KH. Shiddiq al-Jawi, Maret 2020. POKOK BAHASAN:
(1) PENGERTIAN IHTIKAR (MENIMBUN BARANG)
(2) HUKUM IHTIKAR
(3) KRITIK TERHADAP PENDAPAT YANG MEMBATASI KEHARAMAN IHTIKAR
(4) KESIMPULAN
(5) DAFTAR PUSTAKA
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
Hukum Ihtikar
1. Oleh :
KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI
INSTITUT MUAMALAH INDONESIA
EDISI REVISI MARET 2020
HUKUM IHTIKAR (MENIMBUN
BARANG DAGANGAN)
2. POKOK BAHASAN
(1) PENGERTIAN IHTIKAR (MENIMBUN
BARANG)
(2) HUKUM IHTIKAR
(3) KRITIK TERHADAP PENDAPAT YANG
MEMBATASI KEHARAMAN IHTIKAR
(4) KESIMPULAN
(5) DAFTAR PUSTAKA
4. PENGERTIAN IHTIKAR
Ihtikar Menurut Pengertian Bahasa
(Etimologi) :
Ihtikar (االحتكار ) berakar dari kata jadian
(mashdar) al hakru (كرَح)ال atau al hukru (كرُحال ),
yang berarti :
منه الناس وحرمان وإمساكه ونحوه الطعام جمع
“Mengumpulkan makanan atau semisalnya
dan menahannya serta mencegah masyarakat
darinya.”
Ahmad Irfah, Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah,
hlm. 18
5. PENGERTIAN IHTIKAR
Ihtikar Menurut Pengertian Syariah Islam
(Terminologi) :
االحتكارهوجمعبأسعارغالية تباع حتى لغالءها ًاانتظار السلع
شراءها البلد أهل على يضيق بحيث
“Ihtikar adalah mengumpulkan barang
dagangan dengan maksud menunggu harganya
naik supaya barang dagangan itu dapat dijual
dengan harga mahal dalam keadaan
menyulitkan masyarakat untuk membelinya.”
Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al
Islam, hlm. 198
6. PENGERTIAN IHTIKAR
Dari definisi tersebut, yang disebut ihtikar
haruslah memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :
(1) ada aktivitas mengumpulkan barang
dagangan
(2) tujuan aktivitas itu adalah menunggu
harganya naik, supaya dapat dijual dengan
harga mahal
(3) aktivitas itu dilakukan dalam keadaan
menyulitkan masyarakat untuk
membelinya.
8. HUKUM IHTIKAR
Ihtikar secara mutlak hukumnya haram, baik
barang dagangannya berupa bahan makanan
pokok (al quut), spt beras, atau barang
dagangan lainnya, spt BBM.
Intinya, larangan ihtikar meliputi seluruh
barang dagangan, baik makanan pokok untuk
manusia (quut al adamiy), makanan pokok
untuk hewan (quut ad dawaab), maupun bukan
bukan makanan pokok,
baik berupa kebutuhan primer (sandang,
pangan, papan); sekunder (TV, HP, kendaraan);
atau tersier (mewah/lux), spt jam tangan mahal.
9. HUKUM IHTIKAR
Keharamannya didasarkan pada hadits-hadits
Nabi SAW yang melarang secara tegas (nahi
jazim) terhadap aktivitas ihtikar.
Hadits-hadits tersebut mempunyai pengertian
yang umum (mencakup segala barang
dagangan), dan bersifat mutlak (tanpa ada
batasan untuk barang dagangan tertentu.)
Menurut ilmu ushul fiqih, nash yang umum
dan mutlak tetap dalam keumuman dan
kemutlakannya, selama tidak terdapat nash
yang menjadi takhsis (pengecuali) atau
taqyiid (pembatas).
10. HUKUM IHTIKAR
Dalil-dalil yang mengharamkan ihtikar antara
lain :
أن العدوى هللا عبد بن معمر عن المسيب بن سعيد عن
قال وسلم عليه هللا صلى النبي:خاطئ إال يحتكر ال
Dari Said bin Al Musayyab RA dari Mu’ammar
bin Abdillah Al Aduwwi, bahwa Nabi SAW
bersabda : “Tidaklah melakukan penimbunan,
kecuali orang yang bersalah (berdosa).”
HR Muslim no 1605, Ahmad (6/400), Abu
Dawud no 3447.
11. HUKUM IHTIKAR
Imam Syaukani mensyarah (menjelaskan)
hadits di atas :
ألن الجواز عدم إفادة فى كاف خاطئ المحتكر بأن والتصريح
العاصي المذنب الخاطئ
“Ungkapan yang jelas bahwa orang yang
menimbun adalah orang yang bersalah,
cukuplah untuk menunjukkan tidak bolehnya
ihtikar, karena orang bersalah itu maksudnya
adalah orang yang berdosa yang berbuat
maksiat.”
Imam Syaukani, Nailul Authar, Juz 5 hlm. 267
12. HUKUM IHTIKAR
Imam Shan’ani mensyarah (menjelaskan)
hadits di atas :
على دالة أحاديث الباب وفى ، اآلثم العاصي هو الخاطئ
االحتكار تحريم
“Kata ‘orang yang bersalah’ (al khaathi`)
artinya adalah orang yang berbuat maksiat,
yang berdosa. Dan dalam bab ini terdapat
hadits-hadits yang menunjukkan keharaman
ihtikar.”
Imam Shan’ani, Subulus Salam, Juz 3 hlm. 44
13. HUKUM IHTIKAR
Dalil lainnya :
قال يسار بن معقل عن:عليه هللا صلى هللا رسول قال
عليهم ليغليه المسلمين أسعار من شيء فى دخل من وسلم
القيامة يوم النار من بعظم يقعده أن هللا على ًاحق كان
Dari Ma’qil bin Yasaar dia berkata,”Rasulullah
SAW telah bersabda,’Barangsiapa mencampuri
urusan harga-harga kaum muslimin untuk
menaikkan harganya atas mereka, maka
sungguh Allah akan menempatkan dia di suatu
tempat di neraka pada Hari Kiamat nanti.”
HR Thabrani; Imam Syaukani, Nailul Authar, Juz 5 hlm.
266
14. HUKUM IHTIKAR
Doktor Ahmad Irfah, dalam kitabnya Al Ihtikar
Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah, menjelaskan
hadits tersebut :
فى بمكان ذلك على يقدم من معاقبة على الحديث هذا دل
المحرم الرتكابه إال ذلك يكون وال ، النار
“Hadits ini menunjukkan hukuman bagi orang
yang melakukan hal itu [mencampuri persoalan
harga kaum muslimin] yaitu akan diletakkan di
suatu tempat di neraka. Hal ini tentu tidaklah
terjadi kecuali karena dia melakukan sesuatu
yang diharamkan.”
Ahmad Irfah, Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah
Muqaranah, hlm. 8
15. HUKUM IHTIKAR
Berdasarkan nash-nash hadits ini, jelaslah
bahwa keharaman ihtikar bersifat mutlak (tanpa
batasan pada komoditas tertentu) dan umum
(meliputi segala komodits).
Inilah pendapat rajih (kuat), di antara tiga
pendapat yang ada di kalangan ulama.
Inilah pendapat ulama Malikiyyah, Zhahiriyyah,
Imam Abu Yusuf dari mazhab Abu Hanifah,
Imam Syaukani, Imam Shan’ani, dan Imam
Taqiyuddin An Nabhani.
Ahmad Irfah, Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah
Muqaranah, hlm. 13.
17. HUKUM IHTIKAR
Ada dua pendapat yang marjuuh (lemah) yang
membatasi keharaman ihtikar, yaitu :
(1) Pendapat ulama Syafi’iyyah dan jumhur
ulama Hanabilah, yang mengatakan bahwa
keharaman ihtikar hanya khusus untuk
makanan pokok saja (al aqwaat).
(2) Satu pendapat dari ulama madzhab
Hanabilah, yang mengatakan bahwa keharaman
ihtikar hanya khusus untuk makanan pokok
manusia saja (quut al adamiy).
Ahmad Irfah, Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah
Muqaranah, hlm. 13
18. HUKUM IHTIKAR
Kelemahan dua pendapat lainnya tersebut
dikarenakan :
(1) Hadits yang mereka jadikan dasar merupakan
hadits dhaif (lemah).
Kelemahan hadits diterangkan oleh Dr. Ahmad Irfah
dalam kitabnya Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah
Muqaranah hlm. 12.
(2) Pemahaman (dirayah) terhadap hadits itu juga
tidak tepat, andaikata hadits itu shahih.
Kekeliruan pemahaman hadits diterangkan oleh
Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam An Nizham Al
Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 197-199.
19. HUKUM IHTIKAR
Hadits yang dijadikan sandaran a.l. :
هللا رسول سمعت قال عنه هللا رضى الخطاب بن عمر عن
طعامهم المسلمين على احتكر من قال وسلم عليه هللا صلى
واإلفالس بالجذام هللا ضربه
Dari Umar bin Khaththab RA dia berkata,”Aku
mendengar Rasulullah SAW
bersabda,’Barangsiapa menimbun atas kaum
muslimin makanan mereka, maka Allah akan
memukulnya dengan penyakit kusta dan
kebangkrutan.”
HR Ibnu Majah, no 2115
20. HUKUM IHTIKAR
Kata Imam Syaukani,”Dalam hadits Umar di
atas ada periwayat hadits bernama Al Haitsam
bin Rafi’, dimana Abu Dawud berkata,”Al
Haitsam bin Rafi’ meriwayatkan hadits munkar
(menyalahi periwayat yang tsiqah).”
Imam Adz Dzahabi berkata,”Inilah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, di dalam
sanadnya ada periwayat bernama Yahya Al
Makki, seorang yang majhuul (tak diketahui
identitasnya).”
Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, Juz 5 hlm.
266
21. HUKUM IHTIKAR
Kata Imam An Nabhani, hadits dengan kata
“tha’aam” (makanan) tidak dapat diamalkan
mafhum mukhalafah-nya (pengertian sebaliknya).
Artinya, jika ihtikar terhadap makanan dilarang,
tidak berarti ihtikar untuk selain makanan
dibolehkan.
Mafhum mukhalafah-nya tidak dapat diamalkan
karena kata “tha’aam” adalah isim jamid (nama
untuk sesuatu tertentu), bukan shifat/na’at yang
mempunyai mafhum mukhalafah.
Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi
Al Islam, hlm. 198.
22. HUKUM IHTIKAR
Secara teknis, mafhum mukhalafah ini disebut
dengan mafhum laqab, yaitu mafhum dari isim
jamid li musamma mu’ayyan (isim jamid sebagai
nama utk sesuatu tertentu).
Misalnya ada ungkapan bahasa Arab : akrim
Umar (artinya : muliakan Umar !)
Mafhum mukhalafah-nya (mafhum laqab), adalah
“Jangan muliakan selain Umar !”
Mafhum laqab seperti ini tidak dapat dibenarkan.
Demikian pula kata “tha’aam” dalam hadits-hadits
ttg ihtikar, merupakan isim jamid yang tidak dapat
ditarik mafhum mukhalafah-nya.
24. KESIMPULAN HUKUM IHTIKAR
Kesimpulan :
(1) Ihtikar adalah mengumpulkan barang
dagangan dengan maksud menunggu harganya
naik supaya barang dagangan itu dapat dijual
dengan harga mahal dalam keadaan
menyulitkan masyarakat untuk membelinya.
(2) Ihtikar hukumnya haram, dan
keharamannya bersifat umum (mencakup
segala barang dagangan), dan bersifat mutlak
(tanpa ada batasan untuk barang dagangan
tertentu). Wallahu a’lam.
26. DAFTAR BACAAN
Ad Duuri, Qahthan Abdurrahman, Al Ihtikar wa
Aatsaruhu fi Al Fiqh Al Islami, (Beirut : Kitab – Nasyirun),
2011.
An Nabhani, Taqiyuddin, An Nizham Al Iqtishadi fi Al
Islam, (Beirut : Darul Ummah), 2009.
Hubbulah, Haidar, “Fiqh Al Ihtikar fi Al Syari’ah Al
Islamiyyah”, dalam Ad Diraasaat fi Al Fiqh Al Islami Al
Mu’ashir, Jilid III, (t.tp : t.p), t.t.
Irfah, Ahmad, Al Ihtikar Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah,
(t.tp : t.p), t.t.
Syamsuddin, Muhammad Mahdiy, Al Ihtikar fi Al Syari’ah
Al Islamiyyah, (Beirut : Al Mu`assah Ad Dauliyyah li Ad
Diraasaat wa An Nasyr), 1998