1. Allah membagi orang Islam ke dalam tiga kelompok berdasarkan kualitas keislamannya: yang kurang taat, yang cukup taat tetapi belum maksimal, dan yang taat secara maksimal.
2. Allah menjanjikan surga kepada ketiga kelompok tersebut, menunjukkan rahmat-Nya kepada semua orang Islam.
3. Kelompok pertama disebut terlebih dahulu untuk menenangkan hati mereka yang masih melakukan kesalahan."
1. Page 1 of 6
“Klasifikasi Orang Islam”
Setiap muslim – sebagaimana firman Allah dan sabda Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam – dijanjikan akan memeroleh kenikmatan tertinggi
dari Allah, yakni: “surga” sebagai balasan atas amal shalihnya, dengan
keberislamannya. Dan perolehan itu semata-mata karena maghfirah (ampunan)
dan rahmah (kasih sayang) dari Allah. Tetapi, kualifikasi keberislaman setiap
muslim – satu sama lain – tidak sama. Ada orang yang masih enggan untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan bahkan cenderung bersikap
minimalis; ada juga yang sudah berkesanggupan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, tetapi belum maksimal; dan ada juga yang sudah
berkesanggupan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara optimal.
Mereka – masing-masing – tetap dijanjikan oleh Allah untuk mendapatkan
surganya dengan nilai perolehan yang selaras dengan kualifikasi keislaman
masing-masing.
Di dalam QS Fâthir/35: 32 Allah berfirman:
َّم
ُ
ثَا
َ
ن
ْ
ثَرْو
َ
أَََابَتِك
ْ
الَََينِ
ّ
اَّلَا
َ
نْي
َ
ف َط ْاصََْنِمَا
َ
نِداَبِعَۖ
ْ
نِم
َ
فَْمُهََمِلا
َ
ظََِه ِس
ْ
فَ ن
ِِلَ
مُه
ْ
نِمَوََد ِصَت
ْ
ق
ُ
مََْمُه
ْ
نِمَوََقِابَسََِاتَ ْْيَْ
اْلِبََِن
ْ
ذِإِبََِ
ّ
اّللَۚ
َ
ذَٰ
َ
كِلَََو
ُ
هََ
ُ
ل
ْ
ض
َ
ف
ْ
الَ
َُْيِب
َ
ك
ْ
ال
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang
amat besar.”
Allah menyatakan: ‘betapa agung’ kemurahan dan kenikmatan-Nya
yang telah dicurahkan kepada umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Pilihan Allah kepada mereka, lantaran mereka umat yang sempurna dengan
akalnya, memiliki pemikiran terbaik, hati yang lunak, dan jiwa yang bersih.1
Secara khusus, Allah mewariskan kitab yang berisi kebenaran dan hidayah
hakiki (al-Qur`ân) kepada mereka. Kitab suci yang juga telah memuat
kandungan al-haq yang ada dalam Injil dan Taurat. Sebab, dua kitab tersebut
sudah tidak relevan untuk menjadi hidayah (panduan) bagi umat manusia,
lantaran telah terintervensi oleh campur tangan manusia.2
Di dalam ayat tersebut Allah mengklasifikasikan orang-orang yang
menerima al-Qur`ân (kaum muslimin), menjadi tiga macam. Golongan pertama
disebut zhâlimun li nafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Jenis terakhir
bergelar sâbiqun bil-khairât. Berikut penjelasan singkatnya.
1
Ibid.
2
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, juz II, hal. 1061-1062.
2. Page 2 of 6
Pertama: (zhâlimun li nafsih).
Makna zhâlimun li nafsih merupakan sebutan bagi orang Islam yang
berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan
tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk
dosa-dosa besar.3
Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allah, akan
tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang
dalam firman Allah berikut:4
ۚ
“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-
baurkan perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan
Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS at-Taubah/9: 102).
Kedua: (al-muqtashid)
Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat
kepada Allah tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-
ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Juga diperuntukkan bagi
orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-
larangan saja. Tidak lebih dari itu.5
Atau dalam pengertian lain, orang-orang
yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram,
namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan
perkara yang makruh.6
Golongan Ketiga: (sâbiqun bi al-khairât).
Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah dan
menjauhi muharramât (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak
lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan
yang bukan wajib untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.7
Atau mereka
adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan
3
Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhîm, juz VI, hal. 568, Al-Jazâiri, Aisar at-
Tafâsîr, hal, 1062.
4
Asy-Syinqîthi, Adhwâ al-Bayân, juz VI, hal. 164
5
Ibid.
6
Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhîm, juz VI, hal. 568,
7
Asy-Syinqîthi, Adhwâ al Bayân, juz VI, hal. 164.
3. Page 3 of 6
sunnah lagi menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.8
Ketika al-Qurthubi mengetengahkan sekian banyak pendapat ulama
berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas merupakan sesuatu yang
menarik. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhâsabah
(introspeksi) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia
termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau
menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.9
1. Janji Allah Kepada Orang Islam
Allah menjelaskan bahwa Dia (Allah) menjanjikan Jannatun-Na’îm
terhadap tiga kelompok orang Islam itu, dan Allah tidak akan pernah
mengingkari janji-Nya.
Allah berfirman:
ۖ
“(Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi
perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di
dalamnya adalah sutera.” (QS Fâthir/35: 33)
Janji Allah berupa Jannatun-Na’îm kepada semua kelompok tersebut,
digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh kelompok orang
yang disebut: zhâlimun li nafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini
termasuk arjâ âyât al-Qur`ân. Yaitu ayat al-Qur`ân yang sangat membekaskan
sikap optimisme umat yang sangat kuat. Tidak ada satu pun seorang muslim
yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan sebagai
dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di neraka. Karena,
golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus dibicarakan pada
ayat-ayat setelahnya, yaitu QS Fâthir/35: 36-37,
ۚ
ۚ
8
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, juz II, hal. 1062.
9
Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIV, hal. 302-303.
4. Page 4 of 6
ۖ
“Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan
sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah
Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam neraka
itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang
saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau
berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah
(azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.”
Syaikh 'Abd al-Muhsin al-‘Abbâd berkomentar tentang ayat di atas:
"Allah menyatakan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan
memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup
tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memeroleh hidayah
Islam dari Allah, maka tempat kembalinya adalah jannah (surga), kendati
golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezaliman yang
dilakukan terhadap diri sendiri”.10
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya
terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam beramal,
dan kedua golongan mayoritas adalah orang-orang yang amalannya buruk.
Allah berfirman:
ۚۖ
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (al-
Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat
makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka11
. Di antara mereka ada golongan yang
pertengahan12
. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”
(QS al-Mâ`idah/5: 66).
2. Mengapa “Zhâlimun Linafsih” Didahulukan Penyebutannya Dalam Ayat
Ini?
10
'Abd al-Muhsin al-‘Abbâd al-Badr, Kutub wa Rasâ`il, Min Kunûz al-Qur`an al-
Karîm, juz I, hal. 282.
11
Maksudnya: “Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan
menurunkan hujan dan menimbulkan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan yang buahnya melimpah ruah.”
12
Maksudnya: “Orang yang bersikap jujur dan bertindak ‘lurus’ dan tidak
menyimpang dari kebenaran.
5. Page 5 of 6
Mengapa klasifikasi zhâlimun li nafsih dikedepankan dalam memeroleh
janji Jannatun-Na’îm dibandingkan dua golongan lainnya (al-muqatshid dan
sâbiqûn bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang terendah dari
tiga golongan yang ada?
Para ulama telah mencoba menganalisis penyebabnya. Sebagian ulama
berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputusasaan dari
rahmat Allah, dan golongan sâbiqûn bil-khairat tidak silau dan terpedaya dengan
amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan, alasan mendahulukan
golongan zhâlimun li nafsih lantaran mayoritas penghuni surga berasal dari
golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah terjerumus dalam perbuatan
maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan firman Allah:
ۖ
ۗ
“Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan
amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia
meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS
Shâd/38: 24)
Secara lebih luas, al-Qurthubi telah memaparkan pendapat-pendapat
ulama yang lain dalam kitab tafsirnya.13
Kesimpulan dan ‘Ibrah
Kesimpulan dan pelajaran penting yang dapat diambil dari ayat tersebut
di atas ialah:
1. Di dalam ayat ini, Allah telah memuliakan umat (Nabi) Muhammad
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dengan memberikan anugerah kepada mereka
‘kitab (suci) al-Qur`an’, yang memuat kebenaran dan hidayah yang juga
terdapat di dalam kitab Injil dan Taurat.
2. Ayat ini menjelaskan, betapa luasnya rahmat Allah bagi umat (Nabi)
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dan lebih luas daripada umat-umat
terdahulu.
3. Ayat ini menjelaskan bahwa kaum muslimin terbagi menjagi tiga tingkatan
dalam beramal. Pertama, orang yang mezalimi diri mereka sendiri, yaitu:
13
Al-Qurthubi, al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, juz XIV, hal. 304.
6. Page 6 of 6
orang yang taat kepada Allah, akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-
Nya; kedua: orang yang berada posisi tengah (transisi); yaitu: orang-orang
yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan
haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan
melakukan perkara yang makruh; ketiga, orang yang berada pada posisi
ideal, yaitu: orang-orang yang telah berkemauan dan berkemampuan untuk
mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah, serta menjauhi
dosa-dosa besar dan kecil.14
4. Ayat ini menjelaskan artipenting: ‘kompetisi’ (berlomba-lomba) dalam
kebajikan, agar umat Islam ‘bisa’ menjadi model (teladan) bagi umat lain;
atau dengan kata lain: “menjadi yang pertama (yang mengawali) dan yang
utama (terbaik)”.
5. Ayat ini menjelaskan, bahwa orang yang berbuat dosa, ‘selain kufur dan
syirik’, tidak akan kekal di neraka, pada saatnya – dengan maghfirah
(ampunan) dan rahmah (kasih sayang) Allah, mereka akan menjadi penghuni
surga.
6. Ayat ini (juga) menjelaskan tentang ‘kenikmatan surgawi’, yang nilainya
sangat tinggi, dan semuanya – pada saatnya -- akan didapatkan oleh setiap
muslim, cepat atau lambat, bergantung pada kualifikasi masing.
Wallâhu a'lamu bish-shawâb.
(Disampaikan dalam acara: “Pengajian Rutin” (Mingguan), Ahad Pagi, 15
Maret 2015, di Halaman Gedung Islamic Centre, Madiun, Jawa Timur)
14
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, juz II, hal. 1062.