Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
PBB DASAR HUKUM
1. DASAR HUKUM
UU No. 12 Tahun 1985 jo
UU No. 12 Tahun 1994
PP No. 25 Tahun 2002
KMK No. 523/KMK.04/1998
KEP-16/PJ.6/1998
2. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(PBB)
PAJAK KEBENDAAN ATAS
BUMI DAN/ATAU BANGUNAN
DIKENAKAN TERHADAP
SUBJEK PAJAK
ORANG PRIBADI ATAU BADAN
SECARA NYATA:
• MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS BUMI,
DAN/ATAU
• MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS
BANGUNAN
ADALAH
3. OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)
BUMI
ADALAH :
PERMUKAAN BUMI YG MELIPUTI TANAH
DANPERAIRAN PEDALAMAN
SERTA LAUT WILAYAH
INDONESIA, DAN TUBUH BUMI YG
ADA DIBAWAHNYA
Pasal 1 angka 1
BANGUNAN
ADALAH :
KONSTRUKSI TEKNIK
YG DITANAM ATAU
DILEKATKAN SECARA
TETAP PADA TANAH
DAN/ATAU PERAIRAN
Pasal 1 angka 2
4. BANGUNAN
TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN ADALAH (Penjelasan
Pasal 1 angka 2) :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang
merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
Jalan tol;
Kolam renang;
Pagar mewah;
Tempat olah raga;
Galangan kapal, dermaga;
Taman mewah;
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)
5. FAKTOR YANG MENENTUKAN
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (2)
BUMI/TANAH
- Letak
- Peruntukan
- Pemanfaatan
- Kondisi lingkungan
- Dan lain-lain
BANGUNAN
- Bahan bangunan
- Rekayasa
- Letak
- Kondisi lingkungan
- Dan lain-lain
6. § Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
§ Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
§ Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
§ Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
§ Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi Internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
ADALAH OBJEK PAJAK YANG :
OBJEK PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB
Pasal 3 ayat (1)
7. OBJEK PAJAK
YANG DIGUNAKAN UNTUK PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN
Pasal 3 Ayat (2)
PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR
LEBIH LANJUT DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
9. Dirjen Pajak menetapkan Subjek
Pajak
Objek Pajak yang belum jelas Wajib
Pajaknya
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)
10. NJOPTKP
Berbeda untuk masing-masing daerah, maks Rp 12 juta
Per Wajib Pajak;
Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan;
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek
pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek
pajak yang nilainya terbesar.
NILAI JUAL OBJEK PAJAK
TIDAK KENA PAJAK
(NJOPTKP)
Pasal 3 Ayat (3)
11. N J O P
(Nilai Jual Objek Pajak)
DASAR PENGENAAN
Pasal 6 Ayat (1), (2)
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual
Objek Pajak ditentukan melalui :
- perbandingan harga dengan Objek lain yang sejenis;atau
- nilai perolehan baru; atau
- Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar
12. PENILAIAN OBJEK PBB
PENDEKATAN PENILAIAN
Pendekatan Data Pasar
(Market Data Approach)
Pendekatan Biaya
(Cost Approach)
Pendekatan Pendapatan
(Income Approach)
CARA PENILAIAN
Penilaian Massal
Penilaian Individual
PENENTUAN NJOP
13. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis
dengan Objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.
Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah,
namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan
terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis
dikurangi dengan penyusutan phisiknya.
Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat
dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi
ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut
Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang
atau objek perairan
PENDEKATAN PENILAIAN
14. Penilaian Massal (Mass Appraissal)
NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap
Zona Nilai Tanah (ZNT).
NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB)
dikurangi penyusutan phisik.
Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan program komputer
(Computer Assisted Valuation / CAV).
Penilaian Individual (Individual Appraissal)
Diterapkan untuk Objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaannya mempunyai sifat
khusus, antara lain :
Jalan tol
Pelabuhan laut/sungai/udara
Lapangan golf
Industri semen/pupuk
PLTA, PLTU, PLTG
Pertambangan
Tempat rekreasi
Dan lain-lain sejenisnya
Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, lap. golf, Objek
rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
CARA PENILAIAN
15. NILAI JUAL KENA PAJAK
DASAR PENGHITUNGAN
Pasal 6 ayat (3) dan (4)
SERENDAH-RENDAHNYA 20 %
DAN
SETINGGI-TINGGINYA 100 %
PERSENTASE NJKP
DITETAPKAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
16. NILAI JUAL KENA PAJAK
NILAI JUAL OBJEK PAJAK
KURANG DARI Rp. 1 MILYAR
40% X NJOP
1. OBJEK PAJAK PERKEBUNAN,
KEHUTANAN, DAN PERTAMBANGAN;
2. OBJEK PAJAK LAINNYA BILA NJOP Rp. 1
MILYAR ATAU LEBIH
20% X NJOP
PENETAPAN BESARNYA
NILAI JUAL KENA PAJAK
(PP No. 25 TAHUN 2002)
18. NJOP = (NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN) NJOPTKP
0,5%
TARIF
20% x NJOP
40% x NJOP0,5%
N J K P
x
x
PBB = x
=
=
CARA MENGHITUNG
19. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT
YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG
Pasal 8 ayat (1), (2), (3)
Tahun Pajak
Adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari
s/d 31 Desember.
Saat yang menentukan pajak terutang
Adalah menurut keadaan Objek pajak pada tanggal 1 Januari.
Tempat Pajak Terutang :
untuk daerah Jakarta, di wilayah DKI Jakarta;
untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota;
yang meliputi letak Objek pajak.
21. PENERBITAN KETETAPAN
Pasal 10
SPOP
SPPT
SKP
tidak disampaikan dalam
waktu 30 hari
disampaikan dalam waktu
30 hari
BERDASARKAN PEMERIKSAAN/ DATA
LAIN SPOP TIDAK BENAR
Setelah ditegor secara tertulis
22. TEMPAT
PEMBAYARAN
- Bank,
- Kantor Pos ,
- Tempat lain
yg ditunjuk
SPPT
S T P
S K P
6 bulan
1 bulan
1 bulan
TATA CARA PEMBAYARAN
DAN PENAGIHAN
Pasal 11, 12, 13, dan 14
DASAR PENAGIHAN
MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN
KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA :
- GUBERNUR
- BUPATI/WALIKOTA
SEJAK
D
I
T
E
R
I
M
A
23. SKP
SKP
DIKEM-
BALIKANSPOP 30 hr TIDAK
YA
SPPT
JATUH TEMPO
STP JATUH
TEMPO
1 bln
Segera
stlh.
7 hr
TEGORAN SURAT
PAKSA
SURAT PERINTAH
MELAKUKAN PE- NYITAAN
Ternyata SPOP
tdk benar
(Ketetapan
kurang)
21 hr
PERMINTAAN JADWAL
WAKTU & TEMPAT PELELANGAN
Paling
cepat
10 hr
KLN
+ denda 25%
dari pokok
pajak
+ denda 25%
dari selisih
pajak terutang
+ bunga 2%
sebulan
(maks 24 bulan)
PENDAFTARAN, PENAGIHAN,
DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 9 dan 10
1 bulan
6 bulan
2 X 24 JAM
24. Keberatan diajukan atas :
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT);
Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan setelah SPPT atau SKP
diterima oleh WP kecuali WP dalam keadaan di luar kekuasaannya.
Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP paling lama
12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima.
Atas keberatan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang.
Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan
Fiskus
Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap keputusan Direktur
Jenderal Pajak kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan Pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983
tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994.
Pengajuan keberatan atau banding tidak menunda pembayaran pajak.
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 15 dan 16
25. - Berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 83/KMK.04/1994
tanggal 19 Maret 1994, 10% bagian
pemerintah pusat dibagikan kepada
seluruh Daerah Tingkat II
- SKB DJA-DJP
KEP. 56/A/44/1996
KEP. 50/PJ.6/1996
DATI I I
64,8 %
DATI I
16,2 %
PEM. PUSAT
10 %
BIAYA PEMUNGUTAN
9 %
PEMBAGIAN
HASIL PENERIMAAN PBB
Pasal 18
27. PENGURANGAN
Pasal 19 dan 20
Menteri Keuangan dalam hal :
- Kondisi tertentu Objek pajak yang
ada hubungannya dengan subjek
pajak/sebab -sebab tertentu
lainnya
- Objek pajak terkena bencana alam
atau sebab lain yang luar biasa
Dirjen Pajak
atas permintaan WAJIB PAJAK
karena hal-hal tertentu
PAJAK
TERUTANG
DENDA
ADMINISTRASI
28. KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM
JABATAN/TUGAS PEKERJAANNYA
BERKAITAN LANGSUNG DENGAN Objek PAJAK
(Pasal 21 dan 22)
1. MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN
MENGENAI SEMUA MUTASI DAN PERUBAHAN OBJEK PAJAK KEPADA DJP;
2. MEMBERIKAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ATAS PERMINTAAN DJP
KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU
JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN OBJEK PAJAK
KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN
DITIADAKAN SEPANJANG MENYANGKUT
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB
TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN
SANKSI MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
29. HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR SECARA KHUSUS DALAM UU
PBB
Pasal 23
BERLAKU KETENTUAN :
- UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
- PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA
TIDAK DIATUR DALAM
UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
30. - PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA
6 (ENAM) BULAN, ATAU
- DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA)
KALI PAJAK TERUTANG
TIDAK MENGEMBALIKAN SPOP
KEPADA DITJEN PAJAK
SPOP TIDAK BENAR/ TIDAK
LENGKAP DAN/ATAU MELAMPIRKAN
KETERANGAN YANG TIDAK BENAR
KARENA ALPA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA
31. TIDAK MENGEM
BALIKAN/
MENYAM
PAIKAN
SPOP KEPADA
DITJEN PAJAK
SPOP TIDAK
BENAR/
TIDAK LENGKAP
DAN/ATAU
MELAMPIRKAN
KETERA
NGAN YANG
TIDAK BENAR
MEMPERLIHAT
KAN
SURAT/
DOKU-
MEN PALSU
ATAU
DIPALSUKAN
TIDAK
MEMPERLIHATK
AN/
MEMIN
JAMKAN
SURAT/
DOKUMEN
LAINNYA
TIDAK MENUN
JUKKAN/
MENYAM
PAIKAN DATA/
KETERA
NGAN YANG
DIPERLU
KAN
- PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2 (DUA) TAHUN, ATAU
- DENDA SETINGGI- TINGGINYA 5 (LIMA) KALI PAJAK TERUTANG
MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (1)
D E N G A N S E N G A J A
32. Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang dengan sengaja melakukan
tindakan :
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda
setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Ancaman pidana dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani
pidana penjara/sejak dibayarnya denda.
Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
KETENTUAN PIDANAPasal 25 ayat (2), (3) dan Pasal 26
33. Objek Pajak yang bersifat khusus adalah sebagai berikut :
Jalan tol
Pelabuhan laut/sungai/udara
Lapangan golf
Industri semen/pupuk
PLTA, PLTU, PLTG
Pertambangan
Tempat rekreasi
Dan lain-lain sejenisnya
PENGENAAN PBB TERHADAP OBJEK PAJAK
YANG DINILAI SECARA INDIVIDUAL
KMK No. 523/KMK.04/1998
OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS DAPAT DITENTUKAN
BERDASARKAN PENILAIAN SECARA INDIVIDUAL
KEP. DIRJEN PAJAK NO. KEP. 16/PJ.6/1998
34. STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT) PERKEBUNAN
KEP DJP NO.16/PJ.6/1998
SIT adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk satu jenis tanaman budidaya
perkebunan per hektar yang dihitung berdasarkan :
- koomponen tenaga kerja;
- bahan dan alat;
mulai dari pengolahan tanah hingga tanaman menghasilkan
Catatan :
Penentuan SIT perkebunan diatur sebagai berikut :
a. Besarnya SIT perkebunan dihitung berdasarkan jumlah biaya yang diinvestasikan untuk
suatu jenis tanaman budidaya perkebunan per hektar dalam satu tahun.
b. Apabila suatu jenis tanaman budidaya perkebunan dalam satu tahun mengalami lebih dari
satu kali periode tanam, maka besarnya SIT perkebunan dalam satu tahun dihitung sebesar
standar investasi untuk sekali periode tanam dikalikan jumlah periode tanam dalam satu
tahun.
Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu
pembangunan dan/atau penanaman dan/atau penggalian jenis sumber daya alam
atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan
dan alat, mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan hingga tahap produksi atau
menghasilkan
35. Areal kebun :
Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = NJOP tanah + Jumlah Investasi Tanaman
Perkebunan sesuai dengan SIT menurut umur tanaman
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERKEBUNAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
Pasal 3
36. Areal produktif :
Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = 8,5 x Hasil bersih setahun sebelum tahun pajak
berjalan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
A.Untuk HPH, HPHH, IPK, serta ijin sah lain selain HPHTI
Pasal 4
37. Areal hutan :
Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan tanaman
industri
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = NJOP tanah + jumlah biaya pembangunan
hutan tanaman industri menurut umur tanaman
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
B.Untuk HPHTI Pasal 5
38. Areal produktif :
Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam
atau diluar wilayah kuasa pertambangan
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan minyak dan gas bumi
dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
Pasal 6
39. Areal produktif :
Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam
atau diluar wilayah kuasa pertambangan
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan energi panas bumi/ listrik
dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
Pasal 7
40. Areal produktif :
Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam
atau diluar wilayah kuasa pertambangan
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = 9,5 x Hasil bersih galian tambang dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
DAN GALIAN C
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
Pasal 8
41. Areal produktif :
Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam
atau diluar wilayah kuasa pertambangan
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = Angka kapitalisasi tertentu X hasil bersih galian
tambang dalam setahun sebelum tahun pajak berjalan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS GALIAN C
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
Pasal 9
Catatan : NJOP atas Objek Pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan
Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama ditetapkan sesuai dengan yang
diatur dalam kontrak yang berlaku
(Pasal 10)
42. Areal penangkapan ikan :
Areal pembudidayaan ikan
Areal emplasemen dan areal lainnya
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = 10 x Hasil bersih ikan dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan
PENENTUAN BESARNYA NJOP
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
Pasal 11
NJOP = 8 x Hasil bersih ikan dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
43. Areal pembudidayaan ikan darat :
Areal emplasemen dan areal lainnya
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya + Standar biaya investasi tambak menurut
jenisnya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
Pasal 12
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
44. Areal tanah :
Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri, lapangan golf
serta tempat rekreasi
Areal perairan untuk kepentingan pembangkit listrik tenaga air
(PLTA)
Objek Pajak berupa bangunan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian
seperlunya
PENENTUAN BESARNYA NJOP
OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
NJOP = 10 X (10 % dari hasil bersih dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan)
Pasal 13
NJOP = Nilai jual yang ditentukan berdasarkan korelasi
garis lurus kesamping dengan klasifikasi NJOP
permukaan bumi berupa tanah sekitarnya
NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
45. PENENTUAN BESARNYA NJOP
OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998
Pasal 14
Besarnya NJOP atas Objek Pajak yang bersifat khusus atau objek lainnya dapat
ditentukan berdasarkan penilaian individual yang dilaksanakan oleh pejabat
fungsional penilai dan dibuatkan laporan penilaian kemudian ditetapkan oleh
Kakanwil DJP atas nama Menteri Keuangan
Objek Pajak Khusus adalah Objek Pajak yang memiliki jenis konstruksi khusus
baik ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk maupun keberadaannya
memiliki arti khusus seperti :
a. jalan tol
b. pelabuhan laut/sungai/udara
c. lapangan golf
d. industri semen/pupuk
e. PLTA, PLTU dan PLTG
f. pertambangan
g. tempat rekreasi
h. dan lain-lain yang sejenis