Dokumen tersebut membahas tentang makna dan hakikat dari zuhud menurut ajaran Islam. Zuhud dijelaskan sebagai sikap menghindari keinginan duniawi secara berlebihan dan hanya mengambil kebutuhan yang diperlukan secara syar'i. Rasulullah mencontohkan hidup yang sederhana walaupun bekerja sangat keras. Tujuan utama seorang mukmin adalah keridhaan Allah, bukan kebahagiaan duniawi
1. Memahami Makna Zuhud
Prolog
Akhir-akhir ini banyak orang yang – karena keinginannya –
bersikap zuhud, tetapi pelaksanaannya justeru terkesan
‘berlebihan’ dan bahkan menyalahi konsep dasarnya.
Sehingga seolah-olah Islam – dengan pengamalan zuhud
umatnya --- telah mengajarkan kepada umatnya untuk
menjadi manusia dan komunitas ‘antidunia’. Mereka tidak
mau menjadi orang kaya, orang pintar dan memiliki
jabatan yang tinggi, karena kekhawatirannya akan
‘terjebak’ ke dalam lembah kemaksiatan. Padahal, bagi
seorang zahid (seorang yang bersikap zuhud), semua itu
sangat bergantung pada ‘bagaimana’ dia menyikapinya.
Bahkan, seorang zahid sejati, ‘dunia’ dan segala macam
kenikmatan yang ada di dalamnya bisa dia gunakan –
secara optimal -- sebagai jembatan emas menuju ridha
Allah, sehingga ‘Dia’ bisa memeroleh dua kebahagiaan
sejati dalam satu kesempatan: “kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi’.
Zuhud adalah salah satu akhlak utama seorang muslim. Terutama
saat di hadapannya terbentang lebar kesempatan untuk meraih dunia
dengan segala macam perbendaharaannnya. Apakah itu kekuasaan, harta,
kedudukan, dan segala fasilitas lainnya. Karenanya, zuhud adalah
karakteristik dasar yang membedakan antara seorang mukmin sejati dengan
mukmin awam. Jika tidak memiliki keistimewaan dengan karakteristik ini,
seorang mukmin tidak dapat dibedakan lagi dari mayoritas manusia yang
terkena fitnah dunia. Apalagi seorang bagi para pempimpin umat (ulama
dan umara’).
Rasulullah s.a.w. bersabda,
ديِ يْ أَ فيِ ماَ فيِ دْ هَ زْ واَ ، هُ لّ ال كَ بّ حِ يُ ياَ نْ دّ ال فيِ دْ هَ زْ ا
ناسّ ال كَ بّ حِ يُ سِ ناّ .ال
1
2. ”Zuhudlah terhadap apa yang ada di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan
zuhudlah terhadap apa yang ada di sisi manusia, maka manusia pun akan
mencintaimu” (HR Ibnu Majah, ath-Thabrani, Ibnu Hibban dan Al-Hakim
dari Sahal bin Sa’ad as-Sa’idi)
Makna dan Hakikat Zuhud
Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap dalam hadis Nabi s.a.w..
Misalnya, beliau pernah bersabda,
.فيِ نْ كُ لٍ بيِ سَ رُ بِ عاَ وْ أَ ، بٌ ريِ غَ كَ نّ أَ كَ ياَ نْ دّ ال فيِ نْ كُ
رَ مَ عُ نُ بْ ا نَ كاَ وَ ، لٍ بيِ سَ رُ بِ عاَ وْ أَ ، بٌ ريِ غَ كَ نّ أَ كَ ياَ نْ دّ ال
تَ حْ بَ صْ أَ ذاَ إِ وَ ، حَ باَ صّ ال رِ ظِ تَ نْ تَ لَ فَ تَ يْ سَ مْ أَ ذاَ إِ لُ قوُ يَ
نْ مِ وَ كَ ضِ رَ مَ لِ كَ تِ حّ صِ نْ مِ ذْ خُ وَ ءَ ساَ مَ لْ ا رِ ظِ تَ نْ تَ لَ فَ
كَ تِ وْ مَ لِ كَ تِ ياَ حَ .
“Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara."
Ibnu Umar juga berkat:; 'Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu
menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka
janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu,
dan hidupmu sebelum matimu.” (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Majah,
Ahmad bin Hanbal’ Ibnu Hibban, Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari
Abdullah bin Umar).
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. mencontohkan langsung kepada para
sahabat dan umatnya bagaimana hidup di dunia. Beliau adalah orang yang
paling rajin bekerja dan beramal shalih, paling semangat dalam ibadah,
paling gigih dalam berjihad. Tetapi pada saat yang sama beliau tidak
mengambil hasil dari semua jerih payahnya di dunia berupa harta dan
kenikmatan dunia. Kehidupan Rasulullah s.a.w. sangat sederhana dan
bersahaja. Beliau lebih mementingkan kebahagiaan hidup di akhirat dan
keridhaan Allah SWT.
2
3. Ibnu Mas’ud r.a. melihat Rasulullah s.a.w. tidur di atas kain tikar
yang lusuh sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata,
نَ مِ كَ قيِ يَ شاً راَ فِ كَ لَ ناَ ذْ خَ تّ ا ناَ تَ رْ مَ أَ وْ لَ اِ لَ سوُ رَ ياَ
:ماَ نّ إِ ،ياَ نْ دّ والَ ناَ أَ ماَ وَ ،ياَ نْ دّ للِ وَ ليِ ماَ لَ قاَ فَ ر؟ِ صيِ حَ لْ ا
مّ ثُ ةٍ رَ جَ شَ تَ حْ تَ لّ ظَ تَ سْ ا بٍ كِ راَ كَ ياَ نْ دّ ال لُ ثَ مَ وَ ليِ ثَ مَ
هاَ كَ رْ تَ وَ حَ راَ .
”Wahai Rasulullah s.a.w., bagaimana kalau saya ambilkan untukmu kasur?” Maka
Rasulullah s.a.w. menjawab, ”Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia
seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi dan
meninggalkannya.” (HR at-Tirmidzi)
Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud. Secara syar’i,
zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan.
Abu Idris Al-Khaulani berkata, ”Zuhud terhadap dunia bukanlah
mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. Akan tetapi (zuhud
terhadap dunia adalah) lebih menyakini apa yang ada di sisi Allah
ketimbang apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita ditimpa musibah,
maka kita sangat berharap untuk mendapatkan pahala. Bahkan ketika
musibah itu masih bersama kita, kita pun berharap bisa menambah dan
menyimpan pahalanya.” Ibnu Khafif berkata, ”Zuhud adalah menghindari
dunia tanpa terpaksa.” Ibnu Taimiyah berkata: ”Zuhud adalah
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat nanti, sedangkan Wara’
adalah meninggalkan sesuatu yang ditakuti bahayanya di akhirat nanti.”
Rasulullah s.a.w. juga bersabda,
نْ أَ شىَ خْ أَ نيّ كِ لَ وَ مْ كُ يْ لَ عَ شىَ خْ أَ رَ قْ فَ لْ ا ماَ هِ لّ والَ فَ
مْ كُ لَ بْ قَ نْ مَ لىَ عَ تْ طَ سِ بُ ماَ كَ ياَ نْ دّ ال مُ كُ يْ لَ عَ طَ سَ بْ تُ
همُ تْ كَ لَ هْ أَ ماَ كَ مْ كُ كَ لِ هْ تُ وَ هاَ سوُ فَ ناَ تَ ماَ كَ هاَ سوُ فَ ناَ تَ فَ .
3
4. “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takuti atas kalian, tetapi aku takut pada
kalian dibukakannya dunia bagi kalian sebagaimana telah dibuka bagi umat sebelum
kalian. Kemudian kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan
menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (Muttafaqun
‘Alaihi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Dalama hadis lainnya, Rasulullah s.a.w. bersabda,
مْ كُ دُ حَ أَ لُ عَ جْ يَ ماَ لُ ثَ مَ لّ إِ ، ةِ رَ خِ ال فيِ ياَ نْ دّ ال لُ ثَ مَ ماَ
عُ جِ رْ يَ مَ بِ رْ ظُ نْ يَ لْ فَ ، مّ يَ لْ ا فيِ هُ عَ بَ صْ إِ .
“Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang menyelupkan
tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa yang tersisa.” (HR Muslim dan Ibnu
Majah dari Mustaurid)
Tanda-tanda Zuhud
Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud,
yaitu: pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih
karena hal yang hilang. Kedua, sama saja di sisinya orang yang mencela dan
mencacinya, baik terkait dengan harta maupun kedudukan. Ketiga,
hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh
lezatnya ketaatan. Karena hati tidak dapat terbebas dari kecintaan.
Tingkatan Zuhud
Zuhud orang-orang beriman memiliki tingkatan. (1) zuhud terhadap
yang haram, (2) zuhud terhadap yang makruh, (3) zuhud terhadap yang
syubhat, dan (4) zuhud terhadap segala urusan dunia yang tidak ada
manfaatnya untuk kebaikan hidup di akhirat.
Zuhud terhadap yang haram hukumnya wajib. Orang-orang beriman
harus zuhud atau meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan Allah.
Bahkan sifat-sifat orang beriman, bukan hanya meninggalkan yang
diharamkan, tetapi meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.
Kualitas keimanan dan keislaman seseorang sangat terkait dengan
kemampuannya dalam meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.
4
5. Rasulullah s.a.w. bersabda,
نّ إِهِ نيِ عْ يَ لَ ماَ هُ كُ رْ تَ ءِ رْ مَ لْ ا مِ لَ سْ إِ نِ سْ حُ نْ مِ .
”Sesungguhnya di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-
hal yang tidak berguna.” (HR At-Tirmidzi dari Ali bin Husain)
Imam Ahmad mengatakan, ”Zuhud ada tiga bentuk. Pertama,
meninggalkan sesuatu yang haram, dan ini adalah zuhudnya orang pada
umumnya (‘awwâm). Kedua, meninggalkan berlebihan terhadap yang halal,
ini adalah zuhudnya golongan yang khusus (khawwâsh). Ketiga,
meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkannya dari mengingat Allah,
dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang meiliki sikap (‘ârif).”
Epilog: “Kesalahpahaman terhadap Zuhud”
Banyak orang yang salah paham terhadap zuhud. Banyak
yang mengira kalau zuhud adalah meninggalkan harta,
menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan
yang halal. Tidak demikian, karena meninggalkan harta
adalah sangat mudah, apalagi jika mengharapkan pujian
dan popularitas dari orang lain. Zuhud yang demikian
sangat dipengaruhi oleh pikiran sufi yang berkembang di
dunia Islam. Kerja mereka cuma minta-minta mengharap
sedekah dari orang lain, dengan mengatakan bahwa dirinya
ahli ibadah atau keturunan Rasulullah s.a.w.. Padahal Islam
mengharuskan umatnya agar memakmurkam bumi,
bekerja, dan menguasai dunia, tetapi pada saat yang sama
tidak tertipu oleh dunia. Segala yang halal itu jelas dan
segala yang haram itu jelas, di antara keduanya ada yang
syubhat yang harus kita jauhi dan tinggalkan. Semoga
Allah menjadi kita bagian orang yang zuhud dan diberi kita
pemimpin zuhud yang membimbing kita dalam
memakmurkan dunia, dengan tetap ingat kepada Allah.
5
6. Rasulullah s.a.w. bersabda,
نّ إِهِ نيِ عْ يَ لَ ماَ هُ كُ رْ تَ ءِ رْ مَ لْ ا مِ لَ سْ إِ نِ سْ حُ نْ مِ .
”Sesungguhnya di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-
hal yang tidak berguna.” (HR At-Tirmidzi dari Ali bin Husain)
Imam Ahmad mengatakan, ”Zuhud ada tiga bentuk. Pertama,
meninggalkan sesuatu yang haram, dan ini adalah zuhudnya orang pada
umumnya (‘awwâm). Kedua, meninggalkan berlebihan terhadap yang halal,
ini adalah zuhudnya golongan yang khusus (khawwâsh). Ketiga,
meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkannya dari mengingat Allah,
dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang meiliki sikap (‘ârif).”
Epilog: “Kesalahpahaman terhadap Zuhud”
Banyak orang yang salah paham terhadap zuhud. Banyak
yang mengira kalau zuhud adalah meninggalkan harta,
menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan
yang halal. Tidak demikian, karena meninggalkan harta
adalah sangat mudah, apalagi jika mengharapkan pujian
dan popularitas dari orang lain. Zuhud yang demikian
sangat dipengaruhi oleh pikiran sufi yang berkembang di
dunia Islam. Kerja mereka cuma minta-minta mengharap
sedekah dari orang lain, dengan mengatakan bahwa dirinya
ahli ibadah atau keturunan Rasulullah s.a.w.. Padahal Islam
mengharuskan umatnya agar memakmurkam bumi,
bekerja, dan menguasai dunia, tetapi pada saat yang sama
tidak tertipu oleh dunia. Segala yang halal itu jelas dan
segala yang haram itu jelas, di antara keduanya ada yang
syubhat yang harus kita jauhi dan tinggalkan. Semoga
Allah menjadi kita bagian orang yang zuhud dan diberi kita
pemimpin zuhud yang membimbing kita dalam
memakmurkan dunia, dengan tetap ingat kepada Allah.
5