembina-jabfung-wajib-lakukan-
penyesuaian-substansi/0/berita
B4 POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Menyusun buku QnA (Question and Answer) seputar permasalahan JF penyetaraan. Dari hasil wawancara pada 26
pemerintah daerah, diidentifikasi persoalan yang umum/generik dihadapi pemangku JF, meskipun juga terdapat
persoalan khusus yang sifatnya kasuistik. Buku QnA ini merupakan keterpaduan informasi serta antisipasi respon awal
instansi pembina JF yang disampaikan kepada para pemangku JF. Buku QnA ini dapat disebarluaskan kepada seluruh
pemerintah daerah dalam bentuksoft file dan diunggah pada laman instansi pembina.
Upaya lain adalah mendorong dibentuknya perwakilan pembinaan JF di daerah (duta atau Hub instansi pembina JF) pada
perangkat daerah yang memiliki keterkaitan erat dengan tugas dan fungsi JF yang ada. Hal ini mengingat beberapa JF
tersebar pada beberapa perangkat daerah, sehingga untuk memudahkan komunikasi dan pembinaan awal maka
penunjukan perangkat daerah khusus sebagai perwakilan JF di daerah akan sangat menguntungkan.Tentu saja,instansi
pembina JF perlu membekali berbagai hal-hal teknis dan administratif kepada perangkat daerah tersebut, agar dapat
berperan sebagai duta/ambassador pembina JF di daerah.
Peran aktif organisasi profesi juga dapat menjadi andalan untuk memperluas jangkauan sosialisasi kepada pemangku JF
hasil penyetaran. Anggota organisasi profesi JF tersebar di seluruh daerah di Indonesia sehingga dapat memudahkan
penyampaian informasi seputar JF tersebut kepada para pemangku JF baru, bahkan dapat turut membantu
meningkatkan kapasitas pemangku JF hasil penyetaraan secara langsung di lapangan.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Mengingat tingkat urgensinya, maka kedua alternatif solusi tersebut dapat dikategorikan mendesak, sehingga
direkomendasikan agar kedua alternatif solusi tersebut perlu dilakukan secara simultan. Sembari mempercepat
penyelesaian penyesuaian substansi pengaturan JF yang baru,juga dilakukan upaya akselerasi peningkatan kompetensi
pemangku JF Hasil Penyetaraan. Pada aspek dukungan, peran Kemenpan-RB untuk mengawal dan mengkoordinasikan
penyelesaian penyesuaian substansi pengaturan JF oleh instansi pembina JF juga sangat diperlukan agar pemangku JF
hasil penyetaraan dapat langsung menekuni lingkup tugas dan fungsinya, dan instansi pembina JF dapat
mengakomodir/menyesuaikan kebijakan butir-butir kegiatan JF yang dibina sesuai dengan beban kerja di tingkat
pemerintah daerah.
Redesain Model
Pengembangan Kompetensi
Pejabat Fungsional
Penyetaraan
Penyetaraan JA ke JF dalam jumlah masif menimbulkan masalah tidak maksimalnya pengembangan kompetensi JF,
dan berdampak pada terhambatnya karier JF dan kebingungan JF dalam memahami tupoksinya. Penyebab masalah
diidentikasi sebagai berikut: (1) Keterbatasan anggaran; (2) Kompetensi dan kualifikasi pendidikan JF tidak sesuai,
dan (3) Pembinaan JF belum optimal. Tulisan ini merekomendasikan agar BKPSDM/ BPSDM melakukan pemetaan
prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, juga kepada instansi pembina JF
untuk mendesain pelatihan dan pengembangan berbiaya murah serta pengkayaan saluran pengembangan
kompetensi bagi pemangku JF hasil penyetaraan
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
C1
POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI
PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN
Policy Brief ini ditulis oleh
Novi Prawitasari
Maria Agustini Permata Sari
Rustan Amarullah
Ricky Noor Permadi
Tri Noor Aziza
Policy Brief ini ditujukan untuk
1. Pemerintah Daerah
2. Instansi Pembina JF
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Permenpan RB No. 17 Tahun 2021 merubah tatanan sistem birokrasi dan manajemen kepegawaian menjadi lebih
ramping karena mengeliminasi jabatan eselon III, IV, dan V serta mengalihkan pejabat struktural ke jabatan fungsional.
Tujuannya adalah menjadikan struktur birokrasi lebih datar sehingga proses kerja di birokrasi menjadi lebih cepat dan
dinamis dalam pengambilan keputusan.Alhasil,jumlah pejabat fungsional di daerah menjadi semakin banyak,misalnya
yang terjadi pada pemangku JFAnalis Kebijakan berikut.
C2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI
PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN
Gambar 1. Perkembangan Profesi Analis Kebijakan Tahun 2020-2022
Banyaknya jumlah JF peralihan ini menimbulkan masalah,yaitu pengembangan kompetensi JF menjadi tidak maksimal.
Padahal pengembangan setiap pegawai ASN merupakan hak dan kewajiban ASN, terlebih dalam PP Nomor 11 Tahun
2017 menyebut bahwa pengembangan kompetensi bagi PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran
dalam 1 (satu) tahun. Dampaknya adalah terhambatnya karier JF hasil penyetaraan dan kebingungan JF dalam
memahami tupoksinya.
Tidak maksimalnya pemenuhan pengembangan kompetensi bagi pemangku JF hasil penyetaraan ini, disebabkan oleh
tiga hal,yaitu:
Pertama, keterbatasan anggaran untuk diklat fungsional yang harus dipenuhi, dimana dalam hal pengembangan
pegawai,daerah tergantung dari skema pembiayaan APBD.Dari hasil wawancara dengan BPSDM Kaltim,anggaran tidak
cukup untuk mengirim atau mengadakan diklat,dan hanya dapat mengakomodir 11-12 jabatan fungsional setiap tahun.
Anggaran penyelenggaraan diklat di Provinsi Kaltim untuk seluruh jabatan fungsional kurang lebih hanya sebesar Rp 2
Miliar,ditambah lagi dengan adanya mandatorymendidikjabatan fungsional binaan Kemendagri.
Salah satu contohnya di Kota Balikpapan, dimana terdapat 44 jabatan fungsional yang diisi oleh 237 orang JF
penyetaraan. Tentunya hal ini memerlukan biaya pengembangan kompetensi yang tidak sedikit. Jika disimulasikan,
misalnya pada 5 JF penyetaraan, maka asumsi awal kebutuhan anggaran pengembangan kompetensi yang dibutuhkan
oleh beberapa jabatan fungsional Kota Balikpapan sebagai berikut:
DESKRIPSI MASALAH
Penyetaraan
Inpassing
Pengangkatan pertama
Perpindahan Jabatan
18
502
279
594
37
678
405
2681
37
694
415
2567
Februari
2022
2021
2020
Sumber: PUSAKA-LAN, 2022
C3
POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI
PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN
Relevan dengan hal diatas, Puslatbang KMP-LAN (2020) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari simulasi yang
dilakukan menunjukkan belanja APBD akan mengalami penambahan beban belanja pegawai karena naiknya tunjangan
jabatan fungsional akibat adanya perpindahan dari jabatan struktural. Diperkirakan kenaikan mencapai 30%-40% dan
ini pastinya akan mempengaruhi alokasi pembiayaan untuk pengembangan kompetensi karena adanya upaya untuk
menutupi belanja pegawai tersebut. Biaya pengembangan kompetensi juga akan tergerus oleh belanja uji kompetensi
yag wajib dilakukan pada proses penyetaraan JAke JF.
Kedua, terdapat JF yang masih memiliki kualifikasi pendidikan formal di bawah syarat kompetensi dasar, sehingga
menyulitkan untuk dilakukan pengembangan kompetensi. Mengacu pada Permepan RB No. 17 Tahun 2021, salah satu
persyaratan dalam penyetaraan jabatan adalah memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma
empat.Contoh kasus terjadi dimana seorang Kasi pada salah satu OPD Kabupaten Bangka yang berpendidikan SMAtidak
dapat disetarakan ke jabatan fungsional, akhirnya memilih untuk menjadi staf biasa di OPD nya (Edwardi, 2021). Kasus
lain di LIPI,seorang Kepala Bidang Pengelolaan Hasil Penelitian dengan jenjang pendidikan S1 disetarakan ke JF Peneliti
Ahli Madya, namun syarat Peneliti Ahli Madya minimal berpendidikan S2 (Fitrianingrum, dkk, 2020). Sedangkan bagi
pejabat pengawas dengan latar belakang pendidikan Diploma III hanya mungkin disetarakan pada jabatan fungsional
terampil (Rusliandy,2022).Karena itu perlu segera dibuatkan kebijakan khusus untuk mengakomodir masalah ini untuk
meminimalisir dampaknegatif penyetaraan jabatan.
Ketiga, instansi pembina relatif belum optimal dalam melakukan pembinaan jabatan fungsional. Deputi Bidang SDM
Aparatur Kemenpan RB mengatakan bahwa masih banyak JF yang belum memiliki standar kompetensi jabatan, yang
berakibat pada belum maksimalnya pengembangan kompetensi JF tersebut (LAN, 2018). Hasil wawancara (2022) yang
dilakukan juga mengungkapkan bahwa belum semua daerah dapat dijangkau oleh instansi pembina JF untukpendataan
JF,sosialisasi dan pengembangan,maupun pembinaan JF,terlebih pada beberapa nama JF yang baru pertama kali ada di
daerah.
1 BKPSDM perlu melakukan pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing
perangkat daerah, terutama bagi JF yang harus memiliki sertifikasi di JF yang diampu. Selain karena adanya
ketentuan maksimal 2 tahun JF harus sudah mengikuti diklat sertifikasi,sesuai dengan amanat PermenPAN RB
No.17Tahun 2021 pasal 22.Pelaksanaan koordinasi antara BKPSDM,instansi pembina,dan instansi pengguna
juga harus dilakukan untuk memastikan pemetaan dan inventarisasi diklat yang diperlukan oleh JF tepat
sasaran dan tepat waktu. Koordinasi dilakukan dalam hal menentukan mekanisme, proses, serta jadwal
pelaksanaan dengan memperhatikan anggaran daerah.
Dengan adanya prioritas diklat JF, maka BKPSDM serta instansi pengguna JF juga perlu membudayakan
mekanisme coaching dan mentoring bagi pemangku JF yang telah mengikuti pelatihan dan pengembangan
kepada para pemangku JF lain yang belum sebagai upaya peningkatan kompetensi. Selain itu, pemerintah
daerah perlu membentuk Community of Practices (CoP) sebagai wadah JF untuk bertukar informasi. Di dalam
komunitas tersebut, nantinya ditunjuk koordinator untuk masing-masing jenis jabatan fungsional, yang
memiliki peran untukmenjembatani kepentingan masing-masing jenis jabatan fungsional.
ALTERNATIF SOLUSI
Tabel 1. Simulasi Kebutuhan Anggaran Pengembangan Kompetensi pada 5 JF penyetaraan terpilih pada sampel Kota Balikpapan
No. Jabatan Fungsional Jumlah Orang Tarif Pelatihan* Kebutuhan Anggaran
1.
2.
3.
4.
5.
Administrator Kesehatan
Analis Kebijakan
Analis Sumber Daya Aparatur
Peneliti
Pranata Hubungan Masyarakat
10
47
12
3
7
Rp 4.400.000
Rp 5.500.000
Rp 3.957.000
Rp 5.000.000
Rp 12.500.000
Rp 44.000.000
Rp 258.500.000
Rp 47.484.000
Rp 15.000.000
Rp 87.500.000
Sumber: data diolah, 2022
*ada kemungkinan tarif pelatihan menyesuaikan peraturan terbaru
Jumlah Rp 452.484.000
Daftar Pustaka
Fitrianingrum, L., Lusyana, D., & Lellyana, D. (2020). Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Dari Hasil Penyetaraan Jabatan Administrasi: Analisis
Implementasi Dan Tantangan Development of Functional Position Career Resulted From Administration Position Equalization: Civil
Service, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 14(1), 43–54.
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I. (2018). Penyusunan Pedoman Umum Pengembangan Kompetensi Teknis Jabatan Fungsional di
Instansi Pemerintah.
Puslatbang KMP-LAN. (2020). Kajian Perencanaan Pengembangan Karir PNS: Studi Kasus Penyetaraan Jabatan Struktural-Fungsional Dalam Rangka
Penyederhanaan Birokrasi. Makassar: Puslatbang KMP-LAN
Rusliandy. (2022). Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah. Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, 8(April), 53–70.
Edwardi. 2021. 283 Pejabat Eselon IV Pemkab Bangka Dialihkan ke Fungsional. Diakses tanggal 29 Mei 2022 di
https://bangka.tribunnews.com/2021/08/02/283-pejabat-eselon-iv-pemkab-bangka-dialihkan-ke-fungsional
C4 POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI
PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Ketiga alternatif solusi yang ditawarkan dapat dilakukan secara simultan dengan koordinasi aktif antara BKPSDM/
BPSDM,instansi pembina JF,dan instansi asal JF penyetaraan.Pemenuhan syarat minimal pelatihan dan pengembangan
dalam JF harus segera dilakukan mengingat tenggat waktu yang diberikan hanya dua tahun. Oleh karena itu, penting
dilakukan mapping prioritas dan inventarisasi kebutuhan diklat terutama bagi JFyang memerlukan sertifikasi.
Re-desain model pengembangan kompetensi yang berbiaya murah perlu dilakukan oleh instansi pembina JF dengan
memanfaatkan teknologi saat ini, baik model pembelajaran online learning portal, e-learning, mobile learning, hingga
blended learning. Atau dapat pula berupa integrasi pengembangan kompetensi pada jenis-jenis fungsional yang
serumpun denganyang ada di kementerian atau lembaga lainnya.
Pengkayaan saluran pengembangan kompetensi lainnya dapat juga dilakukan melalui Community of Practices (CoP),
seminar,webinar,maupun workshop yang sesuai dengan JF yang diampu.Pemangku JF juga harus aktif mencari sumber
peningkatan kompetensi,baik melalui informasi di tingkat instansi maupun mencari secara mandiri di media informasi
lainnya.Pemberian penghargaan kepada instansi pembina JF juga perlu segera dicanangkan sebagai penyulut semangat
instansi pembina agar pelatihan pengembangan kompetensi JFyang diberikan semakin merata dan berkualitas.
2 Instansi pembina JF harus mendesain model pelatihan dan pengembangan berbiaya murah. Model
pembelajaran tersebut dapat berupa online learning portal,e-learning,mobile learning,hingga blended learning.
Selain itu,instansi pembina JF dapat berkoordinasi dengan instansi pembina JF lainnya untukmenggabungkan
pembekalan jenis fungsionalyang serupa/ serumpun denganyang ada di kementerian atau lembaga lainnya.
Pembina JF juga perlu mendorong pelaksanaan model pembiayaan Diklat/pengembangan kompetensi JF hasil
penyetaraan melalui DIPA Instansi Pembina JF. Pembiayaan ini tentunya untuk membantu pengembangan JF
hasil penyetaraan yang tersebar di seluruh pemerintah daerah. Terlebih lagi daerah yang tidak memiliki
anggaran untuk meningkatkan kompetensi JF hasil penyetaraannya. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan
program prioritas nasional, yaitu pembangunan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing serta Arahan Presiden
terkait penyederhanaan birokrasi, maka model pembiayaan oleh pemerintah pusat ini sangat relevan untuk
menjawab permasalahan di daerah.Model pembiayaan diklat ini dapat dilaksanakan seperti penyelenggaraan
diklat Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dimana
pembiayaannya langsung dari DIPALAN.
3 KemenpanRB perlu memberikan penghargaan kepada Instansi Pembina JF terbaik dalam pelaksanaan
pengembangan kompetensi. Hal ini penting dilakukan agar para instansi pembina terpacu untuk
meningkatkan jumlah capaian pejabat fungsional yang telah didiklatkan, serta kualitas alumni pelatihannya.
Penilaian dapat dilakukan dengan menghitung persentase JF yang telah didiklatkan, tingkat kemanfaatannya
bagi organisasi, serta survey kepuasan peserta diklat yang mencerminkan kualitas pelaksanaan pelatihan JF
yang diikuti.
MEMBANGKITKAN
MOTIVASI KERJA
PEJABAT FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
Transformasi budaya kerja pasca penyetaraan jabatan fungsional berdampak terhadap menurunnya motivasi
pegawai.Setidaknya ada tiga aspekyang menyebabkan hal tersebut,yakni pemahaman tentang pekerjaan (kognitif);
efikasi diri (Self eficacy); serta kompensasi. Policy brief ini menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan terhadap
pemerintah daerah sebagai alternatif solusi untuk meningkatkan motivasi pejabat fungsional hasil penyetaraan.
Solusi yang ditawarkan kepada Pemerintah Daerah adalah pemetaan kembali kebutuhan jabatan fungsional;
membentuk tim dan kelompok kerja; membentuk kelas akselerasi; menjadikan pengembangan kompetensi ASN
sebagai prioritas pembangunan daerah; melakukan masa orientasi bagi pejabat fungsional hasil penyetaraan; serta
melakukan penyesuaian tunjangan jabatan dan sistem pemberian tunjangan kinerja.
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
D1
POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Policy Brief ini ditulis oleh
Dewi Sartika
Mayahayati Kusumaningrum
Maria Agustini Permata Sari
Policy Brief ini ditujukan untuk
Pemerintah Daerah
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Salah satu penjabaran kebijakan penyederhanaan birokrasi adalah melalui Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 17
Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional (JF). Melalui kebijakan ini, pejabat
administrasi pada level eselon III ke bawah diangkat ke dalam JF melalui penyesuaian pada JF yang setara.Waktu yang
diberikan dalam melakukan penyetaraan adalah kurang lebih dua tahun. Namun sebagian besar pemerintah daerah
masih terkesan wait and see, maka jika kita telusuri di media massa, sebagian besar pemerintah daerah melakukan
pelantikan jabatan fungsional terdampakpenyetaraan di akhir waktu,yakni akhir Desember 2021
Dengan beragamnya kapasitas pemerintah daerah, serta minimnya waktu yang dimaksimalkan oleh mereka, maka
penyetaraan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terksesan terburu-buru dan belum dilakukan secara optimal
(LANRI, 2021). Kondisi ini tentu menyisakan banyak persoalan bagi pemerintah daerah. Salah satunya adalah terkait
menurunnya motivasi pegawai JF hasil penyetaraan.
Mayoritas pegawai yang terdampak penyetaraan merasa kebingungan dalam menjalankan tugas fungsi yang mereka
emban saat ini (Tumanggor,2021).Sehingga tidak sedikit dari mereka merasa demotivasi paska penyetaraan (Hasil FGD,
26 April 2022). Jika kondisi ini tidak segera mendapat perhatian, maka dikhawatirkan akan berimbas terhadap
menurunnya pencapaian kinerja organisasi.
D2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
Setidaknya ada beberapa aspek yang menjadi sumber motivasi pegawai, antara lain: pemahaman tentang pekerjaan
(kognitif); efikasi diri (self eficacy); serta kompensasi (Hasibuan dalam Ariani et al, 2019; Wright, 2003; Putra, 2010).
Berangkat dari pemahaman tersebut, maka aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi kerja ASN hasil penyetaraan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
DESKRIPSI MASALAH
1 Pemahaman tentang pekerjaan (kognitif)
Mayoritas JF hasil penyetaraan berpendapat bahwa JF yang mereka emban tidak ubahnya dengan jabatan
administrasi yang dijabat sebelumnya. Sehingga muncul istilah “fungsional rasa struktural”. Hal ini dirasakan,
karena tugas dan fungsi yang mereka jalankan masih didominasi oleh tugas struktural.Sehingga mereka tidak
dapat fokus mengejar angka kredit,yang menjadi orientasi pejabat fungsional (FGD,26April).
Kondisi ini juga dikarenakan jumlah JF yang ada belum bisa mengakomodir seluruh urusan yang dijalankan
oleh perangkat daerah. Misalkan pada Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan, jabatan pengawas pada unit
tersebut disetarakan menjadi JF Perencana, namun karena ketiadaan JF Analis Pengelola Keuangan maka
urusan keuangan tetap dijalankan oleh pegawai tersebut (JF Perencana). Sebagian besar informan juga
memiliki kesukaran dalam menyusun perjanjian kinerja serta Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Hal tersebut
dikarenakan minimnya pengetahuan terkait JF yang diemban, menyebabkan mereka merasa belum familiar
dengan poin-poin tugas sebagai pejabat fungsional.
2 Efikasi Diri (Self eficacy)
Skema penyetaraan disesuaikan dengan jabatan struktural yang diduduki sebelumnya dan pemilihan jenis
jabatan hanya memperhitungkan tugas dan fungsi unit organisasi tanpa mempertimbangan kualifikasi
pendidikan pegawai, sehingga terkesan “cocoklogi”. Kondisi ini menyebabkan pegawai tidak mampu
menjalankan tugas yang mereka emban, karena ketidaksesuain tugas fungsional dengan latar belakang
pendidikan mereka.
Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi,penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi,
contohnya di lingkup Sekretariat DPRD seorang sarjana perikanan dilantik menjadi pejabat fungsional perancang
perundang-undangan (FGD,26April 2022).
D3
POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
1
Tidak hanya pada jenis latar belakang pendidikan, ketidaksesuaian juga terjadi pada tingkat pendidikan. Di
antara beberapa pejabat pelaksana Eselon IV yang disetarakan, masih banyak yang memiliki tingkat
pendidikan Diploma III dan SLTA. Padahal sebagai JF, pegawai tersebut mutlak harus memiliki latar belakang
pendidikanyang sesuai dengan syarat jabatan JFyang diembannya.
Selanjutnya,dalam PermenPAN dan RB Nomor 17Tahun 2021,pada pasal 8 ayat (4) dijelaskan bahwa pejabat
administrasi yang terkena penyetaraan wajib memiliki pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan paling
lama empat tahun sejak diangkat dan dilantik dalam JF. Hal ini juga dianggap memberatkan bagi pegawai
penyetaraan JF baik dari sisi waktu dan biaya,mengingat usia pegawai yang disetarakan mayoritas diatas rata-
rata 40-50 tahun (Rakhmawanto,2021).
ALTERNATIF SOLUSI
3 Kompensasi
Tunjangan jabatan menjadi salah satu aspekyang mempengaruhi motivasi kerja JF hasil penyetaraan.Saat ini JF
penyetaraan masih memperoleh tunjangan jabatan struktural yang notabene nya lebih rendah dari tunjangan
JF. Perbedaan besaran tunjangan JF akibat perbedaan kelas jabatan juga berdampak terhadap penurunan
motivasi kerja pegawai. Salah satu pemerintah daerah menyampaikan contoh kasus yag terjadi didaerah
mereka, dimana JF Muda Auditor,Asesor,Analis Kepegawaian dan Analis Kebijakan berada pada kelas jabatan
10,sedangkan JF Muda lainnya berada pada kelas 9 (FGD,26April 2022).
Pemetaan kembali kebutuhan JF di masing-masing perangkat daerah
Masing-masing perangkat daerah segera mengidentifikasi kesesuaian kompetensi dan jabatan JF di
organisasinya, dan diverifikasi masing-masing JF yang bersangkutan. Dari usulan perangkat daerah, maka
Bagian Organisasi akan membuat usulan perbaikan untuk disampaikan kepada KemenPAN dan RB sampai
dengan tanggal 31 Desember 2022.Hal tersebut sesuai SE Kementerian Dalam Negeri Nomor 800/2237/OTDA
perihal Tindaklanjut Proses Penyederhanaan Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota
2 Membentuk Tim dan Kelompok Kerja
Untuk mengatasi keterbatasan jumlah JF, top management di masing-masing perangkat daerah dapat
membentuk kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari tim-tim kerja. Misalkan untuk menjalankan tugas
perencanaan dan evaluasi, perangkat daerah dapat membentuk Pokja Perencanaan dan Evaluasi yang terdiri
dari (1) Tim Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran; (2) Tim Monitoring; serta (3) Tim Evaluasi. Hal
tersebut dilakukan untuk membantu pejabat fungsional dampak penyetaraan dapat beradaptasi dengan
transformasi budaya kerja, serta menghilangkan istilah fungsional rasa struktural. Melalui langkah ini
diharapkan seluruh pegawai dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan lintas Pokja, sehingga prinsip “semua
tahu semua”terkait pencapaian kinerja organisasi dapat terwujud.
3 Membentuk kelas akselerasi peningkatan kualifikasi pendidikan melalui
beasiswa daerah
Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di daerahnya/ daerah sekitarnya
untuk membentuk kelas akselerasi peningkatan kualifikasi pendidikan ASN melalui pendidikan formal. Dalam
pemberian beasiswa daerah,Pemerintah Daerah diharapkan dapat memprioritaskan JF hasil penyetaraan.
4 Pengembangan kompetensi ASN sebagai prioritas pembangunan daerah
Pemerintah Daerah perlu melakukan perubahan dan/atau penambahan program prioritas pembangunan
daerah, dengan menjadikan pengembangan kompetensi ASN sebagai salah satu program prioritas
pembangunan daerah. Dengan begitu, pencapaian strategi pemerintah daerah terhadap pengembangan
kompetensi JF hasil penyetaraan dapat terukur.
Daftar Pustaka
Ariani,M.A.,Susilowati,D.,&Aristi,C.(2019).Motivasi Kerja Di Sektor Publik: Studi Kasus Pada Pegawai Dinas PMPTSPDaerah Kabupaten Penajam Paser
Utara.Jurnal GeoEkonomi,10(1),102-115.
Putra,K.H.(2010).Pengaruh Efikasi Diri dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja PNS di UNIMED.
Rakhmawanto,A.(2021).Perampingan Birokrasi.Civil Service Journal,15(2 November),19-32.
Tumanggor,B.F.,Wibowo,E.K.,& Politeknik,S.T.I.A.(2021).Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pasca Implementasi Kebijakan Pengalihan
Jabatan Struktural Eselon III,IVdanVke Jabatan Fungsional di Pemerintah Pusat dan Daerah.Jurnal Sumber DayaAparaturVol,3(1).
Wright,B.E.(2003,October).Toward understanding task,mission and public service motivation: A conceptual and empirical synthesis of goal theory and
public service motivation.In 7th National Public Management Research Conference,Georgetown Public Policy Institute,Washington,DC,
October (pp.9-11).
D4 POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA
PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Rekomendasi yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dan bersifat segera adalah pertama pemetaan kembali
kebutuhan JF di daerah, dikarenakan tenggat waktu yang diberikan KemenPAN dan RB adalah sampai dengan akhir
tahun 2022. Kedua, membentuk tim dan kelompok kerja, agar tugas dan fungsi organisasi dapat tetap berjalan, dan
pelayanan publik tetap dapat diberikan secara optimal.Ketiga,melakukan masa orientasi bagi JF hasil penyetaraan.Hal
tersebut dilakukan untukmengurangi culture shock akibat transformasi budaya kerja.
Kemudian rekomendasi yang dapat dilakukan dalam jangka menengah ada dua yakni: menjadikan pengembangan
kompetensi ASN sebagai prioritas pembangunan daerah, serta membentuk akselerasi peningkatan kualifikasi
pendidikan melalu beasiswa daerah. Hal ini dilakukan agar percepatan peningkatan kompetensi bagi JF hasil
penyetaraan sesuai dengan kompetensiyang disyaratkan dapat terlaksana.
5 Melakukan masa orientasi bagi pejabat fungsional hasil penyetaraan
Seluruh pejabat fungsional hasil penyetaraan perlu mengikuti masa orientasi,yang memberikan pengetahuan
tentang JF yang diembannya.Ada banyak hal yang bisa disampaikan pada masa orientasi ini seperti bagaimana
mengajukan angka kredit; bagaimana mentransfer output pekerjaan menjadi angka kredit; internalisasi
budaya kerja BERAKHLAK; informasi terkait kelas jabatan dan sebagainya.Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
melibatkan instansi pembin serta JF murni yang sudah ada sebelumnya. Selain itu pemerintah daerah juga
dapat berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah lain disekitarnya.
6 Melakukan penyesuaian tunjangan jabatan dan sistem pemberian tunjangan
kinerja
Setelah melakukan pemetaan dan penempatan ulang pejabat fungsional berdasarkan kompetensi dan
kebutuhan organisasi, Pemerintah Daerah disarankan segera melakukan penyesuaian tunjangan JF sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Penyesuaian tunjangan jabatan ini harus diikuti dengan perbaikan sistem
pemberian tunjangan kinerja pegawai. Pemberian tunjangan kinerja tidak lagi hanya didasarkan pada jumlah
dan ketepatan kehadiran, namun juga ditambahkan aspek kinerja sebagai salah satu indikator pemberian
tunjangan kinerja.Hal ini dilakukan untukmemotivasi pegawai agar terus berkinerja.
MEMBANGUN
SISTEM KERJA IDEAL
DI PEMERINTAH DAERAH
Penetapan Permenpan No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan
Birokrasi membawa perubahan mendasar bagi cara kerja ASN. Sistem kerja tersebut menekankan pada aspek
kolaboratif dan dinamis, dengan pemanfaatan tata kelola pemerintahan digital atau Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik (SPBE). Namun demikian, dalam praktiknya masih banyak ASN di lingkungan Pemerintah daerah yang
merasa kebingungan dan tidak paham akan esensi dari sistem kerja baru tersebut.Kondisi ini tentu berdampak pada
tidak optimalnya penyesuaian sistem kerja baru di lingkup Pemerintah Daerah. Untuk mengakselerasi penyesuaian
sistem kerja baru di lingkungan Pemerintah Daerah,maka rekomendasi yang diusulkan adalah penyusunan Pedoman
Pelaksanaan/ Teknis oleh Kemen PANRB dan Kemendagri, serta pelaksanaan pilot project pelaksanaan penyesuaian
sistem kerja di instansi Pemerintah Daerah.
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
E1
POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH
Policy Brief ini ditulis oleh
Ricky Noor Permadi
Novi Prawitasari
Policy Brief ini ditujukan untuk:
1. Kementerian PAN-RB
2. Kementerian Dalam Negeri
3. Pemerintah Daerah
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Penyederhanaan birokrasi juga berarti melakukan penyesuaian sistem kerja secara mendasar, sehingga mampu
mentransformasi proses bisnis pemerintahan menjadi lebih dinamis, lincah, dan profesional. Menanggapi hal tersebut,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melahirkan kebijakan mengenai sistem
kerja baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pada Instansi
Pemerintah untukPenyederhanaan Birokrasi.
Penyesuaian sistem kerja baru menekankan pada aspek kolaboratif dan dinamis. Dalam memenuhi kebutuhan
kolaborasi tersebut,Pejabat Fungsional dan pelaksana dapat ditugaskan baik itu di dalam unit organisasi maupun antar
unit organisasi yang tergabung dalam tim kerja. Tahapan penyesuaian sistem kerja dilakukan melalui penyesuaian
mekanisme kerja dan proses bisnis dengan memanfaatkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE),
pemanfaatan SPBE merupakan faktor penting dalam upaya pencapaian transformasi yang dilakukan.Tentu penyesuaian
sistem kerja berdasarkan Permenpan No. 7Tahun 2022 ini, membawa perubahan mendasar bagi metode dan cara kerja
ASN,serta menarikASN untukkeluar dariZona Nyaman.
Kewajiban Penyesuaian Sistem Kerja baru berdasarkan Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 menimbulkan permasalahan
tersendiri bagi Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan terhadap 26
Kabupaten/Kota di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah masih banyak ASN di
lingkungan Pemerintah Daerah yang merasa kebingungan dan tidak paham akan esensi dari penyesuaian sistem kerja
baru. Kondisi ini tentu berdampak pada tidak optimalnya penyesuaian sistem kerja baru di lingkup Pemerintah Daerah,
bahkan masih ditemui Pemerintah Daerahyang belum mencoba mengimplementasikan sistem kerja baru (FGD,2022).
E2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH
Penyederhanaan birokrasi dipandang sebagai suatu langkah positif dalam upaya memperbaiki kinerja pemerintah.
Disahkannya berbagai peraturan perundang-undangan terkait penyederhanaan birokrasi seharusnya dapat menjadi
pelecut bagi birokrat agar mampu memberikan kinerja terbaiknya bagi kemajuan bangsa. Salah satu tolak ukur
keberhasilan sistem kerja baru adalah meratanya kompetensi dan kemampuanASN.Penyesuaian Sistem Kerja Baru yang
dilandaskan pada Peraturan Menteri PANRB No. 7 tahun 2022 tidak serta merta membuat adopsi sistem kerja tersebut
terimplementasi dengan baik di Pemerintah Daerah,terlebih kebijakan ini menyasar pada fase setelah penyederhanaan
birokrasi. Artinya kebijakan ini lahir di tengah belum stabilnya kondisi birokrasi. Bahkan muncul berbagai macam
persoalan yang mengiringi implementasi sistem kerja berdasarkan Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 baik dari sisi
kesiapan Perangkat Daerah dan ASN, hingga kesiapan SPBE yang masih belum maksimal diterapkan oleh Pemerintah
Daerah.
Faktanya, dalam penggalian data pada Focus Group Discussion berbanding terbalik dengan apa yang sudah ditetapkan
dalam peraturan. Sosialisasi Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 dirasa masih sangat minim bagi ASN di lingkungan
Pemerintah Daerah, berimplikasi pada ketidaksiapan ASN Pemerintah Daerah untuk beradaptasi dengan sistem kerja
baru tersebut. Padahal Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para
pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan
tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Fitrianingrum et al.,
2020).
Kemudian, penyebab persoalan lainnya adalah belum terbentuknya paradigma tim kerja dalam mendukung kolaborasi
antar unit organisasi (FGD,2022).Contohnya adalah yang terjadi di Dinas Pemuda,Pariwisata,dan Olahraga di salah satu
Kota peserta FGD. Ketidaktahuan terkait mekanisme kerja baru yang menekankan pada aspek kolaborasi berbasis tim
kerja/squad team antar unit/OPD, menimbulkan asumsi bahwa jika tidak ada ASN yang berlatar belakang bidang
Pekerjaan Umum maka tidak dapat memenuhi aspek kualitas pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata (FGD,
2022). Padahal apabila mengacu pada sistem kerja baru, maka OPD tersebut dapat melakukan penugasan pada ASN di
OPD bidang pekerjaan umum.
DESKRIPSI MASALAH
E3
POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH
1 Menetapkan beberapa Kabupaten/ Kota sebagai pilot project (proyek percontohan) Penyesuaian sistem kerja
berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No. 7 Tahun 2022. Penetapan Kabupaten/Kota sebagai pilot project
penerapan sistem kerja baru adalah untuk mematangkan konsep sistem kerja baru di dalamnya. Pilot project
merupakan suatu instrumen kebijakan yang diterapkan untuk memperkenalkan ataupun menguji praktik dan
konsep dari sebuah kebijakan (Vreugdenhil, 2012). Selain itu, adanya pilot project juga diharapkan dapat
memberikan input dalam penyempurnaan sistem kerja kedepannya, karena kompleksitas birokrasi di daerah
yang berbeda-beda, terutama dengan pemerintah pusat. Dengan cara ini, pilot project merupakan alat untuk
meningkatkan efektivitas tanggapan kebijakan (Winter,2020).
Selanjutnya,tidak adanya panduan teknis terkait dengan sistem kerja juga banyak dikeluhkan oleh peserta FGD.Bahkan
ada beberapa daerah yang masih menunggu arahan dari Kemendagri dalam menyikapi Permen PANRB Nomor 7 Tahun
2022,sebab menurut beberapa peserta FGD,mengatakan bahwa sistem kerja berdasarkan Permen PANRB Nomor 7Tahun
2022 tidak cocok dengan instansi daerah (FGD,2022).Belum adanya petunjuk teknis sebagai pedoman untuk melakukan
Penyesuaian Sistem Kerja membuat Pemerintah Kota Bukittinggi masih menunggu arahan lebih lanjut terutama dari
Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah (Nalien,2021).
Tabel 1. Hasil Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Tahun 2021
Disisi lain, persoalan terkait masih lemahnya pemanfaatan SPBE di lingkungan Pemerintah Daerah, secara langsung
dapat menghambat proses adaptasi sistem kerja baru.SPBE memegang peranan penting dalam mendukung sistem kerja
baru di instansi pemerintah.Dengan SPBE yang terpadu akan menciptakan proses bisnis yang terintegrasi antara Instansi
Pemerintah, sehingga akan membentuk satu kesatuan pemerintahan yang utuh dan menyeluruh serta menghasilkan
birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi. Kondisi terkini penerapan SPBE oleh instansi
Pemerintah Daerah masih jauh dari kata ideal.Banyak instansi pemerintah yang masih terkendala dalam memanfaatkan
SPBE, terlihat pada Tabel. 1 yang menyebutkan bahwa hanya ada 3 Pemerintah Kabupaten yang mendapatkan predikat
Sangat Baik. Selanjutnya terdapat 60 Pemerintah Kabupaten dan 30 Pemerintah Kota berada pada predikat Baik.
Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 76.2% atau 298 instansi Pemerintah Kabupaten dan Kota masih menyandang
predikat kurang dan cukup.
Beberapa faktor penghambat dalam implementasi SPBE di Instansi pemerintah adalah keterbatasan dari segi SDM baik
secara kualitas maupun kuantitas (Nugroho & Purbokusumo, 2020). Selanjutnya Permasalahan mendasar lain dalam
implementasi SPBE di lingkungan pemerintah adalah belum terlaksananya tata kelola SPBE yang terpadu serta belum
optimalnya pemberian layanan SPBE (menpan.go.id,2020).
Sumber: Kepmen PANRB Nomor 1503 Tahun 2021
Penerapan sistem kerja yang mengacu pada Peraturan Menteri PAN-RB No. 7 Tahun 2022 sejatinya harus mampu
mendorong perbaikan dan peningkatan performa birokrasi pemerintah pusat maupun daerah. Berikut beberapa
alternatif solusiyang dapat diadopsi sebagai bahan pertimbangan terkait dengan sistem kerja baru:
ALTERNATIF SOLUSI
2 Kemen PANRB dan Kemendagri menginisiasi penyusunan Pedoman Pelaksanaan/ Teknis Sistem Kerja
berdasarkan Permen PANRB nomor 7 Tahun 2022. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan/ Teknis sistem kerja
sebagai acuan baku dalam praktik penyesuaian sistem kerja di Pemerintah Daerah. Panduan pelaksana dan
panduan teknis tersebut dapat memuat langkah-langkah bagi Pemerintah Daerah dalam penyesuaian sistem
kerja.
Instansi Pemerintah
Kementerian
LPNK
Lembaga lainnya
Pemprov
Pemkab
Pemkot
Baik
(2.6-<3.5)
Sangat Baik
(3.5-<4.2)
Memuaskan
(4.2-5.0)
Jumlah
Kurang Cukup
(< 1.8) (1.8-<2.6)
2
2
9
4
94
19
130
7
5
18
13
144
41
228
22
16
6
16
60
30
150
3
2
0
1
3
0
9
0
0
0
0
0
0
0
34
25
33
34
301
90
517
Daftar Pustaka
Awaludin, L. (2019). Strategi Penguatan Kompetensi Sdm Teknologi Informasi&Komunikasi (Tik) Dalam Mengoptimalkan Penerapan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (Spbe). Paradigma POLISTAAT Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2(2), 118–134.
https://doi.org/10.23969/paradigmapolistaat.v2i2.2115
Fitrianingrum, L., Lusyana, D., & Lellyana, D. (2020). Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Dari Hasil Penyetaraan Jabatan Administrasi: Analisis
Implementasi Dan Tantangan Development of Functional Position Career Resulted From Administration Position Equalization: Civil
Service, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 14(1), 43–54.
Menpan.go.id. (2020). Pemerintah Dorong Implementasi Manajemen Risiko SPBE. https://menpan.go.id/site/berita-terkini/pemerintah-dorong-
implementasi-manajemen- risiko-spbe
Nalien, E. M. (2021). Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bureaucratic Trimming Di Pemerintahan Kota Bukittinggi. Jurnal Kebijakan
Pemerintahan, 4(April), 1–13. https://doi.org/10.33701/jkp.v4i1.1622
Nugroho, R. A., & Purbokusumo, Y. (2020). E-Government Readiness: Penilaian Kesiapan Aktor Utama Penerapan E-Government di Indonesia. Iptek-
Kom, 22(1), 1–17.
Winter, M. De. (2020). Reshaping health care governance using pilot projects as public policy implementation instruments. International Review of
Public Policy, 2(3), 317–341. https://doi.org/10.4000/irpp.1422
Vreugdenhil, H., Taljaard, S., & Slinger, J. H. (2012). Pilot projects and their diffusion: A case study of integrated coastal management in South Africa.
International Journal of Sustainable Development, 15(1–2), 148–172. https://doi.org/10.1504/IJSD.2012.044039
E4 POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Berdasarkan beberapa alternatif solusi yang telah dijelaskan diatas,maka penulis merekomendasikan untuk menyusun
Pedoman Pelaksanaan/Teknis terkait Permen PANRB Nomor 7Tahun 2022.Ini dilakukan untukmemberikan acuan teknis
bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan sistem kerja baru. Rekomendasi selanjutnya adalah pelaksanaan pilot
project sistem kerja baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pilot project merupakan suatu hal yang urgent dan
harus ditentukan serta dievaluasi pelaksanaannya dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun berjalan. Tujuan
pelaksanaan pilot project adalah untuk mendapatkan feedback dan masukan dari Pemerintah Daerah terkait dengan
penyempurnaan sistem kerja. Penentuan Kabupaten/Kota pilot project penyesuaian sistem kerja dapat menunjuk pada
instansi pemerintah dengan hasil evaluasi SPBE berpredikat Sangat Baik atau Baik. Hal tersebut dilakukan karena
mengacu pada Permen PANRB Nomor 7 Tahun 2022 yang menyebutkan dalam transformasi menuju sistem kerja baru,
setiap Instansi Pemerintah harus mengutamakan layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik melalui
pemanfaatan aplikasi SPBEyang terintegrasi dalam mendukung sistem kerja.
3 BKPSDM dan Diskominfo di masing-masing Pemerintah Daerah Perlu pengembangan talenta-talenta digital
dalam mengawal penerapan SPBE di instansi Pemerintah Daerah.Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang
TIK memegang peranan paling penting untuk mewujudkan SPBE yang terpadu dan berkesinambungan.
Sehingga layanan SPBE dapat diselenggarakan dan dimanfaatkan dengan optimal (Awaludin,2019).
4 Kementerian Kominfo dapat mengakselerasi penyempurnaan aplikasi berbagi pakai yang akan menunjang
penerapan SPBE di lingkungan pemerintah. Penyempurnaan aplikasi berbagi pakai yang telah dicanangkan
juga harus mengakomodir masukan dari tiap-tiap daerah (bottom up), karena permasalahan di daerah yang
sangat kompleks dan berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lain.
UPAYA MENGOPTIMALKAN
KARIR JABATAN FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
Akibat dari kebijakan penyetaraan jabatan adalah kebingungan JF terhadap karir mereka setelah penyetaraan,yang
dikhawatirkan berdampak terhadap mandeknya jenjang karir JF hasil penyetaraan.Setidaknya ada tiga masalah yang
menjadi penyebab hal tersebut,antara lain jumlah kuota formasi JF yang minim,skema penyetaraan JF tidak melihat
kualifikasi pegawai, serta waktu penyesuaian pendidikan formal bagi JF hasil penyetaraan sangat terbatas.
Rekomendasi yang ditawarkan kepada pemerintah daerah adalah pemutakhiran peta jabatan, mengoptimalkan
penyesuaian jabatan fungsional dan membentuk kelas akselerasi, sedangkan rekomendasi bagi KemenPAN & RB
adalah meninjau kembali kebijakan waktu penyesuaian pendidikan JF hasil penyetaraan.
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
F1
POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
Policy Brief ini ditulis oleh
Maria Agustini Permata Sari
Kemal Hidayah
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Policy Brief ini ditujukan untuk
1.Pemerintah daerah
2.Kemepan-RB
Salah satu instrumen yang dibuat oleh pemerintah untuk mendukung kebijakan penyederhanaan birokrasi adalah
melalui PermenPANRB No 28 Tahun 2019 yang diperbaharui dengan PermePANRB No. 17 Tahun 2021 tentang
Penyetaraan JabatanAdministrasi ke dalam jabatan fungsional (JF).Melalui kebijakan ini,pejabat administrasi pada level
eselon III ke bawah diangkat ke dalam JF melalui penyesuaian pada JFyang setara.
Sampai dengan akhir Desember 2021 terdata jumlah jabatan administrasi di lingkungan pemerintah daerah yang
disetarakan ke JF adalah sebesar 121.506.Adapun jabatan administrasi yang paling banyak disetarakan adalah jabatan
pengawas, mengingat pada struktur ASN berdasarkan jabatan struktural, komposisi jabatan pengawas adalah yang
terbanyakyaitu sebesar 71 persen.
F2
PENDAHULUAN
POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
Tabel 1. Jumlah Jabatan Administrasi yang Disetarakan di Lingkungan Pemerintah Daerah
Instansi Jumlah Instansi
Jumlah Jabatan Administrasi yang disetujui
Provinsi
Kabupaten
Kota
Total
Administrator Pengawas
31
371
86
488
330
361
143
834
13.306
86.768
20.598
120.672
*data per 31 Desember 2021
Sumber: KemenPAN RB, 2021
Dampak dari kebijakan penyetaraan jabatan adalah terjadinya tsunami JF. Pada akhir tahun 2021 terdata dari total
3.995.634 orang ASN, kontributor terbesarnya berasal dari JF, yakni sebanyak 51 persen atau 2.053.115 orang (BKN,
2021).
11%
38%
Struktural
JFU/Pelaksana
51%
Fungsional
Gambat 1. Jumlah ASN Berdasarkan Jenis Jabatan
Terjadinya gelombang pasang JF ini menyeret banyak pekerjaan
rumah bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Hal ini
dikarenakan JF bukan sesuatu yang baru namun masih asing
dilingkungan ASN pemerintah daerah.Terbukti tidak sedikit JF hasil
penyetaraan yang merasa kebingungan bagaimana karir mereka
setelah menjadi pejabat fungsional (FGD, 29 Maret 2022). Jika
pemerintah tidak mengambil langkah untuk mengatur
pengembangan karir JF,dikhawatirkan jenjang karir JF akan menjadi
terhambat dan bahkan mandek.
Agar upaya untukmengoptimalkan karir JF hasil penyetaraan dapat dilakukan dengan baik,maka perlu ditelaah temuan-
temuan dilapanganyang menjadi permasalahan.
Di lingkungan pemerintah daerah jumlah kuota formasi jenjang JF yang tersedia sangat terbatas. Padahal jika
dilihat data hasil penyetaraan, penumpukan JF penyeteraan paling banyak berada pada jenjang JF Ahli Muda.
Hal ini terjadi karena pada saat melakukan penyetaraan JF, pemerintah daerah belum menyesuaikan peta
jabatan untuk mengakomodir kenaikan jenjang JF. Alhasil formasi jenjang JF tertinggi maupun madya masih
sangat minim.Belum lagi jumlah kuota formasi yang tersedia juga tidakdapat mengakomodir perkembangan JF
(FGD,29 Maret 2022).Jika kondsi ini terus berlanjut,dapat dipastkan JF tersebut cenderung akan bertahan pada
jenjang JFyang sama sampai dengan pensiun
DESKRIPSI MASALAH
a.
F3
POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
“pengajuan peralihan JF masih menggunakan struktur organisasi yang
lama, sehingga karir JF bisa terbatas karena keterbatasan formasi
(Bagian organisasi Kota Balikpapan,2022)”
“saat ini formasi jadi acak-acakan, tidak ada dasar pemenuhan
kebutuhan pegawai saat ini (Aba Subagia,KemenPAN RB,2021)”
Skema penyetaraan JF yang tidak melihat kualifikasi pegawai menjadi salah satu penyebab terhambatnya karir
JF hasil penyetaraan.Seluruh pejabat pengawas disetarakan dalam JF Ahli Muda,faktanya banyak JF Ahli Muda
hasil penyetaraan yang memiliki pangkat lebih rendah dari persyaratan, yakni golongan IIIb bahkan ada yang
IIIa. Tidak hanya pada golongan, ketidaksesuaian juga terjadi pada tingkat pendidikan. JF Ahli Muda hasil
penyetaraan banyakyang masih memiliki tingkat pendidikan Diploma III dan SLTA.
b.
“kita melihat kualifikasi pendidikan pejabat administrasi sangat
beragam, ada yang masih pendidikan SMA dan ada pula yang D-3.
Kondisi ini menjadi problem ketika mereka disetarakan karena tidak
sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang menjadi persyaratan JF
(BKN,2022)”
“Apakah JF hasil penyetaraan yang kualifikasi pendidikannya tidak
sesuai, masih SMA, harus diturunkan ke JF terampil? (BKPSDM
Kabupaten Banyumas,2022)”
Pemilihan jenis JF hanya memperhitungkan tugas dan fungsi tanpa melihat kompetensi yang ditinjau dari latar
belakang pendidikan pegawai. Kondisi ini menyebabkan pegawai tersebut tidak bisa mengembangkan karir
mereka, karena ada beberapa JF yang memprasyaratkan latar belakang pendidikan tertentu. Misalnya JF
Perancang peraturan Perundang-Undanganyang mensyaratkan latar belakang pendidikan S1 Hukum.
c.
“Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan
kompetensi, penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi,
contohnya di lingkup Sekretariat DPRD seorang sarjana perikanan
dilantik menjadi jabatan fungsional perancang perundang-
undangan (FGD,26April 2022).”
Selanjutnya, dalam PermenPAN dan RB Nomor 17 Tahun 2021, pada pasal 8 ayat (4) dijelaskan bahwa pejabat
administrasi yang terkena penyetaraan wajib memiliki pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan paling
lama empat tahun sejak diangkat dan dilantik dalam jabatan fungsional. Waktu tersebut tentu sangat tidak
memungkinkan bagi pegawai yang masih memiliki ijazah SMA, karena proses administrasi dan pendidikan itu
sendiri tentu membutuhkan waktu lebih dari empat tahun.
d.
Pemerintah Daerah segera menyusun ulang analisis jabatan, analisis beban kerja serta peta jabatan. Hal
tersebut dilakukan untukmenyesuaikan kuota formasi JF dengan kebutuhan karir pegawai.
ALTERNATIF SOLUSI
1 Pemutakhiran peta jabatan
Pemerintah Daerah melakukan pemetaan kembali kebutuhan JF di masing-masing perangkat daerah yang
diawali dengan identifikasi kesesuaian kompetensi dan JF di organisasinya.Selain pimpinan perangkat daerah,
pemetaan JF tersebut juga harus diverifikasi oleh masing-masing pegawai yang bersangkutan. Tahapan
verifikasi ini menjadi penting agar pegawai yang bersangkutan dapat memberi feedback jika memang ada
ketidaksesuaian antara JF dan kompetensiyang dimilikinya.
2 Mengoptimalkan penyesuaian jabatan fungsional melalui SE Kemendagri
Nomor 800/2237/OTDA perihal Tindaklanjut Proses Penyederhaan Birokrasi
di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota
Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di daerahnya
atau sekitarnya untuk membentuk kelas akselerasi pengembangan kompetensi ASN melalui pendidikan formal.
Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat memprioritaskan jabatan fungsional hasil penyetaraan dalam
pemberian beasiswa daerah.
3 Membentuk kelas akselerasi pendidikan formal dalam rangka peningkatan
kompetensi JF Hasil Penyetaraan
Daftar Pustaka
Bardach, E. (2012). A Practical Guide for Policy Analysis The Eight Fold Path To More Effective Problem Solving, 4th edition. Washington DC: Sage
Badan Kepegawaian Negara. Statistik ASN Tahun 2021. Jakarta: BKN
PUSAKA-LAN (2022). Kebijakan dan Pembinaan JF Analis Kebijakan. Paparan Pelatihan Khusus Analis Kebijakan-Juli 2022.
LAN (2017). Modul Pelatihan Khusus Analis Kebijakan. Jakarta: PUSAKA
F4 POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL
HASIL PENYETARAAN
4 KemenPAN dan RB diharapkan dapat meninjau ulang waktu yang diberikan kepada JF hasil penyetaraan untuk
menyesuaikan pendidikan formal mereka sesuai dengan persyaratan jabatan. Waktu penyesuain pendidikan
juga bisa dikategorikan berdasarkan jenjang pendidikan eksisting pegawai, misalkan untuk SMA waktu
penyesuaian yang diberikan adalah 5 tahun,sedangkan waktu penyesuaian untukDiploma 3 dan Sarjana adalah
3 tahun.
Meninjau kembali kebijakan waktu penyesuaian pendidikan bagi JF hasil
penyetaraan
Dalam menetapkan alternatif kebijakan, digunakan Grid Analys berdasarkan empat kriteria, yakni technical feasibility,
administrative operability,politicalviabilityserta financial possibility(Bardach,2012).
Alternatif
Technical
Feasibility
Administrative
Operability
Political
Viability
Total
Financial
Possibility
Pemutakhiran peta jabatan
Mengoptimalkan penyesuaian
jabatan fungsional melalui SE
Kemendagri Nomor 800/2237/
OTDA
Membentuk kelas akselerasi
pendidikan formal
Meninjau kembali kebijakan
waktu penyesuaian pendidikan
bagi JF hasil penyetaraan
0,3 0,35 0,2 0,15
1,2
1,5
0,9
1,5
1,4
1,75
1,4
1,75
1
1
0,6
0,8
0,6
0,75
0,45
0,75
4,2
5
3,35
4,8
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis kebijakan,maka kebijakanyang direkomendasikan adalah
1 Dalam jangka pendek (1-2 tahun),agar karir JF hasil penyetaraan dapat optimal maka ada dua upaya yang harus
dilakukan yakni pada level daerah dan pada level pusat. Pada level daerah segera dilakukan
penyesuaian/perbaikan JF yang dibutuhkan pada masing-masing perangkat daerah serta peta jabatan yang
dapat mengakomodir jenjang karir JF.Sedangkan pada level pusat,adalah dengan meninjau kembali kebijakan
terkait waktu penyesuaian pendidikan JF hasil penyetaraan.
2 Dalam jangka menengah (2-3 tahun), setelah mematangkan posisi JF serta peta jabatan, maka yang dapat
dilakukan oleh daerah adalah membentuk kelas akselerasi pendidikan formal. Hal ini untuk memastikan
pendidikan formalyang diambil oleh JF hasil penyetaraan sudah sesuai dengan syarat jabatanyang dimilikinya.
G1
G2
G3
G4
H1
H2
H3
H4
AKSELERASI
PENYELENGGARAAN
PELATIHAN KHUSUS
ANALIS KEBIJAKAN
BAGI PEMANGKU
HASIL PENYETARAAN
Kebijakan penyederhanaan birokrasi telah memberikan implikasi pada meningkatnya jumlah pemangku Jabatan
Fungsional (JF),khususnyayang beralih dari JabatanAdministrator ke JFAnalis Kebijakan.Peningkatan kuantitas JFAK
ini mendorong perlunya pemenuhan layanan Pelatihan Khusus Analis Kebijakan (KAK) yang juga meningkat,
disamping sebagai prasyarat pemenuhan kompetensi bagi pemangku JFAKhasil penyetaraan jabatan.Kondisi aktual
saat ini menunjukkan keterbatasan jumlah pelatihan KAK yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Administrasi
Negara (LAN). Untuk mengimbangi demand tersebut, Policy Brief ini merekomendasikan kepada LAN agar dapat
berkolaborasi dengan Satuan Kerja (Satker) LAN di daerah dalam pelaksanaan pelatihan KAK dalam jangka pendek,
serta secara simultan juga dapat menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah. Dengan solusi kebijakan tersebut,
LAN selaku Pembina JFAKdapat memberikan pelayanan pembinaanyang optimal.
POLICY BRIEF
EXECUTIVE SUMMARY
I1
POLICY BRIEF | AKSELERASI PENYELENGGARAAN PELATIHAN KHUSUS
ANALIS KEBIJAKAN BAGI PEMANGKU HASIL PENYETARAAN
Policy Brief ini ditulis oleh
1
Rustan Amarullah
2
Mardiono
Pusat Pelatihan dan Pengembangan
dan Kajian Desentralisasi
dan Otonomi Daerah
Policy Brief ini ditujukan untuk
Lembaga Administrasi Negara
1
Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah-LAN
2
Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN-LAN
JUDUL
JUDUL
JUDUL
JUDUL

More Related Content

What's hot

Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM III
Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM IIIRancangan Proyek Perubahan Diklat PIM III
Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM IIIaliyudhi_h
 
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATURKEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATURTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahArief H
 
Etika & Integritas Kepemimpinan Pancasila
Etika & Integritas Kepemimpinan PancasilaEtika & Integritas Kepemimpinan Pancasila
Etika & Integritas Kepemimpinan PancasilaTri Widodo W. UTOMO
 
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPD
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPDKebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPD
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPDDadang Solihin
 
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-temanna #LABEDDU
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah
Penyusunan  Dokumen RPJP Daerah Penyusunan  Dokumen RPJP Daerah
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah Dadang Solihin
 
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022Sujatmiko Wibowo
 
Manajemen Strategi Sektor Publik 1
Manajemen Strategi Sektor Publik 1Manajemen Strategi Sektor Publik 1
Manajemen Strategi Sektor Publik 1nurul khaiva
 
Pengembangan dan Pembinaan JFAK
Pengembangan dan Pembinaan JFAK Pengembangan dan Pembinaan JFAK
Pengembangan dan Pembinaan JFAK Tri Widodo W. UTOMO
 
Sosialisasi Jabatan Fungsional Perencana
Sosialisasi Jabatan Fungsional PerencanaSosialisasi Jabatan Fungsional Perencana
Sosialisasi Jabatan Fungsional Perencanadef1t
 
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan DaerahEvaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan DaerahRusman R. Manik
 
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah Dadang Solihin
 
Konsep Reformasi Birokrasi & Inovasi
Konsep Reformasi Birokrasi & InovasiKonsep Reformasi Birokrasi & Inovasi
Konsep Reformasi Birokrasi & InovasiTri Widodo W. UTOMO
 

What's hot (20)

Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM III
Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM IIIRancangan Proyek Perubahan Diklat PIM III
Rancangan Proyek Perubahan Diklat PIM III
 
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATURKEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
 
Etika & Integritas Kepemimpinan Pancasila
Etika & Integritas Kepemimpinan PancasilaEtika & Integritas Kepemimpinan Pancasila
Etika & Integritas Kepemimpinan Pancasila
 
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPD
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPDKebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPD
Kebijakan Penyusunan Renstra K/L dan SKPD
 
PENYEDERHANAAN BIROKRASI IP.pptx
PENYEDERHANAAN BIROKRASI IP.pptxPENYEDERHANAAN BIROKRASI IP.pptx
PENYEDERHANAAN BIROKRASI IP.pptx
 
Asn dan upaya mewujudkan visi indonesia 2045
Asn dan upaya mewujudkan visi indonesia 2045Asn dan upaya mewujudkan visi indonesia 2045
Asn dan upaya mewujudkan visi indonesia 2045
 
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-
27. agenda iii pka-rbpmd dan rp akuntabilitas-
 
Sistem manajemen kinerja pns permenpan 8 tahun 2021
Sistem manajemen kinerja pns permenpan 8 tahun 2021Sistem manajemen kinerja pns permenpan 8 tahun 2021
Sistem manajemen kinerja pns permenpan 8 tahun 2021
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Transformasi birokrasi berkelas dunia
Transformasi birokrasi berkelas duniaTransformasi birokrasi berkelas dunia
Transformasi birokrasi berkelas dunia
 
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah
Penyusunan  Dokumen RPJP Daerah Penyusunan  Dokumen RPJP Daerah
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah
 
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022
Evaluasi ZI WBK WBBM Tahun 2022
 
Manajemen Strategi Sektor Publik 1
Manajemen Strategi Sektor Publik 1Manajemen Strategi Sektor Publik 1
Manajemen Strategi Sektor Publik 1
 
Pengembangan dan Pembinaan JFAK
Pengembangan dan Pembinaan JFAK Pengembangan dan Pembinaan JFAK
Pengembangan dan Pembinaan JFAK
 
Sakip Menpan RB
Sakip Menpan RBSakip Menpan RB
Sakip Menpan RB
 
Sosialisasi Jabatan Fungsional Perencana
Sosialisasi Jabatan Fungsional PerencanaSosialisasi Jabatan Fungsional Perencana
Sosialisasi Jabatan Fungsional Perencana
 
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan DaerahEvaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah
 
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Konsep Reformasi Birokrasi & Inovasi
Konsep Reformasi Birokrasi & InovasiKonsep Reformasi Birokrasi & Inovasi
Konsep Reformasi Birokrasi & Inovasi
 

Similar to JUDUL

Paper mssp analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb
Paper mssp   analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb Paper mssp   analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb
Paper mssp analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb Mulyadi Yusuf
 
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...SyifaMadina1
 
3. BAHAN TAYANG RB.pdf
3. BAHAN TAYANG RB.pdf3. BAHAN TAYANG RB.pdf
3. BAHAN TAYANG RB.pdfNezarAbdillah
 
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...AaySuwardie
 
Prioritas Diklat
Prioritas DiklatPrioritas Diklat
Prioritas Diklatsu7as
 
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Tri Widodo W. UTOMO
 
Cover dan pertanyaan kel 4
Cover dan pertanyaan kel 4 Cover dan pertanyaan kel 4
Cover dan pertanyaan kel 4 erlineili
 
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerja
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerjaStrategi pelaknasanaan manajemen kinerja
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerjaKutsiyatinMSi
 
Presentasi kakankemenag zi rb-2021
Presentasi kakankemenag zi rb-2021Presentasi kakankemenag zi rb-2021
Presentasi kakankemenag zi rb-2021KemenagPadangPanjang
 
Buku pedoman-cascading-target-kinerja
Buku pedoman-cascading-target-kinerjaBuku pedoman-cascading-target-kinerja
Buku pedoman-cascading-target-kinerjaKutsiyatinMSi
 
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdf
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdfKONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdf
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdfWANTOWANTO10
 
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkal
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkalReformasi birokrasi dindikpora randudongkal
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkalIndra Fibiona
 
Manajemen kinerja ASN.pdf
Manajemen kinerja ASN.pdfManajemen kinerja ASN.pdf
Manajemen kinerja ASN.pdfshadowkill1
 

Similar to JUDUL (20)

Paper mssp analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb
Paper mssp   analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb Paper mssp   analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb
Paper mssp analisis renstra dan capaian kinerja kemenpan rb
 
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
 
3. BAHAN TAYANG RB.pdf
3. BAHAN TAYANG RB.pdf3. BAHAN TAYANG RB.pdf
3. BAHAN TAYANG RB.pdf
 
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...
Paparan sespimti polri - manajemen strategis sektor publik penyusunan probis ...
 
Prioritas Diklat
Prioritas DiklatPrioritas Diklat
Prioritas Diklat
 
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
 
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
 
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
 
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
 
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah23716381 5-peran-pemerintah-daerah
23716381 5-peran-pemerintah-daerah
 
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
 
Cover dan pertanyaan kel 4
Cover dan pertanyaan kel 4 Cover dan pertanyaan kel 4
Cover dan pertanyaan kel 4
 
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerja
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerjaStrategi pelaknasanaan manajemen kinerja
Strategi pelaknasanaan manajemen kinerja
 
Presentasi kakankemenag zi rb-2021
Presentasi kakankemenag zi rb-2021Presentasi kakankemenag zi rb-2021
Presentasi kakankemenag zi rb-2021
 
Buku pedoman-cascading-target-kinerja
Buku pedoman-cascading-target-kinerjaBuku pedoman-cascading-target-kinerja
Buku pedoman-cascading-target-kinerja
 
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdf
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdfKONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdf
KONSEP_PRINSIP_MODEL_DAN_TUJUAN_MANAJEME.pdf
 
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkal
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkalReformasi birokrasi dindikpora randudongkal
Reformasi birokrasi dindikpora randudongkal
 
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
 
Manajemen kinerja ASN.pdf
Manajemen kinerja ASN.pdfManajemen kinerja ASN.pdf
Manajemen kinerja ASN.pdf
 
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGIMODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
 

More from Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN

Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNPolicy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNBidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 

More from Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN (20)

Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
 
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNPolicy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
 
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
 
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
 
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
 
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
 
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
 
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
 
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
 
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASNPolicy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
 
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASNPolicy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
 
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
 
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpimKajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
 
Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016
 
Policy Brief 2016 (Diskresi)
Policy Brief 2016 (Diskresi)Policy Brief 2016 (Diskresi)
Policy Brief 2016 (Diskresi)
 
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
 
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
 
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
 
Presentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
Presentasi potensi SDM sebatik/ PerbatasanPresentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
Presentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
 
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatik
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatikKajian pengelolaan potensi SDA sebatik
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatik
 

Recently uploaded

Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (15)

Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 

JUDUL

  • 1. ISU STRATEGIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI DAERAH TELAAH PUSAT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN DAN KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
  • 2. ISU STRATEGIS TELAAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI DAERAH Redesain Model Pengembangan Kompetensi Pejabat Fungsional Penyetaraan Membangkitkan Motivasi Kerja Pejabat Fungsional Hasil Penyetaraan Membangun Sistem Kerja Ideal Di Pemerintah Daerah Strategi Adaptasi Manajemen Kinerja Organisasi Untuk Akselerasi Peningkatan Kinerja JF AK Pasca Penyetaraan JA Ke JF 3 4 5 8 Akselerasi Penyelenggaraan Pelatihan Khusus Analis Kebijakan Bagi Pemangku Hasil Penyetaraan 9 Menggiatkan Peran Instansi Pembina Dalam Merangkul Pejabat Fungsional Hasil Penyetaraan Memacu Kinerja Analis Kebijakan Hasil Penyederhanaan Birokrasi 2 7 Penguatan Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi: Sebuah Upaya Mitigasi Masalah Upaya Mengoptimalkan Karir Jabatan Fungsional Hasil Penyetaraan 1 6
  • 3. TELAAH ISU STRATEGIS: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI DAERAH Editor: Muhammad Aswad Reviewer: 1. Tri Widodo Wahyu Utomo 2. Agus Sudrajat 3. Bevaola Kusumasari 4. Roy Valiant Salomo Penulis: 1. Rustan Amarullah 2. Tri Wahyuni 3. Dewi Sartika 4. Fani Heru Wismono 5. Mayahayati Kusumaningrum 6. Kemal Hidayah 7. Maria Agustini Permata Sari 8. Tri Noor Aziza 9. Novi Prawitasari 10. Ricky Noor Permadi 11. Maya Retno Sari 12. Mardiono Desain Sampul dan Tata Letak Abdul Rozieq Muhammad Aswad, et.al. (Editors) Copyright @ 2022 Lembaga Administrasi Negara. AllRightReserved. Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang. Judul Buku : Telaah Isu Strategis Penyederhanaan Birokrasi di Daerah Penerbit : Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Tempat Terbit : Samarinda Tahun Terbit : 2022 Cetakan Ke : 1 (Pertama) ISBN : 978-979-1176-52-1 Redaksi: Jl. HM. Ardans 2 (Ring Road III) Samarinda, Kalimantan Timur 75124 Website : https://samarinda.lan.go.id Whatsapp : 085100040853 / 085105040854
  • 4. Tantangan disrupsi di era VUCA saat ini serta kehendak publik yang semakin kri�s, perlu dikelola secara cermat oleh lingkungan birokasi. Kebijakan reformasi struktural serta sistem kerja berbasis fungsi dan squad team yang digaungkan saat ini menjadi momentum pen�ng dalam menjawab kondisi tersebut. Resultan dari upaya mewujudkan birokrasi yang unggul dan semakin responsif diyakini dapat mendorong terlaksananya Visi Indonesia Maju. Tantangan disrupsi di era VUCA saat ini serta kehendak publik yang semakin kri�s, perlu dikelola secara cermat oleh lingkungan birokasi. Kebijakan reformasi struktural serta sistem kerja berbasis fungsi dan squad team yang digaungkan saat ini menjadi momentum pen�ng dalam menjawab kondisi tersebut. Resultan dari upaya mewujudkan birokrasi yang unggul dan semakin responsif diyakini dapat mendorong terlaksananya Visi Indonesia Maju. Garis haluan pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi ini dapat menjadi peluang untuk mengembalikan birokrasi yang lebih ramping dan mengarah pada birokrasi yang tepat ukuran (right-sizing). Simplifikasi birokrasi perlu dipandang sebagai upaya menciptakan birokrasi yang lebih dinamis, agile, dan professional dalam menciptakan kinerja pelayanan kepada publik yang semakin prima dari waktu ke waktu. Data menunjukkan, Indeks Reformasi Birokrasi Nasional saat ini menunjukkan perbaikan signifikan, pada �ngkat Pemerintah Provinsi dari 64,28 (2020) menjadi 65,63 di Tahun 2021; sedangkan untuk �ngkat Pemerintah Kabupaten/ Kota dari 53,85 (2020) menjadi 54,44 di Tahun 2021. Gambaran ini diharapkan berdampak pada alignment organisasi dari cascading rencana strategi, kejelasan dalam pengambilan keputusan karena peningkatan span of control, peningkatan produk�vitas karena sedikitnya layer manajemen, dan customer oriented atau fokus pada kebutuhan publik daripada proses internalisasi birokrasi. Untuk mendukung hal tersebut, tentunya menuntut ASN sebagai SDM di pemerintahan daerah untuk memiliki keahlian dan berkompeten agar dapat bekerja dengan cepat, adap�f, serta inova�f. Telaah isu strategis yang diangkat oleh Pusat Pela�han dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Puslatbang KDOD) merupakan respon cepat atas diskursus aktual terhadap implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di �ngkat pemerintah daerah. Semoga rekomendasi kebijakan yang disajikan memberikan masukan pen�ng bagi penyempurnaan kebijakan penyederhanaan birokrasi dalam rangka merealisasikan birokrasi berkelas dunia. KATA PENGANTAR KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Jakarta, Agustus 2022 Kepala Lembaga administrasi negara Adi Suryanto
  • 5. Persoalan kelembagaan menjadi salah satu patologi birokrasi yang dihadapi di Indonesia. Birokrasi yang berkembang dan menjadi gemuk memberikan konsekuensi pada meningkatnya pembiayaan anggaran publik untuk ak�vitas birokrasi, juga �dak efek�fnya birokrasi dikarenakan panjangnya hirarki organisasi, rentang kendali organisasi, dan mekanisme kerjanya. Hal ini berdampak pada terganggunya pelayanan publik akibat lambannya kerja birokrasi. Oleh karenanya, kebijakan penyederhanaan birokrasi dengan struktur yang sederhana, organisasi dapat bergerak lincah (agile). Kebijakan penyederhanaan birokrasi dipandang sebagai upaya untuk memotong prosedur dan hirarki yang panjang. Kebijakan penyederhanaan birokrasi memprioritaskan keberadaan JF dalam pengaturan susunan organisasi serta penataan struktural, yaitu pengalihan jabatan struktural ke dalam jabatan fungsional. Penyederhanaan birokrasi sendiri melalui 3 (�ga) tahapan utama, yaitu 1) penyederhanaan struktur organisasi, merujuk pada Permenpan RB Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Organisasi; 2) penyetaraan jabatan, merujuk pada Permenpan RB Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional; dan 3) penyesuaian sistem kerja, merujuk pada Permenpan RB Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Sistem Kerja, yaitu penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi yang berorientasi pada percepatan pengambilan keputusan dan perbaikan pelayanan publik serta pengembangan sistem kerja berbasis digital. Dalam implementasinya, Kebijakan delayering tersebut menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya: kompleksitas pekerjaan, permasalahan wewenang, mekanisme koordinasi, pengorganisasian, kedudukan, dan sistem kerja. Dalam upaya menginventarisasi dan menjawab permasalahan kebijakan penyederhanaan birokrasi agar dapat mencapai tujuannya, khususnya di �ngkat pemerintah daerah, Puslatbang KDOD-LAN melaksanakan telaah isu strategis atas implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah. Hasil telaahan tersebut selanjutnya dikemas dalam 9 (sembilan) Policy Brief yang disajikan dalam buku ini. Secara agregat policy brief tersebut menawarkan perbaikan kebijakan penyederhanaan birokrasi dalam rangka menciptakan birokrasi yang dinamis dan agile, mewujudkan profesionalitas ASN, fokus pada pekerjaan fungsional, percepatan sistem kerja dan mendorong efek�fitas dan efisiensi kinerja birokrasi. PROLOG Samarinda, Agustus 2022 Kepala Pusat Pela�han dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Muhammad Aswad
  • 6. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii PROLOG........................................................................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 PB I – PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH A. Executive Summary ........................................................................................ A1 B. Pendahuluan................................................................................................... A2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... A2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. A4 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. A4 PB II – MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN A. Executive Summary ........................................................................................ B1 B. Pendahuluan................................................................................................... B2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... B2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. B3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. B4 PB III – REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN A. Executive Summary ........................................................................................ C1 B. Pendahuluan................................................................................................... C2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... C2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. C3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. C4 PB IV – MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN A. Executive Summary ........................................................................................ D1 B. Pendahuluan................................................................................................... D2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... D2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. D3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. D4 PB V – MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH A. Executive Summary ........................................................................................ E1 B. Pendahuluan................................................................................................... E2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... E2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. E3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. E4
  • 7. iv PB VI – UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN A. Executive Summary ........................................................................................ F1 B. Pendahuluan................................................................................................... F2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... F2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. F3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. F4 PB VII – MEMACU KINERJA ANALIS KEBIJAKAN HASIL PENYEDERHANAAN BIROKRASI A. Executive Summary ........................................................................................ G1 B. Pendahuluan................................................................................................... G2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... G2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. G3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. G4 PB VIII – STRATEGI ADAPTASI MANAJEMEN KINERJA ORGANISASI UNTUK AKSELERASI PENINGKATAN KINERJA JF AK PASCA PENYETARAAN JA KE JF A. Executive Summary ........................................................................................ H1 B. Pendahuluan................................................................................................... H2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... H2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. H3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. H4 PB IX – AKSELERASI PENYELENGGARAAN PELATIHAN KHUSUS ANALIS KEBIJAKAN BAGI PEMANGKU HASIL PENYETARAAN A. Executive Summary ........................................................................................ I1 B. Pendahuluan................................................................................................... I2 C. Deskripsi Masalah........................................................................................... I2 D. Alternatif Solusi .............................................................................................. I3 E. Rekomendasi Kebijakan.................................................................................. I4
  • 8. 1 PENDAHULUAN Persoalan kelembagaan menjadi salah satu penyakit birokrasi (patologi birokrasi) yang dihadapi di Indonesia. Birokrasi yang awalnya dirancang untuk melaksanakan tugas tertentu dengan struktur yang telah ditetapkan, kemudian berkembang menjadi organisasi yang gemuk akibat penambahan struktur untuk mengakomodir kepentingan tertentu. Fenomena seperti ini terjadi karena upaya memperluas misi birokrasi serta melakukan pekerjaan di luar misinya. Hal ini karena adanya dorongan untuk memperoleh akses kekuasaan dan tambahan anggaran yang lebih besar (Dwiyanto, 2011, pp. 97-98). Konsekuensi dari pengembangan birokrasi tersebut adalah meningkatnya pembiayaan anggaran publik untuk aktivitas birokrasi yang beresiko tidak efektifnya birokrasi dikarenakan panjangnya hirarki organisasi, rentang kendali organisasi dan mekanisme kerjanya. Hal ini berdampak pada terganggunya pelayanan publik akibat lambannya kerja birokrasi. Dengan struktur yang sederhana, organisasi dapat bergerak lincah (agile). Gambar 1. Agile Organization (https://www.mckinsey.de/publikationen/leading-in-a-disruptive-world/the-five-trademarks-of- agile-organizations) McKinsey dalam (LAN RI, 2021) mendefinisikan organisasi yang tangkas (agile organization) sebagai organisasi yang bercirikan 1) strategy yaitu organisasi yang menyebarluaskan tujuan dan visi pada semua anggota organisasi, mencari
  • 9. 2 peluang dan mengukur peluang yang ada, menggunakan sumber daya yang luwes dan adanya petunjuk pelaksanaan strategi; 2) structure yakni adanya struktur yang mendatar dan jelas, peran akuntabel yang jelas, tata kelola yang sudah dipahami, komunitas yang bersemangat melaksanakan, terbangunya kemitraan dan ekosistem yang aktif, tersedianya lingkungan fisik dan virtual yang terbuka; 3) process yaitu adanya tindakan cepat yang berulang-ulang dan eksperimental, adanya standardisasi cara untuk bekerja, orientasi pada kinerja, adanya keterbukaan informasi, pembelajaran yang terus menerus, pembuatan keputusan yang berorientasi pada tindakan; 4) people yakni dengan adanya komunitas yang kohesif, kepemimpinan yang membagi dan melayani, dorongan untuk menciptakan hal yang baru, peran yang bergerak; serta terakhir yakni 5) technology yaitu pengembangan arsitektur teknologi, sistem dan peralatan pendukung, serta pengembangan dan menjalankan secara nyata teknologi generasi mendatang (LAN RI, 2021). Kebijakan penyederhanaan birokrasi itu sendiri diungkapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada saat pelantikannya sebagai Presiden RI periode 2019- 2024. Terdapat lima prioritas kerja diantaranya Pembangunan SDM, Pembangunan Infrastruktur, Simplifikasi Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi Ekonomi. Dalam arahannya Bapak Presiden menyatakan bahwa: “Keempat, penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, Eselon II, Eselon III, Eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi…” (Tribunnews.com, Jumat 20 Oktober 2019) Kebijakan penyederhanaan birokrasi ini kemudian dilanjutkan dalam PERMENPANRB No. 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional. Dalam perkembangan selanjutnya, peraturan tersebut menjadi payung hukum tertinggi yang menjelaskan tujuan penyederhanaan birokrasi yakni termaktub dalam ayat a klausul menimbang sebagai berikut: “bahwa untuk menciptakan birokrasi yang lebih dinamis dan profesional sebagai upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi untuk mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik, perlu dilakukan penyederhanaan
  • 10. 3 birokrasi melalui penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional”. (KEMENPANRB-RI, 2020); (LAN RI, 2021). Selain itu, kebijakan penyederhanaan birokrasi berpeluang mengembalikan birokrasi yang lebih ramping dan tepat ukuran (right sizing) karena berdampak pada pengaturan organisasi dimana memprioritaskan keberadaan JF dalam pengaturan susunan organisasi; serta penataan struktural yaitu pengalihan jabatan struktural eselon III ke bawah ke dalam jabatan fungsional. Dengan kata lain, penyederhanaan birokrasi bertujuan menciptakan birokrasi yang dinamis dan agile; mewujudkan profesionalitas ASN; fokus pada pekerjaan fungsional; percepatan sistem kerja dan mendorong efektifitas dan efisiensi kinerja. Hal ini diharapkan berdampak pada alignment organisasi dari cascading rencana strategi; kejelasan dalam pengambilan keputusan karena peningkatan span of control; peningkatan produktivitas karena sedikitnya layer manajemen; dan customer oriented atau fokus pada kebutuhan publik daripada proses internalisasi birokrasi (KEMENPANRB et al., 2021). Penyederhanaan birokrasi itu sendiri melalui tahapan: 1) penyederhanaan struktur organisasi (Permenpan-RB No. 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Organisasi) dimana terjadi penyederhanaan struktur organisasi menjadi 2 level; perampingan struktur organisasi JA dengan kriteria tertentu dan memperhatikan karakteristik sifat tugas dari JA tersebut dan berkoordinasi dengan Kemndagri; 2) penyetaraan jabatan (Permenpan-RB No. 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional) yakni pengalihan pejabat JA yang unit organisasinya dirampingkan menjadi Pejabat JF yang bersesuaian, pengembangan JF dan penyetaraan penghasilan; dan 3) penyesuaian sistem kerja (Permenpan-RB No. 7 Tahun 2022 Tentang Sistem Kerja) yaitu penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi yang berorientasi pada percepatan pengambilan keputusan dan perbaikan pelayanan publik serta pengembangan sistem kerja berbasis digital. Penyederhanaan struktur organisasi; 1) tidak mengubah tipologi perangkat daerah tetapi hanya menyederhanakan menjadi 2 layer; 2) tidak menghapus tugas fungsi urusan pemerintahan tetapi hanya mengalihkan pelaksana fungsi menjadi jabatan fungsional. Jumlah jabatan struktural mencerminkan besaran organisasi. Berdasarkan data dari BKN (Badan Kepegawaian Negara, 2021) terlihat jabatan struktural terbagi menjadi enam level yaitu:
  • 11. 4 Tabel 1. Jumlah Jabatan Struktural di Indonesia, Juni 2021 Level Jumlah Prosentase (%) JPT Utama 15 0,1 JPT Madya 567 3 JPT Pratama 19.205 97 Administrator 95.435 23 Pengawas 306.518 74 Eselon V 12.630 3 Sumber: BKN (Badan Kepegawaian Negara, 2021). Hingga saat ini, penyederhanaan birokrasi di daerah belum selesai. Kemendagri sampai dengan akhir Desember 2021 mencatat sebanyak 493 dari 508 Kabupaten/Kota yang telah mengajukan penyederhanaan birokrasinya. Sementara itu baru 32 dari 34 Provinsi yang mengajukan usulan serupa (viva.co.id, 2022). Hingga Kamis 30 Desember 2021, capaian Penyederhanaan Struktur Organisasi (PSO) di lingkup Pemda mencapai angka 142.829 jabatan atau 99,80 persen dari jumlah target. Sementara, untuk capaian penyetaraan jabatan telah mencapai 94.156 jabatan atau 65,79 persen yang berasal dari 327 Pemda. Arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tertuang dalam Permen PANRB Nomor 17 Tahun 2021 dinyatakan penyederhanaan itu dilakukan paling lambat akhir Desember 2021. Kemendagri bersama Kementerian PANRB, memberikan apresiasi bagi daerah-daerah yang telah melaksanakan penetapan dan pelantikan pejabat fungsional hasil penyederhanaan birokrasi. Namun, bagi daerah yang belum menindaklanjutinya, Kemendagri akan melakukan upaya pembinaan termasuk opsi terakhir, yakni memberikan punishment secara terukur dengan mempertimbangkan tantangan dan kondisi di masing-masing daerah (Https://www.merdeka.com/, 2021). Penyederhanaan birokrasi melalui penataan kelembagaan bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kinerja, akan tetapi down sizing ini sejalan dengan konsep penyederhanaan struktur organisasi. Dalam proses penatalaksanaan kelembagaan itupun haruslah memperhatikan ketentuan diantaranya perumpunan urusan yang dapat dilekatkan dan disesuaikan yaitu maksimal hanya 3 (tiga) urusan yang dapat digabungkan berdasarkan PP No. 18 Tahun 2016. Sehingga proses perubahan nomenklatur dan jumlah eselonisasi agar tetap memperhatikan kebijakan arah penyederhanaan birokrasi (Kemendagri, 2021). Namun implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi tidak sesederhana yang diharapkan, Kebijakan penyederhanaan birokrasi khususnya kebijakan pengalihan Jabatan Administrasi ke Jabatan Fungsional berdasarkan PermenpanRB
  • 12. 5 No. 28 Tahun 2019 dan PermenpanRB No.17 Tahun 2021 masih belum optimal (LAN RI, 2021). Model organisasi adhokratis sebagai antithesis birokrasi dengan membentuk beberapa kelompok tugas yang dikoordinir oleh pejabat tertinggi, penataan ulang pengelolaan jabatan dan penerapan proses bisnis sebagai rekomendasi antisipasi permasalahan penyederhanaan birokrasi (Irwansyah, 2021). Hal ini menimbulkan pertanyaan (Goggin, 1990 dalam (Erwan AP, 2012: 70-71) apakah program/ kebijakan penyederhanaan birokrasi ini mencapai tujuannya dengan efektif; apakah hasil yang dicapai disebabkan oleh faktor lain selain program; dan apakah terdapat efek yang tidak diinginkan. Perlunya perluasan ruang lingkup kebijakan dari hanya teknis pengalihan jabatan menjadi Peraturan Menteri PANRB tentang penyederhanaan birokrasi bersifat omnibus law yang mensinergikan kebijakan penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia, kebutuhan roadmap penyederhanaan birokrasi level nasional yang dilanjutkan dengan pembentukan tim penyederhanaan birokrasi tingkat nasional; penataan kembali kebutuhan JF Nasional dan merubah mekanisme pembentukan JF yang tidak hanya bottom up tetapi juga top down (LAN RI, 2021). Dari kompleksnya permasalahan penyederhanaan birokrasi diatas, dibutuhkan jawaban (Hill dan Hupe, 2002: 25 dalam (Erwan AP, 2012: 71) dalam melihat sejauh mana proses kebijakan penyederhanaan birokrasi ini dijalankan oleh pengambil keputusan di pemerintah daerah; bagaimana bentuk keluaran kebijakan penyederhanaan birokrasi ini di pemerintah daerah; apa hasil kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah; dan hubungan sebab antara hasil kebijakan tersebut dengan proses bagaimana implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah tersebut dilakukan. Dalam aspek hukum, diperlukan kebijakan tertentu dalam mempercepat pelaksanaan penyederhanaan birokrasi dan pemecahan masalah dalam struktur organisasi dan manajemen personalia. Tidak hanya itu, komitmen pemerintah dalam sistem perencanaan terkait pengembangan jabatan fungsional baik di tingkat pusat maupun daerah. Dari aspek teknis, pengembangan kompetensi menjadi keharusan dalam mengatasi kesenjangan kompetensi antara posisi administrasi dan posisi fungsional. Sedangkan aspek kesejahteraan diperlukan regulasi terkait kesenjangan jabatan antara jabatan administratif dan beberapa jabatan fungsional (Sumanti et al., 2021).
  • 13. 6 Realita implementasi di tingkat Pemerintah Daerah, kebijakan delayering menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya: kompleksitas pekerjaan, permasalahan wewenang, mekanisme koordinasi, pengorganisasian, kedudukan, pengembangan kompetensi, hingga sistem kerja. Dalam upaya menginventarisasi dan menjawab permasalahan kebijakan penyederhanaan birokrasi agar dapat mencapai tujuannya, khususnya di tingkat pemerintah daerah, Puslatbang KDOD melaksanakan telaah isu strategis atas implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di daerah selama ±3 bulan. Hasil telaahan tersebut selanjutnya dikemas dalam 9 (sembilan) policy brief yang tertuang dalam buku ini. Adapun kerangka pikir penyusunan Policy Brief dalam Buku Telaah Isu Strategis: Impelementasi kebijakan Penyederhanaan Birokrasi di Daerah dapat digambarkan secara lengkap sebagai berikut:
  • 14. 7
  • 15. PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH Kebijakan penyederhanaan birokrasi menyisakan persoalan yang dapat melemahkan implementasinya. Komunikasi yang belum efektif, sumber daya yang belum merepresentasikan jabatan baru, sikap implementator dalam melaksanakan kebijakan, serta perubahan struktur birokrasi merupakan unsur penyebabnya. Guna menyelesaikan persolan tersebut, diperlukan upaya: sosialisasi secara intensif, Kegiatan in house training, sanksi tegas bagi daerah yang belum melaksanakan, dan Penataan terkait struktur perangkat daerah. Policy brief ini dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi kebijakan kepada Kemendagri dan Pemerintah daerah, baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY A1 POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH Policy Brief ini ditulis oleh Tri Wahyuni Kemal Hidayah Maya Retno Sari Policy Brief ini ditujukan untuk: 1. Kemendagri 2. Pemerintah Daerah Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
  • 16. Kebijakan Penyederhanaan birokrasi dengan memangkas jalur birokrasi menjadi dua level diharapkan Presiden mampu mewujudkan birokrasi yang lebih dinamis dan professional dalam mempercepat proses layanan. Dalam upaya merampingkan struktur birokrasi, sebanyak 36.326 jabatan struktural telah dipangkas hingga 10 November 2020. Pemangkasan dimulai dari jabatan administrator, kemudian jabatan pengawas (Mursid,2020 dalam Rakhmawanto,2021). A2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH Grafik 1. Perbandingan Jumlah Jabatan Hasil penyederhanaan Terdapat empat dimensi yang menjadi permasalahan penyederhanaan birokrasi,sebagaimana dimensi Implementasi Kebijakan yang dikemukakan Edward III (Nalien,2021). DESKRIPSI MASALAH Sumber : Mursid, 2020 dalam Rakhmawanto, 2021 1 Komunikasi Penerapan kebijakan penyederhanaan birokrasi sangat cepat, bahkan ada yang melakukan proses pemindahan jabatan struktural ke jabatan fungsional dilaksanakan hanya dalam waktu 1 (satu) bulan (Marthalina, 2021). Dalam kecepatan penerapan kebijakan, sosialisasi secara intensif harus dilakukan, sebagai langkah mendiseminasikan semua peraturan penyederhanaan birokrasi. Dengan demikian, para pejabat yang terdampak kebijakan penyederhanaan birokrasi paham akan peraturan yang berlaku bagi dirinya, sehingga tidak muncul salah tafsir peraturan, sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu peserta FGD dari Kabupaten Kutai Kartanegara : Kami dituntut mengikuti berbagai perubahan kebijakan dari pusat,dan oleh Kepala Daerah kami juga ada tuntutan untuk berkinerja mencapai visi dan misi yang sudah dibuat.Padahal jika kami salah menafsirkan kebijakan kita juga yang ditegur. Jadi kita ini bingung untukbergerak. 20.006 Jumlah Jabatan Pengawas Sesudah Pemangkasan 36.596 Jumlah Jabatan Pengawas Sebelum Pemangkasan 5834 Jumlah Jabtan Administrator Sesudah Pemangkasan 10.635 Jumlah Jabtan Administrator Sebelum Pemangkasan Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan yang dapat melemahkan implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi. Wakil Presiden Ma'ruf Amin, menguatkan pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa, meskipun penyederhanaan birokrasi sudah dilakukan,namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.Salah satunya adalah masih kurang optimalnya pengalihan jabatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Okezone,2021).Komunikasiyang belum efektif,sumber dayayang belum merepresentasikan jabatan baru, sikap implementator dalam melaksanakan kebijakan, serta perubahan struktur birokrasi merupakan unsur yang melemahkan proses penyederhanaan. Permasalahan pelemahan implementasi penyederhanaan birokrasi yang tidak mendapatkan respon cepat, dapat berdampak pada terhambatnya implementasi kebijakan dan ketidak optimalan para pejabat fungsional hasil penyederhanaan birokrasi dalam berkinerja dan berkontribusi lebih baik bagi organisasinya. Padahal, organisasi birokrasi merupakan support sistem bagi perbaikan pelayanan publik. Kementerian yang menaungi kebijakan penyederhanaan birokrasi pasti telah melakukan sosialisasi,namun intensitas dan subyek sosialisasi harus lebih diperluas.Sosialisasi harus dilakukan hingga ke level pejabat yang terdampak,bukan hanya pejabat dilevel 1 atau 2.Kecenderungan selama ini,sosialisasi dilakukan di level pimpinan,dengan harapan para pimpinan mampu menyampaikan hingga ke level pejabat di bawahnya. Namun, dalam prakteknya pesan sosialisasi tidak tersampaikan ke level bawah, terutama kepada pejabat yang terdampak. Oleh karenanya perlu komunikasi yang intensif terkait pola sosialisasi,terutama di lingkungan pemerintah daerah,yang pejabatnya banyakterdampak.
  • 17. A3 POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH Gambar 2. Perbandingan Jumlah PNS Pusat dan Pemda 3.058.775,00 Pemda 936.859,00 Pegawai Pusat 76,60% 23,40% Sumber : BKN, 2022 Dari data tersaji,76,6% PNS Indonesia bekerja pada instansi pemerintah daerah.Sementara hanya 23,4%yang bekerja pada instansi pemerintah pusat (BKN, 2022). Besaran data tersebut, memberikan fakta tentang betapa besarnya tantangan kegiatan sosialisasi kebijakan penyederhanaan birokrasi,terutama di lingkungan pemerintah daerah. 2 Sumber daya Persoalan sumber daya juga merupakan persoalan besar yang menghambat/ melemahkan proses kegiatan penyederhanaan birokrasi. Diangkat otomatis berdasarkan jabatan, membuat manajemen jabatan fungsional hasil penyederhanaan birokrasi belum dilaksanakan secara professional, sehingga belum mampu menghasilkan sosok jabatan fungsional yang qualified sesuai tuntutan tugas dan fungsinya, terlebih seleksi pengalihan jabatan pengawas ke jabatan fungsional tidak seketat pengangkatan jabatan fungsional pada jalur regular atau biasanya (Rusliandy, 2022). Hal seperti yang disampaikan salah satu peserta FGDyang dilaksanakan oleh Puslatbang KDOD: ‘Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi,penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi, (contohnya setwan seorang sarjana perikanan jadi perancang perundang-undangan)’. Kegiatan in house training dapat diagendakan bagi sesama pengampu jabatan fungsional, baik dari hasil penyederhanaan birokrasi dan fungsional regular,untuksaling bertukar ilmu dan kolaborasi dalam menghasilkan output kinerja. 3 Sikap Implementator Kebijakan penyederhanaan birokrasi berlaku bagi semua K/L/Pemda di seluruh Indonesia,tanpa terkecuali.Namun,dalam prakteknya, masih ada daerah yang belum melakukannya, dengan atau tanpa alasan. Ketidakseragaman ini dapat memicu rasa ketidak adilan, terlebih tidak ada sanksi yang diberikan bagi daerah yang belum melaksanakan. Belum adanya sanksi secara tersirat dibenarkan oleh Akmal, Direktur Jenderal Otonomi Daerah, bagi daerah yang belum menindaklanjutinya, Kemendagri akan melakukan upaya pembinaan. Termasuk opsi terakhir, yakni memberikan punishment secara terukur dengan mempertimbangkan tantangan dan kondisi di masing-masing daerah. Namun demikian, Akmal mengaku tak mengharapkan pemberian punishment itu akan terjadi (Batam,go.id,2022).Untuk pemda yang masih belum melaksanakan kebijakan penyederhanaan, dapat diberikan sanksi agar tidak menyebabkan demotivasi bagi daerah lain yang sudah jatuh bangun dalam proses penyederhanaan birokrasi. 4 Struktur Birokrasi Haryomo Dwi Putranto selaku Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian dalam Sosialisasi Pembinaan Jabatan Fungsional Pasca Penyetaraan Jabatan menyatakan, dalam prakteknya hingga saat ini belum semua instansi pemerintah menerapkan kebijakan penyetaraan jabatan yang telah diimplementasikan sejak tahun 2020 ini. Berbagai kendala dirasakan dalam pelaksanaan kebijakan ini, diantaranya adalah instansi yang belum melakukan perubahan stuktur organisasi. Terkait struktur organisasi banyak menimbulkan kebingungan di lapangan, karena para pejabat hasil penyederhanaan birokrasi masih bekerja dengan struktur yang lama, namun dengan jabatan yang berbeda. Pejabat fungsional agar optimal peran dan fungsinya,harus mengerjakan tugas fungsionalnya,namun dalam praktek saat ini,para pejabat hasil penyederhanaan,masih dibebankan pekerjaanyang bersifat manajerial,sebagaimanayang disampaikan salah satu peserta FGD dari Kutim: Penataan struktur perangkat daerah harus segera disesuaikan, agar dapat menyesuaikan dengan jabatan baru yang ada di dalamnya.Sistem kerja berdasarkan Permenpan No.7Tahun 2022,juga harus segera ditindak lanjuti ke dalam penyusunan juknis agar mudah terimplementasikan.Dengan demikian,kemungkinan untukmencapai output kinerja sebagai fungsional akan selalu ada,walaupun dalam keseharian,lebih mengerjakan tugas manajerial Adanya PJA-JF semangat kerja teman-teman semakin menurun, karena terbebani kerja manajerial ditambah pencapaian butir angka kredit sesuai JF nya
  • 18. Daftar Pustaka Marthalina, 2021, Analisis Dampak Pengembangan Karir Pegawai Negeri Sipil Pasca Pelaksanaan Pemindahan Jabatan Struktural Ke Jabatan Fungsional, Jurnal MSDA (Manajemen Sumber Daya Aparatur) Vol 9, No. 1, 2021, pp. 42-55 Nalien, Mulya. Elvira, 2021, Faktor – Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bureaucratic Trimming Di Pemerintah Kota Bukittinggi, Jurnal Kebijakan Pemerintahan 4 (1) (2021) : 1-13 DOI: https://doi.org/10.33701/jkp.v4i1.1622 Rusliandy, 2022, Jurnal Administrasi Publik, Volume 8, Nomor 1 (e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X) http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah Rakhmawanto, Ajib Analisis Dampak Perampingan Birokrasi Terhadap Penyetaraan Jabatan Administrator dan Pengawas, Civil Service VOL. 15, No.2, November 2021 : 11 – 24 Badan Kepegawaian Negara, [Siaran Pers] Nomor: 003/RILIS/BKN/III/2022 A4 POLICY BRIEF | PENGUATAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN BIROKRASI: SEBUAH UPAYA MITIGASI MASALAH REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari tiga alternatif yang disampaikan, penulis merekomendasi ketiga alternatif untuk ditindak lanjuti sebagai agenda kebijakan jangka pendek. Sosialisasi dapat dilakukan secara online, sehingga bisa mengurangi biaya kegiatan. Pelaksanaan monitoring, penyusunan Instrumen dan indikator monitoring, dapat disusun di Tri Wulan III Tahun 2022, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan di Tri Wulan IV Tahun 2022. Semakin cepat terindikasi kelemahan proses penyederhanaan birokrasi,semakin cepat upaya penguatannya.Dengan demikian,kebijakan penyederhanaan birokrasi bisa segera terwujud sesuai dengan tujuannya,memperbaiki kualitas pelayanan publik dan menciptakan pemerintahan yang agile. ALTERNATIF SOLUSI Dalam mengakselerasi penguatan kebijakan penyederhanaan birokrasi,beberapa alternatif solusiyang ditawarkan sebagai berikut: 1 Sosialisasi secara intensif. Walaupun kebijakan penyederhanaan birokrasi telah memasuki tahun ke dua pelaksanaan.Kegiatan sosialisasi masih harus dilakukan untuk memperkuat penerapan kebijakan. Selama ini ada kesan, yang banyak mendapatkan sosialisasi penyederhanaan birokrasi adalah para pimpinan dan perangkat daerah yang menjadi leading sector proses penyederhanaan birokrasi (BKD,Ortal).Sementara,bagi pengampu jabatan fungsional sendiri,adayang belum mengikuti kegiatan sosialisasi. 2 Pelaksanaan monitoring terhadap keseluruhan aspek penerapan kebijakan penyederhanaan birokrasi. Pelaksanaan monitoring hendaknya dilakukan dengan data yang akurat. Pengumpulan data yang digunakan tidak saja hanya berbasis dokumen, tapi lebih bervariasi seperti: survey, angket dan wawancara. Survey dan angket mempunyai keunggulan,responden memberikan jawaban yang obyektif karena petugas monitoring tidak terhubung langsung dengan responden. Adapun wawancara memberikan keunggulan terhadap informasi yang mendalam yang dapat dieksplorasi. Wawancara bisa dilakukan viazoom sehingga pelaksanaannya efektif dan efisien 3 Pembentukan Desk Evaluasi Penyederhanaan Birokrasi. Salah satu dari tugas deskevaluasi penyederhanaan birokrasi adalah melahirkan kebijakan pemberian penghargaan terkait program penyederhanaan birokrasi. Penghargaan diberikan kepada pemerintah daerah yang mampu melakukan: mitigasi resistensi, mampu mencari solusi ketika masalah timbul dari proses penyederhanaan, rendah komplain dari JF hasil penyederhanaan,menciptakan koordinasi yang baikantar unit leading penyederhanaan (Ortal dan BKD),mampu mengelola ekspektasi para JF hasil penyederahaan, mampu memetakan peran JF hasil penyederhanaan. Daerah yang lebih dahulu memenuhi unsur penilaian dapat menjadi role model bagi daerah lainnya.
  • 19. Menggiatkan Peran Instansi Pembina Dalam Merangkul Pejabat Fungsional Hasil Penyetaraan Penyetaraan Jabatan Administrasi (JA) ke dalam Jabatan Fungsional (JF) dalam rangka Penyederhanaan Birokrasi telah terlaksana dan masih terus berproses. Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan masalah bahwa JF hasil penyetaraan belum optimal menjalankan perannya. Hal ini disebabkan JF hasil penyetaraan kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan peraturan terkait tugas dan fungsinya, keterbatasan jangkauan koordinasi, konsultasi dan komunikasi pemerintah daerah dengan instansi pembina JF. Solusi yang dapat direkomendasikan yaitu instansi pembina JF perlu melibatkan Pemerintah Daerah secara partisipatif dalam percepatan penyelesaian penyesuaian substansi pengaturan JF yang sesuai dinamika pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkup pemerintah daerah secara khusus, serta mengakselerasi penguatan kompetensi pemangku JF hasil penyetaraan melalui perluasan media sosialisasi dan pembinaan POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY B1 POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Policy Brief ini ditulis oleh Tri Noor Aziza Rustan Amarullah Fani Heru Wismono Policy Brief ini ditujukan untuk 1. Instansi Pembina Jabatan Fungsional 2. Kementerian PAN-RB 3. Pemerintah Daerah Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
  • 20. Pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi yang meliputi Penyederhanaan Struktur Organisasi (PSO), penyetaraan JA ke dalam JF (JAJF),serta penyesuaian sistem kerja hingga tenggat waktu bulan Desember Tahun 2021 di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah terlaksana dan masih berproses hingga saat ini.Khusus pada penyetaraan JA ke JF, telah diatur dalam Peraturan Menteri PAN-RB No. 17 Tahun 2021. Namun, mengingat waktu pelaksanaan pengalihan tersebut yang tergolong pendek serta terbatasnya pilihan JF yang tersedia bagi pemerintah daerah, maka relatif pengangkatan Pejabat Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dilakukan melalui penyesuaian pada JF yang serumpun atau mendekati tugas dan fungsi administrasi sebelumnya (Hasil Wawancara pada 26 Pemerintah Daerah,2022). Hingga Desember 2021, Kemendagri menyebutkan capaian PSO Pemerintah Daerah mencapai 142.829 jabatan (99,80%) dari jumlah target. Sementara, untuk capaian penyetaraan jabatan JA ke JF telah mencapai 94.156 jabatan (65,79%) yang berasal dari 327 Pemerintah daerah dan jumlah ini masih terus berproses (Merdeka,2021).Dari 8 daerah di Provinsi Kalimantan Timur, diperoleh total pemangku JA yang beralih ke JF adalah 2.393 orang yang terdistribusi ke dalam 44 hingga 62 jenis JF. B2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Gambar 1. Sebaran JF Penyetaraan di 8 Kabupaten/Kota Prov. Kalimantan Timur Sumber: Data Penyetaraan Jabatan di 8 Kabupaten/Kota Kalimantan Timur (diolah, 2022). Dari daerah-daerah tersebut,prosentase perpindahan JA ke JF terbanyak adalah di jabatan Analis Kebijakan yaitu sekitar 10% - 30% dari jenis jabatan yang dipilih. Jenis jabatan lainnya yang diminati adalah JF Perencana dengan prosentase antara 10% - 13%. Terdapat JF lainnya yang sering muncul di daerah, yaitu: Analis Keuangan Pusat dan Daerah, Analis SDM/Analis Kepegawaian, Analis Ketahanan Pangan, Penggerak Swadaya Masyarakat, Pamong Belajar, Peneliti, serta Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif. Penyederhanaan birokrasi yang berlangsung cukup singkat memunculkan masalah belum optimalnya JF hasil penyetaraan menjalankan perannya. Hal ini disebabkan JF hasil penyetaraan kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan peraturan terkait tugas dan fungsinya, yang mana proses pengalihan JA ke JF relatif belum memperhatikan kemudahan bagi pemangku JF-nya dalam mencapai angka kredit pada instansinya masing-masing (Hasil Wawancara, 2022).Padahal berdasarkan UU No.23 tahun 2014,urusan pemerintahan daerah membutuhkan sosokpemangku JF yang handal dan profesional untukmendukung tugas dan fungsiyang ada DESKRIPSI MASALAH 344 Samarinda 237 Balikpapan 192 Bontang 405 Kukar 347 Berau 214 PPU 290 Paser 405 Kutim Jumlah Pemangku JF Penyetaraan 60 Samarinda 44 Balikpapan 50 Bontang 62 Kukar 59 Berau 46 PPU 55 Paser 60 Kutim Jumlah Jenis JF Penyetaraan
  • 21. B3 POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Penyebab lainnya, pemerintah daerah mengalami keterbatasan jangkauan koordinasi, konsultasi dan komunikasi dengan instansi pembina JF,terutama pada JF yang baru ada di daerah.Berdasarkan informasi penyetaraan JA ke JF yang diperoleh pada salah satu lokus yaitu Kota Balikpapan. Terdapat 237 orang pemangku JF, dengan 44 Jenis Jabatan Fungsional. Setelah diidentifikasi, terdapat 28 Instansi Pembina yang menaungi para Pejabat Fungsional yang ada di Kota Balikpapan. Hal ini menggambarkan luasnya rentang koordinasi, konsultasi dan komunikasi pemerintah daerah kepada instansi pembina JF. Setidaknya terdapat 54 instansi pembina JF dengan sekitar 25 Rumpun Jabatan Fungsional yang terdiri dari 243 jenis Jabatan Fungsional (Ketetapan Kementerian PAN-RB per Januari 2021 dalam Kusnadi, 2021) dengan 10 domain tugas Instansi Pembina JF berdasarkan PPNo.17Tahun 2020 yang meliputi: penyusunan kebijakan,penyelenggaraan kegiatan, pembinaan,analisis,sosialisasi,pengembangan,fasilitasi,akreditasi,koordinasi,serta monitoring dan evaluasi.termasuk di dalamnya penyesuaian terhadap butir kegiatan terkait tugas dan fungsi JF secara luas. Dengan besarnya jumlah penyetaraan JAke JF,maka intensitas tugasyang diemban oleh Instansi Pembina JF akan semakin tinggi. 1 Mekanisme penyesuaian butir kegiatan yang lebih sesuai dengan dinamika pelaksanaan tugas dan fungsi JF di lingkup pemerintah daerah sangat diperlukan.Instansi pembina JF sedang dalam proses penyesuaian regulasi terkait butir-butir kegiatan JF tersebut. Oleh karena itu, mendorong percepatan penyelesaian pedoman pelaksanaan maupun pedoman teknis pembinaan JF hasil penyetaraan menjadi kebutuhan mendesak. Untuk pemenuhan butir kegiatan JF, maka instansi pembina JF perlu melibatkan pihak pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) secara partisipatif dalam penyesuaian substansi pengaturan JF yang baru. Langkah lebih lanjut instansi pembina JF perlu melakukan pilotting awal untuk melihat operasionalisasi kebijakan butir-butir kegiatan JF atau beban kerja yang memungkinkan untuk pencapaian angka kredit bagi Pejabat Fungsional yang bersangkutan.Adanya pilot project atau role model awal tersebut akan memantapkan kebijakan yang dikeluarkan agar lebih kompatibel dijalankan serta tidakmenghambat karir pemangku JF hasil penyetaraanyang sebagian besarnya langsung disetarakan pada minimal JFAhli Muda tersebut. Kementerian PAN-RB sedang mempersiapkan regulasi untuk penyesuaian dan simplifikasi pembinaan dan pengelolaan jabatan fungsional berdasarkan Surat Menteri PAN-RB No.B/653/M.SM.02.03/2021. BKN juga menyebutkan bahwa instansi pembina, selain melakukan tugas sebagai instansi pembina, juga perlu melakukan penyesuaian terhadap regulasi teknis dan kewenangan pembinaan JF (Kominfo,2021),regulasi terkait JF dari makro hingga teknis,pengelolaan SDM, pembagian peran instansi pembina, instansi pengguna, hingga pejabat fungsional. Saat ini bahkan BKN tengah memroses peraturan terkait pedoman teknis mengenai pembinaan JF sebagai dampak dari peralihan JA ke JF (Kemenpan-RB, 2021). Dalam mengakselerasi pelaksanaan tugas pemangku JF hasil penyetaraan, peran instansi pembina menjadi sangat penting,terutama dalam memberikan panduan solusiyang ditawarkan sebagai berikut: ALTERNATIF SOLUSI Pelibatan Pemerintah Daerah Secara Partisipatif Dalam Percepatan Penyelesaian Penyesuaian Substansi Pengaturan JF yang Sesuai Dinamika Pelaksanaan Tugas dan Fungsi di Lingkup PemerintahDaerahSecaraKhusus 2 Instansi pembina JF perlu memberikan pemahaman utuh terkait ruang lingkup tugas serta kebutuhan kompetensi yang perlu dimiliki.Strategi perluasan media sosialisasi dan pembimbingan teknis kepada seluruh pemangku JF dapat dilakukan baik melalui cara umum seperti webinar atau diklat atau khusus seperti diklat kelas khusus untukmengakselerasi kompetensi JF hasil penyetaraan. Terobosan lain misalnya,Pembentukan CommunityofPractices (CoP) JF adalah langkah praktis untukmerangkul para pemangku JF Hasil Penyetaraan yang tersebar pada seluruh pemerintah daerah. Aktualisasi CoP salah satunya adalah membuat grup WA khusus untuk memudahkan aliran informasi dan komunikasi terkait JF yang diampu, serta sebagai media untuk saling sharing dan memotivasi. Selain itu, CoP ini dapat menjadi sarana untuk memperluas kolaborasi dan kerjasama dalam peningkatan kompetensi JF dan upaya memenuhi butir- butir kegiatan JFyang sifatnya dapat lintas daerah. Mengakselerasi Penguatan kompetensi Pemangku JF Hasil Penyetaraan Melalui Perluasan MediaSosialisasidanPembinaan
  • 22. Daftar Pustaka Merdeka. (2021). Kemendagri Ingatkan Pemda Segera Lakukan Penyederhanaan Birokrasi. Retrieved from https://www.merdeka.com/peristiwa/kemendagri-ingatkan-pemda-segera-lakukan-penyederhanaan- birokrasi.html Kusnadi, Baryati. (2021). 243 Jenis Jabatan Fungsional ASN Tahun 2021. Retrieved from https://bralink.id/243-jenis- jabatan-fungsional-asn-tahun-2021/ Kemenpan-RB. (2021). Instansi Pembina JF Didorong Lakukan Penyesuaian JF Terkait Penyetaraan Jabatan. Retrieved from https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/instansi-pembina-jf-didorong-lakukan-penyesuaian- jf-terkait-penyetaraan-jabatan Kominfo. (2021). Instansi Pembina Jabatan Fungsional Wajib Lakukan Penyesuaian Substansi. Retrieved from https://www.kominfo.go.id/content/detail/33108/instansi-pembina-jabfung-wajib-lakukan- penyesuaian-substansi/0/berita B4 POLICY BRIEF | MENGGIATKAN PERAN INSTANSI PEMBINA DALAM MERANGKUL PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Menyusun buku QnA (Question and Answer) seputar permasalahan JF penyetaraan. Dari hasil wawancara pada 26 pemerintah daerah, diidentifikasi persoalan yang umum/generik dihadapi pemangku JF, meskipun juga terdapat persoalan khusus yang sifatnya kasuistik. Buku QnA ini merupakan keterpaduan informasi serta antisipasi respon awal instansi pembina JF yang disampaikan kepada para pemangku JF. Buku QnA ini dapat disebarluaskan kepada seluruh pemerintah daerah dalam bentuksoft file dan diunggah pada laman instansi pembina. Upaya lain adalah mendorong dibentuknya perwakilan pembinaan JF di daerah (duta atau Hub instansi pembina JF) pada perangkat daerah yang memiliki keterkaitan erat dengan tugas dan fungsi JF yang ada. Hal ini mengingat beberapa JF tersebar pada beberapa perangkat daerah, sehingga untuk memudahkan komunikasi dan pembinaan awal maka penunjukan perangkat daerah khusus sebagai perwakilan JF di daerah akan sangat menguntungkan.Tentu saja,instansi pembina JF perlu membekali berbagai hal-hal teknis dan administratif kepada perangkat daerah tersebut, agar dapat berperan sebagai duta/ambassador pembina JF di daerah. Peran aktif organisasi profesi juga dapat menjadi andalan untuk memperluas jangkauan sosialisasi kepada pemangku JF hasil penyetaran. Anggota organisasi profesi JF tersebar di seluruh daerah di Indonesia sehingga dapat memudahkan penyampaian informasi seputar JF tersebut kepada para pemangku JF baru, bahkan dapat turut membantu meningkatkan kapasitas pemangku JF hasil penyetaraan secara langsung di lapangan. REKOMENDASI KEBIJAKAN Mengingat tingkat urgensinya, maka kedua alternatif solusi tersebut dapat dikategorikan mendesak, sehingga direkomendasikan agar kedua alternatif solusi tersebut perlu dilakukan secara simultan. Sembari mempercepat penyelesaian penyesuaian substansi pengaturan JF yang baru,juga dilakukan upaya akselerasi peningkatan kompetensi pemangku JF Hasil Penyetaraan. Pada aspek dukungan, peran Kemenpan-RB untuk mengawal dan mengkoordinasikan penyelesaian penyesuaian substansi pengaturan JF oleh instansi pembina JF juga sangat diperlukan agar pemangku JF hasil penyetaraan dapat langsung menekuni lingkup tugas dan fungsinya, dan instansi pembina JF dapat mengakomodir/menyesuaikan kebijakan butir-butir kegiatan JF yang dibina sesuai dengan beban kerja di tingkat pemerintah daerah.
  • 23. Redesain Model Pengembangan Kompetensi Pejabat Fungsional Penyetaraan Penyetaraan JA ke JF dalam jumlah masif menimbulkan masalah tidak maksimalnya pengembangan kompetensi JF, dan berdampak pada terhambatnya karier JF dan kebingungan JF dalam memahami tupoksinya. Penyebab masalah diidentikasi sebagai berikut: (1) Keterbatasan anggaran; (2) Kompetensi dan kualifikasi pendidikan JF tidak sesuai, dan (3) Pembinaan JF belum optimal. Tulisan ini merekomendasikan agar BKPSDM/ BPSDM melakukan pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, juga kepada instansi pembina JF untuk mendesain pelatihan dan pengembangan berbiaya murah serta pengkayaan saluran pengembangan kompetensi bagi pemangku JF hasil penyetaraan POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY C1 POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN Policy Brief ini ditulis oleh Novi Prawitasari Maria Agustini Permata Sari Rustan Amarullah Ricky Noor Permadi Tri Noor Aziza Policy Brief ini ditujukan untuk 1. Pemerintah Daerah 2. Instansi Pembina JF Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
  • 24. Permenpan RB No. 17 Tahun 2021 merubah tatanan sistem birokrasi dan manajemen kepegawaian menjadi lebih ramping karena mengeliminasi jabatan eselon III, IV, dan V serta mengalihkan pejabat struktural ke jabatan fungsional. Tujuannya adalah menjadikan struktur birokrasi lebih datar sehingga proses kerja di birokrasi menjadi lebih cepat dan dinamis dalam pengambilan keputusan.Alhasil,jumlah pejabat fungsional di daerah menjadi semakin banyak,misalnya yang terjadi pada pemangku JFAnalis Kebijakan berikut. C2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN Gambar 1. Perkembangan Profesi Analis Kebijakan Tahun 2020-2022 Banyaknya jumlah JF peralihan ini menimbulkan masalah,yaitu pengembangan kompetensi JF menjadi tidak maksimal. Padahal pengembangan setiap pegawai ASN merupakan hak dan kewajiban ASN, terlebih dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 menyebut bahwa pengembangan kompetensi bagi PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Dampaknya adalah terhambatnya karier JF hasil penyetaraan dan kebingungan JF dalam memahami tupoksinya. Tidak maksimalnya pemenuhan pengembangan kompetensi bagi pemangku JF hasil penyetaraan ini, disebabkan oleh tiga hal,yaitu: Pertama, keterbatasan anggaran untuk diklat fungsional yang harus dipenuhi, dimana dalam hal pengembangan pegawai,daerah tergantung dari skema pembiayaan APBD.Dari hasil wawancara dengan BPSDM Kaltim,anggaran tidak cukup untuk mengirim atau mengadakan diklat,dan hanya dapat mengakomodir 11-12 jabatan fungsional setiap tahun. Anggaran penyelenggaraan diklat di Provinsi Kaltim untuk seluruh jabatan fungsional kurang lebih hanya sebesar Rp 2 Miliar,ditambah lagi dengan adanya mandatorymendidikjabatan fungsional binaan Kemendagri. Salah satu contohnya di Kota Balikpapan, dimana terdapat 44 jabatan fungsional yang diisi oleh 237 orang JF penyetaraan. Tentunya hal ini memerlukan biaya pengembangan kompetensi yang tidak sedikit. Jika disimulasikan, misalnya pada 5 JF penyetaraan, maka asumsi awal kebutuhan anggaran pengembangan kompetensi yang dibutuhkan oleh beberapa jabatan fungsional Kota Balikpapan sebagai berikut: DESKRIPSI MASALAH Penyetaraan Inpassing Pengangkatan pertama Perpindahan Jabatan 18 502 279 594 37 678 405 2681 37 694 415 2567 Februari 2022 2021 2020 Sumber: PUSAKA-LAN, 2022
  • 25. C3 POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN Relevan dengan hal diatas, Puslatbang KMP-LAN (2020) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari simulasi yang dilakukan menunjukkan belanja APBD akan mengalami penambahan beban belanja pegawai karena naiknya tunjangan jabatan fungsional akibat adanya perpindahan dari jabatan struktural. Diperkirakan kenaikan mencapai 30%-40% dan ini pastinya akan mempengaruhi alokasi pembiayaan untuk pengembangan kompetensi karena adanya upaya untuk menutupi belanja pegawai tersebut. Biaya pengembangan kompetensi juga akan tergerus oleh belanja uji kompetensi yag wajib dilakukan pada proses penyetaraan JAke JF. Kedua, terdapat JF yang masih memiliki kualifikasi pendidikan formal di bawah syarat kompetensi dasar, sehingga menyulitkan untuk dilakukan pengembangan kompetensi. Mengacu pada Permepan RB No. 17 Tahun 2021, salah satu persyaratan dalam penyetaraan jabatan adalah memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma empat.Contoh kasus terjadi dimana seorang Kasi pada salah satu OPD Kabupaten Bangka yang berpendidikan SMAtidak dapat disetarakan ke jabatan fungsional, akhirnya memilih untuk menjadi staf biasa di OPD nya (Edwardi, 2021). Kasus lain di LIPI,seorang Kepala Bidang Pengelolaan Hasil Penelitian dengan jenjang pendidikan S1 disetarakan ke JF Peneliti Ahli Madya, namun syarat Peneliti Ahli Madya minimal berpendidikan S2 (Fitrianingrum, dkk, 2020). Sedangkan bagi pejabat pengawas dengan latar belakang pendidikan Diploma III hanya mungkin disetarakan pada jabatan fungsional terampil (Rusliandy,2022).Karena itu perlu segera dibuatkan kebijakan khusus untuk mengakomodir masalah ini untuk meminimalisir dampaknegatif penyetaraan jabatan. Ketiga, instansi pembina relatif belum optimal dalam melakukan pembinaan jabatan fungsional. Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB mengatakan bahwa masih banyak JF yang belum memiliki standar kompetensi jabatan, yang berakibat pada belum maksimalnya pengembangan kompetensi JF tersebut (LAN, 2018). Hasil wawancara (2022) yang dilakukan juga mengungkapkan bahwa belum semua daerah dapat dijangkau oleh instansi pembina JF untukpendataan JF,sosialisasi dan pengembangan,maupun pembinaan JF,terlebih pada beberapa nama JF yang baru pertama kali ada di daerah. 1 BKPSDM perlu melakukan pemetaan prioritas pelatihan dan pengembangan JF pada masing-masing perangkat daerah, terutama bagi JF yang harus memiliki sertifikasi di JF yang diampu. Selain karena adanya ketentuan maksimal 2 tahun JF harus sudah mengikuti diklat sertifikasi,sesuai dengan amanat PermenPAN RB No.17Tahun 2021 pasal 22.Pelaksanaan koordinasi antara BKPSDM,instansi pembina,dan instansi pengguna juga harus dilakukan untuk memastikan pemetaan dan inventarisasi diklat yang diperlukan oleh JF tepat sasaran dan tepat waktu. Koordinasi dilakukan dalam hal menentukan mekanisme, proses, serta jadwal pelaksanaan dengan memperhatikan anggaran daerah. Dengan adanya prioritas diklat JF, maka BKPSDM serta instansi pengguna JF juga perlu membudayakan mekanisme coaching dan mentoring bagi pemangku JF yang telah mengikuti pelatihan dan pengembangan kepada para pemangku JF lain yang belum sebagai upaya peningkatan kompetensi. Selain itu, pemerintah daerah perlu membentuk Community of Practices (CoP) sebagai wadah JF untuk bertukar informasi. Di dalam komunitas tersebut, nantinya ditunjuk koordinator untuk masing-masing jenis jabatan fungsional, yang memiliki peran untukmenjembatani kepentingan masing-masing jenis jabatan fungsional. ALTERNATIF SOLUSI Tabel 1. Simulasi Kebutuhan Anggaran Pengembangan Kompetensi pada 5 JF penyetaraan terpilih pada sampel Kota Balikpapan No. Jabatan Fungsional Jumlah Orang Tarif Pelatihan* Kebutuhan Anggaran 1. 2. 3. 4. 5. Administrator Kesehatan Analis Kebijakan Analis Sumber Daya Aparatur Peneliti Pranata Hubungan Masyarakat 10 47 12 3 7 Rp 4.400.000 Rp 5.500.000 Rp 3.957.000 Rp 5.000.000 Rp 12.500.000 Rp 44.000.000 Rp 258.500.000 Rp 47.484.000 Rp 15.000.000 Rp 87.500.000 Sumber: data diolah, 2022 *ada kemungkinan tarif pelatihan menyesuaikan peraturan terbaru Jumlah Rp 452.484.000
  • 26. Daftar Pustaka Fitrianingrum, L., Lusyana, D., & Lellyana, D. (2020). Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Dari Hasil Penyetaraan Jabatan Administrasi: Analisis Implementasi Dan Tantangan Development of Functional Position Career Resulted From Administration Position Equalization: Civil Service, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 14(1), 43–54. Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I. (2018). Penyusunan Pedoman Umum Pengembangan Kompetensi Teknis Jabatan Fungsional di Instansi Pemerintah. Puslatbang KMP-LAN. (2020). Kajian Perencanaan Pengembangan Karir PNS: Studi Kasus Penyetaraan Jabatan Struktural-Fungsional Dalam Rangka Penyederhanaan Birokrasi. Makassar: Puslatbang KMP-LAN Rusliandy. (2022). Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah. Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, 8(April), 53–70. Edwardi. 2021. 283 Pejabat Eselon IV Pemkab Bangka Dialihkan ke Fungsional. Diakses tanggal 29 Mei 2022 di https://bangka.tribunnews.com/2021/08/02/283-pejabat-eselon-iv-pemkab-bangka-dialihkan-ke-fungsional C4 POLICY BRIEF | REDESAIN MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEJABAT FUNGSIONAL PENYETARAAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Ketiga alternatif solusi yang ditawarkan dapat dilakukan secara simultan dengan koordinasi aktif antara BKPSDM/ BPSDM,instansi pembina JF,dan instansi asal JF penyetaraan.Pemenuhan syarat minimal pelatihan dan pengembangan dalam JF harus segera dilakukan mengingat tenggat waktu yang diberikan hanya dua tahun. Oleh karena itu, penting dilakukan mapping prioritas dan inventarisasi kebutuhan diklat terutama bagi JFyang memerlukan sertifikasi. Re-desain model pengembangan kompetensi yang berbiaya murah perlu dilakukan oleh instansi pembina JF dengan memanfaatkan teknologi saat ini, baik model pembelajaran online learning portal, e-learning, mobile learning, hingga blended learning. Atau dapat pula berupa integrasi pengembangan kompetensi pada jenis-jenis fungsional yang serumpun denganyang ada di kementerian atau lembaga lainnya. Pengkayaan saluran pengembangan kompetensi lainnya dapat juga dilakukan melalui Community of Practices (CoP), seminar,webinar,maupun workshop yang sesuai dengan JF yang diampu.Pemangku JF juga harus aktif mencari sumber peningkatan kompetensi,baik melalui informasi di tingkat instansi maupun mencari secara mandiri di media informasi lainnya.Pemberian penghargaan kepada instansi pembina JF juga perlu segera dicanangkan sebagai penyulut semangat instansi pembina agar pelatihan pengembangan kompetensi JFyang diberikan semakin merata dan berkualitas. 2 Instansi pembina JF harus mendesain model pelatihan dan pengembangan berbiaya murah. Model pembelajaran tersebut dapat berupa online learning portal,e-learning,mobile learning,hingga blended learning. Selain itu,instansi pembina JF dapat berkoordinasi dengan instansi pembina JF lainnya untukmenggabungkan pembekalan jenis fungsionalyang serupa/ serumpun denganyang ada di kementerian atau lembaga lainnya. Pembina JF juga perlu mendorong pelaksanaan model pembiayaan Diklat/pengembangan kompetensi JF hasil penyetaraan melalui DIPA Instansi Pembina JF. Pembiayaan ini tentunya untuk membantu pengembangan JF hasil penyetaraan yang tersebar di seluruh pemerintah daerah. Terlebih lagi daerah yang tidak memiliki anggaran untuk meningkatkan kompetensi JF hasil penyetaraannya. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan program prioritas nasional, yaitu pembangunan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing serta Arahan Presiden terkait penyederhanaan birokrasi, maka model pembiayaan oleh pemerintah pusat ini sangat relevan untuk menjawab permasalahan di daerah.Model pembiayaan diklat ini dapat dilaksanakan seperti penyelenggaraan diklat Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dimana pembiayaannya langsung dari DIPALAN. 3 KemenpanRB perlu memberikan penghargaan kepada Instansi Pembina JF terbaik dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi. Hal ini penting dilakukan agar para instansi pembina terpacu untuk meningkatkan jumlah capaian pejabat fungsional yang telah didiklatkan, serta kualitas alumni pelatihannya. Penilaian dapat dilakukan dengan menghitung persentase JF yang telah didiklatkan, tingkat kemanfaatannya bagi organisasi, serta survey kepuasan peserta diklat yang mencerminkan kualitas pelaksanaan pelatihan JF yang diikuti.
  • 27. MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Transformasi budaya kerja pasca penyetaraan jabatan fungsional berdampak terhadap menurunnya motivasi pegawai.Setidaknya ada tiga aspekyang menyebabkan hal tersebut,yakni pemahaman tentang pekerjaan (kognitif); efikasi diri (Self eficacy); serta kompensasi. Policy brief ini menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah daerah sebagai alternatif solusi untuk meningkatkan motivasi pejabat fungsional hasil penyetaraan. Solusi yang ditawarkan kepada Pemerintah Daerah adalah pemetaan kembali kebutuhan jabatan fungsional; membentuk tim dan kelompok kerja; membentuk kelas akselerasi; menjadikan pengembangan kompetensi ASN sebagai prioritas pembangunan daerah; melakukan masa orientasi bagi pejabat fungsional hasil penyetaraan; serta melakukan penyesuaian tunjangan jabatan dan sistem pemberian tunjangan kinerja. POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY D1 POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Policy Brief ini ditulis oleh Dewi Sartika Mayahayati Kusumaningrum Maria Agustini Permata Sari Policy Brief ini ditujukan untuk Pemerintah Daerah Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
  • 28. Salah satu penjabaran kebijakan penyederhanaan birokrasi adalah melalui Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional (JF). Melalui kebijakan ini, pejabat administrasi pada level eselon III ke bawah diangkat ke dalam JF melalui penyesuaian pada JF yang setara.Waktu yang diberikan dalam melakukan penyetaraan adalah kurang lebih dua tahun. Namun sebagian besar pemerintah daerah masih terkesan wait and see, maka jika kita telusuri di media massa, sebagian besar pemerintah daerah melakukan pelantikan jabatan fungsional terdampakpenyetaraan di akhir waktu,yakni akhir Desember 2021 Dengan beragamnya kapasitas pemerintah daerah, serta minimnya waktu yang dimaksimalkan oleh mereka, maka penyetaraan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terksesan terburu-buru dan belum dilakukan secara optimal (LANRI, 2021). Kondisi ini tentu menyisakan banyak persoalan bagi pemerintah daerah. Salah satunya adalah terkait menurunnya motivasi pegawai JF hasil penyetaraan. Mayoritas pegawai yang terdampak penyetaraan merasa kebingungan dalam menjalankan tugas fungsi yang mereka emban saat ini (Tumanggor,2021).Sehingga tidak sedikit dari mereka merasa demotivasi paska penyetaraan (Hasil FGD, 26 April 2022). Jika kondisi ini tidak segera mendapat perhatian, maka dikhawatirkan akan berimbas terhadap menurunnya pencapaian kinerja organisasi. D2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Setidaknya ada beberapa aspek yang menjadi sumber motivasi pegawai, antara lain: pemahaman tentang pekerjaan (kognitif); efikasi diri (self eficacy); serta kompensasi (Hasibuan dalam Ariani et al, 2019; Wright, 2003; Putra, 2010). Berangkat dari pemahaman tersebut, maka aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi kerja ASN hasil penyetaraan dapat dijelaskan sebagai berikut: DESKRIPSI MASALAH 1 Pemahaman tentang pekerjaan (kognitif) Mayoritas JF hasil penyetaraan berpendapat bahwa JF yang mereka emban tidak ubahnya dengan jabatan administrasi yang dijabat sebelumnya. Sehingga muncul istilah “fungsional rasa struktural”. Hal ini dirasakan, karena tugas dan fungsi yang mereka jalankan masih didominasi oleh tugas struktural.Sehingga mereka tidak dapat fokus mengejar angka kredit,yang menjadi orientasi pejabat fungsional (FGD,26April). Kondisi ini juga dikarenakan jumlah JF yang ada belum bisa mengakomodir seluruh urusan yang dijalankan oleh perangkat daerah. Misalkan pada Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan, jabatan pengawas pada unit tersebut disetarakan menjadi JF Perencana, namun karena ketiadaan JF Analis Pengelola Keuangan maka urusan keuangan tetap dijalankan oleh pegawai tersebut (JF Perencana). Sebagian besar informan juga memiliki kesukaran dalam menyusun perjanjian kinerja serta Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Hal tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan terkait JF yang diemban, menyebabkan mereka merasa belum familiar dengan poin-poin tugas sebagai pejabat fungsional. 2 Efikasi Diri (Self eficacy) Skema penyetaraan disesuaikan dengan jabatan struktural yang diduduki sebelumnya dan pemilihan jenis jabatan hanya memperhitungkan tugas dan fungsi unit organisasi tanpa mempertimbangan kualifikasi pendidikan pegawai, sehingga terkesan “cocoklogi”. Kondisi ini menyebabkan pegawai tidak mampu menjalankan tugas yang mereka emban, karena ketidaksesuain tugas fungsional dengan latar belakang pendidikan mereka. Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi,penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi, contohnya di lingkup Sekretariat DPRD seorang sarjana perikanan dilantik menjadi pejabat fungsional perancang perundang-undangan (FGD,26April 2022).
  • 29. D3 POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN 1 Tidak hanya pada jenis latar belakang pendidikan, ketidaksesuaian juga terjadi pada tingkat pendidikan. Di antara beberapa pejabat pelaksana Eselon IV yang disetarakan, masih banyak yang memiliki tingkat pendidikan Diploma III dan SLTA. Padahal sebagai JF, pegawai tersebut mutlak harus memiliki latar belakang pendidikanyang sesuai dengan syarat jabatan JFyang diembannya. Selanjutnya,dalam PermenPAN dan RB Nomor 17Tahun 2021,pada pasal 8 ayat (4) dijelaskan bahwa pejabat administrasi yang terkena penyetaraan wajib memiliki pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan paling lama empat tahun sejak diangkat dan dilantik dalam JF. Hal ini juga dianggap memberatkan bagi pegawai penyetaraan JF baik dari sisi waktu dan biaya,mengingat usia pegawai yang disetarakan mayoritas diatas rata- rata 40-50 tahun (Rakhmawanto,2021). ALTERNATIF SOLUSI 3 Kompensasi Tunjangan jabatan menjadi salah satu aspekyang mempengaruhi motivasi kerja JF hasil penyetaraan.Saat ini JF penyetaraan masih memperoleh tunjangan jabatan struktural yang notabene nya lebih rendah dari tunjangan JF. Perbedaan besaran tunjangan JF akibat perbedaan kelas jabatan juga berdampak terhadap penurunan motivasi kerja pegawai. Salah satu pemerintah daerah menyampaikan contoh kasus yag terjadi didaerah mereka, dimana JF Muda Auditor,Asesor,Analis Kepegawaian dan Analis Kebijakan berada pada kelas jabatan 10,sedangkan JF Muda lainnya berada pada kelas 9 (FGD,26April 2022). Pemetaan kembali kebutuhan JF di masing-masing perangkat daerah Masing-masing perangkat daerah segera mengidentifikasi kesesuaian kompetensi dan jabatan JF di organisasinya, dan diverifikasi masing-masing JF yang bersangkutan. Dari usulan perangkat daerah, maka Bagian Organisasi akan membuat usulan perbaikan untuk disampaikan kepada KemenPAN dan RB sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.Hal tersebut sesuai SE Kementerian Dalam Negeri Nomor 800/2237/OTDA perihal Tindaklanjut Proses Penyederhanaan Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota 2 Membentuk Tim dan Kelompok Kerja Untuk mengatasi keterbatasan jumlah JF, top management di masing-masing perangkat daerah dapat membentuk kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari tim-tim kerja. Misalkan untuk menjalankan tugas perencanaan dan evaluasi, perangkat daerah dapat membentuk Pokja Perencanaan dan Evaluasi yang terdiri dari (1) Tim Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran; (2) Tim Monitoring; serta (3) Tim Evaluasi. Hal tersebut dilakukan untuk membantu pejabat fungsional dampak penyetaraan dapat beradaptasi dengan transformasi budaya kerja, serta menghilangkan istilah fungsional rasa struktural. Melalui langkah ini diharapkan seluruh pegawai dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan lintas Pokja, sehingga prinsip “semua tahu semua”terkait pencapaian kinerja organisasi dapat terwujud. 3 Membentuk kelas akselerasi peningkatan kualifikasi pendidikan melalui beasiswa daerah Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di daerahnya/ daerah sekitarnya untuk membentuk kelas akselerasi peningkatan kualifikasi pendidikan ASN melalui pendidikan formal. Dalam pemberian beasiswa daerah,Pemerintah Daerah diharapkan dapat memprioritaskan JF hasil penyetaraan. 4 Pengembangan kompetensi ASN sebagai prioritas pembangunan daerah Pemerintah Daerah perlu melakukan perubahan dan/atau penambahan program prioritas pembangunan daerah, dengan menjadikan pengembangan kompetensi ASN sebagai salah satu program prioritas pembangunan daerah. Dengan begitu, pencapaian strategi pemerintah daerah terhadap pengembangan kompetensi JF hasil penyetaraan dapat terukur.
  • 30. Daftar Pustaka Ariani,M.A.,Susilowati,D.,&Aristi,C.(2019).Motivasi Kerja Di Sektor Publik: Studi Kasus Pada Pegawai Dinas PMPTSPDaerah Kabupaten Penajam Paser Utara.Jurnal GeoEkonomi,10(1),102-115. Putra,K.H.(2010).Pengaruh Efikasi Diri dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja PNS di UNIMED. Rakhmawanto,A.(2021).Perampingan Birokrasi.Civil Service Journal,15(2 November),19-32. Tumanggor,B.F.,Wibowo,E.K.,& Politeknik,S.T.I.A.(2021).Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pasca Implementasi Kebijakan Pengalihan Jabatan Struktural Eselon III,IVdanVke Jabatan Fungsional di Pemerintah Pusat dan Daerah.Jurnal Sumber DayaAparaturVol,3(1). Wright,B.E.(2003,October).Toward understanding task,mission and public service motivation: A conceptual and empirical synthesis of goal theory and public service motivation.In 7th National Public Management Research Conference,Georgetown Public Policy Institute,Washington,DC, October (pp.9-11). D4 POLICY BRIEF | MEMBANGKITKAN MOTIVASI KERJA PEJABAT FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Rekomendasi yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dan bersifat segera adalah pertama pemetaan kembali kebutuhan JF di daerah, dikarenakan tenggat waktu yang diberikan KemenPAN dan RB adalah sampai dengan akhir tahun 2022. Kedua, membentuk tim dan kelompok kerja, agar tugas dan fungsi organisasi dapat tetap berjalan, dan pelayanan publik tetap dapat diberikan secara optimal.Ketiga,melakukan masa orientasi bagi JF hasil penyetaraan.Hal tersebut dilakukan untukmengurangi culture shock akibat transformasi budaya kerja. Kemudian rekomendasi yang dapat dilakukan dalam jangka menengah ada dua yakni: menjadikan pengembangan kompetensi ASN sebagai prioritas pembangunan daerah, serta membentuk akselerasi peningkatan kualifikasi pendidikan melalu beasiswa daerah. Hal ini dilakukan agar percepatan peningkatan kompetensi bagi JF hasil penyetaraan sesuai dengan kompetensiyang disyaratkan dapat terlaksana. 5 Melakukan masa orientasi bagi pejabat fungsional hasil penyetaraan Seluruh pejabat fungsional hasil penyetaraan perlu mengikuti masa orientasi,yang memberikan pengetahuan tentang JF yang diembannya.Ada banyak hal yang bisa disampaikan pada masa orientasi ini seperti bagaimana mengajukan angka kredit; bagaimana mentransfer output pekerjaan menjadi angka kredit; internalisasi budaya kerja BERAKHLAK; informasi terkait kelas jabatan dan sebagainya.Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melibatkan instansi pembin serta JF murni yang sudah ada sebelumnya. Selain itu pemerintah daerah juga dapat berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah lain disekitarnya. 6 Melakukan penyesuaian tunjangan jabatan dan sistem pemberian tunjangan kinerja Setelah melakukan pemetaan dan penempatan ulang pejabat fungsional berdasarkan kompetensi dan kebutuhan organisasi, Pemerintah Daerah disarankan segera melakukan penyesuaian tunjangan JF sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penyesuaian tunjangan jabatan ini harus diikuti dengan perbaikan sistem pemberian tunjangan kinerja pegawai. Pemberian tunjangan kinerja tidak lagi hanya didasarkan pada jumlah dan ketepatan kehadiran, namun juga ditambahkan aspek kinerja sebagai salah satu indikator pemberian tunjangan kinerja.Hal ini dilakukan untukmemotivasi pegawai agar terus berkinerja.
  • 31. MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH Penetapan Permenpan No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi membawa perubahan mendasar bagi cara kerja ASN. Sistem kerja tersebut menekankan pada aspek kolaboratif dan dinamis, dengan pemanfaatan tata kelola pemerintahan digital atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Namun demikian, dalam praktiknya masih banyak ASN di lingkungan Pemerintah daerah yang merasa kebingungan dan tidak paham akan esensi dari sistem kerja baru tersebut.Kondisi ini tentu berdampak pada tidak optimalnya penyesuaian sistem kerja baru di lingkup Pemerintah Daerah. Untuk mengakselerasi penyesuaian sistem kerja baru di lingkungan Pemerintah Daerah,maka rekomendasi yang diusulkan adalah penyusunan Pedoman Pelaksanaan/ Teknis oleh Kemen PANRB dan Kemendagri, serta pelaksanaan pilot project pelaksanaan penyesuaian sistem kerja di instansi Pemerintah Daerah. POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY E1 POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH Policy Brief ini ditulis oleh Ricky Noor Permadi Novi Prawitasari Policy Brief ini ditujukan untuk: 1. Kementerian PAN-RB 2. Kementerian Dalam Negeri 3. Pemerintah Daerah Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
  • 32. Penyederhanaan birokrasi juga berarti melakukan penyesuaian sistem kerja secara mendasar, sehingga mampu mentransformasi proses bisnis pemerintahan menjadi lebih dinamis, lincah, dan profesional. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melahirkan kebijakan mengenai sistem kerja baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pada Instansi Pemerintah untukPenyederhanaan Birokrasi. Penyesuaian sistem kerja baru menekankan pada aspek kolaboratif dan dinamis. Dalam memenuhi kebutuhan kolaborasi tersebut,Pejabat Fungsional dan pelaksana dapat ditugaskan baik itu di dalam unit organisasi maupun antar unit organisasi yang tergabung dalam tim kerja. Tahapan penyesuaian sistem kerja dilakukan melalui penyesuaian mekanisme kerja dan proses bisnis dengan memanfaatkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), pemanfaatan SPBE merupakan faktor penting dalam upaya pencapaian transformasi yang dilakukan.Tentu penyesuaian sistem kerja berdasarkan Permenpan No. 7Tahun 2022 ini, membawa perubahan mendasar bagi metode dan cara kerja ASN,serta menarikASN untukkeluar dariZona Nyaman. Kewajiban Penyesuaian Sistem Kerja baru berdasarkan Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan terhadap 26 Kabupaten/Kota di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah masih banyak ASN di lingkungan Pemerintah Daerah yang merasa kebingungan dan tidak paham akan esensi dari penyesuaian sistem kerja baru. Kondisi ini tentu berdampak pada tidak optimalnya penyesuaian sistem kerja baru di lingkup Pemerintah Daerah, bahkan masih ditemui Pemerintah Daerahyang belum mencoba mengimplementasikan sistem kerja baru (FGD,2022). E2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH Penyederhanaan birokrasi dipandang sebagai suatu langkah positif dalam upaya memperbaiki kinerja pemerintah. Disahkannya berbagai peraturan perundang-undangan terkait penyederhanaan birokrasi seharusnya dapat menjadi pelecut bagi birokrat agar mampu memberikan kinerja terbaiknya bagi kemajuan bangsa. Salah satu tolak ukur keberhasilan sistem kerja baru adalah meratanya kompetensi dan kemampuanASN.Penyesuaian Sistem Kerja Baru yang dilandaskan pada Peraturan Menteri PANRB No. 7 tahun 2022 tidak serta merta membuat adopsi sistem kerja tersebut terimplementasi dengan baik di Pemerintah Daerah,terlebih kebijakan ini menyasar pada fase setelah penyederhanaan birokrasi. Artinya kebijakan ini lahir di tengah belum stabilnya kondisi birokrasi. Bahkan muncul berbagai macam persoalan yang mengiringi implementasi sistem kerja berdasarkan Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 baik dari sisi kesiapan Perangkat Daerah dan ASN, hingga kesiapan SPBE yang masih belum maksimal diterapkan oleh Pemerintah Daerah. Faktanya, dalam penggalian data pada Focus Group Discussion berbanding terbalik dengan apa yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Sosialisasi Permen PANRB No. 7 Tahun 2022 dirasa masih sangat minim bagi ASN di lingkungan Pemerintah Daerah, berimplikasi pada ketidaksiapan ASN Pemerintah Daerah untuk beradaptasi dengan sistem kerja baru tersebut. Padahal Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Fitrianingrum et al., 2020). Kemudian, penyebab persoalan lainnya adalah belum terbentuknya paradigma tim kerja dalam mendukung kolaborasi antar unit organisasi (FGD,2022).Contohnya adalah yang terjadi di Dinas Pemuda,Pariwisata,dan Olahraga di salah satu Kota peserta FGD. Ketidaktahuan terkait mekanisme kerja baru yang menekankan pada aspek kolaborasi berbasis tim kerja/squad team antar unit/OPD, menimbulkan asumsi bahwa jika tidak ada ASN yang berlatar belakang bidang Pekerjaan Umum maka tidak dapat memenuhi aspek kualitas pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata (FGD, 2022). Padahal apabila mengacu pada sistem kerja baru, maka OPD tersebut dapat melakukan penugasan pada ASN di OPD bidang pekerjaan umum. DESKRIPSI MASALAH
  • 33. E3 POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH 1 Menetapkan beberapa Kabupaten/ Kota sebagai pilot project (proyek percontohan) Penyesuaian sistem kerja berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No. 7 Tahun 2022. Penetapan Kabupaten/Kota sebagai pilot project penerapan sistem kerja baru adalah untuk mematangkan konsep sistem kerja baru di dalamnya. Pilot project merupakan suatu instrumen kebijakan yang diterapkan untuk memperkenalkan ataupun menguji praktik dan konsep dari sebuah kebijakan (Vreugdenhil, 2012). Selain itu, adanya pilot project juga diharapkan dapat memberikan input dalam penyempurnaan sistem kerja kedepannya, karena kompleksitas birokrasi di daerah yang berbeda-beda, terutama dengan pemerintah pusat. Dengan cara ini, pilot project merupakan alat untuk meningkatkan efektivitas tanggapan kebijakan (Winter,2020). Selanjutnya,tidak adanya panduan teknis terkait dengan sistem kerja juga banyak dikeluhkan oleh peserta FGD.Bahkan ada beberapa daerah yang masih menunggu arahan dari Kemendagri dalam menyikapi Permen PANRB Nomor 7 Tahun 2022,sebab menurut beberapa peserta FGD,mengatakan bahwa sistem kerja berdasarkan Permen PANRB Nomor 7Tahun 2022 tidak cocok dengan instansi daerah (FGD,2022).Belum adanya petunjuk teknis sebagai pedoman untuk melakukan Penyesuaian Sistem Kerja membuat Pemerintah Kota Bukittinggi masih menunggu arahan lebih lanjut terutama dari Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah (Nalien,2021). Tabel 1. Hasil Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Tahun 2021 Disisi lain, persoalan terkait masih lemahnya pemanfaatan SPBE di lingkungan Pemerintah Daerah, secara langsung dapat menghambat proses adaptasi sistem kerja baru.SPBE memegang peranan penting dalam mendukung sistem kerja baru di instansi pemerintah.Dengan SPBE yang terpadu akan menciptakan proses bisnis yang terintegrasi antara Instansi Pemerintah, sehingga akan membentuk satu kesatuan pemerintahan yang utuh dan menyeluruh serta menghasilkan birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi. Kondisi terkini penerapan SPBE oleh instansi Pemerintah Daerah masih jauh dari kata ideal.Banyak instansi pemerintah yang masih terkendala dalam memanfaatkan SPBE, terlihat pada Tabel. 1 yang menyebutkan bahwa hanya ada 3 Pemerintah Kabupaten yang mendapatkan predikat Sangat Baik. Selanjutnya terdapat 60 Pemerintah Kabupaten dan 30 Pemerintah Kota berada pada predikat Baik. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 76.2% atau 298 instansi Pemerintah Kabupaten dan Kota masih menyandang predikat kurang dan cukup. Beberapa faktor penghambat dalam implementasi SPBE di Instansi pemerintah adalah keterbatasan dari segi SDM baik secara kualitas maupun kuantitas (Nugroho & Purbokusumo, 2020). Selanjutnya Permasalahan mendasar lain dalam implementasi SPBE di lingkungan pemerintah adalah belum terlaksananya tata kelola SPBE yang terpadu serta belum optimalnya pemberian layanan SPBE (menpan.go.id,2020). Sumber: Kepmen PANRB Nomor 1503 Tahun 2021 Penerapan sistem kerja yang mengacu pada Peraturan Menteri PAN-RB No. 7 Tahun 2022 sejatinya harus mampu mendorong perbaikan dan peningkatan performa birokrasi pemerintah pusat maupun daerah. Berikut beberapa alternatif solusiyang dapat diadopsi sebagai bahan pertimbangan terkait dengan sistem kerja baru: ALTERNATIF SOLUSI 2 Kemen PANRB dan Kemendagri menginisiasi penyusunan Pedoman Pelaksanaan/ Teknis Sistem Kerja berdasarkan Permen PANRB nomor 7 Tahun 2022. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan/ Teknis sistem kerja sebagai acuan baku dalam praktik penyesuaian sistem kerja di Pemerintah Daerah. Panduan pelaksana dan panduan teknis tersebut dapat memuat langkah-langkah bagi Pemerintah Daerah dalam penyesuaian sistem kerja. Instansi Pemerintah Kementerian LPNK Lembaga lainnya Pemprov Pemkab Pemkot Baik (2.6-<3.5) Sangat Baik (3.5-<4.2) Memuaskan (4.2-5.0) Jumlah Kurang Cukup (< 1.8) (1.8-<2.6) 2 2 9 4 94 19 130 7 5 18 13 144 41 228 22 16 6 16 60 30 150 3 2 0 1 3 0 9 0 0 0 0 0 0 0 34 25 33 34 301 90 517
  • 34. Daftar Pustaka Awaludin, L. (2019). Strategi Penguatan Kompetensi Sdm Teknologi Informasi&Komunikasi (Tik) Dalam Mengoptimalkan Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Spbe). Paradigma POLISTAAT Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2(2), 118–134. https://doi.org/10.23969/paradigmapolistaat.v2i2.2115 Fitrianingrum, L., Lusyana, D., & Lellyana, D. (2020). Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Dari Hasil Penyetaraan Jabatan Administrasi: Analisis Implementasi Dan Tantangan Development of Functional Position Career Resulted From Administration Position Equalization: Civil Service, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 14(1), 43–54. Menpan.go.id. (2020). Pemerintah Dorong Implementasi Manajemen Risiko SPBE. https://menpan.go.id/site/berita-terkini/pemerintah-dorong- implementasi-manajemen- risiko-spbe Nalien, E. M. (2021). Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bureaucratic Trimming Di Pemerintahan Kota Bukittinggi. Jurnal Kebijakan Pemerintahan, 4(April), 1–13. https://doi.org/10.33701/jkp.v4i1.1622 Nugroho, R. A., & Purbokusumo, Y. (2020). E-Government Readiness: Penilaian Kesiapan Aktor Utama Penerapan E-Government di Indonesia. Iptek- Kom, 22(1), 1–17. Winter, M. De. (2020). Reshaping health care governance using pilot projects as public policy implementation instruments. International Review of Public Policy, 2(3), 317–341. https://doi.org/10.4000/irpp.1422 Vreugdenhil, H., Taljaard, S., & Slinger, J. H. (2012). Pilot projects and their diffusion: A case study of integrated coastal management in South Africa. International Journal of Sustainable Development, 15(1–2), 148–172. https://doi.org/10.1504/IJSD.2012.044039 E4 POLICY BRIEF | MEMBANGUN SISTEM KERJA IDEAL DI PEMERINTAH DAERAH REKOMENDASI KEBIJAKAN Berdasarkan beberapa alternatif solusi yang telah dijelaskan diatas,maka penulis merekomendasikan untuk menyusun Pedoman Pelaksanaan/Teknis terkait Permen PANRB Nomor 7Tahun 2022.Ini dilakukan untukmemberikan acuan teknis bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan sistem kerja baru. Rekomendasi selanjutnya adalah pelaksanaan pilot project sistem kerja baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pilot project merupakan suatu hal yang urgent dan harus ditentukan serta dievaluasi pelaksanaannya dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun berjalan. Tujuan pelaksanaan pilot project adalah untuk mendapatkan feedback dan masukan dari Pemerintah Daerah terkait dengan penyempurnaan sistem kerja. Penentuan Kabupaten/Kota pilot project penyesuaian sistem kerja dapat menunjuk pada instansi pemerintah dengan hasil evaluasi SPBE berpredikat Sangat Baik atau Baik. Hal tersebut dilakukan karena mengacu pada Permen PANRB Nomor 7 Tahun 2022 yang menyebutkan dalam transformasi menuju sistem kerja baru, setiap Instansi Pemerintah harus mengutamakan layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik melalui pemanfaatan aplikasi SPBEyang terintegrasi dalam mendukung sistem kerja. 3 BKPSDM dan Diskominfo di masing-masing Pemerintah Daerah Perlu pengembangan talenta-talenta digital dalam mengawal penerapan SPBE di instansi Pemerintah Daerah.Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang TIK memegang peranan paling penting untuk mewujudkan SPBE yang terpadu dan berkesinambungan. Sehingga layanan SPBE dapat diselenggarakan dan dimanfaatkan dengan optimal (Awaludin,2019). 4 Kementerian Kominfo dapat mengakselerasi penyempurnaan aplikasi berbagi pakai yang akan menunjang penerapan SPBE di lingkungan pemerintah. Penyempurnaan aplikasi berbagi pakai yang telah dicanangkan juga harus mengakomodir masukan dari tiap-tiap daerah (bottom up), karena permasalahan di daerah yang sangat kompleks dan berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lain.
  • 35. UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Akibat dari kebijakan penyetaraan jabatan adalah kebingungan JF terhadap karir mereka setelah penyetaraan,yang dikhawatirkan berdampak terhadap mandeknya jenjang karir JF hasil penyetaraan.Setidaknya ada tiga masalah yang menjadi penyebab hal tersebut,antara lain jumlah kuota formasi JF yang minim,skema penyetaraan JF tidak melihat kualifikasi pegawai, serta waktu penyesuaian pendidikan formal bagi JF hasil penyetaraan sangat terbatas. Rekomendasi yang ditawarkan kepada pemerintah daerah adalah pemutakhiran peta jabatan, mengoptimalkan penyesuaian jabatan fungsional dan membentuk kelas akselerasi, sedangkan rekomendasi bagi KemenPAN & RB adalah meninjau kembali kebijakan waktu penyesuaian pendidikan JF hasil penyetaraan. POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY F1 POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Policy Brief ini ditulis oleh Maria Agustini Permata Sari Kemal Hidayah Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Policy Brief ini ditujukan untuk 1.Pemerintah daerah 2.Kemepan-RB
  • 36. Salah satu instrumen yang dibuat oleh pemerintah untuk mendukung kebijakan penyederhanaan birokrasi adalah melalui PermenPANRB No 28 Tahun 2019 yang diperbaharui dengan PermePANRB No. 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan JabatanAdministrasi ke dalam jabatan fungsional (JF).Melalui kebijakan ini,pejabat administrasi pada level eselon III ke bawah diangkat ke dalam JF melalui penyesuaian pada JFyang setara. Sampai dengan akhir Desember 2021 terdata jumlah jabatan administrasi di lingkungan pemerintah daerah yang disetarakan ke JF adalah sebesar 121.506.Adapun jabatan administrasi yang paling banyak disetarakan adalah jabatan pengawas, mengingat pada struktur ASN berdasarkan jabatan struktural, komposisi jabatan pengawas adalah yang terbanyakyaitu sebesar 71 persen. F2 PENDAHULUAN POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN Tabel 1. Jumlah Jabatan Administrasi yang Disetarakan di Lingkungan Pemerintah Daerah Instansi Jumlah Instansi Jumlah Jabatan Administrasi yang disetujui Provinsi Kabupaten Kota Total Administrator Pengawas 31 371 86 488 330 361 143 834 13.306 86.768 20.598 120.672 *data per 31 Desember 2021 Sumber: KemenPAN RB, 2021 Dampak dari kebijakan penyetaraan jabatan adalah terjadinya tsunami JF. Pada akhir tahun 2021 terdata dari total 3.995.634 orang ASN, kontributor terbesarnya berasal dari JF, yakni sebanyak 51 persen atau 2.053.115 orang (BKN, 2021). 11% 38% Struktural JFU/Pelaksana 51% Fungsional Gambat 1. Jumlah ASN Berdasarkan Jenis Jabatan Terjadinya gelombang pasang JF ini menyeret banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan JF bukan sesuatu yang baru namun masih asing dilingkungan ASN pemerintah daerah.Terbukti tidak sedikit JF hasil penyetaraan yang merasa kebingungan bagaimana karir mereka setelah menjadi pejabat fungsional (FGD, 29 Maret 2022). Jika pemerintah tidak mengambil langkah untuk mengatur pengembangan karir JF,dikhawatirkan jenjang karir JF akan menjadi terhambat dan bahkan mandek. Agar upaya untukmengoptimalkan karir JF hasil penyetaraan dapat dilakukan dengan baik,maka perlu ditelaah temuan- temuan dilapanganyang menjadi permasalahan. Di lingkungan pemerintah daerah jumlah kuota formasi jenjang JF yang tersedia sangat terbatas. Padahal jika dilihat data hasil penyetaraan, penumpukan JF penyeteraan paling banyak berada pada jenjang JF Ahli Muda. Hal ini terjadi karena pada saat melakukan penyetaraan JF, pemerintah daerah belum menyesuaikan peta jabatan untuk mengakomodir kenaikan jenjang JF. Alhasil formasi jenjang JF tertinggi maupun madya masih sangat minim.Belum lagi jumlah kuota formasi yang tersedia juga tidakdapat mengakomodir perkembangan JF (FGD,29 Maret 2022).Jika kondsi ini terus berlanjut,dapat dipastkan JF tersebut cenderung akan bertahan pada jenjang JFyang sama sampai dengan pensiun DESKRIPSI MASALAH a.
  • 37. F3 POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN “pengajuan peralihan JF masih menggunakan struktur organisasi yang lama, sehingga karir JF bisa terbatas karena keterbatasan formasi (Bagian organisasi Kota Balikpapan,2022)” “saat ini formasi jadi acak-acakan, tidak ada dasar pemenuhan kebutuhan pegawai saat ini (Aba Subagia,KemenPAN RB,2021)” Skema penyetaraan JF yang tidak melihat kualifikasi pegawai menjadi salah satu penyebab terhambatnya karir JF hasil penyetaraan.Seluruh pejabat pengawas disetarakan dalam JF Ahli Muda,faktanya banyak JF Ahli Muda hasil penyetaraan yang memiliki pangkat lebih rendah dari persyaratan, yakni golongan IIIb bahkan ada yang IIIa. Tidak hanya pada golongan, ketidaksesuaian juga terjadi pada tingkat pendidikan. JF Ahli Muda hasil penyetaraan banyakyang masih memiliki tingkat pendidikan Diploma III dan SLTA. b. “kita melihat kualifikasi pendidikan pejabat administrasi sangat beragam, ada yang masih pendidikan SMA dan ada pula yang D-3. Kondisi ini menjadi problem ketika mereka disetarakan karena tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang menjadi persyaratan JF (BKN,2022)” “Apakah JF hasil penyetaraan yang kualifikasi pendidikannya tidak sesuai, masih SMA, harus diturunkan ke JF terampil? (BKPSDM Kabupaten Banyumas,2022)” Pemilihan jenis JF hanya memperhitungkan tugas dan fungsi tanpa melihat kompetensi yang ditinjau dari latar belakang pendidikan pegawai. Kondisi ini menyebabkan pegawai tersebut tidak bisa mengembangkan karir mereka, karena ada beberapa JF yang memprasyaratkan latar belakang pendidikan tertentu. Misalnya JF Perancang peraturan Perundang-Undanganyang mensyaratkan latar belakang pendidikan S1 Hukum. c. “Penyetaraan JF tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi, penetapan JF hanya melihat tugas dan fungsi, contohnya di lingkup Sekretariat DPRD seorang sarjana perikanan dilantik menjadi jabatan fungsional perancang perundang- undangan (FGD,26April 2022).” Selanjutnya, dalam PermenPAN dan RB Nomor 17 Tahun 2021, pada pasal 8 ayat (4) dijelaskan bahwa pejabat administrasi yang terkena penyetaraan wajib memiliki pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan paling lama empat tahun sejak diangkat dan dilantik dalam jabatan fungsional. Waktu tersebut tentu sangat tidak memungkinkan bagi pegawai yang masih memiliki ijazah SMA, karena proses administrasi dan pendidikan itu sendiri tentu membutuhkan waktu lebih dari empat tahun. d. Pemerintah Daerah segera menyusun ulang analisis jabatan, analisis beban kerja serta peta jabatan. Hal tersebut dilakukan untukmenyesuaikan kuota formasi JF dengan kebutuhan karir pegawai. ALTERNATIF SOLUSI 1 Pemutakhiran peta jabatan Pemerintah Daerah melakukan pemetaan kembali kebutuhan JF di masing-masing perangkat daerah yang diawali dengan identifikasi kesesuaian kompetensi dan JF di organisasinya.Selain pimpinan perangkat daerah, pemetaan JF tersebut juga harus diverifikasi oleh masing-masing pegawai yang bersangkutan. Tahapan verifikasi ini menjadi penting agar pegawai yang bersangkutan dapat memberi feedback jika memang ada ketidaksesuaian antara JF dan kompetensiyang dimilikinya. 2 Mengoptimalkan penyesuaian jabatan fungsional melalui SE Kemendagri Nomor 800/2237/OTDA perihal Tindaklanjut Proses Penyederhaan Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di daerahnya atau sekitarnya untuk membentuk kelas akselerasi pengembangan kompetensi ASN melalui pendidikan formal. Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat memprioritaskan jabatan fungsional hasil penyetaraan dalam pemberian beasiswa daerah. 3 Membentuk kelas akselerasi pendidikan formal dalam rangka peningkatan kompetensi JF Hasil Penyetaraan
  • 38. Daftar Pustaka Bardach, E. (2012). A Practical Guide for Policy Analysis The Eight Fold Path To More Effective Problem Solving, 4th edition. Washington DC: Sage Badan Kepegawaian Negara. Statistik ASN Tahun 2021. Jakarta: BKN PUSAKA-LAN (2022). Kebijakan dan Pembinaan JF Analis Kebijakan. Paparan Pelatihan Khusus Analis Kebijakan-Juli 2022. LAN (2017). Modul Pelatihan Khusus Analis Kebijakan. Jakarta: PUSAKA F4 POLICY BRIEF | UPAYA MENGOPTIMALKAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL HASIL PENYETARAAN 4 KemenPAN dan RB diharapkan dapat meninjau ulang waktu yang diberikan kepada JF hasil penyetaraan untuk menyesuaikan pendidikan formal mereka sesuai dengan persyaratan jabatan. Waktu penyesuain pendidikan juga bisa dikategorikan berdasarkan jenjang pendidikan eksisting pegawai, misalkan untuk SMA waktu penyesuaian yang diberikan adalah 5 tahun,sedangkan waktu penyesuaian untukDiploma 3 dan Sarjana adalah 3 tahun. Meninjau kembali kebijakan waktu penyesuaian pendidikan bagi JF hasil penyetaraan Dalam menetapkan alternatif kebijakan, digunakan Grid Analys berdasarkan empat kriteria, yakni technical feasibility, administrative operability,politicalviabilityserta financial possibility(Bardach,2012). Alternatif Technical Feasibility Administrative Operability Political Viability Total Financial Possibility Pemutakhiran peta jabatan Mengoptimalkan penyesuaian jabatan fungsional melalui SE Kemendagri Nomor 800/2237/ OTDA Membentuk kelas akselerasi pendidikan formal Meninjau kembali kebijakan waktu penyesuaian pendidikan bagi JF hasil penyetaraan 0,3 0,35 0,2 0,15 1,2 1,5 0,9 1,5 1,4 1,75 1,4 1,75 1 1 0,6 0,8 0,6 0,75 0,45 0,75 4,2 5 3,35 4,8 REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis kebijakan,maka kebijakanyang direkomendasikan adalah 1 Dalam jangka pendek (1-2 tahun),agar karir JF hasil penyetaraan dapat optimal maka ada dua upaya yang harus dilakukan yakni pada level daerah dan pada level pusat. Pada level daerah segera dilakukan penyesuaian/perbaikan JF yang dibutuhkan pada masing-masing perangkat daerah serta peta jabatan yang dapat mengakomodir jenjang karir JF.Sedangkan pada level pusat,adalah dengan meninjau kembali kebijakan terkait waktu penyesuaian pendidikan JF hasil penyetaraan. 2 Dalam jangka menengah (2-3 tahun), setelah mematangkan posisi JF serta peta jabatan, maka yang dapat dilakukan oleh daerah adalah membentuk kelas akselerasi pendidikan formal. Hal ini untuk memastikan pendidikan formalyang diambil oleh JF hasil penyetaraan sudah sesuai dengan syarat jabatanyang dimilikinya.
  • 39. G1
  • 40. G2
  • 41. G3
  • 42. G4
  • 43. H1
  • 44. H2
  • 45. H3
  • 46. H4
  • 47. AKSELERASI PENYELENGGARAAN PELATIHAN KHUSUS ANALIS KEBIJAKAN BAGI PEMANGKU HASIL PENYETARAAN Kebijakan penyederhanaan birokrasi telah memberikan implikasi pada meningkatnya jumlah pemangku Jabatan Fungsional (JF),khususnyayang beralih dari JabatanAdministrator ke JFAnalis Kebijakan.Peningkatan kuantitas JFAK ini mendorong perlunya pemenuhan layanan Pelatihan Khusus Analis Kebijakan (KAK) yang juga meningkat, disamping sebagai prasyarat pemenuhan kompetensi bagi pemangku JFAKhasil penyetaraan jabatan.Kondisi aktual saat ini menunjukkan keterbatasan jumlah pelatihan KAK yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Untuk mengimbangi demand tersebut, Policy Brief ini merekomendasikan kepada LAN agar dapat berkolaborasi dengan Satuan Kerja (Satker) LAN di daerah dalam pelaksanaan pelatihan KAK dalam jangka pendek, serta secara simultan juga dapat menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah. Dengan solusi kebijakan tersebut, LAN selaku Pembina JFAKdapat memberikan pelayanan pembinaanyang optimal. POLICY BRIEF EXECUTIVE SUMMARY I1 POLICY BRIEF | AKSELERASI PENYELENGGARAAN PELATIHAN KHUSUS ANALIS KEBIJAKAN BAGI PEMANGKU HASIL PENYETARAAN Policy Brief ini ditulis oleh 1 Rustan Amarullah 2 Mardiono Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Policy Brief ini ditujukan untuk Lembaga Administrasi Negara 1 Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah-LAN 2 Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN-LAN