SlideShare a Scribd company logo
1 of 3
Jadilah Pemimpin dan ’Bukan’ Penguasa

                          Oleh: Muhsin Hariyanto
        Ada sebuah adagium yang dianggap memiliki legalitas formal yang
hingga kini seolah-olah selalu bisa menjadi ’senjata pamungkas’ para
penguasa untuk memaksakan kehendak kepada rakyat mereka: ”hukmul
hâkimu ilzâmun wa yarfa’ul khilâf”. Kata dosen Ushul Fiqih ketika penulis
’kuliah’ di Fakultas Syari’ah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta, kurang lebih bermakna: ”setiap keputusan pemimpin bersifat
mengikat kepada setiap orang yang berada di bawah kepemimpinannya dan
selalu bisa diasumsikan sebagai solusi atas setiap perbedaan yang terjadi di
antara mereka”. Implikasinya, seolah-olah rakyat bisa dipaksa untuk taat
terhadap setiap keputusan pemerintah yang diasumsikan mewakili
kepemimpinan mereka, meskipum belum tentu keputusan itu merupakan
keputusan yang bijak dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahan legal-
formal apalagi moral-idealnya, Adagium itu, seringkali juga disertai dengan
adagium lain yang seolah-olah bisa dianggap menguatkan keabsahan
yuridis-formal dan moral-idealnya: ”tasharruful imâm ’alal ra’iyyati manûthun
bil mashlahah” (kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya diasumsikan selalu
-- bisa dipastikan -- diorientasikan kepada kemashlahatan). Oleh karenanya,
seolah-olah rakyat hanya boleh menyatakan ’setuju’ terhadap apa pun
keputusan pemerintah yang diasumsikan merepresentasikan
kepemimpinannya dengan sikap taqlid.
        Penulis sama sekali tidak ingin menggugat keabsahan kedua adagium
di atas, yang secara tekstual sudah menjadi bagian dari kaedah fiqhiyyah
yang dipercaya oleh para pembelajar ushul fiqih sebagai acuan beristinbâth.
Hanya saja, penulis selalu bertanya: ”adagium itu sebenarnya ditujukan
kepada siapa?” Apakah benar kedua adagium itu hanya ditujukan kepada
rakyat yang dipimpin oleh para pemimpin yang yang diasumsikan ’imun’
(ma’shûm). Atau kepada para pemimpin yang pada suatu saat bisa berbuat
salah dengan beragam kebijakannya? Atau, jangan-jangan kedua adagium
itu ditujukan kepada dua belah pihak – rakyat dan para pemimpin – yang
sama-sama harus selalu berpikir kritis terhadap setiap keputusan dan
kebijakan yang mereka pilih demi kemashlahatan mereka secara timbal-
balik?
       Melihat dengan logika ’mashlahat’, yang dalam kajian fiqih Islam
dikenalkan dalam teori maqâshid asy-syarî’ah, seharusnya para pemimpin
sadar bahwa apa pun yang menjadi pilihan mereka untuk menjalankan roda
kepemimpinannya tidak boleh tidak selamanya ’harus’ berpihak kepada
rakyat, istilah politiknya: ”pro-rakyat’. Sebagaimana peringatan dini
(warning) Nabi s.a.w.: ”kullukum râ’in, wa kullukum masûlun ’an ra’iyyatih”
(kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung
jawaban atas kepemimpinan kalian). (HR al-Bukhari-Muslim dari Abdullah
bin Umar). Jadi, kepempimpinan itu terkait dengan persoalan ’tanggung
jawab’, sehingga seorang pemimpin harus senantiasa berpikir bagaimana
menjadi ’sosok’ yang selalu bisa mempertanggungjawabkan setiap
keputusan dan kebijakannya kepada rakyat yang dipimpinnya (secara
horisontal), dan yang jauh lebih penting lagi, ketika sadar akan posisi
kekhalifahannya, harus bisa mempertanggungjawabkan – secara vertikal --
setiap keputusan dan kebijakannya kepada Tuhan (Allah).
       Seorang pemimpin selalu menyandang dua predikat: khalîfah dan
imâm. Dalam bahasa Indonesia, arti kedua kata itu sama: pemimpin atau
penguasa. Tetapi secara hakiki, maknanya berbeda. Kata khalîfah berakar dari
kata khalafa. Artinya, menunjuk pada seseorang yang berada 'di belakang'.
Itulah sebabnya mengapa khalîfah dimaknai sebagai seseorang yang
menggantikan tokoh yang ada 'di depan' (pendahulunya). Seorang
pemimpin disebut khalîfatullâh, karena dia berada ’di belakang Allah’, dalam
pengertian mewakili Allah dalam memimpin manusia yang dipimpinnya,
sehingga dia harus mempertanggungjawabkan seluruh tindakannya kepada
Allah. Sedangkan kata imâm adalah orang yang ada 'di depan.' Kata ini
sering dimaknai sebagai tokoh teladan: terdepan dalam segala tingkah-laku
kebaikan, santun, terpuji, bermoral tinggi, bijaksana, rendah hati, dan yang
paling utama: memiliki keimanan dan ketakwaan yang memadai sebagai
’Sang Teladan’ bagi orang-orang yang dipimpinnya, sehingga dirinya bisa
menjadi panutan yang sejati bagi rakyatnya, karena keputusan dan
kebijakannya yang selalu pro-mashlahah dan anti-mafsadah bagi rakyat
yang dipimpinnya.
        Nabi Muhammad s.a.w., misalnya, sebenarnya bisa saja memainkan
peran penguasa dengan kekuasaan luar biasa besar, tetapi karena jiwa
kepemimpinannya yang utuh (penuh intigritas), beliau lebih memilih
menjadi 'pemimpin' sejati. Dalam konteks politik, secara sederhana,
pemimpin itu bisa kita kiaskan seperti seorang presiden yang dipilih oleh
rakyat, sementara itu ’penguasa’ seperti seorang raja yang mengangkat
dirinya (meskipun) tanpa persetujuan rakyatnya. Namun, tidak sedikit
presiden yang memainkan peran sebagai ’raja’ yang serba ingin berkuasa
tanpa ’ingat’ kehendak rakyatnya. Bahkan, karena arogansinya bisa jadi
merasa menjadi ’penguasa tunggal’ yang kekuasaannya tak bisa dikontrol
oleh rakyatnya. Padahal, pemimpin dan penguasa itu adalah dua jabatan,
dua tipe, dua amanat yang dalam konteks kepemimpinannya sering
’bertolak belakang’. Meminjam istilah Emha Ainun Nadjib (sebagai
budayawan), penguasa mengelola kekuasaan dirinya atas kehendak banyak
orang, sedangkan pemimpin mengelola cinta dan sistem penyejahteraan.
Bahkan -- secara umum -- Prof.Dr.HM. Quraish Shihab, M.A. menyimpulkan
dari firman Allah SWT: "(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan." (QS al-Hajj [22]: 41), bahwa pemimpin
memiliki tanggung jawab yang luas sekali, menyangkut kewajiban menjalin
hubungan kepada Allah, dengan masyarakat, alam semesta, berbuat baik,
mencegah keburukan baik menurut agama, sosial, politik, maupun budaya.
       Bepijak dari uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pemimpin
yang memahami arti tanggung jawabnya seperti inilah yang seharusnya kita
pilih untuk memimpin negara dan bangsa ini, termasuk di negeri kita
tercinta ’Indonesia’. Bukan pemimpin yang ’sok kuasa’, yang
mengasumsikan bahwa semua keputusan dan kebijakannya ’selalu benar’,
dan berkecenderungan selalu ingin memaksakan kehendaknya kepada
rakyat, meskipun ternyata keputusan dan kebijakannya lebih pantas
dianggap ’salah’ dan bisa berujung pada kemadharatan bagi rakyatnya.
      Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.
Penulis adalah Dosen Tetap FAI-UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap
STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta

More Related Content

What's hot

Reformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulamaReformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulamaAbdul Ghani
 
Isu isu kontemporer dalam islam
Isu isu kontemporer dalam  islamIsu isu kontemporer dalam  islam
Isu isu kontemporer dalam islamLBB. Mr. Q
 
Pendahuluan akhlak arsyad
Pendahuluan akhlak arsyadPendahuluan akhlak arsyad
Pendahuluan akhlak arsyadArsyad Qolbun
 
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALAMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALAisyah Razak
 

What's hot (6)

Reformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulamaReformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulama
 
Isu isu kontemporer dalam islam
Isu isu kontemporer dalam  islamIsu isu kontemporer dalam  islam
Isu isu kontemporer dalam islam
 
Resume Hadis Tematik Muhammad Syawaluddin Matondang. SM V MD-C FDK UINSU 2019
Resume Hadis Tematik Muhammad Syawaluddin Matondang. SM V MD-C FDK UINSU 2019Resume Hadis Tematik Muhammad Syawaluddin Matondang. SM V MD-C FDK UINSU 2019
Resume Hadis Tematik Muhammad Syawaluddin Matondang. SM V MD-C FDK UINSU 2019
 
Pendahuluan akhlak arsyad
Pendahuluan akhlak arsyadPendahuluan akhlak arsyad
Pendahuluan akhlak arsyad
 
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALAMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
 
Syura' Bukan Demokrasi
Syura' Bukan DemokrasiSyura' Bukan Demokrasi
Syura' Bukan Demokrasi
 

Viewers also liked

Jujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamatJujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamatMuhsin Hariyanto
 
Berkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarangBerkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarangMuhsin Hariyanto
 
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa
Jadilah pemimpin dan bukan penguasaJadilah pemimpin dan bukan penguasa
Jadilah pemimpin dan bukan penguasaMuhsin Hariyanto
 
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asaMuhsin Hariyanto
 
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01Muhsin Hariyanto
 
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamîn
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamînKoreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamîn
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamînMuhsin Hariyanto
 
Fatwa 17 2007_shalat_iftitah
Fatwa 17 2007_shalat_iftitahFatwa 17 2007_shalat_iftitah
Fatwa 17 2007_shalat_iftitahMuhsin Hariyanto
 
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsanMenuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsanMuhsin Hariyanto
 
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawiRingkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawiMuhsin Hariyanto
 
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?olivier
 
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014olivier
 

Viewers also liked (19)

Jujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamatJujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamat
 
Ucapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâhUcapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâh
 
Berkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarangBerkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarang
 
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa
Jadilah pemimpin dan bukan penguasaJadilah pemimpin dan bukan penguasa
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa
 
Beristi'adzah
Beristi'adzahBeristi'adzah
Beristi'adzah
 
Menyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirriMenyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirri
 
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
 
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01
Termuliakan dengan menjadi sang pemaaf 01
 
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamîn
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamînKoreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamîn
Koreksi atas salah kaprah pemahaman tentang rahmatan li al-âlamîn
 
Makna muhsinin 01
Makna muhsinin 01Makna muhsinin 01
Makna muhsinin 01
 
Fatwa 17 2007_shalat_iftitah
Fatwa 17 2007_shalat_iftitahFatwa 17 2007_shalat_iftitah
Fatwa 17 2007_shalat_iftitah
 
Sang calon penghuni surga
Sang calon penghuni surgaSang calon penghuni surga
Sang calon penghuni surga
 
Salah faham terhadap doa
Salah faham terhadap doaSalah faham terhadap doa
Salah faham terhadap doa
 
Memahami makna zuhud 01
Memahami makna zuhud 01Memahami makna zuhud 01
Memahami makna zuhud 01
 
Al hilm
Al hilmAl hilm
Al hilm
 
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsanMenuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
 
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawiRingkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
 
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
 
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
 

Similar to Pemimpin dan Penguasa

Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamKepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamPEMPROP JABAR
 
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.docKepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.docaslah6
 
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdf
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdfHadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdf
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdfmusyaffazaim
 
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut Islam
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut IslamKelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut Islam
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut IslamAr Rayyan
 
Konsep Siasah Syari’yyah
Konsep Siasah Syari’yyahKonsep Siasah Syari’yyah
Konsep Siasah Syari’yyahAr Rayyan
 
Paper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnyaPaper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnyaYusuf Darismah
 
Kepimpinan islam
Kepimpinan islamKepimpinan islam
Kepimpinan islamHelmon Chan
 
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah Kuliah 1 Show
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah   Kuliah 1 ShowPresentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah   Kuliah 1 Show
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah Kuliah 1 ShowMarhamah Saleh
 
Kelompok 7 pemimpin dan jabatan
Kelompok 7  pemimpin dan jabatanKelompok 7  pemimpin dan jabatan
Kelompok 7 pemimpin dan jabatan-
 
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'Ana Zuliyanti
 
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarangEmas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarangEmas Agus Prastyo Wibowo
 
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdf
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdfKsatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdf
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdfKATADOA
 
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptxMHasibuddinHasibuddi
 

Similar to Pemimpin dan Penguasa (20)

Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamKepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
 
Pemimpin STAF
Pemimpin STAFPemimpin STAF
Pemimpin STAF
 
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.docKepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
 
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdf
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdfHadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdf
Hadist Sosial_ Siti Lilis kudsiyah.pdf
 
Politik islam
Politik islamPolitik islam
Politik islam
 
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut Islam
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut IslamKelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut Islam
Kelayakan & Ciri2 Pemimpin Terbaik Menurut Islam
 
Konsep Siasah Syari’yyah
Konsep Siasah Syari’yyahKonsep Siasah Syari’yyah
Konsep Siasah Syari’yyah
 
Paper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnyaPaper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnya
 
Kepimpinan islam
Kepimpinan islamKepimpinan islam
Kepimpinan islam
 
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah Kuliah 1 Show
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah   Kuliah 1 ShowPresentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah   Kuliah 1 Show
Presentasi Fiqh Siyasah Dan Muamalah Kuliah 1 Show
 
144626783 pemimpin-dalam-islam
144626783 pemimpin-dalam-islam144626783 pemimpin-dalam-islam
144626783 pemimpin-dalam-islam
 
144626783 pemimpin-dalam-islam
144626783 pemimpin-dalam-islam144626783 pemimpin-dalam-islam
144626783 pemimpin-dalam-islam
 
Teori kepimpinan
Teori kepimpinan Teori kepimpinan
Teori kepimpinan
 
Kelompok 7 pemimpin dan jabatan
Kelompok 7  pemimpin dan jabatanKelompok 7  pemimpin dan jabatan
Kelompok 7 pemimpin dan jabatan
 
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'
Makalah PAI 'Kepemimpinan Islam'
 
33488503 carilah-pemimpin-bertaqwa
33488503 carilah-pemimpin-bertaqwa33488503 carilah-pemimpin-bertaqwa
33488503 carilah-pemimpin-bertaqwa
 
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarangEmas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang
 
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdf
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdfKsatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdf
Ksatriasyair_Kitab Muqaddimah_Ibnu Khaldun.pdf
 
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx
04. Kepemimpinan Dalam Alquran.pptx
 
POLITIK DALAM ISLAM.docx
POLITIK DALAM ISLAM.docxPOLITIK DALAM ISLAM.docx
POLITIK DALAM ISLAM.docx
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Pemimpin dan Penguasa

  • 1. Jadilah Pemimpin dan ’Bukan’ Penguasa Oleh: Muhsin Hariyanto Ada sebuah adagium yang dianggap memiliki legalitas formal yang hingga kini seolah-olah selalu bisa menjadi ’senjata pamungkas’ para penguasa untuk memaksakan kehendak kepada rakyat mereka: ”hukmul hâkimu ilzâmun wa yarfa’ul khilâf”. Kata dosen Ushul Fiqih ketika penulis ’kuliah’ di Fakultas Syari’ah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, kurang lebih bermakna: ”setiap keputusan pemimpin bersifat mengikat kepada setiap orang yang berada di bawah kepemimpinannya dan selalu bisa diasumsikan sebagai solusi atas setiap perbedaan yang terjadi di antara mereka”. Implikasinya, seolah-olah rakyat bisa dipaksa untuk taat terhadap setiap keputusan pemerintah yang diasumsikan mewakili kepemimpinan mereka, meskipum belum tentu keputusan itu merupakan keputusan yang bijak dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahan legal- formal apalagi moral-idealnya, Adagium itu, seringkali juga disertai dengan adagium lain yang seolah-olah bisa dianggap menguatkan keabsahan yuridis-formal dan moral-idealnya: ”tasharruful imâm ’alal ra’iyyati manûthun bil mashlahah” (kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya diasumsikan selalu -- bisa dipastikan -- diorientasikan kepada kemashlahatan). Oleh karenanya, seolah-olah rakyat hanya boleh menyatakan ’setuju’ terhadap apa pun keputusan pemerintah yang diasumsikan merepresentasikan kepemimpinannya dengan sikap taqlid. Penulis sama sekali tidak ingin menggugat keabsahan kedua adagium di atas, yang secara tekstual sudah menjadi bagian dari kaedah fiqhiyyah yang dipercaya oleh para pembelajar ushul fiqih sebagai acuan beristinbâth. Hanya saja, penulis selalu bertanya: ”adagium itu sebenarnya ditujukan kepada siapa?” Apakah benar kedua adagium itu hanya ditujukan kepada rakyat yang dipimpin oleh para pemimpin yang yang diasumsikan ’imun’ (ma’shûm). Atau kepada para pemimpin yang pada suatu saat bisa berbuat salah dengan beragam kebijakannya? Atau, jangan-jangan kedua adagium itu ditujukan kepada dua belah pihak – rakyat dan para pemimpin – yang sama-sama harus selalu berpikir kritis terhadap setiap keputusan dan kebijakan yang mereka pilih demi kemashlahatan mereka secara timbal- balik? Melihat dengan logika ’mashlahat’, yang dalam kajian fiqih Islam dikenalkan dalam teori maqâshid asy-syarî’ah, seharusnya para pemimpin sadar bahwa apa pun yang menjadi pilihan mereka untuk menjalankan roda kepemimpinannya tidak boleh tidak selamanya ’harus’ berpihak kepada rakyat, istilah politiknya: ”pro-rakyat’. Sebagaimana peringatan dini (warning) Nabi s.a.w.: ”kullukum râ’in, wa kullukum masûlun ’an ra’iyyatih” (kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian). (HR al-Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Umar). Jadi, kepempimpinan itu terkait dengan persoalan ’tanggung
  • 2. jawab’, sehingga seorang pemimpin harus senantiasa berpikir bagaimana menjadi ’sosok’ yang selalu bisa mempertanggungjawabkan setiap keputusan dan kebijakannya kepada rakyat yang dipimpinnya (secara horisontal), dan yang jauh lebih penting lagi, ketika sadar akan posisi kekhalifahannya, harus bisa mempertanggungjawabkan – secara vertikal -- setiap keputusan dan kebijakannya kepada Tuhan (Allah). Seorang pemimpin selalu menyandang dua predikat: khalîfah dan imâm. Dalam bahasa Indonesia, arti kedua kata itu sama: pemimpin atau penguasa. Tetapi secara hakiki, maknanya berbeda. Kata khalîfah berakar dari kata khalafa. Artinya, menunjuk pada seseorang yang berada 'di belakang'. Itulah sebabnya mengapa khalîfah dimaknai sebagai seseorang yang menggantikan tokoh yang ada 'di depan' (pendahulunya). Seorang pemimpin disebut khalîfatullâh, karena dia berada ’di belakang Allah’, dalam pengertian mewakili Allah dalam memimpin manusia yang dipimpinnya, sehingga dia harus mempertanggungjawabkan seluruh tindakannya kepada Allah. Sedangkan kata imâm adalah orang yang ada 'di depan.' Kata ini sering dimaknai sebagai tokoh teladan: terdepan dalam segala tingkah-laku kebaikan, santun, terpuji, bermoral tinggi, bijaksana, rendah hati, dan yang paling utama: memiliki keimanan dan ketakwaan yang memadai sebagai ’Sang Teladan’ bagi orang-orang yang dipimpinnya, sehingga dirinya bisa menjadi panutan yang sejati bagi rakyatnya, karena keputusan dan kebijakannya yang selalu pro-mashlahah dan anti-mafsadah bagi rakyat yang dipimpinnya. Nabi Muhammad s.a.w., misalnya, sebenarnya bisa saja memainkan peran penguasa dengan kekuasaan luar biasa besar, tetapi karena jiwa kepemimpinannya yang utuh (penuh intigritas), beliau lebih memilih menjadi 'pemimpin' sejati. Dalam konteks politik, secara sederhana, pemimpin itu bisa kita kiaskan seperti seorang presiden yang dipilih oleh rakyat, sementara itu ’penguasa’ seperti seorang raja yang mengangkat dirinya (meskipun) tanpa persetujuan rakyatnya. Namun, tidak sedikit presiden yang memainkan peran sebagai ’raja’ yang serba ingin berkuasa tanpa ’ingat’ kehendak rakyatnya. Bahkan, karena arogansinya bisa jadi merasa menjadi ’penguasa tunggal’ yang kekuasaannya tak bisa dikontrol oleh rakyatnya. Padahal, pemimpin dan penguasa itu adalah dua jabatan, dua tipe, dua amanat yang dalam konteks kepemimpinannya sering ’bertolak belakang’. Meminjam istilah Emha Ainun Nadjib (sebagai budayawan), penguasa mengelola kekuasaan dirinya atas kehendak banyak orang, sedangkan pemimpin mengelola cinta dan sistem penyejahteraan. Bahkan -- secara umum -- Prof.Dr.HM. Quraish Shihab, M.A. menyimpulkan dari firman Allah SWT: "(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS al-Hajj [22]: 41), bahwa pemimpin memiliki tanggung jawab yang luas sekali, menyangkut kewajiban menjalin
  • 3. hubungan kepada Allah, dengan masyarakat, alam semesta, berbuat baik, mencegah keburukan baik menurut agama, sosial, politik, maupun budaya. Bepijak dari uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pemimpin yang memahami arti tanggung jawabnya seperti inilah yang seharusnya kita pilih untuk memimpin negara dan bangsa ini, termasuk di negeri kita tercinta ’Indonesia’. Bukan pemimpin yang ’sok kuasa’, yang mengasumsikan bahwa semua keputusan dan kebijakannya ’selalu benar’, dan berkecenderungan selalu ingin memaksakan kehendaknya kepada rakyat, meskipun ternyata keputusan dan kebijakannya lebih pantas dianggap ’salah’ dan bisa berujung pada kemadharatan bagi rakyatnya. Wallâhu A’lamu bish-Shawâb. Penulis adalah Dosen Tetap FAI-UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta