Makalah ini membahas tentang fikih dan sistem hukum Islam. Pembahasan mencakup teori-teori berlakunya hukum Islam di Indonesia seperti teori receptio in complexu, teori receptie, teori interdependensi, dan teori sinkretisme. Selain itu, dibahas pula tentang hukum Islam sebagai norma hukum yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul.
1. FIKIH DAN SISTEM HUKUM ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fikih
Dosen Pengampu : Bapak Saifudin Zuhri
Disusun oleh :
1. Siti Khoirun Nisa’ (1703036003)
2. Siti Nur Shobiyah (1703036036)
3. Afifah Indrawati (1703036040)
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai hukum secara sederhana segeraa terlintas di benak kita
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat,baik peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh
berkembang didalam masyarakat maupun peraturan yang di tentukan.Ketika mengkaji
tentang islam,aspek didalamnya tidak lepas dari hukum islam, aspek hukum didalam
islam biasa disebut dengan hukum islam dan mempunyai konseo dasar dan hukumnya
ditetapkan oleh Allah, didalamnya yaitu mengatur tentang hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.Hukum islam bersumber
dari Al-Qur’an dan menjadi bagian dari agama islam, sebagai sistem ia mempunyai
istilah- istilah kunci yaitu seperti fikih, disini maka akan di jelaskan tentang hal itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori berlakunya hukum Islam?
2. Bagaimanakah hukum Islam sebagai norma hukum?
3. Apa yang dimaksud dengan Persepektif Politik Fikih dan Hukum?
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Berlakunya Hukum Islam
Berlakunya hukum Islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda,
berkaitan dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam setelah runtuhnya kerajaan
Majapahit pada sekitar tahun 1518 M. Menurut C. Snouck Hurgronje sendiri, bahwa
pada abad ke 16 di Hindia Belanda sudah muncul kerajaan-kerajaan Islam, seperti
Mataram, Banten dan Cirebon, yang berangsur-angsur mengIslamkan seluruh
penduduknya.Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda (yang beragama Kristen
Protestan) ke Hindia Belanda tidak ada kaitannya dengan masalah (hukum) agama,
namun pada perkembangan selanjutnya berkaitan dengan kepentingan penjajah,
akhirnya mereka tidak bisa menghindari terjadinya persentuhan dengan masalah hukum
yang berlaku bagi penduduk pribumi. Sehubungan dengan berlakunya hukum adat bagi
bangsa Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya, muncullah
beberapa teori-teori hukum jauh sebelum Indonesia merdeka. Teori hukum Islam di
Indonesia antara lain adalah :
1. Teori Receptio in Complexu
Menurut teori Receptio in Complexu bagi setiap penduduk berlaku hukum
agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, demikian juga
bagi pemeluk agama lain. Teori ini semula berkembang dari pemikiran-pemikiran
para sarjana Belanda seperti Carel Frederik Winter (1799-1859) seorang ahli tertua
mengenai soal-soal Jawa, Salomon Keyzer (1823-1868) seorang ahli bahasa dan
ilmu kebudayaan Hindia Belanda. Teori Receptio in Compelexu, ini dikemukakan
dan diberi nama oleh Lodewijk Willem Chrstian van den Berg (1845-1925) seorang
ahli hukum Islam, politikus, penasehat pemerintah Hindia Belanda untuk bahasa
Timur dan hukum Islam.1
Materi teori receptio in complexu ini, dimuat dalam pasal 75 RR
(Regeeringsreglement) tahun 1855. Pasal 75 ayat 3 RR berbunyi: “oleh hakim
Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-undang agama dan kebiasaan
penduduk Indonesia. Jadi pada masa teori ini hukum Islam berlaku bagi orang
Islam. Pada masa teori inilah keluarnya peraturan no. 152 tentang pembentukan
1 Sayuti thalib,S.H,M,H, receptio A controari,(jakarta:Bina Aksara,1982),h.15
4. pengadilan agama (Priesterraad) di samping pengadilan negeri (Landraad), yang
sebelumnya didahului dengan penyusunan kitab yang berisi himpunan hukum
Islam, pegangan para hakim, seperti Mogharrer Code pada tahun 1747,
Compendium van Clootwijk pada tahun 1795, dan Compendium Freijer pada tahun
1761.2
2. Teori Receptie
Menurut teori Resepsi, hukum Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam.
Hukum Islam berlaku bagi orang Islam, kalau ia sudah diterima dan telah menjadi
hukum adat mereka. Jadi, yang berlaku bagi mereka bukan hukum Islam tapi hukum
adat. Teori ini dikemukakan oleh Cornelis van Vollenhoven dan Christian Snouck
Hurgronje. Cornelis van Volenhoven (1874-1933) adalah seorang ahli hukum adat
Indonesia, yang diberi gelar sebagai pendasar (grondlegger) dan pencipta, pembuat
sistem (systeem bouwer) ilmu hukum adat. Sedangkan Christian Snouck Hurgronje
adalah seorang doktor sastra Semit dan ahli dalam bidang hukum Islam. Teori
resepsi beranggapan bahwa dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang
Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila hukum adat mereka
menghendakinya dan tidak ditentukan dengan suatu ordonansi. Pemikiran Snouck
Hurgronje tentang teori Resepsi ini, sejalan dengan pendapatnya tentang pemisahan
antara agama dan politik. Pandangannya itu sesuai pula dengan sarannya kepada
pemerintah Hindia Belanda tentang politik Islam Hindia Belanda. Dia menyarankan
agar pemerintah Hindia Belanda bersifat netral terhadap ibadah agama dan
bertindak tegas terhadap setiap kemungkinan perlawanan orang Islam fanatik. Islam
dipandangnya sebagai ancaman yang harus dikekang dan ditempatkan di bawah
pengawasan yang ketat.
Penerapan teori Resepsi antara lain, pada tahun 1973 dengan stbl. 1937 no.
116, wewenang menyelesaikan hukum waris dicabut dari pengadilan agama dan
dialihkan menjadi wewenang Pengadilan Negeri. Alasan pencabutan wewenang
Pengadilan Agama tersebut dengan alasan bahwa hukum waris Islam belum
sepenuhnya diterimaa oleh hukum adat (belum diresepsi).
3. Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya
setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
2 Bustanul Arifin,Budaya Hukum itu sudah Mati,(jakarta:kongres Umat IslamIndonesia,1998) hlm.2
5. dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik
Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan
teori receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori
receptie itu harus keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.Teori Receptie
bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD 1945 menyatakan
bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.Pernyataan tersebut
dinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2).3
4. Teori Receptio A Contrario
Menurut Sayuti Thalib, ternyata dalam masyarakat telah berkembang lebih
jauh dari pendapat Hazairin di atas. Di beberapa daerah yang dianggap sangat kuat
adatnya, terlihat ada kecenderungan teori resepsi dari Snouck Hurgronje itu dibalik.
Seperti di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar sosl-soal perkawinan dan soal
warisan diatur menurut hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat di dalamnya,
boleh saja dilakukan atau dipakai, tetapi dengan satu ukuran yaitu tidak boleh
bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian yang ada sekarang adalah
kebalikan dari teori Resepsi yaitu hukum adat baru berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Inilah yang disebut oleh Satyuti Thalib dengan
teori Reseptio A Contrario.
5. Teori Eksistensi
Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum Islam
dalam hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini bentuk eksistensi (keberadaan)
hukum Islam dalam hukum nasional adalah:
a. Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian
yang integral darinya
b. Ada dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum
nasional dan sebagai hukum nasional
c. Ada dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum Islam (agama)
berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia
d. Ada dalam hukum Nasional, dalam arti sebagai bahan utama dan unsur
utama hukum nasional Indonesia.
3 E.I.J. Rosenthal, Islamin the modern national state,(london:cambridgeuniversity press,1965) hlm.26
6. 6. Teori Interdependensi
Teori ini sebenarnya tidak secara langsung berkaitan dengan pembahasan
mengenai teori-teori relasi hukum adat dan hukum Islam di Indonesia, tetapi antara
hukum Islam dan hukum Barat, itu pun secara umum. Penulis berpendapat bahwa
setiap sistem hukum tidak berdiri sendiri, tidak terkecuali hukum Islam. Ia sebelum
dalam bentuknya yang mutakhir, pasti berinteraksi dengan sistem-sistem sosial
yang lain. Interaksi ini berjalan ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun, dan selama
itu pula kesemuanya saling pengaruh-mempengaruhi. Terjadi proses saling mengisi
satu sama lain, saling konvergensi dan akhirnya pada suatu titik tertentu, ada
sebagian yang dapat dikenali wujud aslinya, tetapi sebagian lainnya sulit dilacak
aslinya.Fenomena tersebut wajar terjadi. Dalam hal ini, penulis melihat terjadinya
pengaruh timbal balik antara hukum Islam dan hukum Barat, contoh lain
dikemukakan oleh Mahmassani tentang wesel dan cek. Cek ini memang masuk
dalam daftar istilah yang berasal bahasa Arab yang ditulis oleh Montgomery Watt
yaitu berasal dari kata shakk yang berarti persetujuan tertulis. Kondisi sebaliknya
juga terjadi terhadap hukum Islam. Banyak negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam memodifikasi konsep hukum Islam dan memberlakukan sistem
“gado-gado” melalui sebuah proses yang cukup rumit. Disamping itu eklektisisme
juga terjadi antara hukum Islam dan hukum adat. Adanya peraturan tentang harta
gono-gini adalah salah satu buktinya. Berangkat dari analisis ini, maka penulis
melihat bahwa pada masa kini hubungan antara hukum adat, hukum Islam, dan
hukum Barat bukan dalam suasana konflik, tetapi mengarah pada proses saling
koreksi dan mengisi serta melengkapi. Dengan kata lain ketiga sistem hukum ini
saling bergantung (interdependensi) satu sama lain.
7. Teori Sinkretisme
Menurut Hooker, kenyataan membuktikan bahwa tidak ada satu pun sistem
hukum, baik hukum adat maupun hukum Islam yang saling menyisihkan. Keduanya
berlaku dan mempunyai daya ikat sederajat, yang pada akhirnya membentuk suatu
pola khas dalam kesadaran hukum masyarakat. Namun, kesaamaan derajat
berlakunya dua sistem hukum ini tidak selamanya berjalan dalam alur yang searah.
Pada saat tertentu, dimungkinkan terjadinya konflik seperti digambarkan dalam
konflik hukum adat dengan hukum Islam di Minangkabau atau konflik antara santri
dan abangan di Jawa. Dengan demikian menurut Hooker, daya berlakunya suatu
sistem hukum baik hukum adat maupun hukum Islam, tidak disebabkan oleh
7. meresepsinya sistem hukum tersebut pada sistem hukum yang lain, tetapi
hendaknya disebabkan oleh adanya kesadaran hukum masyarakat yang sungguh-
sungguh menghendaki bahwa sistem hukum itulah yang berlaku. Dengan anggapan
ini, akan tampak bahwa antara sistem hukum Adat dengan sistem hukum Islam
mempunyai daya berlaku sejajar dalam suatu masyarakat tertentu. Daya berlaku
sejajar tersebut tidak muncul begitu saja, tetapi melalui sebuah proses yang amat
panjang. Kondisi ini bisa terjadi karena sifat akomodatif Islam terhadap budaya
lokal. Sikap akomodatif Islam itu mengakibatkan terjadinya hubungan erat antara
nilai-nilai Islam dengan hukum adat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Eratnya hubungan tersebut menghasilkan suatu sikap rukun, saling memberi dan
menerima dalam bentuk tatanan baru, yaitu sinkretisme.
B. Hukum Islam Sebagai Norma Hukum
Hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan
pada wahyu Allah SWTdan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang
sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua
pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata islam bukanlah hanya sebuah agama yang
mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja.
Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah swt untuk mengatur hubungan manusia
dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut
bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits.
Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah
untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan
amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim semuanya. Macam-macam
hukum Islam antara lain :
1. Wajib
Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan
pahala dan jika ditinggalkan akan diberi siksa. Contoh dari perbuatan yang
8. memiliki hukum wajib adalah shalat lima waktu, memakai hijab bagi
perempuan, puasa, melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu, menghormati
orang non muslim dan banyak lagi.
2. Sunnah
Sunnah ialah suatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi
tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan yang
jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan
mendapatkan siksaan atau hukuman. Contoh dari perbuatan yang memiliki
hukum sunnah ialah shalat yang dikerjakan sebelum/sesudah shalat fardhu,
membaca shalawat Nabi, mengeluarkan sedekah dan sebagainya.
3. Haram
Haram ialah sesuatu perbuatan yang jika dikejakan pasti akan mendapatkan
siksaan dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contoh perbuatan yang
memiliki hukum haram adalah berbuat zina, minum alkohol, bermain judi,
mencuri, korupsi dan banyak lagi.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya itu
lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini adalah
makan bawang, merokok dan sebagainya.
5. Mubah
Mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan oleh agama antara
mengerjakannya atau meninggalkannya. Contoh dari mubah adalah olahraga,
menjalankan bisnis, sarapan dan sebagainya.
Sumber hukum syariat Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadist. Sebagai hukum dan
ketentuan yang diturunkan Allah swt, syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan
luhur yang akan menjaga kehormatan manusia, yaitu sebagai berikut :
1. Pemeliharaan atas keturunan
Hukum syariat Islam mengharamkan seks bebas dan mengharuskan
dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini untuk menjaga kelestarian dan
terjaganya garis keturunan. Dengan demikian, seorang anak yang lahir melalui
jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya sesuai garis keturunan dari
ayahnya.
2. Pemeliharaan atas akal
9. Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat memabukkan dan
melemahkan ingatan, seperti minuman keras atau beralkohol dan narkoba.
Islam menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya. Jika akalnya terganggu karena pesta miras oplosan,
akalnya akan lemah dan aktivitas berpikirnya akan terganggu.
3. Pemeliharaan atas kemuliaan
Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah atau tuduhan dan melarang
untuk membicarakan orang lain. Hal ini untuk menjaga kemuliaan setiap
manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang dapat mencemari nama baik dan
kehormatannya.
4. Pemeliharaan atas jiwa
Hukum Islam telah menetapkan sanksi atas pembunuhan, terhadap siapa
saja yang membunuh seseorang tanpa alasan yang benar. Dalam Islam, nyawa
manusia sangat berharga dan patut dijaga keselamatannya.
5. Pemeliharaan atas harta
Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian dengan potong
tangan bagi pelakunya. Hal ini merupakan sanksi yang sangat keras untuk
mencegah segala godaan untuk melakukan pelanggaran terhadap harta orang
lain.
6. Pemeliharaan atas agama
Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk
menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Islam tidak pernah memaksakan
seseorang untuk memeluk Islam. Akan tetapi, Islam mempunyai sanksi bagi
setiap muslim yang murtad agar manusia lain tidak mempermainkan
agamanya.Islam sebagai agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui
rasulnya merupakan Agama yang mencakup seluruh aspek hidup atau
kehidupan manusia diantaranya sebagai sumber norma, hukum dan etika hidup
manusia, norma dalam artian kata adalah kaidah yakni tolak ukur, patokan,
pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan
manusia dan benda.
Pengertian norma erat dengan pengertian hukum. Maka pembicaraan
seputar Islam sebagai norma, hukum, dan etika tidak lepas kaitannya dengan
sumber norma, hukum, etika dalam Islam itu sendiri.Adapun sumber norma
10. dan hukum dalam Islam yang pokok ada dua yaitu, Al-Qur’an dan As-Sunnah,
disamping kedua pokok terdapat pula sumber tambahan yaitu, Al- Ijtihad.
C. Persepektif Politik Fikih dan Hukum
fiqih yaitu berbicara mengenai hukum-hukum atau ketentuan. Tidak dapat di
pungkiri apabila kita berbicara tentang fiqih, maka pasti yang kita dapati yaitu
perbedaan pendapat. Politik sejatinya merupakan suatu hal yang melekat pada
keseharian setiap manusia, baik disadari ataupun tidak. Sedangkan Maka dari itu
perbedaan pendapat dalam hal fiqih, apalagi fiqih politik merupakan hal yang wajar dan
harus kita maklumi.
1. Pengertian Fiqih
Fiqih berarti pemahaman atau kecerdasan. Makna fiqih tidak hanya
mengetahui tetapi pemahaman yang mengharuskan pemakaian akal,
menggunakan pikiran, serta mencapai kepada pemahaman itu setelah melalui
usaha yang keras. Menurut istilah, fiqih tidak bisa di dapat oleh sembarang
orang, hanya dia yang memiliki kemampuan akal yang tinggi, memiliki tingkat
keimanan yang tinggi, dan memiliki keshalihan yang spesifik. Menurut hukum
syara’ ,fiqih berarti menggali hukum-hukum syara’ yang praktis dari dalil-dalil
yang rinci.
2. Sumber-sumber Hukum Fiqih
Hukum fiqih bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-
aturan untuk di terapkan dalam sendi kehidupan manusia. Hukum fiqih antara
lain sebagai berrikut :
a. Al-quran
Sumber hukum fiqih yang pertama adalah al-Quran, sebuah kitab
suci umat muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-Quran memuat
kandungan-kandungan yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah
islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-Quran menjelaskan secara
rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar
tercipta masyarakat yang berakhlak mulia.
b. Al-Hadist
Sumber hukum yang kedua adalah al-Hadist, yaitu segala sesuatu
yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan,
11. perilaku, diamnya beliau. Di dalam al-Hadist terkandung aturan-aturan
yang merinci segala aturan yang masih global dalam al-Quran, yaitu :
1. Ijma’
Merupakan kesepakatan seluruh ulama’ mujtahid pada satu
masa setelah zaman Rasulullah SAW atas sebuah perkara
dalam agama. Ijma’ yang dapat di pertanggung jawabkan
adalah ysng terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat),
dan tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka
para ulama telah terpencar dan jumlahnya banyak, dan
perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat di pastikan
bahwa senua ulama telah bersepakat.
2. Qiyas
Sumber hukum yang keempat adalah qiyas. Qiyas berarti
menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nash nya dalam al-
Quran ataupun hadist dengan cara membandingkan sesuatu
yang serupa dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya
tersebut.
1. Pengertian Politik Hukum
Politik hukum berarti kebijakan hukum. Kebijakan itu sendiri diartikan
dengan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan
demikian politik hukum adalah rangkaian konsep dan asa yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan
cara bertindak dalam bidang hukum.
2. Ruang Lingkup Politik Hukum
Cakupan politik hukum suatu negara begitu luas dan mempunyai
peranan besar untuk menentukan apa dan bagaimana hukum yang berlaku
dalam negara yang bersangkutan. Untuk menggariskan hukum apa dan
bagaimana yang di adakan dan di terapkan untuk masa mendatang dalam negara
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui dasar-dasar sistem hukum
dalam suatu negara pertama-tama harus diperhatikan politik hukum negara itu.
12. Dalam suatu negara, setidaknya ada dua lingkup utama politik hukum dan
politik penegakan hukum.
Politik pembentukan hukum adalah kebijaksanaan yang bersangkutan
dengan penciptaan, pembaharuan dan pengembangan hukum. Politik
pembentukan hukum mencakup kebijaksanaan (pembentukan) perundang-
undangan, kebijaksanaan (pembentukan) hukum yurisprudensi atau putusan
hakim, dan kebijaksanaan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya. Politik
penegak hukum adalah kebijaksanaan di bidang peradilan dan kebijaksanaan di
bidang pelayanan hukum.4
4 http://www.google.co.id/amp/s/arlisantiko.wordpress.com/2010/06/30/politik-hukum-dalam-perspektif-
islam/amp/
13. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori berlakunya hukum islam ada 7 yaitu teori Teori Receptio in Complexu,
teori receptie, teori receptie exit, Teori Receptio A Contrario, teori eksistensi, Teori
Interdependensi, dan teori sinkretisme. Hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem
kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai
tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan
diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang
telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah
berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh
seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang
berhubungan dengan amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui
umat manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala.
Norma erat dengan pengertian hukum. Maka pembicaraan seputar Islam sebagai
norma, hukum, dan etika tidak lepas kaitannya dengan sumber norma, hukum, etika
dalam Islam itu sendiri.Adapun sumber norma dan hukum dalam Islam yang pokok ada
dua yaitu, Al-Qur’an dan As-Sunnah, disamping kedua pokok terdapat pula sumber
tambahan yaitu, Al- Ijtihad. fiqih yaitu berbicara mengenai hukum-hukum atau
ketentuan. Tidak dapat di pungkiri apabila kita berbicara tentang fiqih, maka pasti yang
kita dapati yaitu perbedaan pendapat. DanPolitik sejatinya merupakan suatu hal yang
melekat pada keseharian setiap manusia, baik disadari ataupun tidak. Sedangkan Maka
dari itu perbedaan pendapat dalam hal fiqih, apalagi fiqih politik merupakan hal yang
wajar dan harus kita maklumi.
14.
15. DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul.1965.Budaya Hukum Itu Sudah Mati.Jakarta:Kongres Umat Islam Indonesia.
Thalib, Sayuti.1982.Receptio A Controari.Jakarta: Bina Aksara.
Rosenthal, E.I.J.Islam in the Modern National State.London:Cambrige University Press.
http://www.google.co.id/amp/s/arlisantiko.wordpress.com/2010/06/30/politik-hukum-dalam-
perspektif-islam/amp/ diakses pada 15 Mei 2018 pukul 20.00 WIB.